MINNA! Bong kembali dengan fic sasuhina baru loh! Hehehe. . . . WISH mungkin masih agak lama untuh update. Gomen ne. . .
.
Adakah yang berminat membaca fic bong yang ini?
Ah, moga aja ada.
.
.
.
YOSHHHH….
.
.
.
Disclimer : Bapak tiri Bong *plakkkkk
Pair : SASUBONG *plakkkkk
Genre : Romance
Rate : T
WARNING : GAJE, OOC, TYPOS, ANEH
.
.
About Us Chapter 1.
.
.
Mataku menatap kesal huruf-huruf yang berjejer dalam layar laptop di hadapanku. Shit. Lagi-lagi aku melamun dan membuang-buang waktu dengan memikirkan hal-hal yang sangat tidak penting.
Aku mencoba untuk lebih berkonsentrasi. Dan mulai mengetik kembali laporan yang harus kuselesaikan malam ini juga. Aku tak peduli pada jam yang sudah menunjukkan pukul 8 malam. Yang kuinginkan sekarang adalah mengerjakan sesuatu yang bermanfaat sehingga aku bisa sejenak melupakan semua masalah yang ada dalam hidupku.
Namaku Hyuuga Hinata, seorang manajer Personalia di perusahaan properti dan aku adalah perempuan paling merana di dunia ini. Umurku hampir menginjak duapuluh tujuh tahun, masih single tanpa ada prospek suami. Dan malangnya, aku cinta mati pada seorang laki-laki sejak kecil. Ya, kehidupan cintaku cukup tragis. Aku tinggal di Konoha city sendirian di sebuah apartemen. Orangtuaku ada di Hokkaido bersama adikku, Hanabi yang baru saja lulus kuliah. Dan kabar terakhir yang kudengar, Hanabi akan di lamar oleh laki-laki yang sudah hampir tiga tahun menjadi kekasihnya. Ya, Tuhan. Aku sebagai kakaknya memang ikut merasa senang, tapi dalam hati aku juga merasa malu, karena aku yang lebih tua akan di langkahi oleh adikku sendiri.
Bukan berarti selama ini aku selalu menutup diri pada semua laki-laki. Hanya saja rasa cintaku pada 'dia' sudah sangat dalam sehingga membuat matahatiku selalu buta pada segala cinta yang mencoba hadir dalam hidupku.
Aku lelah untuk terus beranggapan bahwa aku hanya menyukai 'dia' bukan men-cin-ta-i-nya. Bagaimana bisa rasa cintaku mati jika orang yang selalu aku cintai sejak kecil terus menerus ada di sekitarku dan selalu memberiku perhatian lebih.
Lelah, aku lelah. . .
"Masih kerja?" Aku menoleh kearah sumber suara dan menemukan lelaki pemilik sepasang mata onyx di pintu ruanganku. Aku hanya memberikan senyuman kecil padanya dan kembali melayangkan pandanganku ke layar. Oh, SHIT. Lagi-lagi aku salah mengetik.
"Aku harus menyelesaikan laporan." Ucapku tanpa menoleh kearahnya.
"Laporan apa?"
"Evaluasi bulan lalu." Tanganku kembali kugunakan untuk mengetik. Kumohon, jangan salah mengetik lagi. Aku lelah terus menerus mengetik tanpa luput dari kesalahan.
"Santai saja," mataku secara refleks menoleh padanya yang saat ini duduk di kursi yang berada di hadapanku dan hanya terpisah oleh meja. Aku menatap laki-laki di hadapanku dengan penuh tanya. "Sedikit terlambat tidak masalah." Ia memberiku senyuman khasnya yang begitu menggoda.
"Kau bukannya sudah pulang?" Tanyaku sambil mulai mematikan laptop.
"Belum. Tadi hanya ke mal." Jawabnya sambil menggerakan tangan untuk melonggarkan dasinya. Dan dapat kucium aroma vanilla dari tubuhnya. Aku tersenyum. Ternyata dia masih terus memakai merek parfum yang dulu pernah kuberikan.
Sejenak aku dapat sedikit menikmati pemandangan indah di hadapanku. Aku tak peduli pada statusnya yang kini adalah atasanku sebagai Direktur Utama. Yang selalu ada dalam pikiranku adalah 'dia sahabatku' sekaligus laki-laki yang aku cintai sejak kecil. Uchiha Sasuke, ya itulah namanya.
