Give You What You Like

Disclaimer:
Judul sama liriknya punya Avril Lavigne
Karakternya punya Narita Ryohgo
Settingnya... nggak yakin punya siapa (lol)

Warning:
Super duper OOC. Fail attempt buat bikin super angst. Songfic tapi nggak terlalu nyambung sama liriknya. Dan tentu saya AU yang yaoi. XP

Pre-story AN:
Pada suatu waktu saya mendengarkan MV lagu ini dan merasa harus bikin songfic buat lagu ini. Tapi karena Shizu-chan adalah Shizu-chan, tentu saja plotline itu melenceng dari rencana awal saya dan akhirnya jadi nggak nyambung sama lirik lagunya. Tapi ya sudahlah. Bagi anda yang pengen tau tentang ketersesuaian fic sama liriknya, mungkin kalo dibaca sambil miring-miring gitu bisa keliatan.. hihi (honestly, saya aja mikir kalo nggak nyambung tapi maksa, kok)


Start!


Izaya memandang keseluruhan apartemen kecil Shizuo. Ruang tamu itu terlihat penuh dengan botol-botol kosong. Tidak sedikit pun dia menyukainya. Tidak sedikit pun dia menyukai seonggok monster yang tergeletak di antara botol-botol itu.

Bukan ini yang dia harapkan ketika dia memperkenalkan alkohol pada si pirang jadi-jadian itu. Seharusnya dia menyerah saja ketika Shizuo mengatakan kalau dia tidak membutuhkan minuman yang membuat lidahnya kejang-kejang begitu. Tapi Izaya memaksanya. Menjanjikan pelarian yang dia butuhkan. Menjanjikan ketenangan setelah kekacauan.

"Aku tidak pernah berniat melukainya, kau tau?" kata Shizuo pelan. Izaya bahkan tidak akan mendengarnya kalau dia tidak sedang sibuk mencari tanda-tanda kehidupan dari mantan bartender itu.

Tapi dia mengerti. Dia tau.

Dan endapan rasa bersalah yang bodoh mulai ikut menyelimutinya.

Shizuo adalah variabel yang tidak pernah bisa diukur oleh Izaya. Apa yang dia pikirkan, apa yang akan dia lakukan, dia sama sekali tidak bisa memprediksi. Shizuo terlalu berbeda dengan manusia-manusia yang selalu berada di ujung manipulasinya. Melihat Shizuo seperti ini, mau tidak mau dia menyesal karena tidak bisa memprediksi kelakuan monster satu ini.

Izaya bisa sedikit banyak memprediksi apa yang akan dilakukan Celty—yang notabene adalah monster betulan—lalu kenapa dia tidak bisa memprediksi monster yang secara ilmiah adalah manusia ini?

Izaya mendekat tanpa kata. Menyingkirkan botol-botol yang menghalangi jalannya. Tangannya menemukan rambut pirang itu sudah kehilangan kesegarannya. Rambut lepek itu menempel pada dahi yang penuh keringat. Shizuo demam.

"Shizu-chan..?" Izaya memanggilnya pelan. Seolah takut lebih keras dari itu dan sosok rapuh itu akan hancur.

Mata Shizuo melebar. Tapi bukan kemarahan yang terpancar dari sana. Itu adalah ketakutan. Dan Izaya samasekali tidak menyukai apa yang dia lihat di situ. Tidak seharusnya ada ekspresi semacam itu di mata karamel Shizuo.

Izaya belum pernah begitu menyesal menghancurkan satu manusia.

Tapi Shizuo tidak menjauh. Dia meraih Izaya ke dalam pelukannya. Memeluknya dengan erat sampai Izaya takut tulang rusuknya akan berbelok ke arah yang salah.

Kemudian dia merasakan pundaknya basah. Oleh air mata yang dia tau jelas dari mana asalnya. Dan seketika dia berhenti untuk ingin pergi. Dia hanya membelai punggung lebar itu pelan. Berusaha mengusir beban yang yang sedang ditanggung manusia terkuat di Ikebukuro itu.

Karena dibalik kekuatannya, Izaya tau betapa rapuhnya pria yang sekarang ada dalam pelukannya ini.


Please wrap your drunken arms around me
and I'll let you call me yours tonight
'cause slightly broken's just what I need


"Maaf..., maaf. Maaf."

Tapi bukan itu yang ingin Izaya dengar. Untaian maaf bodoh yang teruntai untuk kesalahannya sendiri. Bukan itu yang Izaya inginkan. Itu hanya pengingat untuk kebodohannya sendiri.

Untuk orang yang secara intelejensi maupun emosional cerdas, dia merasa sangat bodoh.

"Bukan. Bukan salahmu," Izaya bahkan tidak menyadari kalau dia sendiri mulai menangis. Dia tidak menyesalkan siapa pun yang terluka karena rencana konyolnya. Dia tidak peduli siapa pun yang terpaksa mendekam di rumah sakit atau siapa pun yang mungkin tidak akan mampu berjalan lagi setelah ini.

Satu-satunya yang dia sesali adalah keadaan monster yang ada dalam pelukannya ini.

Karena seharusnya dia tidak bisa dirusak. Karena seharusnya apa pun yang dilakukan Izaya, dia akan tetap berdiri tegak dan menghancurkan semua ilusi Izaya tentang kuasanya. Seharusnya dia tidak pernah tumbang. Karena sekarang itu membuat Izaya ingin menghilang.

Seharusnya Shizuo adalah manusia terkuat. Secara fisik maupun mental. Apa pun yang dilakukan Izaya tidak akan mengubahnya.

Tapi masalahnya adalah: Shizuo tidak menganggap itu sebagai ulah Izaya. Berapa kali pun Izaya menyangkalnya.

Izaya mungkin bermain di balik layar dan memainkan manusia selayak mereka hanya boneka marionet yang bisa dia tarik benangnya dengan mudah. Tapi Shizuo tidak pernah terikat oleh benang apa pun. Izaya selalu mengatakan itu: dia tidak bisa mengendalikan Shizuo. Dan karena itu, Shizuo menganggap ini kesalahannya sendiri.

"Aku yang salah. Seharusnya aku tau apa yang akan Shizu-chan lakukan. Aku sudah mengenalmu dari entah kapan. Seharusnya aku tau...,"

"Dia bahkan tidak seharusnya ada di sana. Aku yang...,"

"Hush," Izaya menutup mulut Shizuo dengan jari telunjuknya. "Aku tau,"

"..."

"Shizu-chan, itu bukan salahmu. Apa pun yang Shizu-chan katakan, dia akan tetap ke sana. Dia akan baik-baik saja. Aku sendiri yang memastikan. Bukan hal yang tidak bisa disembuhkan Shinra,"

Napas Shizuo mulai teratur, dan sedikit banyak itu membuat Izaya tenang.

