The Disciple
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Warning : Gaje, Abal, Many Typos, AU, OC, OOC, alur seenaknya saja, pasaran, mudah ditebak, super mainstream? Banyak unsur- unsur dari anime / manga / light novel lain, membosankan.
NO EDIT
Don't like don't read.
..
..
Di sebuah tanah lapang, di salah satu tempat yang terlupakan di Konoha. Seorang bocah berusia 13 tahun sedang melakukan latihan hariannya di sini.
Keringatnya bercucuran, berkilauan memantulkan sinar matahari. menetes melewati dada telanjangnya yang sudah sangat terbentuk untuk anak seusianya. Kedua tangannya tak henti-hentinya ia hentakkan ke depan, melakukan pukulan demi pukulan yang sudah menjadi menu latihannya sehari-hari.
WUSSHH
"9997!"
WUSSHH
"9998!"
WUSSHH
"9999!"
WUSSHH
"10000! HAH HAH HAH."
BRUK
"Akhirnya selesai juga, 10000 pukulan sebagai rasa terima kasihku terhadap teknik Shingen Ryu."
::::
Duduk di sebuah bangku yang berlokasi di taman bermain kanak-kanak di desa Konoha. Seorang bocah kecil hanya bisa memandang dari kejauhan kepada segerombolan anak-anak yang sedang bermain kejar-kejaran. Ketika melihatnya saja pasti kau akan langsung bisa tau, bocah ini sangat ingin ikut bermain bersama mereka.
Mengganti direksinya menuju langit, begitu cerah tanpa ada setitikpun gumpalan awan di dalamnya. Sangat kontras sekali dibandingkan perasaannya yang begitu mendung dan suram. Seolah-olah hujan tak pernah berhenti turun dalam hatinya.
Dalam benaknya dia menginginkan sebuah pelangi. Pelangi yang begitu indah yang berwarna-warni. Memberikan warna kepada hidupnya yang suram dan menyedihkan. Menjadi cerah dan menyenangkan. Seperti permen lolipop dengan berbagai macam warna yang biasa dijual di festival musim panas yang tak pernah bisa ia sentuh sedikitpun. Dia hanya bisa meneteskan air liurnya karena tahu bagaimanapun ia berusaha, ia tak pernah bisa mendapatkannya.
"Hahaha..."
Seorang anak berambut merah tertawa riang bersama teman-temannya. Mereka berlarian mengitari taman itu dengan senyuman di wajah mereka. Tak seperti bocah suram yang sedang duduk ini. Ia bahkan tak bergerak satu centipun dari tempatnya duduk dan hanya melamun dengan mata yang kosong.
'Ini sudah waktunya. Aku harus segera pergi dari sini.'
Berdiri dari posisinya semula, bocah itu berusaha lari secepat mungkin untuk mencari tempat sembunyi yang tepat untuknya. Karena, pada waktu menjelang sore seperti ini adalah waktu yang sangat rawan baginya.
Kaki-kaki kecil itu membawa tubuhnya berlari tanpa arah. Yang ada di kepalanya saat ini cuma mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Paling tidak sampai tengah malam tiba. Karena orang-orang itu hanya akan memburunya di waktu menjelang malam seperti ini saja.
Berlari melewati gang-gang kecil yang ada di hadapannya. Belok ke kanan, belk ke kiri, lurus terus, memanjat pagar, melewati lubang yang hanya bisa dilewati oleh anak kecil sepertinya. Tubuhnya secara otomatis melakukannya seolah-olah itu sudah sejak dulu tertanam dalam pikirannya.
Lari, terobos dan lompat. Biasanya kalau sedikit saja ia terlambat untuk bersembunyi orang-orang itu akan menemukannya dan langsung memberikan berbagai 'hadiah' yang tak akan hilang dalam waktu dekat pada tubuhnya.
Maka dari itu, setiap hari ia akan terus bersembunyi di tempat-tempat yang berbeda dari hari sebelumnya. Dan tanpa sengaja dalam pandangan matanya sebuah balok kayu meluncur lurus menuju wajahnya tanpa ada halangan sama sekali.
BUAKK GDBUGH
"ERGHH sakit... sakitt..."
Hanya bisa mengerang kesakitan sambil menggosok-gosok wajahnya yang baru saja terkena lemparan balok kayu. Ia berharap dengan gosokannya itu bisa mengurangi rasa sakitnya. Namun dia tak ingin diam saja dan meringkuk kesakitan setelah terjatuh tadi.
Bangkit dari posisinya semula ia segera berlari lagi sekuat tenaga yang ia bisa untuk menghindari kerumunan orang yang sebentar lagi akan melakukan event harian mereka pada tubuhnya. Menghindari luncuran batu-batu yang mengincar kakinya, mengelak dari ayunan tongkat kayu yang mengincar punggungnya, menepis sampah-sampah yang dilemparkan ke wajahnya, mengabaikan teriakan-teriakan menghina yang menyuruhnya untuk berhenti lari dan diam untuk menunggu mereka menghajarnya.