Kalau ada yang bisa membaca pikiranku dan bertanya mengapa aku sangat menyukai Sasuke, sejujurnya satu-satunya alasan yang bisa keluar dari mulutku adalah bahwa Sasuke-lah laki-laki paling sempurna dimataku. Dia hampir selalu juara kelas, dia dari keluarga yang sangat berada, dan dia adalah sahabatku sejak kecil. Tapi yang kini lebih penting dari itu semua adalah, Sasuke salah satu laki-laki paling tampan yang pernah kulihat sepanjang hidupku.
Aku mengenal Sasuke semenjak kelas 1 SD dan selama itu sampai sekarang, aku tahu bahwa segala sesuatu tentang Sasuke selalu luar biasa. Mulai dari wajahnya, ranking di kelasnya, hingga pacarnya yang selalu gonta-ganti. Meskipun begitu, aku sama sekali tidak menganggapnya lebih dari sekadar sahabat dan juga seorang laki-laki yang mustahil bisa kudapatkan.
"Melamun lagi?" Aku tersentak, lalu mendapati tangan Sasuke ada di atas keningku. "Tidak panas." Ia berguman.
"Aku memang tidak sakit." aku merapikan poni rambutku, lalu mulai merapikan barang-barangku. "Tadi kau bilang, kau ke Mal?" kulihat Sasuke mengangguk. "Dengan?"
"Hanya mengantar Karin." Jawabnya ringan.
"Karin yang anak baru itu?" Tanyaku.
"Hn." Sasuke sepertinya tidak peduli bahwa Karin adalah pegawai baru paling cantik di perusahaan.
"Lusa kau sibuk?" Tanya Sasuke padaku.
"Hm, ada rencana mau nonton."
"Nonton? Kenapa tidak mengajakku?"
"Yah, kau kan ada pacar."
Laki-laki tampan itu memberikan tampang malas lalu berkata, "Pacar?"
Aku memandang Sasuke dengan tatapan tidak percaya.
"Loh, itu.. Aduh aku lupa siapa namanya. Itu yang rambutnya pirang. Itu pacarmu kan?"
"Cih, kau ini seperti baru mengenalku saja. Date Hinata, hanya date. Beda!"
Aku hanya menggeleng. "Memangnya kau tidak ada rencana sama dia?"
Sasuke terdiam sebentar sebelum menjawab, "Never."
Aku tahu betul jika Sasuke sudah bertingkah laku seperti ini terhadap perempuan, maka perempuan itu pasti sudah membuatnya ilfil dan sebentar lagi mereka akan history atau mungkin sudah history. Inilah yang menyebabkanku tak bisa menyatakan perasaanku pada Sasuke. Aku sangat dan terlalu mengenal laki-laki ini. Dia tak pernah mau serius berhubungan dengan perempuan. Padahal banyak perempuan yang mencintainya. Dan bahkan banyak yang sudah di tinggalkan Sasuke, tapi tetap saja masih menggilainya. Aku tak bisa menyalahkan Sasuke sepenuhnya karena perempuan normal mana yang bisa menolak wajah tampannya. Apalagi dengan latar belakang pendidikannya, keluarganya yang kaya raya dan tingkah lakunya yang selalu sopan dan perhatian pada setiap perempuan. Dan hal ini memberikan Sasuke kebebasan untuk gonta-ganti pacar.
Tidak seperti Sasuke, aku hanya menjalani hari-hari dengan menjadi pengamat yang baik bagi hubungan Sasuke dengan Konan, Matsuri, Temari, dan banyak lagi perempuan lainnya yang aku tidak ingat.
Namun, aku sadar bahwa Sasuke takkan pernah melirikku.
"Kenapa lagi sama yang ini? Terlalu manja?"
"Begitulah." Jawab Sasuke dengan nada malas.
"Kau ini! Kenapa juga mau pergi date kalau ujung-ujungnya kau campakan?" Omelku.
"Aku kehabisan alasan untuk menolaknya." Jelasnya polos.
Aku tahu Sasuke jujur padaku. Aku menghela napas pelan.
"Kau tidak takut dia menerorku lagi, seperti pacarmu yang waktu itu?"
