"The Dacho's Death"

'
Disclaimer : ©Boboiboy All Elemental & Friends
(Boboiboy Belong To Monsta/Animonsta Studio)

Fic Collab By : IntonPutri Ice Diamond & Ochandy

Rate : T semi M (untuk jaga-jaga)

Genre : Mystery, Tragedy and Humor? Maybe -_-

Warning! Typo(s), GaJe, Ketakutan yang berlebihan, BaPer(?) what the...? And seribu macam hama pengganggu lainnya dalam fic ini

Haloo~ Disini Ocha yang berbicaraaa~

Karena melihat fandom Boboiboy yang semakin sepi, akhirnya ane berhasil menciptakan Mahakarya(?) bareng Helau (IntonPutri Ice Diamond) yang dijamin bikin kesel setengah hidup nantinya :v Ini merupakan fic collab pertama ane, so? Ocha & Helau Hope you like, Readers...

Happy Reading...

Dark Readers? Go Now!

~O.o.O~

"Aku tidak mau tahu! Kau harus membantuku!"

"Tapi Halilintar, itu berbahaya. Membunuhnya sama saja dengan kita mencari celaka!"

"I don't care about that..."

"Jika Yaya lebih dekat dengan Dacho, maka segala cara akan aku lakukan untuk menyingkirkannya..." pemuda yang mengenakan jaket hitam bercorak merah menyambar itu tersenyum licik.


Seorang pemuda menyeringai iblis ketika memasuki gudang belakang milik Universitas Rintis Island. Tangan kirinya dimasukkan ke dalam saku jaket sementara tangan kanannya memainkan sebuah pisau lipat sedari tadi.

Topi hitam berlambang petir yang ia pakai sedikit lebih terangkat menampakkan wajahnya nan rupawan.

Poninya tersibak angin ketika menutup pintu gudang tersebut. Rahangnya mengeras melihat sosok lemah tidak berdaya dengan kaki terikat tali rafia.

"Halilintar, kau yakin akan melakukan hal 'itu' pada Dacho? Lihat, kasihan dia... Masih ada cara lain untuk memperbaiki hubunganmu dengan Yaya bukan?" seorang pemuda muncul dari balik naungan bayangan lemari yang terpantul cahaya lampu.

"Diam kau Taufan!" iris rubynya berkilat. "Dacho malang, apakah kau siap menghadapi kematian?" pemuda penyandang nama Halilintar ini memamerkan pisau lipatnya yang berkilauan.

Dacho, sosok yang dimaksud menatapnya dengan mata berlinang. Mulutnya tak mampu mengeluarkan suara karena telah diberi lakban oleh sang 'malaikat maut' (Read : Halilintar).

"Apa? Kau mau aku berbelas kasihan, heh?" Halilintar menarik tengkuk Dacho yang membuatnya langsung terdongak menatap iris merah delima yang mematikan tersebut.

Dacho meronta lemah seraya menggelengkan kepalanya.

"Ingat Dacho, kau tidak pantas untuk Yaya. Jadi, jangan salahkan aku jika dirimu hanya tinggal nama!" Halilintar menempelkan pisaunya itu ke leher Dacho.

"Selamat tinggal, Dacho!" Halilintar menyeringai tipis sebelum akhirnya menorehkan luka yang membuat urat nadi Dacho putus dan memuncratkan banyak darah segar.

"K-kau kejam, Halilintar!" ujar Taufan ngeri.

"Akan aku buat satu kampus geger." Halilintar tertawa lalu menyeret tubuh Dacho yang sudah tak bernyawa ke dalam kampus.

"Hey Halilintar, tunggu aku!" seru pemuda beriris safir merinding karena temannya itu meninggalkannya di gudang sendirian.


Seorang mahasiswi tengah berjalan riang melewati koridor kampusnya yang sepi, maklum masih pagi. Dirinya bersenandung kecil sambil mengecek kembali isi tasnya.

"Hm, aku selalu menyukai suasana di pagi hari..." gumamnya sambil melanjutkan perjalanannya menuju kelas Biologi.

