Pride, Ego, Needs and selfish ways part
Author : laylaylay
Main cash : Oh Sehun, Kim Jongin, Park Chanyeol, Xi Luhan. Lay. Kris Dll
Gendre : sed, romance, tragedy, angst…..
….. Asalnya mau dibikin oneshoot tapi kepanjangan.. enjoy read….
Aroma petrictor menguar bersama rintik hujan malam. Semua terlihat masih sama buliran air itu masih terasa dingin. Mencari sebuah kehangatan diantara serbuan perasa yang terkadang bisa menyejukan hati. Terkadang sesuatu yang terduga bisa terjadi saat seseorang lalai akan suatu hal yang mereka anggap tak penting seperti seongok sampah yang terbuang bersama arus air menuju tempat penantian.
"Aku mendapatkan satu, mungkin kau bisa coba. Dia terlihat putih (polos) dimataku, tidak terlihat seperti benalu. Jika kau tertarik kemarilah. Gangnam street, pemberhentian bus - club Diamond." Kris memandang seorang pria, tertidur dibangku halte. Menatap penuh perhatian tidak terlepas dengan handponenya yang tengah terhubung dengan seseorang ditempat berbeda.
"Baiklah. Awasi dia, sebentar lagi aku sampai. Aku fikir didunia ini perjodohan sudah dipunahkan. Kurasa ini benar – benar menjadi sangat menyebalkan." Kris tertawa renyah mendengar jawaban orang tersebut.
"Baiklah, kuharap cepat karena. Shit! Udara ini ingin membunuhku." Setelah ucapan terakhir itu ia lontarkan. Kris termenung menatap sosok dihadapanya.
Jika mentari masih bersinar, disaat dunia hancur sekalipun aku akan bertahan dengan semua cinta yang memenuhi udara ini. Dan saat mentari itu benar – benar tak bersinar lagi karena sebuah kabut hitam yang menutupinya. Aku berharap tak pernah bertemu dan merasakan cahanya mentari itu.
"Dimana dia?" Kris tersentak saat seseorang mengetuk kaca mobilnya. Lalu menghembuskan nafas. Kris menatap orang itu kemudian beralih pada sosok namja manis yang tertidur dengan memeluk dirinya.
"Seperti anak terantar atau seekor anak kucing kehilangan induknnya." Sehun lelaki yang menjadi lawan bicara Kris sedikit menyerigai. Lalu berjalan meninggalkan Kris yang menatap datar.
Oh Sehun pemuda kaya raya pewaris dari beberapa perusahaan yang bernaung dibidang telekomunikasi dan teknologi. Pemuda tampan idaman semua orang. Selalu melakukan apa yang dia mau. Egois keras kepala dan penuh karisma. Memiliki seorang kekasih yang berkerja sebagai public figure – Xi Luhan.
"Hey bangun!" Kim jongin mengegeliat. Matanya masih terlalu lelah untuk terbuka. Namun sesuatu yang indah tertangkap indra pengelihatanya. Terlalu bersinar fikirnya.
"Nugu?" ujarnya parau. Jongin mendudukan dirinya lalu memandang Sehun yang menatapnya seolah jijik. Jongin sadar penampilannya memang sedikit urakan tapi Jongin benar – benar tidak suka dengan seseorang yang menatapnya rendah.
"Apa kau tidak punya rumah?" Jongin menggelang dan menatap pada jalan yang teraliri air hujan.
"Baguslah. Aku memiliki penawaran yang bagus untukmu." Jongin menatap lekat obejek dihadapanya.
"Apa itu?"
"Tinggal bersamaku dan menjadi tunanganku. Setelah masalah beres aku akan melepasmu dan memberikan uang serta rumah yang layak untukmu. Bagaimana?" Jongin tersenyum polos lalu mengangguk begitu saja. Sehun menyirit aneh. Tidakkah pria dihadapanya ini merasa aneh atau berperasangka buruk pada seseorang lelaki asing yang mengajaknya bertunangan. Sehun tidak ambil pusing mungkin Pria ini hanya pria bodoh yang bahkan tidak tamat sekolah. Menguntungkan fikir Sehun senang.