Sasuke mengerutkan keningnya. "Ino, maksudmu?"
"Ya, Ino. Kau tahu sendiri kan, dia sampai menerorku sebulan penuh karena mengira aku penyebab putusnya hubungan kalian."
"Aku tak peduli." Ucapnya sambil tersenyum nakal padaku.
"Ya, sudah. Lain kali hati-hati kalau memilih perempuan. Aku tak mau ibumu memintaku untuk mencarikanmu perempuan baik-baik lagi."
Untuk kesekian kalinya aku bertemu dengan Ibunya Sasuke, beliau lagi-lagi menanyakan apakah hubunganku dengan Sasuke serius. Ketika itu, aku hanya tersenyum miris dan mengatakan bahwa aku dan Sasuke hanya bersahabat. Beliau memintaku untuk mencarikan perempuan yang baik untuk putra tunggalnya. Menurut beliau, selama ini perempuan yang dibawa pulang oleh Sasuke bentuknya tidak keruan. Ada yang masih memakai kawat gigi, dan ada yang pakai rok sampai kelihatan celana dalamnya karena terlalu pendek.
"Siapa bilang aku tidak hati-hati?" Sasuke menatapku dengan mata yang seolah marah.
Aku hanya menatapnya dengan tatapan meremehkan. Membuatnya kesal adalah rutinitasku yang sangat menyenangkan.
"Kenapa tanya masalah lusa?" Aku dengan cepat berusaha menetralisir keadaan. Aku tak mau membuat atasanku marah, memecatku, lalu membuangku ke jalan.
Sasuke hanya tersenyum melihatku ganti topik.
"Hanya mau mengajakmu jalan." Jawab Sasuke sambil menatap langit-langit ruang kerjaku.
"Oh, jadi stok pacarmu habis ya, makanya kau kembali padaku?" Ledekku.
"Aku rindu padamu." Sasuke kemudian berkata. Wajahnya polos, tidak berdosa. Aku cukup kebal dengan wajahnya yang seperti ini, sehingga kata-kata mesranya sudah hampir tidak mempengaruhiku lagi. Aku memandang Sasuke beberapa saat sebelum menjawab.
"Jangan-jangan, tadinya rencana mau pergi sama siapalah namanya, ya?" Tanyaku dengan nada curiga.
"Tidak."
Aku tahu betul bahwa Sasuke berbohong dan aku memang tahu bahwa aku hanyalah di jadikan cadangan.
"Aku pikir-pikir lagi, ya." Ucapku akhirnya.
"Kau tega sekali, nona. Ayolah, kumohon. Aku mau makan malam denganmu. Jam tujuh, aku jemput, oke?"
Aku sudah tahu kebiasaan Sasuke. Dia paling suka mengajakku makan. Aku hanya mengangguk, tanda menyetujui rencananya.
"Ayo!"
"Ha?" Tanyaku bingung.
"Biarkan aku mengantarmu pulang, nona." Ia mencium punggung tanganku dan bersikap seperti seorang pangeran yang hendak mengajak sang putri untuk berdansa dengannya. Aku tersenyum kecil.
"Oke."
.
.
0o0
.
Aku membanting tubuh di ranjangku. Astaga. Sampai kapan aku harus memendam rasa cinta yang meluap ini. Begitu menyakitkan melihat tingkah laku Sasuke yang selalu gonta-ganti pacar. Aku cemburu. Tapi aku tak bisa mengatakannya.
Harus bagaimana?
Aku harus bagaimana?
Tak mungkin aku mengatakan perasaanku tanpa merubah keadaan diantara aku dan Sasuke. Mungkin saja nanti persahabatanku dan Sasuke akan hancur, atau parahnya aku akan di benci Sasuke.
Aku tak mau hal itu terjadi.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah sekeliling kamarku yang terkesan minimalis dengan tembok bercat putih, lantai berwarna putih, lemari yang juga berwarna putih, meja rias dan ranjang yang tidak terlalu besar.
Entah mengapa pikiranku terlempar untuk membayangkan bagaimana mewahnya apartemen yang ditinggali Sasuke. Aku hanya ternganga melihat apartemen yang di desain untuk laki-laki itu. Segalanya terlihat maskulin mulai dari sofa serba putih, entertaiment centre dengan teknologi terkini, dapur dan lantainya yang terbuat dari marmer putih. Tapi yang mengagumkan adalah semuanya terlihat rapi, teratur dan terurus.
