Hold Me
Chpt 1
Jimin x Yoongi / MinYoon
Rated : M
Genre : Romance, Drama
Pair belongs to God, I just make story of them. Tidak ada keuntungan yang penulis dapat dari menulis fanfiction ini kecuali hanya kesenangan.
First of all, aku mau ngigetin kalo ini rated nya M. Buat yang belum cukup umur- tolong sadar diri dengan meng klik tanda 'x' atau tanda back di browser kalian.
Terus karena kalian udah gede, dosanya ditanggung masing-masing ya kawand:v
karena ini pun nekat abis ngepost ginian pas bulan puasa, tolong salahin grup yang isinya anak blangsak sehingga terciptalah fanfiction ini x"D
Cekidot~!
••••
•••
••
•
Jimin berjalan menenteng dua kantung belanja miliknya, pagi ini dia baru sadar bahwa persediannya sudah habis saat dia membuka lemari es miliknya dan tidak menemukan satupun bahan makanan yang layak untuk dimasak. Jimin lupa kapan terakhir kali dia memakan makanan rumah, apakah dua minggu lalu? Sebulan lalu? Atau bahkan dua bulan lalu?
Jimin menaiki tangga menuju apartemennya- apartemen miliknya terletak di lantai tiga. Sebenarnya Jimin tidak tinggal di apartemen biasa atau bahkan kumuh- gajinya sebagai pelatih dance di agensi ternama membuatnya memiliki cukup uang untuk membeli sebuah apartemen mewah, yang mana dilengkapi dengan fasilitas lengkap- termasuk lift. Hanya saja Jimin lebih suka untuk menaiki tangga bila ia tidak sedang terburu-buru, sekalian berolahraga pikirnya.
Tepat setelah belokan menuju kamar apartemennya, langkah Jimin terhenti. Ada seseorang yang berdiam diri tepat di depan pintu apartemennya, Min Yoongi. Lelaki berparas manis dengan tinggi tubuh hampir sama dengannya, hanya saja Min Yoongi bertubuh mungil- tidak berotot disana sini seperti dirinya.
Jimin terdiam, tidak tau harus melakukan apa. Kini, dihadapannya adalah sosok Min Yoongi yang sejak dua bulan lalu tidak dilihatnya. Tepat dua bulan lalu, Jimin merasa benar-benar lelah untuk mencoba mengerti Yoongi dan segala tingkah lakunya yang 'dingin'. Terkadang Jimin ingin Yoongi mengerti bahwa ia juga perlu Yoongi untuk mengerti dirinya, tapi Yoongi terlalu keras dan tidak perasa untuk memahami keinginan pria itu.
Puncaknya dua bulan lalu, seminggu sudah Jimin berusaha menahan diri untuk tidak menghubungi Yoongi, berharap Yoongi akan mencarinya dan bertanya mengapa ia tidak menghubunginya. Tapi hingga dua minggu berlalu- bahkan hampir tiga, Jimin sama sekali tidak mendapat pesan maupun telepon dari Yoongi.
Jimin terpekur- apakah selama ini hanya dia yang benar-benar berjuang dan berusaha mengerti Yoongi? Apakah selama ini hanya dia yang menerima hubungan ini?
Yoongi adalah kekasihnya- tapi kelakuan Yoongi sama sekali tidak menunjukkan bahwa pria itu perduli akan hubungan yang mereka jalani. Jimin menghela napas lelah, apakah memang hanya dirinya yang berusaha berjuang mempertahankan hubungan mereka? Apakah hanya dia yang menganggap bahwa mereka sepasang kekasih? Lagi-lagi jimin merasa tersadar, sejak awal hanya dia yang benar-benar perduli.
Jimin berdecih, tidak mengerti apa keinginan kekasihnya kali ini. Ah, kekasihnya? Atau saat ini Yoongi adalah mantan kekasihnya? Tapi Jimin tidak ingat bahwa mereka sepakat untuk mengakhiri hubungan.