Ini yang Izaya inginkan untuk saat ini. Kalau pilar ini belum rusak, Izaya masih akan memiliki tempat untuk bersandar.

Dan dia juga tau Shizuo menyukai malam yang dia lalui dengan memeluk Izaya sampai pagi.


And if you give me what I want
then I'll give you what you like


Izaya selalu menyukai bagaimana reaksi manusia yang menerima berita yang tidak mereka inginkan. Mereka tau, tapi mereka tidak ingin mendengar berita itu dipastikan oleh orang lain.

Misalnya seorang istri yang suaminya selingkuh. Dari awal sebenarnya wanita itu sudah tau kalau suaminya tidak setia. Dari baunya yang seperti parfum wanita padahal sang istri tidak pernah memakai wewangian. Dari kata-katanya yang tidak lagi terdengar sepenuhnya jujur. Bahkan dari cara berjalannya yang selalu seperti dikejar dewa kematian. Sang istri pasti sudah merasakan hal-hal semacam itu sebelum dia memastikan. Sebelum dia datang pada Izaya.

Izaya bahkan tidak perlu bekerja keras untuk menemukan segala informasi yang dia butuhkan. Sang suami bahkan tidak terlihat berusaha. Semua bukti tertinggal nyata seolah dia memang ingin sang istri menyadari kalau dia bukan lagi pusat dunia sang suami.

Karena manusia memang begitu. Tidak ada manusia yang bisa tetap sama selamanya. Mereka tumbuh. Mereka menghadapi keadaan yang memaksanya untuk menyesuaikan diri. Orang yang hanya melihat akan bertanya-tanya kenapa orang itu berubah, tapi bagi manusia yang bersangkutan, dia tidak berubah. Dia hanya beradaptasi. Dia hanya bertahan hidup.

Perubahan hanya sebuah mekanisme pertahanan diri yang kadang bahkan tidak disadari oleh pemiliknya.

Wanita yang meminta informasi pada Izaya, dia menerima informasi yang dia berikan dengan tenang. Menyerahkan uang yang diminta Izaya dengan santai. Dia sudah tau. Dia hanya memastikan.

Keesokan harinya, berita menayangkan kalau wanita itu membunuh dirinya sendiri. Menenggelamkan diri dalam darah wanita yang dijadikan selingkuhan suaminya. Ya, sang selingkuhan dibunuh dan dikeringkan darahnya untuk dipakainya berendam.

Apa hubungannya semua itu dengan bagian ini? Apa hubungannya semua itu dengan Izaya? Apa hubungannya semua itu dengan cerita ini?

Karena Izaya mengenali perubahan. Bukan berarti perubahan itu akan berarti Shizuo akan selingkuh darinya atau apa—mereka tidak terikat dalam hubungan resmi apa pun. Izaya hanya ingat, kalau perubahan dalam diri seseorang yang penting akan membawa perubahan pada orang yang lainnya. Manusia yang sudah menyatukan jalan hidup dalam jangka waktu yang lama akan saling mempengaruhi satu sama lain.

Perubahan Shizuo bukan perubahan drastis semacam dia berhenti merokok atau mulai muntah setiap makan puding, tapi Izaya bekerja—atau bersenang-senang—dengan mengamati manusia, tentu saja dia bisa melihat perubahan itu. Perubahan semacam jumlah kaleng bir di kulkas Shizuo yang mulai mengimbangi jumlah kotak susu, atau kecupan selamat pagi yang tidak sehangat biasanya.

Shizuo tidak mungkin selingkuh. Tapi Izaya tau, bukan hanya dia yang ada di pikiran Shizuo. Izaya, yang bahkan sebelum menjalin hubungan tidak terpuji dengan Shizuo bisa menghilangkan pikiran apa pun dari kepala Shizuo asal ada yang menyebut namanya, kini tidak melihat Izaya sebelum Izaya memanggil namanya keras-keras.

Izaya tidak terlalu menganggap manusia yang lain penting. Tidak bahkan keluarganya. Tapi melihat tatapan Shizuo yang dulunya penuh gairah menjadi kosong seperti itu mau tidak mau membuatnya merasa kesepian.

Well, mungkin ini sudah saatnya dia mengunjungi Shinra.


Please tell me I'm your one and only
or lie and say at least tonight
I've got a brand new cure for lonely


Hal pertama yang terpaksa dilakukan Izaya begitu dia memasuki apartemen Shinra adalah menghindari tendangan tinggi yang dilancarkan oleh adiknya sendiri. Izaya sama sekali tidak berniat membalas atau melayangkan apa pun pada serangan adiknya yang jauh di bawah standar biasanya. Anak itu sedang terluka. Bukan secara fisik, tapi anak itu terluka. Izaya berencana membiarkan adiknya menendanginya sampai dia sendiri ambruk, tapi dalam keadaan 'sakit' pun menerima tendangan Mairu tanpa perlawanan bisa saja merusak kinerja otaknya. Karena Mairu tidak mengubah target tendangannya dari kepala Izaya.

"Orihara-kun, kau tidak boleh menyerang kakakmu seperti itu. Bukankah kau sedang menunggunya untuk datang?"

Dan saat itulah Izaya menyadari, Mairu tidak hanya sakit, dia juga tidak bisa melihat dengan jelas. Karena di matanya air mata menggenang dan membanjir. Dan seketika dia tidak bisa menggerakkan dirinya untuk menghindari semua serangan adiknya.

"Iza-nii jahat! Bagaimana bisa! Bagaimana bisa kau baru datang sekarang! Aku tau kami tidak ada bedanya dengan orang asing bagimu, tapi apa benar-benar tidak ada artinya begitu? Kau selalu meminta cinta dari kami! Tapi kau terlalu menjijikkan! Bagaimana bisa kau melakukan itu pada Kuru-nee?!"

Dia tidak menjawab. Izaya yang selalu penuh dengan kata-kata yang tidak jelas esensinya itu tidak menjawab apa pun. Karena apa yang dia akan dia katakan? Kalau dia tidak sengaja? Karena dia lupa bagaimana adik-adiknya akan bereaksi? Karena dia lupa kalau dia bersama Shizuo?

"Maa, maa, Mairu, Kururi sedang tidur di dalam. Sebaiknya kau tidak terlalu gaduh. Semalaman dia tidak bisa tidur. Biarkan dia tidur sebentar. Kakakmu pasti punya pejelasan untuk ini. Kan?" Shinra melirik ke arah Izaya seolah mengatakan, 'Kau sebaiknya punya penjelasan yang bagus.'

Tapi itulah masalahnya, dia bahkan tidak bisa memberikan penjelasan pada dirinya sendiri. Bagaimana dia melibatkan orang-orang yang 'dekat' dengannya tanpa sengaja begitu? Di saat semua orang sudah percaya kalau dia berhasil dijinakkan oleh Shizuo. Dan setelah dua tahun dia tidak terlibat dalam segala kekacauan di Ikebukuro—menjadi penyedia informasi untuk yakuza tidak dihitung—kejadian bodoh seperti ini bisa-bisanya terjadi.