Baru setengah perjalanan menuju kelasnya, tiba-tiba gadis ini mematung di tempat. Tubuhnya menggigil melihat cairan merah yang terinjak olehnya.

Mahasiswi ini segera berjongkok sambil mencolek jejak tersebut dengan ujung jarinya.

"Da-darah?" gumamnya seraya memandang lurus. Cairan merah ini ternyata memanjang hingga ujung koridor.

"Kyaaaaaa!" jeritnya seraya berlari keluar dari kampus.


Yaya Yah...

Siapa yang tidak kenal dengan gadis yang satu ini. Mahasiswi jurusan kedokteran yang mengambil bidang dokter hewan ini dikagumi oleh semua Mahasiswa.

Parasnya nan cantik, sholehah, berhijab menambah nilai plus baginya.

Dan jangan lupakan!

Boboiboy Halilintar adalah kekasihnya semenjak SMA. Pemuda tampan yang sedari dulu dikaguminya benar-benar menembaknya saat SMA dan tentu saja Yaya sangat bahagia.

Namun, untuk saat ini hubungan mereka mulai renggang dikarenakan Yaya harus melakukan tugas praktek lapangan untuk mempermantap bidang kedokteran yang dia ambil sekarang.

Yaya sadar akan perubahan sikap Halilintar kepadanya, biasanya pemuda itu akan membalas pesannya dipagi hari, atau sekedar berbasa-basi dengannya lewat telepon.

Kini? Jangankan mengangkat telepon, sapaan Yaya saja hanya dibalas dengussan dan lirikkan tajam darinya.

Menurut kabar angin yang dia dengar, Halilintar cemburu dengan Yaya yang lebih dekat dengan Dacho.

'Lah apa salahnya kalau dekat dengan Dacho? Masa sih Halilintar cemburu sama Dacho? Padahalkan aku dengan Dacho hanya sebatas partner praktek lapangan. Ada-ada saja.' gadis berhijab ini membatin.

Ah... Yaya pasti pusing memikirkannya. Gadis ini mempercepat langkahnya memasuki gerbang Universitas Rintis Island.

"Kyaaaaaa! Yaya! Tolong!"

Gedubrak...

Baru saja Yaya ingin melihat siapa orang yang minta tolong kepadanya, eh malah kena tabrak lagi.

"Aduuh, sakitnya pantatku..." ringis Yaya.

"Ma-maaf Yaya, aku tidak sengaja..." lirih orang yang menabraknya tadi.

"Hana?! Kau ini kenapa? Pagi-pagi udah jerit-jerit kayak orang sembelit!" gerutu Yaya sambil berdiri.

"Gawat Yaya! Gawat!" seru Hana kembali panik.

"Apanya yang gawat?" tanya Yaya bingung melihat kepanikkan yang terpancar dari raut wajah sahabatnya itu.

"Ano... itu, ano...-"

"Ano itu gak ada wujudnya Hana, kalau mau ngomong yang jelas dong!" potong Yaya cepat.

"Argh... Hana gak bisa jelaskan disini, kalau begitu ayo ikut sama Hana!" gadis ini menyeret lengan Yaya tidak sabaran.

"E-eh, pelan-pelan dong Hana..." protes Yaya.

"Gak bisa Yaya, ini beneran gawat!" gadis yang mengambil jurusan Biologi itu menolak mentah-mentah protesan dari sahabatnya itu dan terus menyeretnya ke TKP.


"Coba lihat ini!" Hana melepaskan cengkraman tangannya pada lengan Yaya dan menunjuk cairan merah yang memanjang pada koridor. Yaya terdiam sejenak, ekspresinya mendadak berubah ketakutan.

"I-ini...-"

"Itu darah Yaya! Darah! Menurut buku biologi yang aku baca, ciri-ciri cairan itu persis sekali dengan darah!" jelas Hana.

"Si-siapa saja tolong mak cik!"

"HAH? MAK CIK KANTIN!" kedua gadis ini bergegas menuju sumber suara.


