disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto, but this story is purely mine.
warning(s): no-plot/plotless, AU, typo(s), and other stuff(s).
note: ini bagian dari challenge Octoberabble 2018, yang prompt-nya diambil dari prompt Inktober.
prompt day 24: i'm scared of you.
don't like? don't read.
selamat membaca :'3
.
i'm scared of you
.
.
"White russian satu, ya. Tolong krimnya jangan terlalu banyak."
Sakura mengujar tanpa mengalihkan pandangannya dari satu titik di atas meja. Ia sudah melamun selama sepuluh menit. Benaknya dipenuhi oleh Deidara yang belum datang. Ia mulai merasa pria itu mengerikan.
Karena ia tak tahu apa-apa tentang Deidara selain bahwa pria itu punya laboratorium pribadi; apalagi bila mengingat perkara hilangnya Deidara tanpa kabar, dan pria itu tak memberi penjelasan apa pun setelah memeluknya kemarin.
Juga mengerikan.
Karena berhasil membuatnya hancur, tetapi kembali utuh dalam sekejap.
Sakura masih kesal bila mengingat bagaimana Deidara mendekapnya dengan begitu erat namun lembut. Kemudian dengan begitu mudahnya, meruntuhkan segala benteng ego yang sudah susah-payah ia bangun. Tak sedikit pun ia berpikir bahwa Deidara akan memeluknya seperti itu. Tadinya, ia kira, ia bisa marah lebih lama lagi pada Deidara kalau saja pria itu tidak memeluknya.
Apalagi sampai meminta maaf.
Sakura sama sekali tak menyangka pria pirang arogan itu bisa mengucapkan kata maaf.
Deidara tidak minta maaf saja ia sudah tak yakin bisa marah lebih lama pada pria itu. Apalagi jika Deidara sampai meminta maaf. Maka egonya akan hancur seketika. Ia selalu bisa memaafkan pria itu, apa pun yang terjadi.
Atas alasan tersebutlah ia mulai berpikir bahwa Deidara cukup 'menakutkan', untuknya.
"Dry martini, pakai vodka."
Sakura menoleh ke kiri setelah ia dengar satu suara yang sudah ia hapal sedemikian rupa; ia akan tetap tahu meskipun suara itu diubah-ubah.
"Martini terus. Tidak bosan, kah?"
Deidara duduk di kursi dengan satu senyum miring. "Tidak. Koktail lain tak ada yang seenak martini, hm."
Sakura menghela napas, lalu menyesap white russian yang baru saja tiba. "Deidara, kau menyeramkan."
"Hah?" Pria itu mengernyit.
Si wanita merah muda meletakkan gelas dengan sedikit kesal. "Kau menyeramkan. Kau tak pernah mau memberitahu sedikit saja identitasmu padaku." Manik cerahnya menaut iris langit pria itu dengan tajam.
Deidara menyeringai. "Kau pasti penasaran sekali, ya, hm?" Mata birunya memberi kerlingan usil.
Sakura menopang dagu dengan tangan. "Brengsek." Bibir kecilnya mengerucut maju. "Lagipula, tentu saja, 'kan? Aku jadi mulai berpikir yang tidak-tidak. Jangan-jangan, kau ternyata pembunuh berdarah dingin, atau diam-diam psikopat? Sebab, kau selalu merahasiakan identitasmu." Mata zamrud wanita itu memicing dengan sinis.
Dan ia lihat seringai di wajah Deidara lenyap seketika.
Pria itu mencondongkan tubuhnya mendekati si wanita musim semi. "Bagaimana jika dugaanmu benar, Sakura?" Iris langit Deidara tampak menggelap dengan tatapan dingin dan mengerikan yang ia berikan secara tiba-tiba.
Napas wanita itu tercekat; ia mundur dalam satu gerak refleks. Ada ketakutan yang mulai merayapi punggungnya. "D-Deidara? A-Apa maksudmu?" Sakura mengujar dengan suara yang sedikit bergetar; jantungnya tiba-tiba berdegup lebih cepat, entah karena memang takut, atau hanya karena Deidara berada sangat dekat dengannya.
Tawa lepas pria pirang itu adalah hal yang ia dengar selanjutnya.
"H-Hah?" Sakura melongo.
"Astaga, wajahmu— pfft— HAHAHA!"
"..."
Pria itu masih terbahak-bahak; ia bahkan sampai memegangi perutnya sendiri, dan apa yang Sakura lakukan hanyalah terpana.
Untuk pertama kalinya, ia lihat Deidara tertawa selepas itu. Dan ia suka, mendengar tawa pria itu yang begitu natural dan sama sekali tak dibuat-buat.
"Aku hanya ... bercanda— pfft— wajahmu ... benar-benar epic!" Si pria pirang masih terus tertawa; ia mencoba untuk berhenti dengan berbicara pada wanita itu, namun gagal. Ia masih tetap tergelak untuk satu menit berikutnya.
Membuat wajah Sakura merah padam. Ia dikerjai habis-habisan oleh si pria sinting maniak seni itu.
"Kau semakin terlihat menakutkan." Mata cerah wanita itu melemparkan sorot paling merendahkan yang pernah ia keluarkan.
Tawa Deidara sudah berhenti, bibirnya kembali mengukir satu seringai dengan begitu cepat. Tangan kirinya meraih dagu Sakura, kemudian ia tarik wajah elok itu mendekat; hidung keduanya nyaris bersentuhan. Ia berhasil menangkap kekagetan nyata yang tersebar dengan begitu jelas pada rupa si wanita manis.
(Deidara sedang menahan diri untuk tidak melumat bibir ranum wanita itu).
"Jika aku memang menakutkan," iris langitnya mengunci mata hijau Sakura dalam satu tatap lamat dengan ribuan efeksi yang berhamburan. "Mengapa kau tidak pergi, hm?"
Tabuh-tabuh talu di dalam dada wanita itu bergenderang dengan keras; jantungnya berdegup tak beraturan hingga ia kesulitan hanya untuk sekadar mengatur napas. Ia hanya berharap Deidara tak akan pernah menyadari degup-degup gila tersebut.
Hamparan langit biru pada mata Deidara itu, yang berhasil membuatnya luluh dan terus jatuh semakin jauh.
Sakura cepat-cepat mengalihkan atensi. "B-Bodoh." Kemudian menarik diri demi menenangkan sang hati yang sudah ia tak ketahui lagi seperti apa bentuknya.
Seringai pada wajah Deidara tercetak semakin lebar. "Telanjur jatuh cinta begitu memang sulit, ya, hm."
Sakura mendelik tajam. "Mati sana, Deidara."
Astaga. Pria itu memang benar-benar menakutkan.
.
.
end.
another note:
terima kasih sudah membaca sampai di sini :'3
fiksi ini saya tulis untuk kepuasan pribadi semata. namun kritik dan saran sangat diharapkan agar saya bisa menulis lebih baik lagi ke depannya :'3
so … mind to review? :'3
sincerely,
Aosei RD.