Memangnya dia bocah bodoh yang mau diam saja untuk menunggu mereka. Dirinya tak mungkin Cuma diam saja dan membiarkan mereka melakukan apapun kehendak mereka pada tubuh miliknya ini.
"Berhenti kau bocah tengik! Jangan lari dariku!"
"Tangkap dia! Jangan biarkan di kabur kali ini!"
"Rasakan ini bocah!"
Segala macam sumpah serapah mereka lontarkan pada bocah itu. Mereka seolah tak peduli kalau kata-kata mereka saja sudah bisa melukai perasaan seorang bocah kecil yang rapuh ini.
Namun bukan Cuma itu saja, seperti tak cukup hanya dengan kata-kata. Mereka juga ingin melukai fisik dari bocah ini itu dibuktikan dengan mereka yang membawa berbagai macam benda, mulai dari sampah, batu, balok kayu, bangkai dan juga pisau.
Ya kalian tak salah lihat. Benda yang seharusnya digunakan untuk untuk mengiris-iris daging binatang itu digunakan sebagai senjata untuk melukai seorang bocah kecil yang dilihat dari manapun juga tak punya salah kepada mereka.
"Dasar bocah tak punya cakra! Berhenti kau!"
"Jangan lari!"
"Dasar kau aib desa!"
Semua teriakan-teriakan itu ia abaikan. Ia hanya menganggapnya sebagai angin lalu. Angin lalu yang dingin yang berhembus kencang melewati tubuhnya, membawa rasa sakit yang perih dan menusuk-nusuk di hati kecilnya.
Hujan proyektil yang antah berantah asal-usulnya terus saja mengejar dirinya. Menjadikannya sebagai target nomer satu yang tak boleh dilewatkan begitu saja. Bocah kecil berambut kuning cerah ini kembali mengelak sebisa mungkin dan sesekali juga menepisnya dengan kedua tangannya meskipun terkadang ada saja yang lolos dan mengenai tubuhnya, tidak, malah bisa disebut hampir setiap serangan yang datang pasti akan melukai tubuhnya.
Larinya melambat lama-kelamaan tubuh usia 8 tahunnya juga tak akan kuat, jika harus terus berlarian selama satu jam non stop sambil menghindari berbagai serangan yang ditujukan pada dirinya.
BUAKKH
Sebuah tendangan yang sangat keras mengenai perutnya dengan telak. Tubuh ringkih itu terpental menuju tembok terdekat hanya dalam satu kedipan mata. Matanya terbelalak, air mata juga ikut-ikutan melesak keluar dari kelopak matanya. Mulutnya terbatuk-batuk mengeluarkan air liur yang bercampur darah dan asam lambung. Rasanya sungguh menyakitkan.
Bocah itu, Naruto, menyadari bahwa tendangan yang barusan mengenainya bukanlah tendangan yang dilakukan oleh orang biasa. Melainkan oleh seorang Shinobi. Hal itu disadarinya melalui rasa sakit tak wajar yang muncul pada perutnya akibat dari tendangan yang barusan. Itu membuktikan bahwa orang itu menendangnya dengan kaki yang dilapisi dengan cakra.
Sebenarnya ini bukanlah hal baru bagi bocah itu. Seorang shinobi yang membaur dengan para warga untuk melepaskan stressnya dengan cara ikut-ikutan menghajarnya. Tetapi kalau sampai menggunakan cakra yang dipusatkan pada kaki untuk menendangnya itu merupakan hal yang jarang terjadi padanya.
Biasanya para Shinobi kurang kerjaan itu hanya akan meggunakan kaki dan tangannya saja untuk melukainya tanpa memusatkan cakra pada bagian tubuh itu untuk melukai Naruto. Sepertinya mereka benar-benar berniat untuk membunuh Naruto malam ini.
"Hahaha lihat itu, dia sudah tak bisa bangun lagi hanya dengan sekali tendang saja. Dasar pecundang! Rasakan ini! Ini! Ini!INI! HAHAHAHA!"
Bersamaan dengan datangnya gerombolan pemburu Naruto. Para shinobi itu juga iktu melepaskan stress mereka dengan menganiaya tubuh kecil dari bocah delapan tahun yang sudah tak berdaya itu.
::::
Event harian warga Konoha telah usai. Stress yang telah menempel di kepala mereka selama berhari-berhari seperti benalu yang bikin sakit kepala kini telah hilang. Setiap orang yang ikut serta dalam event harian itu kini pulang dengan senyuman.
Perasaan puas dan lega kini menghinggapi mereka. Rasa puas yang didapatkan oleh mereka sama dengan rasa puas yang didapatkan oleh orang yang menemukan toilet setelah berjam-jam menhan rasa ingin buang air mereka.
