Uchiha Sasuke, cowok dengan style rambut emo itu memasuki area sekolah dan murid-murid lain segera menyingkir memberikan jalan untuknya. Wajah super flat yang menyerupai papan tulis miliknya selalu sukses mengintimidasi orang lain.

Sasuke mempunyai kekuasaan? Jelas! Selain terlahir sebagai anak orang super kaya yang memiliki saham di sekolah ini sebesar 20%, dia juga menjabat sebagai ketua dewan murid. Semua peraturan di sekolah ini harus dipatuhi tanpa terkecuali. Berani melanggar? Maka bersiaplah terjun ke dalam neraka buatan Sasuke. Pelanggaran ringan, rumput di halaman depan dan halaman belakang sudah menanti di depan mata. Pelanggaran sedang, seluruh toilet sekolah menyambut kalian dengan senang hati. Pelanggaran berat, hanya Sasuke yang tahu apa hukuman yang pantas untuk kalian.

"Uchiha-sama, ini proposal klub seni untuk lomba busana yang akan diikutsertakan pada Tokyo Fashion Festival." Sakura memotong jalan saat ketua dewan murid itu melintasi koridor menuju kelasnya.

Dari sudut matanya Sakura melihat hampir seluruh orang yang ada di sekitar koridor menahan napas mereka. Jika kalian bertanya apakah ada orang yang bisa menentang Sasuke? Maka jawabannya ya, ada. Dia adalah gadis dengan helaian rambut berwarna merah muda. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keberanian Sakura adalah penyelamat untuk mereka yang lemah. Gadis itu bahkan pernah menendang Sasuke karena membuat peraturan gila tentang berpakaian.

Hey, mereka anak SMA yang ingin bereksplorasi bukan malah dikekang ini itu oleh peraturan sialan yang dibuat si pantat ayam itu. Rambut harus pendek sebahu, dasi harus selalu dipakai pada hari Senin dan selasa, seragam harus dimasukkan dan rok harus 10 Senti dibawah lutut. Ck, Dia kira ini adalah sekolah anak-anak culun?

Sasuke memberikan death glare dari balik kacamata bening yang dipakainya. Kacamata yang kadang memberi efek tersendiri untuk Sakura. Sometimes He looks so damn hot! Apalagi ketika dia sedang membaca buku. Ugh... Sakura benci ketika dia harus merasa kagum pada bajingan ini. "Budget yang kalian minta terlalu besar. Rekap ulang atau kalian bisa cari donatur dari luar." tolak Sasuke setelah membaca isi proposal tersebut.

Kan...? Dia memang benar-benar si bajingan menyebalkan!

"Apa kau bilang?!" suara melengking Sakura membuat cowok di depannya memutar bola mata, "tidak bisa! Kami bahkan sudah menekan pengeluaran semaksimal mungkin. Biaya itu sudah kami hitung matang-matang."

Sasuke menyipitkan matanya sebelum melempar proposal di tangannya ke sembarang arah dan ... berakhir masuk ke dalam kolam ikan tepat di samping koridor.

Sialan!

"Perlu kau tahu, Haruno. Sekolah hanya bisa memberi dana sebesar 20 ribu Yen untuk setiap klub. Kalau lebih dari itu, kami tidak bisa menyetujui proposal kalian kecuali kalian mencari donatur dari luar." setelah membisikkan kata-kata kejam itu dia langsung pergi, melanjutkan langkahnya menuju kelas yang terletak di lantai dua.

Uchiha sialan!

"UCHIHA! KEMARI KAU SIALAN! AKAN AKU PUKUL KEPALA PENUH KESOMBINGANMU ITU, BRENGSEK!"

Sakura baru saja akan membuat ancang-ancang untuk memukul kepala Sasuke dari belakang namun teman-teman klubnya lebih dulu menahan dirinya. Menyeretnya seperti anak sapi yang sudah waktunya disembelih.

.

.

.

Brak! Kursi ruang klub seni baru saja ditendang oleh Sakura. Dia kesal. Sangat kesal!