Kenapa aku bisa tahu itu semua?
Yah, simple. Karena aku sering ke apartemennya untuk memasakkan makanan apabila ia sedang malas makan di luar. Entahlah aku bingung mendeskripsikan bagaimana hubunganku dengan Sasuke. Kami terlalu mengenal satu sama lain dan sangat dekat. Dan yang paling aku sesalkan adalah, ternyata Sasuke tak benar-benar mengenal diriku. Karena ia tak kunjung sadar pada perasaanku. Ataukan mungkin dirikulah yang terlalu pandai menutupi perasaanku. Entahlah.
Perlahan diriku mulai merasakan rasa kantu yang amat menyiksa. Aku akhirnya menyerah dan menutup kedua mataku.
.
.
Ooo
.
.
Hari yang di janjikan oleh Sasuke akhirnya tiba. Aku mengenakan dress warna putih selutut yang mengembang. Aku juga memakai kamisol warna senada yang kulapisi dengan kardigan warna violet. Rambut panjang sepinggulku kubiarkan tergerai. Aku memakai sepatu putih yang behak lima senti. Yah, cukup sederhana namun tetap terlihat anggun. Kini aku duduk di sebelah Sasuke yang tengah mengemudikan mobilnya. Ia mengenakan celana jeans hitam dan kemeja yang juga berwarna hitam. Lengan kemejanya sengaja di lipat sampai siku. Ugh, kenapa laki-laki ini begitu mempesona.
Aku menarik napas dalam-dalam. Astaga. Wangi pemuda ini benar-benar membuatku tergoda. Vanilla. Wangi yang sangat kusukai.
"Kenapa?" Tanyanya.
"Hn? Ah, tidak."
Oh, Tuhan. Jangan biarkan Sasuke tahu bahwa tadi aku mulai berpikiran kotor tentangnya. Kalau saja aku punya keberanian lebih, maka saat ini aku akan melahap Sasuke bulat-bulat.
Astaga. Kenapa aku bepikiran seperti ini.
"Kau aneh." Ia terkekeh lembut.
"Ya, dan kau malah mengajak orang aneh ini jalan malam ini." Aku tertawa sambil memalingkan wajahku dari wajahnya. Aku melihat ke sekeliling tempat yang kami lewati. Yah, seperti biasanya. Sasuke akan memilih tempat makan yang mewah. Seleranya memang selau tinggi. Dasar tuan muda.
"Kita makan di tempat biasa?" tanyaku dan hanya di jawab anggukan oleh Sasuke. "Kenapa banyak diam, eh? Kau aneh malam ini." Aku menatapnya curiga.
Pasti ada yang disembunyikannya dariku. Tak biasanya si playboy ini main rahasia padaku. Apapun pasti dia ceritakan padaku.
"Apa ada yang kau sembunyikan?" Akhirnya aku mengutarakan isi kepalaku. Sasuke tak bereaksi. Dia hanya meliriku kemudian menghela napas.
"Tidak ada."
"Bohong." Ucapku dengan tak sabar.
"Sudahlah Hinata, jangan berdebat denganku." Sasuke menatapku dengan tatapan bosan.
"Turunkan aku disini." Ucapku dengan nada memerintah.
"Ayolah, Hinata. Jangan seperti ini. Aku hanya ingin mempertemukanmu dengan-" Kulihat Sasuke menggigit bibir bawahnya. Oh, ternyata ada niat terselubung disini. Aku tersenyum getir. "Pacar barumu, eh?" Mobil tetap melaju dengan kecepatan sedang. Dan dapat kulihat dengan jelas Sasuke menghela napas panjang.
"Bukan." Jawabnya pelan.
"Lantas?" Aku menatapnya bingung. Sejenak aku sadar, kini Sasuke telah menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Ia kembali menghela napas lalu memandang ke arahku dengan pandangan yang sangat berbeda dengan biasanya.
"Calon istriku."
.
Deg
.
~TBC~
.
T.T.. Jadinya aneh..
Gimana nih? Apa gak usah dilanjutin ficnya?
.
Udahlah! Ayo RnR minna!