Canda tawa dapat di dengar seiring perjalanan mereka meninggalkan TKP bersama sesembahan mereka yang kini tergeletak bersimbah darah dengan luka lebam dan goresan benda tajam dimana-mana. Ya sesembahan kepada Tuhan mereka untuk menghilangkan rasa penat dan lelah di hati.
Mereka tak menyadari dari tubuh pemuda itu muncul aura kemerahan yang menyelimuti tubuhnya. Mereka tak menyadari bahwa ini akan menjadi hari terakhir mereka untuk bisa melampiaskan rasa stressnya kepada Naruto.
Aura kemerahan yang berwujud seperti asap itu menyelimuti tubuh bocah itu. Menyembuhkannya tanpa menghilangkan bekas sedikitpun.
"Hmm menarik sekali. Bocah ini secara tak sadar telah menggunakan Hatsu untuk menyembuhkan dirinya sendiri ketika sedang terluka. Anak ini punya bakat yang akan membuatnya bersinar di masa depan."
Seorang pria berusia lanjut muncul entah dari mana. Auranya yang kharismatik membawa ancaman bagi siapa saja yang berani macam-macam dengannya.
"Kehkehkeh... Di benua antah berantah ini ternyata aku malah menemukan bocah penuh kejutan seperti ini..."
Mengangkat Naruto ala bridal style. Tampaknya bocah ini akan mendapatkan 'hadiah' yang benar-benar istimewa kali ini.
:::::
Lima tahun kemudian
"Aku telah menyelesaikan 10000 pukulan terima kasihku yang 1000 kalinya Guru. Sekarang aku sudah siap untuk mengikuti ujian genin besok."
"Kau sudah sangat hebat bisa mengikuti pelatihanku selama ini, Naruto. Ujian Genin sudah bukanlah masalah bagimu sekarang. Yang harus kau pikirkan saat ini adalah tes kelulusanmu dari didikanku ini Naruto. Sudah tak ada lagi orang-orang di luar sana yang akan meremehkan aliran Shingen Ryu."
"Kelulusan? Begitu ya sudah waktunya bagiku untuk membuktikan diri padamu Guru."
"Saa.. mari kita mulai, Naruto."
Menyiapkan kuda-kuda miliknya pria berusia lanjut ini akan memberikan tes kelulusan yang akan sangat sulit untuk Naruto lewati. Senyum penuh percaya diri juga tak pernah luput dari wajah keriput miliknya. Memancarkan aura berkharisma yang secerah matahari. Membuat bunga-bunga matahari yang ada di tanah mengikuti kemanapun perputarannya mengelilingi bumi ini.
Bocah kekar berusia tiga belas tahun itu juga menyiapkan kuda-kudanya. Kuda-kuda yang sama persis dengan yang dilakukan oleh gurunya. Mengepalkan kedua tangannya di samping perut. Badan tegak dan kaki di buka selebar bahu.
Sebagai guru dan murid, ini akan menjadi yang pertama kalinya bagi mereka berdua untuk beradu tinju dengan niat untuk benar-benar saling membunuh. Bagian paling menarik dari tes ini akan segera dimulai. Apakah Naruto akan bisa meluluskan dirinya dari perguruan Shingen Ryu? Yah kita bisa lihat sekarang juga.
"Kau tak perlu bersusah payah untuk berusaha mengalahkanku Naruto. Kau tahu sendiri itu tak akan mungkin terjadi."
"Kita lihat saja sendiri Guru. Gugenka: God Slayer Spear of Longinus."
Serpihan-serpihan cahaya berkumpul menuju tangan Naruto. Membentuk sebuah objek yang ternyata adalah sebuah tombak berwarna hitam legam dengan ukiran-ukiran berbentuk naga yang melilit tombak itu.
"Kehkehkeh jadi kau langsung serius ya Naruto. 100 Tipe Tapak : Guanyin Bodhisatva."
Sebuah avatar dewa raksasa dengan seratus tangan muncul. Avatar berwarna emas yang kesuluruhan tercipta dari cahaya yang bersinar sangat terang. Diikuti dengan sang Guru yang melayang ke bagian dada avatar buatannya.
"Guanyin Bohisatva atau bisa disebut dengan Shinsusenju. Itu memiliki bentuk yang hampir sama dengan jurus legenda milik Shodaime Hokage Hashirama Senju. Tekhnik ini dapat meratakan gunung hanya dengan sekali serang dan kau menyusuhku untuk bisa mengatasinya supaya bisa lulus ya, Guru."
"Toushitsu : Perfect Ability."
Rambut-rambut Naruto yang memang sudah jabrik dan agak panjang terangkat ke atas. Seolah-olah rambut itu sedang melawan hukum gravitasi yang berlaku di bumi. Aura kemerah-merahan juga perlahan menguar dari tubuh Naruto.