Jimin mendesah lelah, menatap Yoongi yang kini menundukkan kepalanya, meremas coat hangat miliknya. Jimin sedikit banyaknya bersyukur karena kali ini Yoongi menggunakan coat hangat miliknya ketika bepergian di cuaca yang cukup dingin seperti ini.
"Ada apa?"
"Ji-Jimin.." Yoongi berujar ragu, hari ini dia ke apartemen Jimin setelah dua bulan lalu mereka bertengkar di studio nya. Sepele, Jimin hanya salah paham ketika melihat kedekatan Rapmonster- teman rapper undergroudnya sedang memegang pipi Yoongi. Itu menurut Yoongi.
"Kenapa kau kemari?"
"Aku.. Aku ingin meluruskan kesalah pahaman dua bulan lalu-"
"Tidak ada salah paham di antara kita, Min Yoongi." Jimin memotong cepat, salah paham katanya? Hah' berdecih kesal, ia berjalan untuk membuka pintu apartemennya.
"Tapi Jim.." Yoongi menahan Jimin ketika pria itu membuka pintu apartemennya, ia kesini untuk menjelaskan dan ia ingin Jimin mendengarkannya hingga tuntas.
"Masuklah. Aku tau kau ingin menuntaskan masalah di antara kita" Jimin masuk terlebih dahulu tanpa menutup pintu, sengaja memberi jalan masuk untuk Yoongi. Dengan ragu-ragu Yoongi mengekor, menutup kembali pintu apartemen Jimin dengan cepat kemudian mengikuti Jimin yang berjalan ke arah dapur untuk meletakkan belanjaannya.
"Jim, aku dan Rapmon hanyalah teman. Dia hanya berusaha-
Ucapan Yoongi terhenti ketika Jimin berdecih kesal, menatap Yoongi tajam.
"Jadi kau pikir aku mempermasalahkan hal itu? Dua bulan Min Yoongi! Demi Tuhan! Dua bulan sejak pertengkaran kita dan yang terlintas di benakmu adalah aku yang cemburu?!"
"Lalu apa?!" Yoongi tersulut dengan nada tinggi yang Jimin gunakan, "kau menerobos masuk ke studio tepat ketika Rapmon memegang pipiku! Berbicara tidak jelas tentang aku yang tidak pernah mengerti dirimu! Kau membentakku! Berteriak kesal di depan wajahku! Kemudian pergi tanpa menjelaskan apa yang membuat amarahmu tersulut! Berengsek! Kau pikir aku mengerti bila kau tidak menjelaskan?!" Dada Yoongi naik turun, persetan dengan kalimat manis yang seharusnya dia gunakan agar hubungan mereka membaik.
"Kau memang tidak pernah mencoba mengerti! Lima tahun kita menjadi sepasang kekasih, tetapi hanya aku yang merasa kalau kau kekasihku! Hanya aku yang berusaha mempertahankan hubungan ini! Hanya aku yang mencoba mengerti dan perduli! Pernahkan sehari bahkan sedetik, kau penasaran kemana aku pergi? Dengan siapa? Bagaimana keadaanku? Pernahkan? Jawab aku Yoongi!"
Yoongi tersentak kaget, pernahkan? Yoongi hanya merasa tidak perlu khawatir atas apa yang Jimin lakukan di luar sana, Yoongi hanya merasa-
"Apa?! Tidak kan? Aku sengaja menahan diri untuk tidak menghubungimu, bahkan hingga tiga minggu. Tapi kau bahkan tidak peduli bahwa aku tidak berada di sekitarmu, tidak mengirimu pesan bahkan tidak meneleponmu. Pernahkah kau peduli?! Sebenarnya Aku ini apa di matamu Min Yoongi?!" Jimin memandang mata Yoongi yang mulai berkaca-kaca, entah merasa takut dengan suara keras Jimin atau memang sadar bahwa dirinya memang tidak perduli bahwa Jimin tidak berada di sekitarnya.