Sasuke itu... Dia benar-benar berhati batu. Tega sekali dia mempermalukannya seperti tadi? Dan apa yang teman-temannya lakukan? MENAHANNYA!

"Seharusnya kalian membiarkan aku memukul kepala cowok itu!" teriak Sakura gemas. Tanganya terkepal, bibirnya mengerucut lucu dan ada sudut siku-siku kasat mata yang muncul di pelipisnya.

"Ya, benar. Lalu kau akan mendapat surat peringatan atas pelanggaran berat, Sakura. Apa buruknya? Tidak akan ada yang bisa membayangkan apa yang bisa Sasuke lakukan padamu, pada kita. Kau kena skorsing? Itu mungkin. Menjadi babunya selama 2 bulan? Itu juga mungkin. Lalu klub kita akan dibubarkan? Itu hal yang sedang ditunggu-tunggu oleh mereka." ujar Karin sarkastik.

Sakura menjatuhkan diri di atas kursi. Kalau Sasuke memberinya Skorsing, maka yang akan dia hadapi adalah kedua orang tuanya yang nanti akan marah besar. Menjadi babunya Sasuke? Ih, tidak mau! Lalu pembubaran klub seni impiannya? Hell, Nooo!

Cita-cita Sakura bersama Ino dan Karin adalah menjadi seorang desainer terkenal. Bergabung dengan klub seni adalah langkah awal untuk mewujudkan mimpi besar mereka. Lalu sekarang akan berakhir begitu saja karena Sasuke? Tidak akan!

"Lalu kita harus bagaimana? Tanpa dana itu klub kita tidak akan bisa maju ke arena lomba. Tokyo Fashion Festival ini sangat bergengsi, diikuti oleh berbagai sekolah elit diseluruh Tokyo bahkan ada yang dari Hiroshima dan Hokaido. Kalau kita bisa memenangkan lomba fashion nanti, otomatis klub kita akan masuk ke babak selanjutnya, yaitu tingkat nasional. Impian kita sudah dekat..."

Karin dan Ino mengangguk setuju. Mereka sedang membayangkan akan bagaimana bergengsinya TF2 yang akan diselenggarakan nanti. Membayangkan bagaimana saat dewan juri membacakan nominasi para pemenang dan mereka masuk dalam 3 besar itu.

"Kita harus mencuri stempel dewan murid!" Karin memberi usul.

Sakura menggeleng kuat. Itu sangat tidak mungkin. Stempel dewan murid itu dijaga dengan keamanan maksimal. Seperti anjing yang melindungi tulangnya. "Apa ada ide yang lebih gila dari ini?"

Ino bangkit berdiri, dia kemudian sibuk dengan handphone-nya. Ugh... Sangat tidak bisa diandalkan. Sakura baru saja akan merebahkan diri di atas meja saat Ino tiba-tiba saja menarik kepalanya.

"Ino, apa-apaan kau?!" Gadis pinky itu berteriak marah.

Sebuah senyum misterius terukir di bibir merah gadis pirang itu. Sakura tahu ini tidak akan berjalan dengan baik. Ino dan idenya selalu membawa bencana. Seperti idenya tahun lalu yang menyuruh Sakura untuk memberi Sasuke pelajaran karena membuat peraturan gila tentang memotong rambut panjang menjadi pendek sebahu. Mereka berakhir menjadi babu cowok itu selama 1 Minggu. Terkadang Sakura ingin memprotes kenapa sekolah ini harus dikelola oleh dewan murid, bukan dewan guru.

"Sai bilang Sasuke selalu membawa stempelnya ke rumah." ucap Ino dengan antusias. Sakura meneguk ludahnya disertai gelengan lemah. "Stempelnya disimpan di laci meja belajarnya." Ino melanjutkan kata-katanya lebih bersemangat.

Melepas pegangan tangan Ino di kedua bahunya, Sakura lantas berkata, "Ino... kau tidak bermaksud-"

"Kau harus menyusup ke kamarnya, Sakura!"

Kami-sama ...