"Bersihkan tubuhmu dan diujung sana itu kamarmu." Jongin mengangguk mengerti. Matannya berbinar melihat interior apartemen Sehun. Terlihat mewah dan trendy.
"Siapa namamu?" ujar Sehun lagi.
"Panggil aku Kim jongin. Arra!"
"Oh Sehun."
Sehun menyandarkan tubuhnya. Menghela nafas, jika saja Luhan tidak terlibat kontrak sialan itu dan orang tuanya tidak memaksanya untuk segera menikah, dia tidak perlu membawa orang asing kedalam hidupnya. Sehun benci orang asing mereka seperti hama yang merusak.
"Hanie, aku sudah mendapatkanya. Kau harus mengerti posisiku. Kau sedirinya yang lebih memilih karirmu. Kita akan tetap menjalin hubungan. Setelah kontrakmu habis menikahlah denganku." Setelah pesan itu terkirim. Sehun memilih memejamkan matanya. Nunggu hari esok yang terlihat tidak begitu baik.
Hari demi hari berlalu begitu saja. Semua berjalan sesuai rencana. Oh Sehun dan Kim jongin bertunangan. Orang tua Sehun sangat bahagia dan menerima Jongin dengan baik. Tapi tidak dengan Sehun yang mulai jengah dengan Sehun yang merasa, Jongin menganggap pertunangan mereka adalah benar adanya. Sehun memilih jongin karena Sehun fikir Jongin tidak sama seperti beberapa orang yang orang tuanya pilih untuk menjadi pasangan hidupnya. Sehun benci Jongin yang manja, mudah menangis, dan tidak bisa mengerjakan apapun selain menghancurkan. Dia benci jongin dan semua yang dimiliki pria tan itu.
"Sehuna aku lapar…" Sehun mengacuhkan Jongin yang mulai merajuk. Menjijikan fikirnya.
"Aku tidak bisa masak dan aku tidak punya uang," Sehun masih asik dengan acara televisinya. Hanya hari ini dia bisa lebih santai terjauh dari beberapa dokumen – dokumen racun yang seperti ingin menerkamnya hingga mati. Tapi semuanya hacur karena zona amanya terganggu oleh manusia pengganggu.
"Brengsek! Bisakah kau diam." Sehun melemparkan ribuan uang kehadapan Jongin. " Jangan menggangguku lagi."lanjutnya. jongin tersenyum lalu mengambil uang itu.
"Geomao Sehuniiie." Ujarnya riang lalu pergi. Sehun menatap punggung Kai dengan kesal.
"Kapan hidupku bisa lebih tenang, Tuhan," guman Sehun.
Jika tebing itu terlihat curam. Bisakah kau bawa aku menjauh dari sana, atau jika kau tidak bisa membawaku pergi bisakah kau bunuh aku saat it juga. Karena aku tidak mau menunggu dalam ketakutan.
Dari berpuluh hari yang Sehun lewati bersama Kim Jongin. Hari ini adalah hari yang membuat Sehun ingin menendang Jongin dari hidupnya. Muak rasanya Sehun menatap wajah Jongin yang tersenyum seperti tak memiliki secuil dosa. Berani – beraninya dia meminta kedua orang tuanya untuk menikahkan mereka. Harus berapa kali Sehun tekankan padanya bahwa dia telah memiliki seseorang yang dicintainya. Haruskah dia bercumbu dihadapan Jongin agar pria Tan itu percaya. Jongin seperti bayi besar yang tak tahu cara memandang hidu. Sangat jauh level dengan Luhan yang dewasa dan pantas bersanding dengan Sehun. Hanya beberapa bulan lagi kontrak Luhan habis dan selamat tinggal Kim Sialan Jongin.
"Aku tetap mencintaimu. Karena kau adalah malaikat yang dikirimkan Tuhan untukku. Oh Sehun hanya untuk Kim jongin." Ujar Jongin semangat.