Izaya hanya mengangkat kedua tangannya dan menunjukkan senyum getirnya, "Ne, Shinra, kapan Kururi akan bisa berjalan lagi?"

Shinra terlihat tersentak dengan pertanyaan kosong Izaya. Karena Shinra tau kalau Izaya menghabiskan setahun terakhir untuk berusaha kembali 'normal', untuk Shizuo. Dan itu berarti kembali pada keluarganya dan menjalin hubungan kakak-adik dengan adik-adik kembarnya dan berusaha untuk lebih dekat. Tapi dia kembali dari keterkejutannya dengan cepat. Dan mengatakan, "Aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti, tapi paling tidak dua bulan. Tentu saja itu akan berbeda kalau Mairu yang terserang, ..."

"Karena Mairu bahkan tidak akan terserang," yang disebut namanya hanya tertunduk di ujung ruangan.

"Well, that too. Tapi kemampuan fisik Mairu memang lebih baik daripada Kururi, meskipun belakangan sepertinya Kururi sudah lebih banyak berolahraga, dia masih jauh lebih rapuh daripada Mairu,"

Izaya tidak melihat tatapan merasa bersalah Shinra atau pun tatapan marah Mairu, dia berjalan menuju kamar tempat Kururi berada. Melihat wajah damainya, seolah dia tidak menyimpan dendam apa pun pada Izaya. Tapi tidak bahkan Izaya bisa meramalkan apa yang akan dipancarkan oleh mata Kururi begitu dia tidak lagi terbuai mimpi. Izaya samasekali tidak membutuhkan satu mata lagi yang melihatnya seolah dia pesuruh Satan.

Setelah lima menit melihat sang adik, Izaya pergi. Tanpa mengatakan apa pun pada sang dokter ilegal maupun adiknya yang satunya.

Dan mengingat kalau itu semua terjadi hanya karena aku ingin kencan dengan Shizu-chan...


And if you give me what I want
then I'll give you what you like


Izaya banyak mendapat mimpi buruk semenjak kejadian itu. Semenjak dia mengatakan kalau dia akan menjadi 'normal', dia berusaha merasakan apa yang seharusnya dirasakan oleh manusia sewajarnya. Tapi tentu saja semua itu terasa palsu. Yang membuatnya merasa hanya satu orang.

Satu orang yang sedang tidur di sampingnya.

Suara dengkuran halusnya terdengar, seperti setiap malam ketika Shizuo memikirkan sesuatu sebelum tidur. Seperti setiap malam sejak kejadian itu. Dan rasa bersalah itu kembali menyisip dalam pikirannya.

Rasa bersalah adalah rasa yang asing untuk Izaya. Dia tidak tau bagaimana dia harus mengatasinya. Dia pernah menghancurkan banyak hidup manusia—dan dia yakin banyak yang bereaksi lebih ekstrim daripada Shizuo sekarang—tapi hanya reaksi Shizuo yang menghasilkan perasaan semacam ini. Dia tidak menyukai raut duka yang menyelimuti wajah yang biasanya hanya berisi kemarahan itu. Demi apa pun, Kururi sudah bisa berjalan dua bulan lagi. Dia tidak perlu sekalut itu.

Shizuo tidak perlu sekhawatir itu. Mereka adalah adik Izaya. Tidak sedetik pun Izaya mengajari mereka untuk menjadi anak-anak yang rapuh.

Dan semenjak Izaya kembali berusaha menjadi kakak yang baik, mereka sudah tidak lagi seekstrim sebelumnya. Tidak butuh waktu lama sampai mereka akan memiliki kekuatan yang seimbang.

Atau paling tidak itulah yang seharusnya terjadi.

Izaya kembali memainkan rambut pirang lepek Shizuo. Dia ingin rambut ini kembali lembut seperti dulu. Dia ingin mata yang sekarang sedang beristirahat itu bersinar kembali. Dia menginginkan Shizuo yang bisa melempar Izaya ke ujung Ikebukuro tanpa pikir panjang, bukan dia yang menganggap Izaya adalah porselen yang disentuh saja akan pecah.

Karena setelah pelukan erat malam itu, meskipun Izaya tau dia berusaha, Shizuo tidak pernah lagi bahkan menggunakan seperempat kekuatannya dalam menyentuh Izaya.

Izaya tidak tau apa ini bagian dari cinta yang selama ini digadang-gadangkan sebagai emosi terindah manusia, tapi ini menyiksa. Dan seingatnya Shinra tidak pernah harus menghadapi perasaan semacam ini meskipun dia melakukan hal yang jahat pada Celty.

Well, mungkin itu karena niat di belakang kejahatan itu berbeda.

Karena hari itu bukan berasal dari cintanya pada Shizuo—yang belum bisa dia pastikan keberadaannya—dan hanya berasal dari keegoisannya saja.


When you turn off the lights
I get stars in my eyes
is this love?
maybe someday


"Pergilah," kata Shizuo pagi itu.

Izaya tidak menjawab. Dia tidak tau jawaban apa yang seharusnya di berikan. Dia tidak tau permohonan macam apa yang akan membuat Shizuo menginginkannya tetap di sini.

Dia tau dia tidak bisa memegang tangan Shizuo dan tidak melepaskannya. Itu hanya akan melukai dirinya sendiri. Karena Shizuo bahkan tidak akan berusaha melepaskan tangan beracunnya. Dan itu akan membuatnya mengingat bagaimana dia sudah merusak boneka perang berseragam bartender itu.

Izaya menundukkan kepalanya. Tidak. Dia tidak akan pergi begitu saja. Lebih dari kekeraskepalaannya, Izaya tau dia tidak bisa meninggalkan Shizuo sendiri. Mairu dan Kururi saling memiliki, tapi Shizuo akan sendirian sampai Kasuka pulang dari Rusia paling tidak dua bulan lagi.

Berusaha mengingat apa yang akan dilakukan Izaya yang lama, dia menyeringai dan mengatakan, "Ne, Shizu-chan, kau tidak berharap aku akan pergi begitu saja, kan? Shizu-chan sendiri yang bilang kalau kutu akan menempel pada mahluk apa pun yang diinginkannya sampai mahluk itu kehabisan darah. Tentu saja aku akan menempel pada Shizu-chan sampai aku tidak bisa mengambil—"

"Memangnya apa lagi yang bisa kau ambil dariku, hah!? Kau sudah mengambil semuanya, sialan!"

Izaya memberanikan diri untuk meniadakan jarak dua meter yang memisahkan mereka dan menggenggam jemari Shizuo yang terkepal erat. Menatapnya dengan tatapan paling sendu yang bisa dia hasilkan.