Sakura mengerang frustasi. Jidat lebarnya sudah ia bentur-benturkan ke atas meja. "Ino, itu sangat gila!"

"Kau sendiri yang ingin ide gila, kan?"

"Bukan itu maksudku, Ino! Arrrrght..." Rambut merah mudanya sudah tidak lagi berbentuk. "Dengar! Aku. Tidak. Mau. Melakukan. Itu!"

"Kalau bukan kau lalu siapa lagi?" Ino balas berteriak. "Sakura, hanya kau yang rumahnya dekat dengan Sasuke. Dan hanya kau yang sering bolak-balik ke sana dengan bebas hambatan, bahkan ibunya selalu mengharapkan kau main ke sana setiap hari, 'kan?"

"Pokoknya aku tidak mau, Ino. Jangan gila! Nyawaku yang dipertaruhkan di sini."

Kemudian hening.

Ino menghembuskan napas beratnya pasrah. Sedangkan Karin, dia hanya menatap kedua sahabatnya penuh simpati.

"Kita harus siap-siap untuk mengosongkan ruangan ini. Mungkin bulan depan sudah diisi oleh klub lain yang anggotanya bukan hanya terdiri dari 3 orang gadis idiot." setelah mengatakan hal itu Karin langsung pergi dari sana. Membuat dua gadis yang tadi saling adu mulut kini melotot tidak terima.

"Sialan kau Karin! Kemari dan akan ku tendang bokongmu!" teriak Sakura kesal.

Alasan lain kenapa Sakura dan dua temannya ngotot ingin ikut Tokyo Fashion Festival adalah untuk menarik minat siswa-siswi di sekolah ini untuk bergabung dengan klub seni.

Dua bulan yang lalu Sasuke mengancam akan membubarkan klub seni karena anggota mereka hanya 3 orang. FYI, klub yang ada di sekolah ini sangatlah banyak. Berhubung ruangan klub yang tersedia tidak memungkinkan, hal itu berimbas pada klub lain yang sudah tidak berkembang lagi akan dibubarkan. Ruangannya akan diserahkan pada klub yang lebih membutuhkan, yang anggotanya lebih banyak.

Kalau sampai akhir bulan ini klub Seni belum bisa unjuk gigi, maka pupus sudah harapan mereka bertiga untuk menjadi desainer terkenal.

"Baiklah..." ucap Sakura setelah terdiam cukup lama. Ino yang semula sedang menatap atap ruang klub dengan pandangan kosong langsung menoleh ke arah gadis pink itu.

"Baiklah apa?"

Uuuuh, Sakura benci mengatakan ini. Datang ke rumah Sasuke tidak jauh beda dengan datang ke kandang singa. Bukan, bukan karena Sasuke. Tapi karena Bibi Mikoto yang terobsesi ingin punya anak perempuan itu. Sakura pernah tidak diperbolehkan pulang selama 2 hari dan dia dengan pasrah diperlakukan seperti boneka Barbie oleh Bibi Mikoto.

"Aku akan menyusup ke kamar Sasuke dan mencuri stempel Dewan Murid."

Bibir yang semula mengerucut kini mengembang bagai ditaburi baking powder. Ino memeluk sahabatnya penuh haru.

.

.

.

Pelajaran sejarah adalah pelajaran yang membosankan.

Ada yang setuju dengan pendapat Sakura?

Sakura bukan tidak menghargai perjuangan para pendahulunya untuk membangun negara ini. Hanya saja, cara Asuma Sensei menerangkan pelajarannya yang membuat seluruh murid merasa kebosanan. Sensei bahkan tidak tahu cara berinteraksi dengan muridnya, yang ia lakukan ketika mengajar adalah membaca buku lalu bertanya "Ada yang tidak mengerti?" Seperti yang ditanyakannya saat ini lalu seisi kelas akan menjawab "Tidaaaak..." Dan Asuma Sensei akan membacakan materi itu sekali lagi dari awal. Selalu seperti itu.