"Mimpimu terlalu jauh. Kau tidak ingatkah dengan perjanjian yang kita miliki? Ingat dimana temapatmu harus berada." Ujar Sehun dingin. Mood makanya hilang. Akhir – akhir ini Jongin semakin menjadi dan itu membuatnya mual.
Jongin tahu dimana tempatnya berada. Jongin tahu apa yang harus dia lakukan. Tapi dia hanya bisa memlalui semua dengan senyuman. Dia menyakini dirinya adalah pria tegar. Meski ini sakit dia hanya ingin berusaha dengan semua kemampuan yang dia miliki.
"Hello apa aku mengganggu acar kalian?" suara tak asing menyapa gendang suara Jongin dan Sehun. Lay tersenyum terlihat seditkit kesulitan dengan barang bawanya. Lay adalah sahabat Sehun semenjak kecil. Saking dekatnya Sehun juga memberikan kode apartementnya. Lay yang sering mengontrol kesehatan Sehun jika Luhan sedang sibuk – sibuknya.
"Ow Sehun. Kau memiliki simpanan?" Lay terkekeh sambil menyipan barang bawanya didapur. Sehun mendelik tidak suka.
"Aku tidak akan menduakan Luhan hyung! Dia payah tidak bisa berbuat apapun selalu menyusahkanku." Ujar Sehun menatap Jongin yang tengah membantu Lay membereskan beberapa kepeluan bulanan Sehun.
"Dia tidak terlihat buruk. Dimana kau menemukanya? Dan kenapa dia ada disini?" Lay memandang lembut Jongin dan tersenyum kemudian.
"Kau tahu orang tuaku Hyung? Mereka ingin menjodohkanku makanya Kris mencarikan orang untuk berpura – pura menjadi tunanganku. Tapi orang tak tahu diri ini, menganggapnya sungguhan. Aku muak hyung dia benar – benar tidak bisa diandalkan." Jongin menunduk. Dan Lay hanya menatap Jongin iba.
"Kau terlalu berlebihan. Kenapa kau tidak minta pertolongan padaku saja babo!"
"Ah Sial. Aku tidak berfikir kesana." Lay hanya menggelangkan kepala mendengar jawaban Sehun.
"Hay Jongin kau mau belajar masak?" Jongin menatap berbinar pada Lay yang dibalas senyum olah Lay.
"Aku mau," ujarnya tersenyum. Sehun hanya menatap malas lalu melanjutkan acara makanya.
Entah mengapa melihat Jongin yang asik dengan Lay membuatnya makin kesal. Apalagi melihat tangan Lay yang melingkar dipinggang Jongin semakin membuatnya kesal. Jongin terlihat lebih bahagia dibanding jika bersamanya itu menimbulkan perasaan marah pada dirinya.
"Hyung apa ini tidak terlalu hitam?" Lay mencubit hidung dan pipi jongin karena gemas.
"Kecap memang hitam jonginie." Jongin terkekeh mendengar kebodohanya sendiri.
"Pulanglah hyung." Ujar sehun tiba – tiba. Lay hanya berserigai, Jongin menahan tangan Lay dan menggelangkan kepala.
"Wae Sehun aku tidak akan merebutnya. Kau terlihat gelisah." Sehun mendengus.
"Jangan dulu pulang hyung. Ini belum selesai." Lay mengelus surai Jongin dan tersenyum .
"Tunggu lima menit dan itu sudah bisa dimakan." Jongin menganggukan kepala. Lay membereskan barangnya. Lalu berlalu pergi.
"Kau mau kemana Kim Jongin?" nada itu terlihat jangal.
"Aku ingin mengantarkan Lay hyung sampai depan apartement." Kai berjalan kembali melewati Sehun yang menatap dengan intimidasi.
"Kembali kesini dan bereskan kekacauan itu!" ujarnya hampir berteriak.
"Ne, setelah aku mengant-" ucapanya terpotong karena Sehun kembali mengeluarkan suara diringi dengan bentakan.