"Lalu bagaimana bisa aku tidak mendapatkan apa pun? Kenapa rasanya lebih kosong?"

Izaya bisa merasakan bagaimana kerasnya usaha Shizuo untuk menahan diri. Dia melihat bagaimana dia hampir melempar Izaya ke ujung ruangan—tapi dia bisa menahan diri. Meskipun dia ingin Shizuo berhenti menahan diri.

"Pergilah. Bawa apa pun yang kau inginkan. Aku tidak bisa terus-terusan melihatmu—"

Izaya memeluk Shizuo. Tidak terlalu erat tapi cukup untuk membuat Shizuo sadar dan menghentikan ucapannya.

"Shizu-chan, kau tau kalau aku akan membawa detak jantungmu bersamaku kalau aku pergi. Biarkan aku tetap di sini. Aku tidak akan melakukan apa pun. Tidak merencanakan kekacauan. Tidak memaksamu kencan denganku. Aku hanya akan berada di sini bersamamu."

Izaya menahan permohonan yang hampir saja dia ucapkan. Shizuo akan semakin membencinya kalau dia bertingkah terlalu aneh seperti itu.


So don't turn on the lights
I'll give you what you like


Izaya pulang dari apartemen Shinra dengan cengiran lebar di bibirnya. Shinra mengatakan kalau penyembuhan Kururi berlangsung lebih cepat dari dia perkirakan, bahkan mungkin sebulan lagi anak SMA itu bisa kembali ke sekolah dan menyelesaikan apa pun yang harus dia selesaikan di situ sampai Izaya bisa mengirim mereka ke tempat yang bukan Ikebukuro.

Bukan untuk melindungi mereka, tapi untuk melindungi satu orang yang dia tau pasti akan terpuruk hanya dengan melihat wajah Kururi.

Semalam Izaya tidak kembali ke apartemen Shizuo untuk memberikan Shizuo waktu sendiri yang katanya sangat dia butuhkan. Izaya terlalu mirip dengan Kururi, katanya. Membuatnya hampir meminta operasi plastik pada Shinra. Dan ketika dia datang lagi, dia tau seharusnya dia memprediksi ini, tapi melihat ruang tamu yang kembali penuh dengan botol dan kaleng kosong serta bau alkohol yang menyengat tetap saja membuatnya kaget. Tetap saja membuatnya menyesal memberikan waktu sendiri sialan itu.

Izaya meletakkan jaket bulunya di salah satu permukaan sofa yang tidak tertutup kemasan alkohol dan mulai membereskan sampah-sampah yang mengganggu hidungnya. Tidak ada gerakan berarti, artinya Shizuo ambruk karena mabuk atau hanya tertidur. Izaya berharap itu yang kedua. Menghadapi Shizuo yang sedang hangover akan membuatnya gila.

Setelah selesai membuang semua sampah ke tempatnya, Izaya berjalan ke kamar Shizuo. Menemukan Shizuo yang tidur dengan posisi melingkar. Dia terlihat sangat rapuh.

Izaya memainkan rambut Shizuo seperti yang biasa dia lakukan. Dia ingin mengatakan pada pria ini kalau semuanya akan baik-baik saja. Kalau apa pun yang terjadi bukan salahnya. Kalau semua itu adalah kesalahan Izaya.

Meskipun Izaya sama sekali tidak merasa bersalah karena kejadian itu terjadi. Dia hanya merasa bersalah karena kejadian itu menghancurkan monsternya.

"Nggh," sepertinya Shizuo akan kembali menyapa alam sadar. Dia menggenggam tangan Izaya dengan keraguan yang belum pernah ada sebelumnya.

Sampai kapan dia harus berpura-pura tidak tau kalau dialah yang membuat Shizuo hancur seperti ini?

Izaya memakai tangannya yang satunya untuk balas menggenggam tangan Shizuo, "It's okay, Shizu-chan. Not your fault, at all. Semuanya akan baik-baik saja. Aku ada di sini. Aku bersamamu. Dan karena itu semuanya akan baik-baik saja," bisiknya pelan.

"Kutu?" dan Izaya tidak menyembunyikan cengiran lebarnya ketika nama yang sudah lama tidak dipanggil itu kembali disebut.

"Hm. Aku di sini,"

Izaya tidak mengerti apa yang diharapkan manusia 'normal' ketika dia dihantui dengan rasa bersalah. Tidak mengerti cara penebusan dosa macam apa yang paling efektif untuk mengusirnya. Sebagian orang meminta maaf sampai lidahnya kelu. Sebagian orang menghukum dirinya sendiri. Sebagian orang meninggalkan dia yang menyebabkan rasa bersalah itu. Yang dia tau, mereka membutuhkan satu bentuk penebusan dosa.

Dia juga tau kalau dia tidak menyukai bagaimana Shizuo berusaha menebus dosa yang bahkan dari awal bukanlah miliknya.

Seolah dia ingin menggantikan Izaya karena dia tidak mampu merasakan itu.


Emotions aren't that hard to borrow
when love's the word you never learned
and in a room of empty bottles


Izaya merasakan genggaman di tangannya menguat, meskipun tidak sekuat yang dia inginkan. Apa pun yang barusan dilakukannya, meskipun tidak sepenuhnya, itu bekerja. Meskipun itu tidak akan menghapus segala rasa bersalah konyol yang dirasakan Shizuo, itu menguranginya.

"Ne, Shizu-chan?"

"Hm?"

"Kau mau jalan-jalan besok?"

"Kau tau apa yang terjadi terakhir kali kita melakukan itu. Aku...,"

"Shinra menanyakanmu. Katanya Celty mulai khawatir karena kau tidak kelihatan di mana-mana." Bohong.

"Shizu-chan bahkan lupa pada teman-temannya. Aku tau aku hebat seperti itu, tapi tidak seharusnya kau hanya bersamaku. Aku memang informan yang hebat, tapi aku tidak tau apa yang harus kulakuan di saat seperti ini," suara Izaya mulai bergetar.

Tangan Shizuo juga mulai bergetar.

Dia meraih pipi Izaya, menyebabkan dia berjengit kaget. Tidak pernah sebelumnya sentuhan Shizuo menyebabkan nyeri...

"Kompres,"

"Hah?" Izaya menyadari kalau dia hampir menangis karena Shizuo yang di hadapannya mulai terlihat kabur.

"Kau memar. Kau bilang kau tidak akan melakukan apa-apa. Apa lagi yang kau lakukan, hah? Siapa lagi yang kau lukai?"

"Ah," kemudian Izaya ingat bagaimana tadi dia membiarkan tendangan Mairu mengenai kepalanya. Dia ingat bagaimana Kururi tertawa melihat kakaknya terjengkang ke ujung ruangan karena serangan mendadak itu. Izaya tersenyum, mungkin itulah keluarga, tempat di mana kau bisa dimaafkan bahkan sebelum sempat meminta maaf.