"Hiks... hiks... hwuaaa, to-tolonglah mak cik..." isak tangis terdengar dari dalam kantin kampus. Seorang wanita tengah menangis tersedu-sedu sambil mengusap sebuah bingkai foto.

"Ada apa mak cik? Kenapa mak cik menangis?" tanya Yaya tiba-tiba.

"Iya mak cik, mak cik kenapa?" Hana mendekat dan menepuk pelan pundak pemilik kantin kampus tersebut.

"Hiks, hiks... Dacho hilang..." wanita itu semakin tersedu-sedu.

"A-APA?! DACHO HILANG!?"


Geger sudah satu Universitas Rintis Island. Penemuan darah, Dacho hilang. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Hwuaaa... Dacho, aku ta-takut dia kenapa-napa! Hwuaaa..." Yaya menangis dipelukan Hana.

Sekonyong-konyongnya Yaya menangis, Hana hanya bisa menghiburnya, walaupun tidak berhasil.

"Sudahlah Yaya, tenanglah..."

"Bagaimana aku bisa tenang Hana? Dacho hilang! Aku takut Hana, takut... Jangan-jangan darah di koridor itu darahnya...- hwuaaaa..."

"Yaya, cobalah berfikir positif! Dacho pasti baik-baik saja. Polisi kampus kita sedang menyelidiki kasus ini, jadi kau harus sabar. Kau percaya bukan? Kepada Api, Air, Thorn dan Solar?" Hana mengelus lembut puncak kepala Yaya.

"Aku? Percaya pada polisi kampus yang sableng itu? Tidaak!"

"Tapi kali ini kau harus percaya Yaya, mereka pasti tidak akan mengecewakan gadis cantik sepertimu..." goda sahabatnya.

"Ah Hana..."


Halilintar...

Siapa yang tidak kenal dengan orang yang satu ini?

Dingin, tampan, namun terkesan temperamental dan itulah yang membuatnya nampak tersisih di dalam kampus. Namun dia beruntung masih ada seorang pemuda yang mau berteman dengannya, namanya Taufan.

Pemuda beriris safir itu senantiasa mendukungnya untuk melakukan berbagai hal. Namun, sepertinya Taufan menyesal telah mendukung Halilintar tadi malam. Taufan bahkan tidak bisa tidur semalaman hanya karena menyaksikan sendiri kawan karibnya itu menjadi psikopat hanya karena cinta.

Pemuda yang mengenakan topi miring ini berjalan lesu memasuki kampus, sesekali dia menguap lebar sambil meregangkan otot-otot tubuhnya.

Pandangannya sayu dilengkapi dua kantong mata hitam yang melingkar. "Hoam..." dia kembali menguap untuk yang kesekian kalinnya. "Argh... ini semua gara-gara Halilintar!" rutuknya kesal menahan kantuk.

Baru saja Taufan ingin melewati koridor penghubung menuju kelasnya ia disuguhi dengan pemandangan yang sering ia tonton dalam berita.

Orang-orang berkumpul seperti semut yang mengerubungi gula.

Karena rasa penasarannya timbul, akhirnya Taufan berjalan mendekat walau terlihat berantakkan.

"Permisi, permisi..." serunya menerobos kerumunan.

Netranya menangkap dua pemuda dengan rompi abu-abu bertuliskan 'polisi kampus' sedang meneliti sesuatu.

"Hm, sepertinya darah ini masih baru. Buktinya masih belum kering sepenuhnya..." pemuda beriris jingga dengan topi yang terangkat sedikit lebih ke atas menarik kesimpulan.

"Ya, sepertinya memang begitu... tapi, siapa yang mengeluarkan darah sebanyak ini? Pasti dia sedang sekarat sekarang." pemuda aquamarine dengan topi yang sedikit lebih rendah menanggapi.

"Mungkin korban lagi sakit perut karena haid dan tidak sanggup berjalan, kemudian dia ngesot dan pembalutnya bocor, maka terciptalah garisan panjang seperti ini. Makanya buat para cewek pake cam, anti kerut anti bocor!" lanjut pemuda bermata jingga sambil meniru iklan yang tak sengaja ia lihat.