"A-aku.. Aku.."
"Pulanglah, habiskan waktumu untuk berdiam diri di studiomu. Aku sudah tidak peduli." Jimin berbalik, menata belanjaannya yg belum sempat ia taruh di kulkas.
"Jim!" Yoongi menahan pundak Jimin, berharap Jimin masih akan meladeninya.
"Kita putus Yoongi. Pulang lah, hyung." Tanpa berbalik, Jimin memutuskan Yoongi.
Yoongi tercekat, apa? Jimin... Memutuskannya?
"Sialan!"
"Tolong jangan kemari lagi untuk beberapa waktu, hyungnim..." Jimin masih memunggungi Yoongi, berharap perkataannya dapat di dengar jelas oleh Yoongi.
"A-apa?"
"Hyung mendengarnya dengan jelas. Pulang lah."
Jimin memang memutuskan melepas Yoongi pergi, tapi bukan berarti ia dengan rela hati melepasnya pergi. Jimin hanya harus belajar memahami bahwa ia bukan pusat dunia Yoongi, bukan satu-satunya tempat Yoongi kembali dan berkeluh kesah. Jimin mengerti bahwa Yoongi memiliki dunianya sendiri, dunia yang Jimin tidak yakin bisa ia masuki, Yoongi begitu jauh dan sulit untuk digapai, tapi bukan berarti Jimin tidak pernah mencoba menggapai Yoongi dan merengkuhnya erat.
Mungkin- mungkin Jimin adalah satu-satunya makhluk hidup yang tahan dengan segala sikap Yoongi, tapi bukan berarti ia kuat- pun terkadang ia lelah menghadapi Yoongi, tetapi ketika Jimin berhenti untuk mengerti, bayang-bayang Yoongi yang tersenyum manis selalu menghampirinya. Jimin suka melihat Yoongi tersenyum saat ia berhasil mencoba memahami keinginan Yoongi tanpa pria itu perlu jelaskan- karena sungguh, Yoongi sendiri malas menjelaskan apa sebenarnya maunya. Yoongi terlalu sulit untuk ditebak- bahkan oleh Jimin.
Dan sekarang, Jimin menyerah. Persetan dengan hubungan mereka, ia merasa letih menghadapi Yoongi.
Jimin sudah akan beranjak dari tempatnya, namun Yoongi lebih cepat. Ia mendorong Jimin ke tembok, mencium bibir gemuk milik Jimin dengan beringas, tangannya yang semula berada di leher Jimin naik ke atas, mendorong kepala Jimin untuk memperdalam ciuman mereka.
"Ungh.." Yoongi mendesah ketika Jimin mulai membelai bagian perutnya- entah sejak kapan tangan Jimin berhasil menyingkap kemeja Yoongi.
"Jimhhh.." Rasanya kaki Yoongi seperti cokelat, dan sentuhan Jimin terasa sangat panas, membakarnya hingga Yoongi rasanya tidak sanggup berdiri.
"Hhh.. Hhh.." Kedua terengah-engah setelah berciuman lama, Yoongi bersandar pada Jimin, ia selalu suka berada dalam pelukan Jimin. Terasa hangat, Yoongi suka karena Jimin memperlakukannya dengan lembut. Jimin selalu sabar menghadapinya, Jimin tak pernah protes apabila Yoongi lebih memilih tenggelam dalam not-not balok dan ratusan kalimat yang akan ia ubah menjadi lagu, Jimin tidak pernah melarang Yoongi untuk bertemu teman-teman rapper nya, Jimin selalu mendukungnya- bahkan ketika orang tuanya menentang keputusannya untuk bekerja di bidang entertain, Jimin selalu ada dan Jimin tidak pernah memperlakukannya dengan buruk. Jimin adalah orang yang selalu mengerti Yoongi. Tapi kenapa Yoongi baru sadar, bahwa dia tidak pernah melakukan hal yang sama untuk Jimin.