"Aku tadi ke tempat Shinra. Kau tau, membayar biaya pengobatan Kururi dan yang lain-lain. Aku heran bagaimana bisa Shinra betah membiarkan mereka di situ. Aku sudah bilang aku bisa membawa mereka pulang ke apartemenku dan menyuruh Namie mengurus mereka tapi Shinra mengatakan tidak apa-apa dan Kururi belum bisa dibiarkan berjalan sendiri jadi aku membiarkan mereka di situ. Ah, iya, ini tadi karena Mairu sedang memamerkan pada Kururi gerakan bela diri baru yang dia pelajari."

"Kau...,"

"Shizu-chan. Mereka tidak apa-apa. Aku ingin kau bertemu mereka. Mereka sudah membalas siapa yang melukai mereka,"

Shizuo tidak menjawab. Seluruh tubuhnya kaku.

"Bagaimana?"

"Sudah kubilang, kan, ini bukan salahmu," Izaya menunjukkan cengiran lebarnya.


If you don't give me what I want
then you'll get what you deserve


Shizuo mengacak-acak rambut Izaya. Mengubah cengirannya menjadi senyuman lembut.

Tapi ketika dia menengok ke atas, ke arah mata karamel Shizuo, mata itu tidak tersenyum. Mata itu masih berkabut.

Sebenarnya apa yang harus orang lakukan untuk menebus dosa?

Karena dosa sendiri adalah sesuatu yang rumit. Kau tidak bisa memasukkannya menjadi satu kategori saja. Kau memiliki dosa yang dengan mudah membuatmu merasa diampuni, dan dosa yang akan menghantuimu seumur hidup. Dan itu, tidak ada hubungannya dengan apakah orang lain memaafkanmu.

Selama kau belum bisa memaafkan dirimu sendiri, maka kau belum akan bebas.

Izaya benar-benar berharap akan ada hari di mana Shizuo mampu memaafkan dirinya sendiri. Karena dia tidak tau sampai kapan dia bisa bertahan melihatnya seperti ini.

Dia bisa berpura-pura buta, atau berpura-pura kalau dia tetap adalah seorang sosiopat yang tidak tahan kalau kehidupan di sekitarnya tidak berpusat padanya. Dia bisa berpura-pura kalau irama yang dimainkan jantungnya tidak pernah berubah semenjak hubungan terkutuk itu terjalin dengan Shizuo.

Saat-saat seperti ini adalah saat di mana Izaya berharap kalau sejak awal dia 'normal.' Kalau dia tidak pernah merusak pikirannya. Kalau dia juga bisa merasakan satu rasa dan yang lainnya. Kalau dia tidak tau bagaimana untaian-untaian kejadian itu terangkai menjadi satu.

Kalau dia hanya satu manusia biasa yang menunggu pengakuan dari satu manusia biasa lainnya.

Izaya dan Shizuo tidak memiliki hubungan kompleks seperti yang dibuat Mairu dan Kururi. Shizuo tidak perlu menanggung apa yang tidak bisa Izaya tanggung.

Izaya menggenggam tangan Shizuo yang ada di kepalanya lembut. Karena di balik segala reputasinya, Izaya tau betapa rapuh pria yang ada di hadapannya itu.

"Hey, I'm still here, okay? Not going anywhere,"


When you turn off the lights
I get stars in my eyes
is this love?
maybe someday


"Kutu...,"

"Manusia batu,"

"Hei! Aku tidak sekeras itu!"

"Aku tau,"

"Hmh,"

"Dan kau merajuk seperti balita,"

"Dan kau masih lebih muda dariku,"

"Setidaknya aku sudah berevolusi menjadi manusia, Protozoa,"

"Kau pikir kau benar-benar pintar, huh?"

"Tentu saja!"

"Tch,"

"Jadi, kau akan ikut aku ke Shinra besok?"

"Tidak,"

"Tapi...,"

"Tidak,"

"Ah, oke,"


I've got the scene in my head
I'm not sure how it ends
is it love?
maybe one day


"Aku akan bicara pada Celty,"

Izaya tidak bisa menahan cengiran lebarnya mendengar pernyataan Shizuo. Tiga minggu sudah berlalu dan akhirnya Shizuo memutuskan dia bisa keluar dari lubang neraka yang dia sebut rumah. Celty adalah teman terdekat Shizuo. Dia pasti bisa melakukan sesuatu pada gejala—kalau itu masih bisa disebut gejala—depresi Shizuo.

Karena meskipun Izaya sangat sulit mengakuinya, ada kalanya dia menyadari kalau Celty bisa bertindak jauh lebih manusiawi daripada dirinya.

"Hm! Aku akan membuatkanmu pancake kesukaanmu. Aku bahkan akan memberikan botol toppingnya pada Shizu-chan,"

"Bersiaplah untuk sakit gigi, Kutu,"

"Sebagai informasi, aku teratur menyikat gigiku. Mereka tidak akan terkena masalah apa pun meski Shizu-chan menyuruhku menenggak sebotol madu,"

"Madu itu tidak manis, bodoh,"

"Dan garam itu tidak asin. Shizu-chan, yang benar saja."

"Kau hanya manusia tidak beradab yang tidak bisa mengenali makanan manis. Madu hanya akan menjadi manis kalau kau mencampurnya dengan gula,"

"Aku suka Shizu-chan yang tidak memakai gula,"

"Itu karena kau tidak suka makanan manis, bodoh,"

Ya, Izaya tidak pernah menyukai makanan manis. Mungkin itu pengaruh dokter gigi dan suara mesin-mesinnya yang mengerikan. Atau mungkin karena Izaya bisa mati kalau Shizuo lebih manis daripada dia sekarang.

Well, tentu saja maksudnya sebelum dia mulai berpura-pura kalau dia adalah penyebab kiamat. Karena tentu saja Izaya masih bisa melihat raut penyesalan dari mata Shizuo.


So don't turn on the lights
I'll give you what you like


"Ne, Iza-nii, kata Kishitani-sensei kau dan Shizuo-san tidur bersama. Bagaimana bisa kau melakukan itu tapi tidak mau membelikan kami tiket untuk fan meeting Yuuhei-san? Seharusnya kan kau menjadi kakak yang agak berguna. Jadikan kami figuran di film baru Yuuhei-san!"

"Akting,"

Izaya tidak mengerti bagaimana adik-adiknya bisa memegang fakta semacam itu. Setaunya hanya dia yang dan Shizuo yang mengetahui keberadaan hubungan terkutuk itu. Izaya tau kedua adiknya memiliki cara mereka sendiri untuk mengumpulkan informasi, tapi seharusnya mereka belum dilepaskan oleh Shinra dari apartemen-yang-kadang-merangkap-sebagai-UGD ini. Jadi apa yang membuat mereka sampai pada keputusan semacam itu?

