Mutmut chan dengan err- bangga mempersembahkan..

.

.

.

"Bangun, Neji."

"Engkaulah getar pertama yang meruntuhkan gerbang tak berujungku mengenang hidup,

Engkaulah tetes embun pertama yang menyesatkan dahagaku dalam cinta tak bermuara,

Engkaulah matahari Firdausku yang menyinari kata pertama di cakrawala aksara,

Kau hadir dalam ketiadaan. Sederhana dalam ketidakmengertian. Gerakmu tiada pasti.

Namun aku masih tetap disini….

..Mencintaimu.

Entah kenapa."

-Dewi Lestari in Supernova : Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh—

Daun itu, akhirnya terjatuh ketika ia terlepas dari tangkainya, ketika ia tak kuasa lagi menahan deru angin yang seolah ingin mengoyak apapun yang dilewatinya. Daun itu, masih hijau ketika ia menyentuh tanah, tak seperti daun gugur lain yang sudah kering dan menguning. Ini adalah hari pertama musim gugur, hari kesekian bagiku mengunjungimu.

Entahlah, apakah maaf saja cukup? Apakah aku harus meminta maaf? Tapi, untuk apa aku meminta maaf… Neji? Seperti katamu dulu, 'kita' ini hanya bagian dari gejolak hormon pada pubertas yang tengah mencapai puncaknya. Aku tidak menyangka hormon itu masih melekat padaku, padahal aku sudah dua puluh satu. Aku berdiri di sini, di hadapanmu, menatap nanar pada pusara yang mengubur ragamu.

Bangun, Neji. Setidaknya kalau kau masih hidup, aku bisa menendang bokongmu, atau meninju pipi halusmu, agar kau bertanggung jawab dengan rasa nyeri yang aku rasakan di dadaku setiap kali bertatap muka denganmu.

Bangun, Neji. Kalau memang aku harus meminta maaf, aku ingin melakukannya di hadapanmu. Di depan ragamu yang masih bernafas atau jantungmu yang masih berdetak.

Bangun, Neji. Tidakkah kau ingin melihat keberhasilan… 'kita'? Iya, 'kita'… kau, aku, Naruto, Hinata,.. bangun dan lihat dengan matamu sendiri karena aku tidak mau menceritakannya padamu.

Bangun, Neji. Kau tau aku bisa bertahan di sini selama berjam-jam, bahkan berhari-hari. Dulu kau sendiri yang berkata aku ini keras kepala, tetapi kau juga yang berkata bahwa 'kita' ini tidak mempunyai masa depan tapi tetap menggenggam tanganku, menyelamatkanku.

Neji, apakah desauan angin yang menghamburkan daun-daun kering ini adalah jawabanmu? Apakah kau ingin menunjukkan padaku, bahwa semua yang telah mati tidak bisa kembali? Tapi kau tidak mati, Neji. Bukankah kau hanya tertidur dan berbaring di balik gundukan tanah itu?

"Sasuke-kun?" Suara itu. Bangun, Neji. Bangun dan katakan bahwa aku seharusnya menoleh ketika suara itu memanggilku.

"Sakura…" Kakiku melangkah tanpa perintah, berjalan mendekati gadis –ah, wanita luar biasa yang menungguku dengan senyuman menghiasi wajahnya. Ku genggam tangannya karena itulah setidaknya yang bisa aku lakukan untuk meyakinkannya bahwa aku sekarang adalah miliknya.

Bangun, Neji. Aku ingin kau berdiri di depan rumahku nanti, menyaksikan upacara pernikahanku dengan Sakura, agar aku tidak menjadi satu-satunya yang patah hati di sini.

TAMAT

Errrr….begitulah *buru2 ngumpet karena ini sungguh apa banget* ;;_;;

Dengan cinta,

Mutmut chan.