Catatan penerjemah: Halo, FHPI. Ini sukeb dengan pen-name masih nutmeg di ffn. Fic ini (judul asli: No Glory) buatan ObsidianPen yang membuat Hauntingly itu, yang terkenal itu. Judul disesuaikan agar tidak ada judul dobel sesuai ketentuan ffn. Saya sudah dapat ijin untuk menerjemahkan meski fic ini sendiri belum selesai. Alasan menerjemahkan: karena fic ini menggunakan trope yang saya zuka zekaley dan banyak adegan yang membuat hoboy, fyuh dengan karakter IC! Selain fic ini, saya akan menerjemahkan fic dari duet maut di pairingan HP/LV. Jadi, cuma 2 fic. Yep, fic ini pakai pair itu meski yaaaaah ada kejutan di chapter belasan. Fic ini gelap segelap hatinya Voldemort. Suer. Ratingnya M karena Lord V perangainya seperti itu.

Istilah-istilah di fic ini mengikuti terjemahan alm. Bu Listiana Srisanti sebagai apresiasi juga terhadap beliau yang sudah menerjemahkan HP ke Bahasa Indonesia. Kalau ternyata saya keliru menerjemahkan, tolong beri tahu ya. Spoiler mungkin akan diberikan lewat PM. Selamat menikmati dan semoga terhibur! Jangan lupa mampir ke No Glory-nya ObsidianPen, ya.

TANPA KEMULIAAN

Disclaimer: JK. Rowling. No trademark infringement intended.

No Glory by ObsidianPen; translated to Bahasa Indonesia by sukeb (nutmeg-not-head)

Bab 1 – Cacat dalam Rencana

.

.

Tak ada kemuliaan di sini.

Harry berdiri pada kedua kakinya yang gemetar; tangannya bergidik di sisi tubuh, kosong. Batu Kebangkitan dijatuhkan di hutan, hilang di antara rumput, patahan ranting, dan tanah. Tongkatnya tergeletak di dalam saku, tapi berasa ribuan kilometer jauhnya.

Dia tak akan menyentuhnya. Dia tak akan melindungi diri.

Tak ada kemuliaan di sini.

"... Harry Potter..."

Lord Voldemort terdistorsi, seolah penampakan berwajah ular di sisi lain kabut asap. Suaranya berbisik dingin, desis beku berpilin dengan retihan api.

"... anak laki-laki yang bertahan hidup..."

Tak ada orang lain.

Para Pelahap Maut berangsur-angsur menghilang, teriakan Hagrid yang teredam tak lagi terdengar. Hanya api yang hampir padam, penyihir yang tak utuh, dan anak laki-laki yang gemetar—sekarang seorang laki-laki dengan dagu terangkat dan kepala tegak.

Pangeran Kegelapan menelengkan kepalanya ke samping tampak nyaris bebal. Penuh pertimbangan.

Harry menunggu mati. Voldemort mengangkat tongkat sihir dan pikiran Harry berputar sangat cepat sehingga dunia tampak kabur karena adrenalin. Jemarinya kejang tapi dia tidak membiarkan tubuhnya berkhianat. Dia tidak akan bergerak untuk melindungi diri. Dia menunggu terpaan kutukan kematian, akhir dari segalanya—akan menatap kematian dengan tabah, dengan kedua mata terbuka—

"Legilimens."

Kutukan yang keliru.

Harry Potter terjatuh.

Cakar-cakar mental Pangeran kegelapan meraih dan merobek pikiran Harry, menariknya ke dalam ingatan disertai dengan badai rasa sakit.

... Kilasan-kilasan Harry saat balita, meraung di tempat tidur bayi sementara seorang pria berjubah hitam berlutut di sampingnya, terisak sama keras, mengabaikan tangisnya ketika pria itu merengkuh erat seorang wanita... Ayu dan merah, lembut dan mati...

... Harry bocah, sebelas tahun dan luka sambaran kilatnya membara ketika batu bertuah muncul di saku...

... Lukanya, selalu luka sambaran kilatnya; ingatan akan rasa sakitnya dan kadang disertai emosi. Voldemort menyusuri jalinan syaraf itu dengan intensitas luar biasa dan Harry sengaja menyesatkan perjalanan itu. Dia mencoba melawannya, mengeluarkan Pangeran Kegelapan dari kepalanya, tapi semuanya sia-sia.

Tidak, pikirnya penuh ketakutan ketika Voldemort semakin mendekat dan makin dekat pada kenyatan paling terkutuk.

Tidak. Tidak. Tidak.

Kekuatan Pangeran Kegelapan begitu kuat dan hebat hingga bisa meluluhlantakkan bumi. Harry dapat merasakan emosi dingin yang menyerupai kegembiraan di lukanya.

Ya.

... Harry mengejang di lantai Kementrian Sihir, terbakar hidup dalam bara rasa nyeri luar biasa ketika Pangeran Kegelapan berkata dengan menggunakan mulutnya, memohon dengan suaranya pada kematian yang menolaknya...