"Jimin..." Yoongi menenggelamkan wajahnya diceruk leher Jimin, kerongkongannya tercekat, menahan sesak yang tiba-tiba muncul.
"Maaf- maafkan aku.. Maafkan aku. A-ku, aku..." Suara Yoongi bergetar, isakannya mulai terdengar.
Jimin tersenyum, mengecup puncak kepala Yoongi dengan lembut. Ia menempatkan tangannya pada pinggang Yoongi, meremasnya lembut. Merasakan betapa sebenarnya ia merindukan Yoongi.
"Mari memaafkan satu sama lain, aku hanya lelah dengan hubungan kita. Aku rasa kita perlu-
"Ani! Aniya! Aku tidak mau putus!" Yoongi menggeleng kencang, memeluk Jimin dengan erat.
"Tapi-
"Tidak mau! Aku- aku akan mencoba mengerti, aku akan lebih peka, aku akan lebih peduli. Aku- aku akan berubah!"
Jimin tersenyum lembut, melepas pelukan Yoongi untuk menatap lurus ke arah mata Yoongi yang masih basah.
"Aku tidak mau putus.." Yoongi merengek, Jimin merasakan kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya, menggelitik. Kapan lagi seorang Min Yoongi- kekasihnya yang lebih tua dua tahun darinya ini merengek manja. Jimin tertawa, matanya membentuk bulan sabit, melengkung indah, atau menjadi garis lurus? Jimin senang. Senang sekali mendengar Yoongi yang merengek manja.
"Hu'um.. Baiklah" Jimin mengecup kening Yoongi, membawanya dalam pelukan erat miliknya.
"Pokoknya lain kali kalau kau mengatakan putus, aku tidak segan-segan untuk membunuhmu!" Gerutu Yoongi kesal, gerutuan yang justru mendatangkan senyum tipis di wajah Jimin.
"Aku mencintaimu Min Yoongi"
"Aku juga" Yoongi menenggelamkan wajahnya di dada Jimin, merasa malu.
"Juga apa?" Goda Jimin senang, "aw..." Pekiknya ketika Yoongi mencubit pinggangnya dengan kencang.
"Mencintaimu."
"Apa? Aku tidak dengar"
"Aku juga mencintaimu!"
Jimin tertawa karena Yoongi semakin menenggalamkan wajahnya di dada Jimin, pelukannya makin erat.
Ah, Min Yoongi selalu membuat Jimin merasakan nano-nano, terkadang gado-gado, rasanya campur aduk. Tapi Jimin senang, Min Yoongi selalu berhasil membuatnya bahagia- bahkan setelah pertengkaran mereka.
Yep, jimin is that 'murahan' untuk yoongi.
"Ngomong-ngomong, mau melanjutkan yang tadi?" Jimin ber-smirk ria. Memandang lapar ke arah dada Yoongi.
End~ fufufu~
Bonus :v
"Yoongiah.." Jimin mengecup telinga Yoongi, mulai turun kebawah, mengendus sekitar perpotongan leher Yoongi. Ah, rasanya memabukkan. Jimin merindukan Yoongi- sangat merindukannya.
"Enggghh.." Yoongi mendesah ketika Jimin menjilat bagian lehernya, terasa basah, hangat.
"Ji-jiminhhh.." Yoongi mendesah saat Jimin mulai membelai punggungnya, sial, bibir gemuk Jimin memberikan kecupan-kecupan kecil menuju dadanya. Sejak kapan kancing kemejanya sudah terlepas tiga?!
"Ya, sayang?" Tangan Jimin beralih menuju puting Yoongi, memutar dan meremasnya, membuat Yoongi mengerang. Di gigitnya pelan puting Yoongi yang mulai mengeras. O-oh, sepertinya Yoongi mulai horny, hmm? Jimin ber-smirk ria. Dia rindu menyentuh Yoongi
"Aah.. A-aniyahh, tidak sekaranghh.." Kaki Yoongi rasanya melemas, di dorongnya kepala Jimin dari dadanya.