"Sekarang! Atau kau ingin aku usir LAGI!" Lay menyuruh Jongin kembali. Lay mengerti betul watak Sehun. Apa lagi dalam situasi seperti ini. Mengalah lebih baik. Sebenarnya bagi Jongin diusir Sehun itu perkara bisa. Toh pada akhirnya Sehun akan menerima kembali. Yah Jongin sudah sering diusir Sehun dan Sehun sendiri tahu Jongin tidak akan lari terlalu jauh darinya. Karena saat ini yang Jongin punya hanya dirinya.
"Arrrggghhh! Kau selalu mengekangku." Ujar Jongin frustasi. Sehun memang dingin tak perduli dan cuek. Tapi ada kalanya Jongin selalu mendapat kekangan dari Sehun. Tak boleh begini tak boleh begitu. Jongin kira semua perlakuan Sehun adalah bukti bahwa Sehun mulai menyukainya. Tapi nama Luhan selalu dinomor satukan dalam segala hal. Sehun selalu mengintimidasi dirinya dan tanpa Sehun sendiri sadari dia terlalu protektif pada Jongin.
"Dasar tak tahu malu!"
BRAKKK!
Sehun membanting pintu kamarnya. Menyisakan Jongin yang menagis tersedu – sedu. Sehun tidak suka dibantah dilawan atau acuhkan. Sedangkan Jongin itu bebas. Hal itu yang sering menjadi pemicu pertengkaran mereka.
Keesokan harinya Sehun benar – benar marah besar. Dia mendiamkan Jongin dan tidak perduli dengan apa yang dilakukan Jongin. Rajukan dan segala hal yang Jongin lakukan tidak mendapat respon sedikitpun dari Sehun itu membuat Jongin cukup sedih.
Hari ini Sehun terlihat berbeda. Beberapa kali Jongin melihat Sehun mematut kaca. Pakaianyapun tidak terlihat seperti pakaian kantor. Lebih terliahat seperti orang yang akan pergi kencan. Waktu menunjukan pukul 7 malam. Saat seorang pria cantik dan styleslis datang keapartemen mereka. Jongin merasa kepacayaan dirinya kancur seperti serpihan kaca melihat bagaimana Luhan yang sesungguhnya. Benar Sehun memang lebih baik dan sejajar dengan Luhan dibanding dengan dirinya.
"Hun kau sudah siap? Kau seperti biasa terlihat tampan." Luhan membenahi kerah Sehun. Biner coklat itu bertemu dengan seorang pria berkulit tan.
"Hun. Apa kau menyewa pembantu?" ujar Luhan saat bertemu dengan Jongin.
"Dia tunanganku. Hanya sampai habis kontrakmu."Luhan tertawa.
"Ow mmm, jaga rumahnya honey." Ujar Luhan menatap sinis Jongin lalu beranjak pergi.
"Aku peringatkan padamu. Jangan pergi kemanapun tanpa sepengetahuanku. Jangan berbuat semaumu. Dan jangan buat aku semakin membencimu." Sehun meninggalkan Jongin yang hanya meruntuki dirinya.
"Dia bisa bersenang – senang kenapa aku tidak." Guman Jongin lesuh.
Jongin merasa perutnya mulai tidak beres. Sejak pagi dia belum makan karena Sehun mendiaminya. Bahkan Sehun tidak memesankan makanan delivery untuknya seperti biasa. Jam menunjukan pukul 8.30 jika menunggu Sehun bisa – bisa dia mati kelaparan. Dengan uang sisa yang diberikan Sehun tempo lalu Jongin nekat meninggalkan apartement. Dia fikir hanya meninggalkan apartement lima belas menit tidak akan menimbulkan masalah.