Sakura ingin model belajar yang lain, yang membuat rasa ingin tahu dan sisi gadis rajinnya bangkit. Bukan malah bermalas-malasan seperti ini. Menopang dagu di atas telapak tangan dengan tatapan tertuju ke lapangan di bawah sana.

Awalnya Sakura ingin bolos pelajaran tapi saat ia hendak pergi ke kantin, si pantat ayam dan beberapa kroninya ada di koridor, entah sedang mendiskusikan apa, Sakura tidak ingin peduli. Dan daripada harus berpapasan dengan Sasuke di koridor maka Sakura memutuskan untuk tidak jadi saja walau perutnya berteriak-teriak minta diisi.

Gyuuuut...

Perutnya mulai menabuh gendang memalukan. Tsk, kenapa Asuma Sensei tidak menyudahi ceramahnya saja sih? Toh, anak-anak di dalam kelas sudah tidak ada lagi yang mendengarkannya ini.

"Psssst... Psssst... Sakura-chan!"

Menoleh ke belakang, Sakura menemukan Naruto sedang pamer gigi padanya. "Ada apa baka?"

"Saat jam istirahat tadi aku melihatmu akan pergi ke kantin tapi kau tidak jadi pergi ke sana. Ini, aku sengaja membelikan roti isi melon kesukaanmu."

Roti isi melon? Mendengar makanan favoritnya disebut-sebut membuat Sakura meneguk ludah kemudian menyapukan lidahnya ke sekitar mulut.

"Kau serius?" suara Sakura tak kalah antusias dari ekspresi wajahnya. "Mana? Mana? Mana, Naruto? Cepat keluarkan, aku sangat lapar sekali." desak Sakura tak sabar. Oh, perut malangnya sudah meraung tanpa ampun sejak beberapa menit lalu.

Naruto mengeluarkan roti dari dalam laci mejanya yang kemudian ia serahkan pada gadis pink di depannya dengan suka rela.

"Jangan bilang-bilang Asuma Sensei kalau aku makan di kelas, Naruto!"

Cengiran polos lekas terukir di bibir cowok blonde itu. "Tenang saja Sakura-chan, aku akan menjadi pelindungmu mulai saat ini."

Sakura mengerutkan keningnya, ia ingin bicara tapi mulutnya yang sudah dipenuhi roti membuatnya mengangkat bahu. Lagipula percuma juga bicara dengan Naruto, tidak akan pernah bisa nyambung.

"Psssst... Psssst..."

Siapa lagi?

Sakura menoleh ke sebelah kanan, tepat pada meja sebelahnya. "Ada apa Chouji?" tanya Sakura skeptis. Dia akan melakukan apapun untuk melindungi rotinya kalau seandainya Chouji si gendut doyan makan itu mencoba meminta roti miliknya tersebut.

"Aku punya minum, kau mau?"

Hah?

Anak laki-laki di kelasnya lagi pada kesurupan masal apa bagaimana? Kenapa mereka jadi bersikap aneh begini? Sok baik?

Tidak. Tidak.

Anak laki-laki di kelasnya memang baik, mereka selalu meminjami buku PR kalau Sakura lupa mengerjakan. Mereka juga suka membantu Sakura menyelesaikan piket kalau dia sedang malas. Tapi kalau Chouji memberikan minuman atau makanan-nya pada orang lain? Itu agak mustahil.

"Kau demam atau mabok pelajaran sejarah?"

Chouji menggaruk rambutnya yang kelihatan lengket. Tsk, pasti rambut cowok itu belum dicuci selama berminggu-minggu. Buktinya, meja Chouji seperti baru dihujani salju begitu.

"Tidak mau yah? Ya sudah..."

Heeee?

"Mau, mau. Sini berikan padaku."

Sebodoh amat yah Chouji lagi kesurupan atau tidak. Yang terpenting untuk saat ini adalah keselamatan tenggorokannya. Kalau tidak minum, nanti bagaimana? Sakura bisa cegukan dan parahnya kalau Asuma Sensei tahu bisa dapat hukuman juga.

"Terimakasih, Chouji."