Manusia memang menggemaskan.

"Tentu saja kami menggemaskan! Memangnya kau pikir kami tidak akan tau hanya karena kau menyembunyikannya begitu? Tembok kamar ini dengan kamar Pengendara Tanpa Kepala-san kan tidak begitu tebal—"

"Ups,"

"Kalian ini benar-benar adik yang menggemaskan. Sampai-sampai aku ingin meratakan kalian dengan aspal. Aku tau kalian sedang puber jadi membutuhkan materi untuk referensi pendidikan seksual kalian, tapi tidak bisakah kalian membeli video porno saja? Bagaimana bisa kalian menguping dokter kalian sendiri? Ah, aku benar-benar tidak membutuhkan bayangan mental semacam itu,"

"Mesum,"

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Izaya melihat Mairu memerah sebelum mengambil posisi seolah dia yang akan meratakan Izaya dengan aspal.


Izaya keluar dari kamar yang ditempati si kembar dengan senyum tipis di wajahnya. Karena dari semua ekspresi manusia, dia paling menyukai ekspresi mereka ketika mereka merasa terganggu. Entah menjadi marah atau malu. Dan ekspresi adiknya benar-benar memuaskan. Dia baru menyadari kalau dia merindukan mengganggu hidup manusia—meskipun dia baru berhenti sejak tiga setengah minggu yang lalu.

Tidak. Dia tidak boleh melakukan itu. Betapa pun otaknya sudah gatal membayangkan ekspresi macam apa saja yang bisa dia nikmati dengan skenario-skenario yang bisa dia buat, dia tidak boleh membuat skenario-skenario itu menjadi nyata.

Penebusan dosa yang terakhir itu saja masih belum selesai.

[Berhentilah mengganggu hidup Shizuo.]

Izaya hampir saja melonjak ke belakang karena dia tidak menyadari kalau Celty tiba-tiba sudah berada di hadapannya. Tapi Celty bukanlah manusia, bukan hal yang aneh kalau Izaya tidak bisa merasakan keberadaannya. Dia bukan monster seperti Shizuo yang bisa merasakan keberadaan Izaya meski mereka terpisah tiga ratus meter. Oke, itu off topic.

"Celty, kau tidak bisa melancarkan tuduhan tanpa bukti seperti itu. Kau melukai perasaanku. Memangnya apa yang kulakukan pada Shizu-chan? Semua orang juga tau kalau aku dan Shizu-chan sudah berdamai. Yaa, meskipun Ikebukuro masih saja berantakan karena monster itu tetap saja suka mencabuti benda-benda yang tidak seharusnya dicabut,"

[Jangan berpura-pura bodoh. Kau sengaja mendekatinya dan membuatnya depresi]

[Kau tau dia tidak tahan melihat wajahmu yang terlalu mirip dengan Kururi]

Izaya terdiam. "A- apa?"

[Pergilah dari hidupnya. Dia tidak perlu menjadi depresi hanya karena dirimu]

"Ahaha," tawa Izaya terdengar memaksa.

"Celty, kau tidak bisa mengatakannya seperti itu. Shizu-chan tidak sepayah itu."

[Aku tau kau tidur dengannya. Memaksanya tidur denganmu]

"Eeh? Ah, tentu saja dia akan mengatakannya seperti itu, huh?"

Dan dengan pernyataan ambigu itu Izaya meninggalkan kediaman Celty dan Shinra.


Izaya berjalan pulang—ke apartemen Shizuo—dengan bayangan gontai yang tidak akan terlihat oleh siapa pun. Dia tetap meloncat di atas gedung-gedung tinggi. Dia tetap tidak kehilangan pijakannya. Tapi tempo langkahnya tidak lagi sama. Irama pijakannya berbeda.

Jadi selama ini hanya Izaya yang memaksa Shizuo, huh? Jadi hanya Izaya yang menganggap apa yang mereka jalani terjadi secara consensual? Izaya selalu menganggap hubungan tidak jelas yang dijalaninya dengan Shizuo sebagai hubungan terkutuk, tapi baru kali ini dia merasa kalau dia berada di bawah satu kutukan.

Hari sudah mulai gelap dan matahari sudah mulai kembali pada peraduannya. Mungkin Izaya akan merasa lebih ringan kalau dia bisa tetap menganggap orang itu sebagi rumahnya.

Tapi malam itu ketika rumahnya membiarkannya masuk, dia mulai kehilangan apa yang dianggapnya sebagai rumah.

Karena rumah adalah sinar di mata Shizuo ketika dia memandang Izaya, bukan bayangan dewa kematian yang terlihat di balik punggung lebar Shizuo.

Celty benar. Shizuo tidak akan kembali menjadi dirinya kalau Izaya masih bersamanya. Izaya tidak berhak menautkan dirinya pada Shizuo di saat dialah yang membuat Shizuo roboh. Bahkan benalu hanya bertaut pada tumbuhan yang masih hijau.


I'll give you one last chance to hold me
if you give me one last cigarette
by now it's early in the morning


Izaya mengemasi setiap yang menjadi jejaknya di kediaman Shizuo. Sampai segala alkohol yang belum dikonsumsi sekali pun—tidak peduli kalau sebenarnya Shizuo yang membelinya sendiri. Izaya yang memperkenalkan Shizuo pada alkohol, dan Izaya yang akan mengambilnya dari Shizuo. Jaket bulunya, perkakas mandinya, sampai sandal rumahnya.

Karena kalau memang Izaya yang membuat acara penebusan dosa Shizuo tidak ada akhirnya, maka Izaya akan pergi. Sebagai caranya untuk menebus dosa.

Setiap kaleng bir yang dia ambil dari kulkas Shizuo, satu detak jantungnya dia tinggalkan di situ. Setiap botol sake yang dia pungut, membuat perasaannya semakin kebas. Tapi dia tau dia harus melakukan ini.

Kalau Shizuo yang membuatnya merasakan sesuatu, adalah wajar kalau tanpa Shizuo Izaya kembali menjadi hilang.

Izaya tidak akan apa-apa. Dia bukan binatang buas yang baru saja merasakan kebaikan seorang pemilik. Betapa pun dia hilang, dia tidak akan kembali menjadi buas lagi. Mungkin dia akan mengambang dan kosong, tapi dia yakin itu akan lebih baik daripada merasakan jantungnya diremas setiap saat.

Dia dan Shizuo membutuhkan waktu penyembuhan.

Dan memaksakan diri untuk baik-baik saja di saat keadaan tidak begitu adalah salah. Mereka perlu menghadapi masalah mereka. Mereka perlu menjadi jujur pada diri mereka sendiri. Menyadari kalau mereka punya masalah, dan menyelesaikannya. Menyadari kesalahan mereka, dan membayar ganti ruginya.