"Wae?"
"A-aku.. Aku belum membersihkan diri" Yoongi malu, tau begini harusnya ia pulang dulu ke rumah untuk membersihkan diri.
"Tapi rasamu akan tetap lezat Yoon.." Jimin melepas kancing keempat hingga kancing terakhir Yoongi, keberuntungan baginya karena Yoongi tidak memakai singlet lagi di dalam kemejanya sehingga Jimin dapat menatap perut mulus tanpa cela, bersih, rata, tidak berotot, tapi Jimin justru suka Yoongi yang begini.
"Ji-Jim.." Yoongi bergetar, mencoba menghentikan tangan Jimin yang menarik kemeja Yoongi turun melewati bahunya.
"Nikmati saja sayang, nikmati..." Jimin berhasil melepas kemeja Yoongi, mendaratkan tangannya pada punggung Yoongi yang terasa menegang.
Jimin memutar balik posisi mereka, kini Yoongi bersandar pada tembok dengan tangan Jimin yang mengurung Yoongi.
"Rileks sayang, nikmati.. " tangan jimin menyusuri perut mulus Yoongi dari atas, terus turun menuju bawah secara perlahan,
"Hmm..." Yoongi secara tiba-tiba menempelkan bibir mereka, bibir mereka berpagutan dengan erat, saling menghisap bibir satu sama lain. Tangan Yoongi berada di belakang kepala Jimin, diremasnya rambut Jimin. Tak mau kalah, lidah Jimin merangsak masuk ke dalam mulut Yoongi, bergulat lidah hingga saliva keluar dari menuju dagu mereka. Bibir Yoongi terasa manis dan Jimin tidak ingin menyesal karena tidak mencicipinya dengan baik.
"Eunggh.. Parkkhh.." Yoongi sekali lagi mendesah, remasan pada bagian belakangnya membuat kaki-kakinya bergetar. Ia jelas mengerti betapa horny nya ia dan Jimin saat ini.
"Ahh... Jim.. Itu..." Yoongi bergetar saat Jimin menggesekkan junior mereka yang masih terbungkus rapi.
"Yoongi, aku tidak tahan lagi. Bolehkah?"
Yoongi mengangguk malu, menyetujui keinginan Jimin.
Jimin membuka bajunya dengan tergesa, memampangkan 6 kotak di perutnya.
"Kau suka kan dengan apa yang kau lihat, Min Yoongi?" Yoongi blushing, mengakui secara tidak langsung bahwa ia menyukainya.
"Sentuh aku Jimin.." Yoongi tidak peduli bahwa dia terlihat seperti jalang yang haus belaian- ia rindu bagaimana Jimin menyentuh tiap inchi tubuhnya. Ia ingin Jimin dalam tubuhnya.
Mendengar Yoongi yang seakan memberikan lampu hijau, membuat Jimin makin bernafsu. Diciumnya lagi Yoongi secara brutal, tak lupa tanggannya bergerilya mencoba melepas ikat pinggang Yoongi. Jimin begitu terampil- ah, sudah berapa puluh kali dia menelanjangi Yoongi untuk menggagahinya.
Tangan Jimin bermain-main di paha mulus Yoongi, sebelum akhirnya dia berhenti dan melepas celananya sendiri dengan tergesa.
Membopong Yoongi ke kamarnya, Yoongi pasrah saat Jimin mendorongnya ke kasur dan mengangkanginya.
Melebarkan kaki Yoongi, dan Jimin dapat melihat manhole Yoongi berkedut. Jimin mengelus kejantanan Yoongi, menimbukkan desahan tertahan dari bibir manis milik Yoongi
Yoongi menggeliat ketika Jimin memasukkan satu jari ke hole Yoongi, Yoongi mendesah, baru satu-
"Shitthh.. Jim.. Sahh satuhh.." Protes Yoongi, Jimin menghujam hole nya dengan 3 jari sekaligus. Jimin mendorong jarinya semakin dalam, ah, Yoongi merasa basah di ujung junior nya. Spermanya keluar.