"Sama-sama, Sakura-chan." Chouji tersenyum malu-malu, "nanti kalau butuh makanan atau minuman bilang padaku saja, aku punya banyak persediaan di dalam tas."

Sakura mengangguk, "Oke."

"Sakura-chan," Naruto kembali memanggilnya.

"Hm? Kenapa?" tanya Sakura setelah menelan roti yang dikunyah-nya.

Naruto melambaikan tangannya, meminta Sakura untuk mendekat ke arahnya. "Aku punya info penting."

"Info penting apa?"

"Hehehe... Sebenarnya saat aku lewat ruang klub seni tadi siang aku sempat mendengar pembicaraan kalian bertiga."

Apa? Jadi Naruto tahu?

Sakura menggigit bibir bawahnya gugup. Naruto itu kan teman akrabnya Sasuke sejak mereka masih pakai popok. Kalau Naruto membocorkan ide gila ini pada Sasuke bagaimana? Sakura yakin akan mendapat hukuman paling kejam dari cowok pantat ayam itu.

Dan... Info penting yang akan Naruto katakan itu apakah info mengenai hukumannya dari Sasuke? Apa dirinya akan dieksekusi setelah pulang sekolah?

Semua ini gara-gara Ino!

"Naruto, pliiis, jangan katakan ini pada Sasuke. Aku janji tidak akan melakukannya. Semua ini ide Ino, bukan ideku. Aku-"

"Sakura-chan, calm down..." kata Naruto seraya memeragakan orang yang sedang mengatur napas pelan-pelan, "lagipula siapa yang mau memberitahu Sasuke? Justru aku ingin mendukungmu!"

Heh? Sakura membuat ekspresi paling tidak elit sekali. Mulutnya terbuka lebar dan roti isi melon yang tadi sedang dikunyah-nya jatuh ke lantai bersamaan suara 'bugh' yang hanya bisa didengarnya seorang. "Maksudmu?"

Naruto mencondongkan dirinya ke arah Sakura. Cowok itu berbisik di telinganya, "Klub yang aku ketuai senasib denganmu, Sakura-chan. Proposal kami ditolak karena budget yang kami minta menurut Sasuke terlalu besar."

Sialan! Jangan bilang Naruto bersikap baik padanya hanya karena ini? Dasar pirang menyebalkan!

"Lalu?"

"Seperti yang aku bilang tadi. Aku punya info penting untukmu mengenai stempel milik Dewan Siswa."

"Aku tahu, ada di laci meja belajar kamarnya kan?"

Naruto menggelengkan kepalanya, "Sudah dipindahkan. Sepertinya Sasuke sudah memprediksi kalau akan ada orang yang berniat mencuri stempelnya."

Aaah... Sakura sudah menebak akan seperti ini. Si Uchiha itu seperti punya telinga di seluruh dinding sekolah dan seperti punya banyak mata karena dia selalu saja tahu apa yang sedang dan akan terjadi.

"Lalu dimana?"

Naruto menunjukkan jari kelingkingnya ke hadapan Sakura. "Kau janji akan membantu klub-ku?"

Mendesah sebentar, Sakura pada akhirnya mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Naruto. Mereka membuat pinky swear.

Naruto memamerkan gigi putih ratanya, "Begini, tadi aku mendengar Sasuke menelpon Kakak-nya untuk memindahkan stempel di dalam laci belajar ke bawah bantal tidurnya."

"WHAT?! SUDAH GILA YAH DIA?" Oh, sial. Sakura kelepasan. Dia lupa kalau Asume Sensei masih ada di dalam kelas. "Maaf, Sensei."

"Kalian berdua keluar dan lari 5 putaran." perintah Asuma Sensei dengan wajah super bosannya.

Naruto sialan!

"Tapi, Sensei-"

"10 putaran kalau begitu."

Naruto dan Sakura mendesah bersamaan. Mau tidak mau mereka harus keluar dari dalam kelas.

"Oh, Kami-sama ..." erang Sakura ketika sampai di lapangan. Mungkin memang ini hari sialnya. Ia lupa kalau pada jam terakhir kelas Sasuke ada jadwal olahraga.