Gedubrak...

Setidaknya alasan Yaya untuk tidak percaya dengan polisi kampus memang benar, mereka 'sableng'.

"Dasar konyol..."

Pletak...

Sebuah jitakkan mulus mendarat di keningnya.

"Aduh, sakit tahu! Kamu jahat Air..." pemuda itu mengembungkan pipinya.

Air hanya memutar mata malas sambil mendengus, "Biarin, peduli apa aku? Biar kau tahu rasa Api!" jawabnya.

Sementara Taufan yang sedari tadi merasa jengkel dengan dua saudara kembar ini pun akhirnya angkat bicara.

"Ada apa pak pol?"

"Pak pol, pak pol... Ane masih seumuran sama ente kalee..." Api memberengut.

"Kami sedang menyelidiki kasus darah di lantai koridor ini..." Air mengeluarkan kaca pembesar dan mengarahkannya ke darah yang tercecer tersebut.

Drit... drit... Ai yai yai ilernya petai-petai ai yai yai ilernya petai-petai... Drit... drit...

Tiba-tiba handphonenya Air bergetar.

"Air, kok ringtone hape-mu bunyi mainan hape anak kecil itu?" tanya Api, sedangkan Air hanya diam dan mengeluarkan handphonenya.

"Masyaallah, muka masa kini. Hape-mu masa gitu?!" kaget Api melihat handphone yang dikeluarkan Air adalah merk N*kia Senter.

"Biarin, apa urusanmu?" jawab Air jutek.

"Halo? Dengan PolPusAir,"

"Apa? Dacho hilang?"

"Hm... menurutku ini ada kaitannya dengan darah yang tercecer di koridor..."

"Ya, kalau begitu kita harus selidiki status maksudku kasus ini dengan segera. Semoga berhasil..." pemuda beriris aquamarine itu mengakhiri percakapannya.

"Dari siapa?" tanya Api.

"Thorn dan Solar, mereka bilang kalau Dacho hilang..." Air memasukkan hape jadulnya ke dalam saku seragamnya.

"Apa? Dacho hilang?!" seru Api, sementara Taufan hanya terdiam.

"Hm, aku punya satu nama di kepalaku..." gumam Air.

Api mengernyit bingung, "Maksudmu?"

"Siapa yang membenci Dacho selama ini?" tanya Air kepada Api.

"Hanya satu...-" pemuda beriris jingga itu mengedarkan pandangannya.

"Halilintar!" seru mereka serentak sambil berlalu meninggalkan Taufan yang mematung.

'Oh tidak Halilintar, ini bahaya untukmu!' jerit batin Taufan.

Pemuda ini pun berlari ke tempat dimana Halilintar biasanya nongkrong dan berharap semoga para polisi kampus itu belum menangkapnya.


~To Be Continued~


A/N : Haaaiii~ Helau disiniiii~~~~! ~v~)7

Haha! Pasti pada kaget aku collab sama kak Ananda, kan, kan, KAN?! /wuih serem

Sebenarnya... memang ide dan segala macemnya dikerjain sama-sama *yang mirisnya Cuma dari Pm Fb TvT. Yaa kak Ananda di Padang akunya di Lampung sih~* Tapi.. ada tapi nih. Yang ngerjain satu Chap ini KAK ANANDA ALIAS OCHANDY T^T

AKU GAK ENAK.. KUKIRA BAKALAN DIKERJAIN SAMA-SAMA CHAPTERNYAAAA.. Apalagi pas liat ceritanya ini.. ugh, GOOD JOB KAK! ;)

Tapi tenang~ Chap 2 saya yang bakal ngerjain kok. Dan yang ngedit-ngedit dikit serta Publishingnya saya juga.

Betewe, ada yang penasaran Dacho itu kayak apa sih? Hayoo~ Mari kita maen tebak-tebakan XDD /plak.

Sekian, *tarik kak Ananda

Sampai Jumpa Di Chapter Selanjutnyaa~!

~Love~

*Ochandy & IntonPutri Ice Diamond*