... Enam belas tahun dan merasa emosi menjalari kepalanya dalam gelombang amarah, takut, dan bahagia...

Tidak, tidak, tidak

... Tujuh belas tahun dan menyadari Pangeran Kegelapan akhirnya meramalkan di mana tongkat sihir maut disemayamkan pada akhirnya, pada akhirnya...

... Relikui atau horcrux, relikui atau horcrux...

Tidak, tidak, tidak

... Tersembunyi di bawah lantai papan kayu, hanya satu inchi kayu mati antara Harry James Potter dengan Lord Voldemort... Severus Snape memohon, tapi diabaikan...

'Aku menyesalinya.'

Dia tidak.

Ingatan Ahli Ramuan dipindahkan ke dalam piala kaca dan Hermione Granger menyorongkannya pada tangan Sang Terpilih—

Tidak

Ya.

Ingatan Harry mengabur menjadi ingatan Severus Snape dan lubang kelinci di masa lalu makin kuat dualitas tarikannya.

Severus dan Lily. Severus dan Lily. Severus dan Lily. Cinta tak terbalas yang menceritakan kisah si pengkhianat di antara abdi Lord Voldemort.

Severus Snape... telah berhasil mengerjakan tugas mustahil mengelabui Pangeran Kegelapan...

Harry memejamkan matanya erat, mengerahkan seluruh perlawanan yang tersisa di tubuhnya yang letih. Dia mencari tongkatnya, meraba-raba jubah dengan tangan putus asa yang gemetar hebat seperti seorang anak yang mati kedinginan, tak tertolong di antara lautan es dan salju.

Lord Voldemort bergerak begitu cepat, tampak tak manusiawi. Sedetik, dia hantu putih terdistorsi di seberang nyala api. Detik berikutnya, dia di sana, tepat beberapa inchi di hadapan Harry yang gemetar. Tangan pucat menyambar wajahnya secepat ular; kuku tajam terbenam dalam kulit pipinya dan memaksa dagunya mendongak sehingga ketika Harry membuka mata, kedua bola matanya akan bertemu dengan merah membakar yang begitu dekat, begitu menakutkan dekatnya.

"Tunjukkan padaku."

Tak ada yang bisa dia lakukan.

Harry bahkan tak dapat menjerit ketika sekali lagi Pangeran Kegelapan merangsek masuk ke dalam pikirannya.

... Ingatan serupa hantu tentang Albus Dumbledore menyatakan hidupnya yang terkutuk pada Severus Snape... lalu segalanya berakhir.

Horcrux.

Harry diseret paksa pada kenyataan. Voldemort masih mencengkeram wajahnya, menatapnya dengan kedua mata yang tajam. Tidak bermusuhan. Tidak dengan tatapan membunuh, tidak pula marah.

Analitis. Tampak cendekia dan mencari-cari, meskipun mereka bergeming.

Kesunyian yang begitu menyesakkan ditinjau dari manapun. Harry hampir tidak bernapas saat Pangeran Kegelapan menawannya di sana, beku karena mata merah dan jemari seputih salju menggenggam dagunya.

"... Bunuh aku."

Kata-katanya tercekik dalam suara serak. Sebuah permohonan. Permintaan putus asa pada Pangeran Kegelapan agar melakukan hal yang selalu diinginkan, yang dilakukan sejak Harry Potter menjadi objek dalam ramalan tak berarti.

Selama beberapa saat, Pangeran Kegelapan diam. Dia hanya melanjutkan memandang Anak Laki-laki yang Bertahan Hidup dengan sikap dingin dan tak acuh.

Kemudian beliau tersenyum.

Seringai kecil dan miring yang membuat wajah tak manusisawi Pangeran Kegelapan nampak sunguh-sungguh kejam. Tawa kecilnya pelan yang Harry yakin tak seorangpun kecuali dirinya mendengar tawa itu. Udara lembut dari tawanya amat dingin ketika berembus pada bibirnya, mengirimkan gigil pada punggung yang gemetar.

Napas Voldemort berbau es dan darah.

Pangeran Kegelapan tidak bergerak sama sekali ketika akhirnya bicara. Mata Harry terkunci dalam pandangannya, terkunci oleh lebih dari sekadar pandangan. Kata berikutnya, diucapkan keras hingga seluruh abdinya mendengar, akan menjadi pernyataan yang mencabik-cabik kehidupan Harry menjadi serpihan.

"Rencana berubah."

Bersambung ke bab 2 – Darah, Peluh, dan Batu

Catatan lagi: Karena beberapa pembaca masih bingung, saya tambahkan info di sini. Cerita ini mengikuti canon di Buku #7 HP dan Relikui Kematian sampai Bab 34. Di film berarti sampai Harry ke hutan untuk menemui Voldemort. Setelah itu, jadi Alternate Reality sebab Voldemort menang perang.