"Seven Treasures of Longinus."
Memutar-mutarkan tombaknya di depan tubuhnya. Sebagian aura yang menyelimuti tubuh Naruto secara bertahap mulai terserap ke dalam tombak hitamnya.
"Tombak ke-0, Black Spear of Longinus!"
Menghilang dari tempatnya semula. Dalam sekejap Naruto sudah muncul di hadapan sang Guru, melancarkan sebuah tusukan mematikan ke dada lawannya.
"Tapak ke-3."
BRUAAKK
Sebuah tamparan keras mengenai tubuh Naruto. Serangan tapak ke tiga dari sang Guru adalah tekhnik menangkis yang akan selalu bisa menggagalkan serangan yang datang dari depan.
Terpental begitu jauh ke arah kanan lapangan tanding mereka. Naruto kini sedang terbatuk-batuk dan memuntahkan air liur yang cukup banyak dari mulutnya.
'Meskipun aku telah menggunakan Gyou pada sisi kiri tubuh, efek serangan tadi masih sangat besar. Kalau terlambat sedikit saja, bisa-bisa aku bakal jadi pisang penyet hanya dalam sekali serang.'
Tubuh Naruto sebenarnya bukanlah tubuh biasa yang dimiliki oleh manusia pada umumnya. Dengan latihan yang keras melalui 'event harian warga Konoha' ditambah dengan tempaan dari sang Guru, tubuh Naruto menjadi sangat keras karena otot-ototnya yang sangat padat. Bahkan senjata tajam biasa tidak akan bisa menggores tubuh Naruto dengan mudah.
Memutar-mutarkan tombaknya disamping tubuhnya. Secara perlahan-lahan tombak Naruto mulai berubah warna menjadi merah menyala. Sebuah aura yang mengerikan dapat dirasakan jauh sekalipun.
"Tombak pertama, Red Spear of Longinus!"
'Tombak merah Naruto dapat juga disebut dengan Eternal Wound Spear. Bagian tubuh yang terluka karena serangan dari mata tombak merah tidak akan pernah berhenti mengalirkan darah berapa kalipun aku berusaha menyembuhkannya. Kau benar-benar mau membunuhku di sini Naruto? Itupun kalau seranganmu benar-benar bisa mengenaiku.'
Lari dengan kecepatan tinggi secara zigzag ke arah sang Guru. Naruto berniat untuk memberikan serangan kritikal yang akan segera menyelesaikan pertarungan ini.
Menghindari berbagai serangan dari tapak-tapak raksasa yang berusaha untuk menghenctikan langkahnya. Sedikit demi sedikit Naruto sudah semakin dekat dengan sang Guru. Dan pada suatu ketika Naruto melihat sebuah celah yang bisa membuatnya untuk memotong jarak sedekat mungkin.
BATS
Naruto melompat melalui celah pertahanan dari Avatar Dewa raksasa itu, lurus menuju sang Guru yang sedang melayang di udara di depan dada avatar buatannya.
"Rasakan ini!"
Menodongkan tombaknya ke depan menuju leher sang Guru, hanya untuk dikejutkan. Karena apa yang ada dihadapannya hanya ada udara kosong saja. Sang Guru membatalkan penggunaan tekniknya dan turun lagi ke tanah. Sementara Naruto sedang melayang di udara.
Sang guru dengan kecepatan yang melebihi kecepatan suara kemudian berpindah dalam sekejap ke arah belakang Naruto sembari menciptakan kembali Avatar Dewa raksasanya.
BRUAKHH
Sebuah tangan raksasa memukul tubuh Naruto dari belakang. Membuatnnya terpental jauh ke depan.
"Kehkehkeh rasakan pukulan Detroit Smashku itu Naruto."
Si kakek-kakek itu tertawa senang melihat muridnya sendiri terkena serangan begitu telak dan tanpa pertahanan apapun. Gigi-giginya yang entah kenapa masih utuh di usia senjanya berkilau terkena sinar matahari.
Mendarat dengan tidak elitnya di tanah, Naruto kembali menegakkan tubuhnya. Menggoyang-goyangkan lehernya seolah masih pemanasan, Naruto merasa tubuhnya langsung mati rasa hanya dengan terkena dua kali serangan sang Guru.
'Syarat aktivasi untuk tombak kedua masih belum terpenuhi. Aku harus bisa bertahan lebih lama lagi untuk bisa mengaktifkan Tombak kedelapan:The Secret White Spearku. Kalau begitu aku hanya harus terus menyerang dan menyerang. Cuma itu yang bisa kulakukan saat ini.'