Now that I gave you what you want
all I want is to forget


Melarikan diri dari Shizuo, Izaya menyembunyikan dirinya di Shibuya. Tidak terlalu jauh dari Ikebukuro, memang. Tapi cukup jauh untuk membuat Shizuo tidak mampu mengendusnya.

Well, tidak mengatakan pada siapa pun tentang keberadaannya juga membantu.

Izaya tidak berhenti menjadi makelar informasi. Mengambil informasi dari sini dan melemparnya ke sana. Menaruh tumpukan arang di sana dan melemparkan percikan api di tempat lain lagi. Tidak, dia tidak mencoba untuk mempertahankan reputasinya atau membutuhkan banyak uang untuk biaya hidupnya, dia hanya mencegah depresi yang kemungkinan besar akan melandanya kalau dia tidak berinteraksi dengan manusia.

Ya, rasa cintanya pada manusia hanya ada gunanya pada saat-saat seperti ini.

Bedanya dengan masa-masa di Ikebukuro, dia tidak lagi dikenal sebagai satu orang Orihara Izaya. Dia menggunakan semua nama samaran yang dia punya dan membuat organisasi makelar informasi seolah dia ingin balas dendam pada Yodogiri Jinnai. Tenang saja, nama itu tidak ada kaitannya dengan cerita ini, hanya sebagian dari masa lalu.

Keluarganya tau bagaimana cara menghubunginya, tapi bukan di mana dia akan berada pada satu waktu tertentu.

Sampai detik ini, dia bahkan belum menyadari apakah dia benar-benar ingin bersembunyi atau ingin ditemukan.

Karena setiap membuka pintu apartemennya dan menyadari kekosongannya, perutnya masih terasa terlilit anakonda imajiner.

Dia merindukan ucapan selamat datang dan senyum tulus orang itu. Dia merindukan bagaimana senyum itu melepaskan kupu-kupu di perutnya. Dia merindukan bagaimana rasa sebalnya karena tidak menemukan manusia yang menarik perhatiannya bisa menghilang seketika hanya dengan satu kata.

Dia merindukan Shizuo.

Betapa pun dia tau efek buruknya pada mantan bartender itu, Izaya merindukan Shizuo.

Tapi itu bukan berarti Izaya akan berlari kembali ke Ikebukuro, sih. Dia tidak yakin kalau enam minggu sudah cukup sebagai masa penyembuhan Shizuo.


When you turn off the lights
I get stars in my eyes
is this love?
maybe someday


Izaya melihatnya lagi di berita: Monster Ikebukuro Menghancurkan Kota. Seolah-olah penyiar berita itu tidak tau kalau Ikebukuro sudah 'hancur' bahkan tanpa kerusakan infrastrukturnya.

Tapi manusia hanya bisa melihat apa yang bisa dilihatnya. Itu pun masih diiringi penyaring yang membuatnya hanya melihat apa yang ingin dilihatnya. Di mata mereka Shizuo hanyalah boneka perang yang tidak punya kegiatan lain selain menghancurkan kota.

Izaya tau lebih dari itu.

Izaya mendengar raungan yang volumenya sudah dikurangi oleh pihak TV itu. Binatang buas itu sedang meminta tolong. Seperti singa di dalam dongeng yang terus-terusan meraung karena ada pasak yang tersangkut di telapak kakinya. Shizuo sedang meminta seseorang untuk menghilangkan gangguan itu.

Dalam pikiran Izaya, paling tidak dia sudah bisa keluar apartemennya secara normal. Karena Izaya bisa melihat sosok Tanaka Tom di pojok layar TVnya.

Shizuo benar-benar membaik begitu dia pergi.

Mau tidak mau itu membuat jantungnya terasa ditusuk ratusan duri.


Dua hari kemudian dia melihat berita yang sama. Dengan headline yang aneh: Ke Mana Perginya Orihara Izaya?

Ketika dia mendengarkan apa yang dikatakan oleh sang penyiar, dan beberapa potongan adegan yang suaranya tidak dihilangkan, dia mulai tau kalau Shizuo meraungkan namanya. Seolah memohon Izaya untuk kembali.

Tapi Izaya tidak boleh kembali. Atau paling tidak dia harus menunggu sampai Shizuo sembuh dari depresinya.

Kali ini dia yakin dia berada di tempat ini untuk bersembunyi. Kalau dia belum ingin ditemukan oleh Shizuo. Kalau dia lebih menginginkan seluruh hidupnya kososng daripada harus melihat orang yang dicintainya terus disiksa oleh keberadaannya.

Cinta, huh?

Setelah sekian lama, akhirnya perasaannya mengatakan itu.

Cinta. Perasaan itu benar-benar dinilai terlalu rendah. Orang-orang yang bisa mengatakan cinta dengan mudah, tidakkah mereka menyadarinya?

Kalau cinta itu aneh dengan caranya yang kejam. Karena cinta bisa membuat Shinra menyembunyikan hal yang paling penting dari Celty. Karena cinta bisa membuat Celty merelakan hal penting itu untuk Shinra. Karena cinta bisa membuat Izaya menahan diri untuk tidak meloncat ke Ikebukuro dan menghambur ke pelukan Shizuo.

Sekarang Izaya mengerti mengapa Kida membencinya...


I've got the scene in my head
I'm not sure how it ends
is it love?
maybe one day


"Iza-nii! Kau benar-benar bisa membuat kami menjadi figuran! Kau keren! Sekarang aku dan Kuru-nee bisa melakukan apa yang selama ini hanya bisa kami bayangkan pada Yuuhei-san! Pulanglah ke Ikebukuro! Aku akan memberimu tendangan selamat datang!"

Suara melengking Mairu yang keluar dari ponselnya menyadarkannya kalau sebenarnya dia lebih menikmati berbicara dengan adiknya disertai dengan kelakuan antik adiknya. Mairu akan menyerang Izaya dari berbagai arah dan Izaya akan menghindar dalam keadaan hampir terlempar.

"Peluk,"

Dan dia mengingat terakhir kali Kururi menertawakannya karena bisa-bisanya lengah di hadapan Mairu.

Izaya baru tau kalau dia bisa merindukan manusia yang labelnya bukan Shizuo.

"Mungkin aku akan pulang setelah aku bisa mengirim kalian keluar dari Tokyo. Ke mana kalian akan pergi setelah lulus SMA?"

"Eh? Tentu saja kau tidak bisa mengirim kami ke mana-mana. Kami sudah berhasil mengubah nama apartemenmu yang di Ikebukuro ke nama Kuru-nee. Dan aku sudah memutuskan akan berguru pada Kishitani-sensei. Kuru-nee akan membantu Namie-san."