"Klimaks karena jariku, sayang?" Jimin mengejek, mengeluarkan jarinya dari dalam manhole kekasihnya. Ia menatap Yoongi yang terengah selepas klimaks.
"Di-diam.. Cepat masukkan milikmu. A-aku ingin milikmu di dalam tubuhku. Setubuhi aku hingga kau puas"
"Aku akan menyetubuhimu hingga aku puas sayang.."Jimin menyeringai, sebenarnya dia sendiri bukan orang yang gila nafsu akan sex, tapi tubuh Yoongi benar-benar menggodanya.
"Jimh.. Pengaman.." Ugh, Yoongi tidak tahan, tapi ia ingat Jimin belum menggunakan pengaman. Kekasihnya yang lebih muda dua tahun darinya ini terlihat tak sabar dan segera ingin memasukkan juniornya dalam hole Yoongi.
"Shit!" Jimin bangkit, mengacak-ngacak lemari. Sial, pengamannya habis. Ah persetan dengan pengaman, junior Jimin sudah tidak tahan.
"Jimhh.." Yoongi hendak protes saat kepala Junior Jimin sudah terasa di depan hole nya sementara ia tahu Jimin tidak memakai pengaman.
"Aku tidak akan mengeluarkannya di dalam.."
"Argh.. Pehhlan.. Jimin.." Yoongi meremas seprai kasur Jimin, Jimin memasukkan miliknya tanpa aba-aba.
"Sa-sakithh.." Yoongi tersentak merasakan sakit saat Jimin mendorong miliknya untuk masuk ke dalam Yoongi. Rasanya seperti terbelah.
"Ugh Yoongi, ketat.." Jimin memasukkan juniornya hingga setengah, menatap wajah kesakitan Yoongi. Dia lupa menggunakan lube. Sial.
"Yoon- Yoongi.." Jimin panik melihat air mata Yoongi. Jimin sudah akan mencabut miliknya sebelum Yoongi berteriak untuk memintanya tetap diam untuk sebentar.
Jimin membantu Yoongi untuk duduk dengan posisi miliknya yang sudah masuk setengah, Yoongi meringis, sakit. Yoongi melingkarkan kakinya di pinggul Jimin.
"Yoongi.. Ma-maaf.. Aku.."
"Lanjutkan.. Hh.. Hh.. Lanjutkan Jim.." Yoongi membuka kedua matanya, ia melebarkan kedua kakinya, memudahkan Jimin untuk bekerja di bawah sana.
"Kau yakin aku tidak perlu mengeluarkannya dulu? Kita bisa menggunakan lube. Aku tidak-"
"Aku tidak apa-apa! Aku mau Jimin.. Mau Jimin berada dalam tubuhku." Yoongi menatap kedua mata Jimin dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Ba-baiklah.. Yoongi, tahan ya.." Jimin mendorong kembali juniornya untuk semakin masuk ke dalam lubang Yoongi- dengan Yoongi yang mencengkram bahu Jimin untuk menahan sakit. Setelah di rasanya masuk, Jimin menatap Yoongi, meminta ijin untuk bergerak.
"Lahhkukanh.. Cheepathh.." Jimin mendorong Yoongi ke depan, menidurkan Yoongi yang perlahan mencoba menggapai seprai untuk ia remas. Jimin tidak dapat memikirkan apapun lagi selain menggenjot tubuh Yoongi, ia mulai bergerak, dengan tempo perlahan. Memaju mundurkan pinggulnya, menikmati rasanya pijatan hole Yoongi pada kejantanannya. Membenamkan juniornya yang terasa makin membesar di dalam lubang milik Yoongi.