BATS TAP
Naruto untuk kesekian kalinya berlari ke arah sang Guru. Menghindar dan mengelak dari tamparan, pukulan, dan tangkapan dari seratus tangan raksasa yang berusaha untuk menggagalkan serangannya terhadap sang Guru.
Lagi, sebuah celah terbuka di hadapannya, sang guru yang menghadap ke depan dengan pertahanan bagian kirinya yang terbuka. Berlari menghindari serangan sang Guru, dalam sekejap membalikkan tubuhnya, melemparkan tombaknya ke sembarang arah. Naruto berakrobat di udara.
'Sousa: serang lawanku.'
Naruto terus saja berlari menghindari serangan sang Guru. Berharap sang Guru tak menyadari lemparan tombaknya ke arahnya.
Akan tetapi sekali lagi avatar itu kembali menghilang. Sang Guru sekali lagi membatalkan tekniknya dan dalam sekejap telah menangkap tombak Naruto yang berniat menggorok lehernya.
JRATZZ
Tombak itu mengeluarkan listrik sangat besar, menyetrum sang Guru yang sedang dalam kondisi tak bisa menghindar.
'Berhasil, tombak itu adalah tombak ciptaanku yang hanya bisa digunakan olehku. Dengan perjanjian dan pembatasan aku bisa membuatnya mengeluarkan listrik apabila disentuh oleh orang selain aku.'
"Hey, Naruto. Kau kira listrik sebesar ini bisa membunuhku. Bahkan terasa gelipun tidak."
Sembari mendarat di tanah dan memegang tombak milik Naruto, sang Guru hanya tersenyum percaya diri kepada Naruto. Dalam hati ia cukup terkejut Naruto telah membuat berbagai macam rencana untuk bisa mengalahkannya dalam pertarungan ini.
"Ch aku sudah tahu bahwa seranganku pasti akan bisa kau hindari Guru. Dengan memanfaatkan perjanjian dan pembatasan yang telah kupasangkan pada tombakku aku membuat siapapun yang menyentuh tombak itu menyetrum siapa saja yang menyentuhnya. Akan tetapi karena itu Cuma tombak pertama, efek yag ditimbulkan tidak akan terlalu besar bagi yang menyentuhnya."
"Jadi kau mau bilang kalau saja aku menyentuhnya ketika sudah mencapai tombak ke tujuh milikmu aku bisa saja langsung mati?"
"Hehe entahlah, kau akan melihatnya sendiri nanti."
'Nah sekarang apa yang harus aku lakukan. Kakek itu sudah tahu kalau aku membatalkan penggunaan teknikku berarti aku harus mengulangnya lagi dari tombak ke-0. Sedangkan kalau aku tak bisa menyentuh tombakku, aku tak bisa maju ke tahap selanjutnya Tombak kedua: Orange Spear of Longinus.'
"Guru apakah aku boleh menyerah?"
Sebuah pertanyaan terlontar dari mulut bocah tiga belas tahun itu.
"Hmm? Menyerah? Bahasa daerah mana yang baru saja kau sebutkan itu Naruto? Tidak ada kata menyerah dalam kamusku. Yang harus kau lakukan Cuma beratarung sebisa mungkin. Dan masalah kau lulus atau tidak, itu adalah kebijakan yang diputuskan olehku. Kau hanya perlu menjalankannya saja, Naruto."
Dengan senyuman percaya diri yang tak pernah luput dari wajahnya, sang Guru memberikan jawaban pasti terhadap pertanyaan yang diajukan oleh Naruto kepadanya.
'Yah itu memang benar-benar seperti Guru yang biasanya. Begitu percaya diri dan sangat misterius. Aku tak pernah sekalipun tahu apa yang sedang ia pikirkan. Orang biasa memang berbeda sepertiku dengan orang jenius sepertinya.'
"Toushitsu: Perfect Ability."
Naruto sudah selesai mengistirahatkan diri setelah melalui beberapa percakapan dengan gurunya. Ia akan memulai pertarungan dengan tangan kosong untuk melawan gurunya.
'Tombak itu akan menjadi tombak tumpul jika digunakan oleh orang selain diriku. Dengan tidak membatalkan teknikku aku telah mengurangi kekuatan tempurnya lima puluh persen, karena dia adalah orang yang bertarung dengan tangan kosong dan tak pernah menggunakan senjata. Sekarang ia hanya bisa menggunakan satu tangannya untuk bertarung. Ini kesempatan besar bagiku.'
'Houshitsu: Spreeding Punchs!'
Melakukan pukulan beruntun ke tanah. Serangan tangan kosong pertama dari Naruto telah dimulai.
Menyadari teknik yang digunakan oleh Naruto membuat sang Guru sadar bahaya yang akan datang. Dalam sekejap tinju-tinju Naruto bermunculan dari dalam tanah, menyerang kemanapun arah sang Guru berpijak.
"Pukulan dari anak kecil saja masih lebih baik dari ini Naruto."