"Aku tidak pernah mengajari kalian memalsukan dokumen,"

"Namie-san,"

"Ah. Tentu saja. Kadang-kadang aku lupa kalau aku menitipkan kalian padanya,"

"Ne, ne, Iza-nii, kau tau tidak, Shizuo-san sedang dirawat di tempat Kishitani-sensei, lho! kemarin aku bahkan diijinkan untuk memeriksanya! Dia punya six pack yang keren! Pantas saja kau tidak bisa menahan diri untuk tidak tidur dengannya. Aah, apa ya yang harus kulakukan agar aku bisa melakukannya? Meskipun aku sudah berjanji hanya mencintai satu laki-laki, tapi Shizuo-san adalah kakak dari Yuuhei-san, jadi tidak apa-apa, kan? Ah! Mungkin aku akan cosplay sebagai dirimu! Kau masih meninggalkan jaketmu di apartemen yang di Shinjuku, kan? Aku akan mengambilnya!"

Sebenarnya ocehan Mairu tidak terdengar di telinga Izaya. Pendengarannya berhenti sampai kata 'Kishitani-sensei'. Apa yang sebenarnya binatang buas itu lakukan?

"Shizu-chan...,"

"Ha! Intonasinya seperti itu! Shizuo-san selalu memanggil namamu dengan nada seperti itu kalau dia sedang tidur!"

Izaya tau kalau Shizuo hanya berbicara dalam tidurnya kalau dia sedang mimpi buruk.

"Aku juga baru tau kalau Shizuo-san mendengkur. Dengkurannya keras sekali. Pengendara Tanpa Kepala-san saja sampai tidak bisa tidur!"

"Insomnia,"

Izaya tidak pernah mengerti kenapa adiknya tidak pernah berhenti menyebut Celty sebagai Pengendara Tanpa Kepala meskipun mereka sudah tinggal satu atap dalam jangka waktu yang cukup lama. Bukan itu masalahnya. Izaya tau kalau Shizuo mendengkur kalau dia punya terlalu banyak hal yang dia pikirkan.

Meskipun dia bisa muncul di TV dan bertingkah selayaknya dia adalah keadaan normalnya, Shizuo hanya berpura-pura kalau dia baik-baik saja. Celty berbohong padanya. Meninggalkan Shizuo sama sekali tidak membuat depresi Shizuo berkurang.

"Hei, Mairu, apa Shizu-chan masih mengonsumsi alkohol?"

"Alkohol? Kishitani-sensei pernah menawarinya anggur tapi katanya alkohol mengingatkannya pada seseorang dan dia tidak mau meminumnya,"

"Iza-nii,"

"Benarkah? Benarkah alkohol mengingatkan Shizuo-san pada Iza-nii? Memangnya apa yang kau lakukan dengan Shizuo-san dan alkohol? Aku tidak menyangka kahidupan seksual kalian seaneh itu—"

"Mesum,"

"Berhentilah menanamkan pikiran mesum kalian di kepalaku,"

Benarkah? Benarkah dia masih memiliki pengaruh sebesar itu dalam hidup Shizuo?

Bolehkah dia memohon itu benar?

Sudah baikkah kalau dia kembali?

Karena Shizuo bisa berada bersama Mairu dan baik-baik saja padahal tentu saja Mairu jauh lebih mirip dengan Kururi daripada Izaya.

Izaya benar-benar ingin pulang.


So don't turn on the lights
I'll give you what you like


Ah, fuck it!

Kalau Shizuo tidak melemparinya dengan senjata-senjata anehnya, Izaya akan kembali ke Shibuya. Tapi untuk tidak melihat Shizuo begini lama benar-benar menyiksanya. Dia akan melihat Shizuo. Apa pun yang akan dia lakukan padanya, Izaya akan menerimanya.

Izaya memang masokis, tapi dia tidak separah itu.


Melihat Shizuo melempar manusia adalah hal yang menyenangkan untuk mengisi waktu luang. Izaya selalu menyukainya. Sejak pertama dia melayangkan pandangannya pada Shizuo.

Hingga sekarang pun.

Melihat Shizuo melempar manusia membuat darahnya berdesir dengan irama yang tidak beraturan.

Sampai Shizuo menoleh ke arahnya dan menghentikan segala olahraga yang sedang dia lakukan. Saat itu, jantung Izaya seolah berhenti berdetak.

"Shizu-chan!" teriaknya dengan seringai lebarnya.

Bukannya melempar manusia atau pun keran kebakaran yang ada di sampingnya pada Izaya, Shizuo berjalan pelan ke arah Izaya. Sangat pelan seolah dia takut Izaya hanyalah bayangan fatamorgana yang akan menghilang begitu dia cukup dekat.

Tapi Izaya adalah nyata. Dan dia tidak bergerak ke mana-mana. Dia menunggu apa pun yang akan dilempar Shizuo padanya.

Meskipun dia tidak memegang apa pun untuk dilempar.

"Maafkan aku,"

Itulah yang dilemparkan Shizuo pada Izaya begitu mereka cukup dekat. Dan benar saja, Izaya merasa dilempari sesuatu yang jauh lebih berat daripada mesin penjual otomatis.

Ha?

"Aku pasti sudah membuatmu merasa diabaikan. Aku tidak berniat melakukan itu. Tapi kau dan Kururi mempunyai mata yang sama dan aku selalu takut akan melukaimu dan aku tau kalau Kururi sudah bisa berjalan lagi dan aku sudah baik-baik saja tapi kau tidak ada dan itu membuatku ingin membunuh Shinra karena bisa-bisanya dia tidak tau kau ada di mana dan Mairu tidak mau mengatakan padaku kau ada di mana dan... aku merindukanmu,"

"Aha.. ahahahahahaha. Ahahahahaha. Shizu-chan, kau benar-benar lucu. Ahahaha,"

"Karena itu tetaplah di situ dan tertawalah. Tidak melihatmu itu jauh lebih menyakitkan daripada melihatmu tapi terlalu takut untuk menyentuhmu,"

Izaya membatu. Dia tidak menyangka Shizuo akan mengatakannya seperti itu. Karena bagi Izaya melihat Shizuo tapi tidak bisa menyentuhnya sangat menyakitkan.

"Hei, Shizu-chan, aku mencintaimu."

Shizuo meraih bagian belakang kepalanya dengan tangan kanannya dan mengatakan, "Ah, aku juga," dengan ekspresi seolah dia sedang malu untuk menerima permen dari neneknya.

Dan Shizuo menyukai permen. Dan Shizuo juga menyukai Izaya.

Dan akhirnya mereka bisa kembali tertawa berdua.


Give you what you like
what you like


Finish!


Post-story AN:

Waa, bukannya ngelanjutin MC yang dengan unyunya masih on-going, malah bikin OS. Emang minta dibunuh penulis (maunya!) yang satu ini. Abisnya... abisnya... oke, sebenernya saya nggak punya alibi. Silakan bunuh saya.