"Ahh.. Faster Jim.." Yoongi mengerang, sakit, tapi nikmat. Jimin makin merasa tertantang untuk membuat Yoongi mendesah lebih keras. Ah, meski berkali-kali sudah ia menggagahi kekasihnya, tapi rasanya sungguh luar biasa.
"Ahh. Moorehh.. Jiminhh.. Lebih dalamhh.." Jimin menurut, mempercepat gerakannya untuk menggenjot miliknya. Mencari titik tempat dimana Yoongi merasa puas. Juniornya terasa dipijat, hole Yoongi begitu ketat dan nikmat.
"Ahh.. Disituhh.." Jimin makin bernafsu, ia menaik turunkan pinggulnya, mempercepat tempo.
"Ji-jimmhhh.. Aku mau keluar.."
"Ah Yoongi.." Jimin memasukkan miliknya makin dalam ke hole Yoongi. Rasanya ada sesuatu yang ingin melesak keluar dari Juniornya
"Jimhh.. Keluarkan.. Ahh.. di luar-
Terlambat. Jimin klimaks di dalam Yoongi. Mata Yoongi membulat- klimaksnya tertahan di ujung. Damn!
"Yoon.."
Bruk! Di dorongnya tubuh Jimin dengan kasar, yang mana memaksa junior Jimin ikut keluar.
"A-ah.. Hhh.. Hh.." Sial, Yoongi gagal klimaks. Dia buru-buru bangkit menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar Jimin.
Brak! Menutup pintu kamar mandi dengan kasar. Jimin mengerjap, segera tersadar setelah pintu kamar mandi tertutup kasar.
"Yo-Yoongi-ah..." Jimin mengetuk pintu kamar mandi perlahan. Sial, ia terlambat mengeluarkan junior miliknya, Yoongi akan mengamuk padanya nanti.
Jimin menghela napas, mendengar shower nya menyala, berarti Yoongi tidak akan keluar dari kamar mandi hingga satu jam ke depan.
"Sayang, maafkan aku, kay? Aku-
"DIAM!" Yoongi berteriak dari dalam kamar mandi, kesal. Jimin mengatupkan bibirnya rapat, kena semprot lagi.
Jimin berjalan ke arah tempat tidur dengan badan yang masih telanjang. Mengambil boxer untuk dia pakai. Ia Mendudukan dirinya di pinggir tempat tidur, mengusak rambutnya kasar, sejak awal mereka melakukan kegiatan sex- Yoongi memang tidak pernah mengizinkan Jimin untuk mengeluarkannya di dalam tubuh Yoongi, pun di dalam, ia menggunakan pengaman.
Jimin heran, kenapa? Apa Yoongi jijik dengan sperma yang memenuhi lubangnya? Atau- tidak mungkin kan laki-laki hamil? Ngaco. Jimin lelah, menunggu Yoongi keluar dari kamar mandi akan membutuhkan waktu yang lama. Lebih baik ia tidur, iya, Jimin tidur dengan keadaan bagian tubuh atas telanjang. Masa bodoh, toh nanti yang melihat six pack nya juga kekasihnya seorang.
.
.
"Ugh.. Penuh.." Desahnya lirih, cairan Jimin mulai menetes sedikit demi sedikit keluar dari lubangnya.
"Aku menjijikan..." Yoongi mulai menangis di bawah guyuran shower. Ia jijik dengan dirinya sendiri.
Tbc
.
.
Yang punya story's note (?)
Hai~~
sorry ga hot, aku sendiri merinding dan ngeskip pas baca ulang. juseyo~
enaknya dilanjut atau enggak. Terus tolong kalo ngereview jangan cuman satu kata, "lanjut." Duh, ku kitati, nulis panjang lebar dibalesnya cuman sekata doang:")
makasih buat yang bersedia numpuk dosa buat baca ginian. Lol.
Ngomong-ngomong ini nulisnya lewat hp, maaf berantakan.
Feel freeto give a review? Phewleaseuu~~
-Jakarta, 29 June 2016-