Ya, perkataannya mungkin memang benar. Bisa dilihat dari bagaimana ia bisa menghindarinya layaknya orang yang sedang menari-nari.
'Houshitsu: Air Cannon!'
Merubah arah serangannya ke udara di depan tubuhnya. Naruto melakukan tinju untuk membuat meriam angin dengan kecepatan tinggi. Setiap pukulannya seolah membuat lubang di udara dan menyebabkan ruang vakum yang mengeluarkan bunyi seperti meriam yang ditembakkan.
DUM DUM DUMM
Tak kalah mudah dengan yang tadi, sang Guru hanya menghindar dengan langkah-langkah ringan yang tak beraturan. Membuat Naruto kesulitan untuk menebak ke arah mana sang Guru akan berpijak.
'Aku harus mengubah gaya bertarungku. Bagaimana dengan serangan jarak dekat?'
Mengejar sang Guru yang sedang melangkah-langkah ringan di atas tanah. Naruto segera menyiapkan tinju berlapis aura merahnya.
'Hmm menggunakan Gyo yang diperkuat dengan Kyouka untuk menyerangku. Kau yakin dengan itu Naruto?'
Masih dengan senyuman yang tak pernah hilang dari wajahnya. Sang Guru tak berniat sedikitpun untuk menghindari tinju sang murid.
"HEYYAA."
BATSS DUAKKHH
Pergelangan tangan bocah itu tertangkap lebih dulu oleh tangan sang guru. Kemudian dengan tombak di tangan kirinya sang Guru memberikan pukulan ke kepala Naruto yang tanpa pertahanan.
"ADUHH SAKIT! SAKITT!"
"Kehkehkeh masih terlalu cepat seribu tahun bagimu untuk memukul wajahku Naruto."
Membanting Naruto ke tanah. Kemudian memelintir tangan Naruto. Sang kakek Guru kembali melanjutkan perkataannya.
"Sebenarnya kau punya tekad yang cukup bagus Naruto. Hanya saja rencana yang kau buat terlalu mudah ditebak olehku. Apalagi aku sudah hapal dengan pola berpikirmu, gaya bertarungmu, dan segala kemampuan Nen-mu. Mungkin saja kalau kau menghadapi musuh yang berbeda hasilnya akan jauh lebih baik Naruto. Sayang sekali ya, karena lawanmu kali ini masih jauh terlalu sangat kuat bagi bocah sepertimu."
'Ini orang terlalu percaya diri atau Cuma mau pamer saja, sih? Menyebalkan sekali.'
"Kalau kau masih mau melanjutkannya, mungkin aku bisa memberikan sedikit tambahan waktu kepadamu Naruto. Hitung-hitung hari ini mood-ku sedang baik."
'Henka: Hot Needle'
CUSSHH
Sebuah serangan Naruto lancarkan menggunakan jari telunjuknya. Itu adalah serangan totokan berlapis aura kemerahan yang sangat panas yang bahkan dapat melelehkan kulit kalau sampai tersentuh.
"Kau tak perlu mengatakannya kakek tua. Pertarungan ini masih belum berakhir."
"Itu cukup sakit Naruto. Kau benar-benar menunggu selama itu untuk membuatku lengah ya."
Si kakek tetap tak merubah ekspresinya bahkan setelah kakinya tertusuk oleh serangan naruto.
Menggunakan ujung tumpul dari tombak Naruto, sang Guru menggunakannya untuk memukul wajah Naruto.
DUAKHH DUAKHH
Sekali..
Dua kali..
Sepuluh kali...
Lima puluh kali...
Terlalu banyak sampai tidak bisa dihitung lagi serangan yang mengenai wajah Naruto.
Rangkaian serangan itu akhirnya berhenti setelah entah kesekian kalinya mengenai wajah Naruto. Sekarang wajah yang tadinya standar-standar saja itu, telah berubah menjadi wajah yang terlalu jauh di bawah standar wajah manusia. Dengan kata lain sudah tak berbentuk lagi.
Sekali lagi, untuk kali yang kesekian dalam hidupnya Naruto bonyok dan pingsan lagi. Sedangkan sang guru hanya tersenyum senang. Ternyata muridnya telah berkembang dengan pesat hanya dalam lima tahun saja.
Dirinya yang telah berusia ratusan tahun itu merasa sangat bahagia. Seolah-olah melihat bayi kecil yang dari dulu ia asuh kini sudah dapat berlari-larian dan memanjat pohon untuk memetik buah kesukaannya sendiri. Rasanya kakek ini sangat bahagia bisa melihat setiap pertumbuhan yang dilalui oleh murid kecilnya ini.
"Kau beruntung Naruto. Tubuh kecilmu ini memiliki potensi yang besar di masa depan kau hanya perlu terus berlatih dan melewati berbagai pertarungan untuk bisa mencapai levelku saat ini."
Dari tubuh Naruto keluar aura berpendar kemerahan yang secara otomatis membungkus tubuhnya. Aura itu secara perlahan-lahan mengobati seluruh luka yang telah dialami Naruto selama pertarungan kelulusan barusan.
::::
"Jadi ini sudah waktunya bagimu untuk pergi ya, Guru."
Sekarang bulan sabit sedang bertengger dengan indah di langit. Cahaya yang ia pantulkan matahari memberikan kesan yang tenang dan menentramkan hati setiap orang yang melihatnya.
Dua dari sekian banyak orang yang melihat hal itu adalah Naruto dan Guru-nya. Di sertai dengan ubi bakar yang telah disiapkan oleh sang Guru. Tolong jangan bertanya itu ubinya dapat dari mana.
"Kehkehkeh... tentu saja eksplorasiku di dunia Shinobi telah berakhir. Aku akan segera kembali ke tempat asalku, benua putih."
"Yah benua hitam ini memang sudah kau jelajahi sepenuhnya. Dan bahkan kau mau menyempatkan waktu selama lima tahun untuk melatihku. Apakah kau juga ingin menuliskan petualanganmu, Guru?"
"Menulis? Sepertinya itu hal yang bagus. Mungkin akan kubuat dua seri. Yang pertama akan kuberi judul 'Penjelajahan Benua Hitam Melalui jalur Barat'. Dan yang satunya lagi akan kuberi judul 'Penjelajahan Benua Hitam Melalui Jalur Timur'. Bagaimana Naruto? Ide yang bagus bukan?"
"Kurasa itu hanya akan terdengar seperti dongeng anak-anak, Guru. Tapi aku kurang yakin dengan tulisanmu Guru. Bukankah lebih baik kau jadi narasumber saja dan biarkan Tuan Don untuk menuliskannya?"
"Kehkehkeh kau benar sekali. Semua petualangan yang telah kulakukan di sini memang akan terdengar seperti dongeng anak-anak. Atau juga lelucon bagi orang dewasa. Mungkin saranmu akan kupertimbangkan kembali, Naruto."
"Ya mulai dari Makhluk Kabut Al, Papu binatang pemakan manusia, Senjata Brion : senjata humanoid berkepala bola sebagai penjaga reruntuhan kuno, Ular berekor dua Hellbell itu semua adalah variasi jutsu yang kau ubah penamaannya. Namun itu akan dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan di benua putih bukan?"
"Kau tahu menjadi penulis itu butuh imajinasi dan sedikit hiperbola untuk memperindah cerita. Tak akan menarik kan kalau aku menulis cerita dengan latar petualangan yang begitu gelap dan ternyata semua yang ada di sini hanyalah manusia dengan kemampuan unik yang jauh lebih kuat dari manusia biasa di benua putih."
"Kau melebih-lebihkan Guru. Karena kebetulan saja orang-orang yang mengalahkan pasukan-pasukan ekspedisi dari benua putih adalah orang luar biasa yang bahkan mencatatkan namanya dalam sejarah dunia shinobi ini. Mungkin saja kau sebanding dengan mereka sensei?"
"Kau juga melebih-lebihkan Naruto. Meskipun aku belum pernah mencobanya sih. Tapi kata-katamu itu kedengarannya menarik untuk mencoba sekali saja. Kalau saja anak dan istriku sudah terlalu lama menunggu di rumah..."
Mengerutkan keningnya, tampaknya sang Guru ini sedang berpikir keras tentang hal yang akan dilakukannya.
"Hmm lain kali sajalah aku mencobanya. Mungkin ini akan menjadi hari terakhir kita bertemu Naruto. Dan kalau saja aku masih punya sisa umur untuk menemuimu di masa depan, aku pasti tidak akan melewatkannya begitu saja."
"Haha terima kasih Guru. Aku akan terus berlatih dan menjadi semakin kuat kau tak perlu mengkhawatirkan aku lagi. Kau bisa kembali ke benua putih dengan tenang Guru."
"Kehkehkeh... aku tak pernah khawatir padamu Naruto. Hanya saja, mungkin karena ini akan menjadi yang terakhir kalinya aku melihatmu, aku jadi sedikit terbawa suasana."
"Apa maksudmu Guru?"
"Kau tahu, bocah kecil yang dari dulu kulatih sekarang akan kutinggalkan. Rasanya seperti meninggalkan bocah yang baru bisa berjalan di tengah hutan sendirian kau tahu. Aku ini juga kakek-kakek biasa yang sangat menyayangi anak-anak. Selama hidup ratusan tahun ini aku telah melihat banyak sekali orang-orang yang telah lahir, tumbuh di depan mataku, dan pada akhirnya menjadi tua dan mati lebih dulu dariku. Kau akan tahu kalau kau juga mengalami hal yang sama denganku Naruto."
"Aku mungkin tak tahu rasanya kakek. Tapi aku tahu rasanya kehilangan orang yang kau sayangi kakek. Meskipun tak sebanyak apa yang kau rasakan aku mungkin bisa membayangkan rasanya kakek."
"Hmm malam sudah semakin larut Naruto. Sebaiknya kau segera pulang ke apartemenmu. Aku tahu kau Cuma sendirian di sana setelah diasingkan oleh orang tuamu tapi paling tidak kau tidak akan kedinginan di tempat yang seperti ini."
"Kau ternyata cukup peduli padaku kakek. Tak kukira kau punya sisi lembut juga kakek. Setahuku kau bahkan tak peduli dan tak mau tahu apa yang dirasakan oleh orang-orang lemah di sekitarmu."
"Aku juga manusia tahu. Aku tetaplah manusia dengan satu jantung yang mustahil menjadi yang terkuat untuk selamanya. Meskipun di benua putih aku pernah disebut manusia terkuat yang pernah ada. Suatu saat masa keemasan itu juga akan habis dimakan oleh waktu. Dan pada akhirnya di masa depan itu hanya akan diingat sebagai sejarah saja atau bahkan mitos untuk menakut-nakuti anak-anak."
"Kenapa kau jadi OOC begini kakek? Kau jadi seperti orang yang tak kukenal saja."
"Kau mau aku menghancurkan wajahmu lagi Naruto?"
"Tidak, yang barusan saja sudah cukup menyakitkan untukku. Terima kasih."
Senyum kembali mengembang di wajahnya.
"Sepertinya kau sudah selesai dengan makan malammu naruto. Kalau begitu aku mau pamit pulang ke rumah dulu ya. Jaga dirimu Naruto. Jangan mati terlalu cepat. Paling tidak matilah ketika kau sudah melihat cucumu tumbuh jadi orang yang bisa kau banggakan. Aku pergi dulu, jaa."
Melambaikan tangannya sang Guru kini hanya berjalan lurus saja meninggalkan Naruto. Tanpa menghadap ke belakang. Sampai-sampai dalam pandangan Naruto yang terlihat hanyalah afterimage-nya saja.
"Dasar orang aneh... datang dan pergi seenaknya saja. Tapi kalau tidak begitu juga tidak kelihatan seperti Guruku sekali ya."
Sebuah cengiran muncul di wajah Naruto.
"Terima kasih... Guru Besar Isaac Netero."
"Ya sama-sama naruto."
Sebuah suara yang familiar menyahuti perkataan Naruto. Dan itu munculnya dari bagian belakangnya.
"EHHH Kenapa kau kembali lagi Guru?!"
Tersentak kaget karena kembalinya sang Guru secara tiba-tiba. Naruto malah melontarkan perkataan tak sopannya pada sang Guru.
"Aku Cuma mau bilang satu hal. Kau masih belum lulus dari ujianku Naruto. Berlatihlah lagi, kau masih belum menguasai dengan sempurna semua hal yang elah kuajarkan padamu. Ohh ya, jarang-jarang aku mendengarmu berterima kasih. Akan kuanggap itu sebagai hadiah perpisahan darimu, Naruto! Aku pergi lagi, jaa!"
"Hati-hati di jalan! Jangan mati sebelum aku bisa mengalahkanmu ya!"
"Akan kunantikan itu, Naruto! Kapan-kapan mainlah ke benua putih. Di sana banyak wanita cantik lho!"
"Berhenti jadi OOC Guru!"
"Kehkehkeh..."
Suara tawa yang aneh itu menjadi hal terakhir yang bisa didengar oleh telinga Naruto. Suara terakhir dari sang Guru yang akan selalu terkenang dalam ingatannya.
ThEEnD ?
OR
ConTInuE ?
Sebelumnya saya minta maaf karena sudah sangat lama sekali sejak terakhir kali saya muncul di FFn. Apalagi sekalinya muncul malah bikin fic baru. Tetapi tenang saja The Taboo Alchemist masih akan lanjut kok. Paling tidak sedikit demi sedikit idenya sdah terlintas di kepala. Kalau The Greed kayaknya masih lama banget kayaknya. Jadi jangan terlalu berharap.
Fanfic ini terinspirasi dari anime HxH (depannya jangan tambahin Masou Gakuen ya, please). Itu salah satu anime yan recommended banget buat kalian yang suka anime tentang action and adventure. Dan soal yang mau tanya soal kemampuan-kemampuan Naruto. Itu bakal dijelaskan di chapter berikutnya(kalau saya lanjutkan ya!).
Kalau begitu cukup sekian dari saya. Terima kasih banyak.
Minal aidzin wal Faidzin. Mohon maaf lahir dan batin ya. (Ini masih lebaran 'kan?)