Jongin melangkah dengan pasti menuju supermarket yang terletak beberapa blok dari apartemen. Hanya sekedar membeli roti dan susu sudah cukup untuk penunda laparnya. Setelah membayar kekasir Jongin bergegas pulang dia takut Sehun akan tambah marah padanya. Namun saat melewati taman bermain. Jongin merasa rindu dengan masa lalunya. Dulu dia dan hyungnya senang sekali menaiki ayunan. Maka dari itu Jongin memutuskan untuk menikmati roti dan susunya diayunan itu. Udara cukup dingin Jongin merapatkan suiternya sampil mengayun ayunan tersebut. Lalu tertawa kemudian. Dia merasa bebas beberapa bulan tinggal dirumah Sehun membuatnya kehilangan kebebasan. Karena Sehun tidak ingin ada orang yang mengenal Jongin sebagai tunanganya. Sebenarnya ini juga kesalahan jongin karena sering mengumbar – ngumbar hubunganya kepada rekan kerja Sehun. Jongin menghentikan ayunanya saat sebuah suara mengintruksinya.
"Apa kau bisa membagi roti itu aku kelaparan." Jongin menoleh matanya menatap lekat sosok didepanya dengan teliti. Lalu menyodorkan roti dan susu yang dia sengaja membeli banyak kemudian tersenyum manis pada orang asing itu.
" Geomao. Kau baik sekali, aku Chanyeol. Park Chanyeol, kau?" jongin meraih lengan Chanyeol.
"Kim Jongin imnida." Malam itu Jongin merasa bahagia dan melupakan semua masalahnya. Karena Chanyeol bagaikan sebuah obat untuk dirinya.
Percakapan itu terlalu menyenagkan dan tanpa disadari memakan waktu cukup banyak. Jongin terlonjak kaget saat tahu sudah menunjukan 10.27 dengan panic Jongin pergi meninggalkan Chanyeol dan berjanji akan menemuinya lagi. Jongin berlari dengan kencang saat melihat mobil Sehun melewatinya, dengan cepat Jongin berlari menyusuri tangga darurat karena Sehun sudah terlebih dahulu menggunakan lift. Berhasil Jongin berhasil sampai terlebih dahulu diapartemen. Nafasnya terengah – engah.
Klik
"Ka kau sudah pulang Sehuni?" ujarnya senormal mungkin. Sehun menatap heran Jongin lalu mendekatinya. Jongin mulai bergerak gelisah.
"Kenapa kau berkeringat sebanyak ini?" Jongin menelan ludahnya.
"Aku bosan menunggumu jadi aku melakukan sedikit olah raga." Sehun masih menatap menyelidik.
"Kau tidak membohongikukan?" jongin hanya membalas dengan gelangan.
Malam hari setelah mandi Jongin berencana untuk segera tidur. Karena demi apa seluruh badanya sakit. Dia belum pernah lagi mengolah ragakan tubuhnya. Sehun sudah terlelap didalam tidurnya. Sementara Jongin semenjak 3jam yang lalu masih belum bisa tertidur. Tiba – tiba dia merindukan semua orang yang pernah hadir dalam hidupnya. Terutama hyungnya.
"Sehun kau belum tidurkan?" Jongin memasuki kamar Sehun dengan hati – hati.
"Sehun bangun!" Sehun yang merasa terganggu di tidurnya. Mengeram kesal. Apa lagi sekarnag batinnya kesal.
"Apa maumu?"Jongin mendekati Sehun yang mulai bangkit dari tidurnya.
"Kenapa kau menangis? Merepotkan." Ujar Sehun lagi.
"Aku tidak bisa tidur. Aku merindukan keluargaku." Sehun mendengus.
"Kembali kekamarmu dan pejamkan matamu kau akan tertidur dengan sendirinya." Sehun mematikan kembali lampu yang sempat dinyalakan Jongin.
"Hiks Hiks…" Sehun menjambak rambutnya asal.
"Berhenti menangis! Kau fikir dengan menangis membuat semuanya lebih baik. Hah!"
"Tapi aku tidak bisa tidur, petir diluar membuatku terbangun lagi dan lagi hik hik…."
"Damn it! apa yang kau mau." Desis sehun.
"Jika aku takut biasanya aku dipeluk." Sehun tak ingin membuang waktu, dia tidak peduli jika ini hanya akal – akalan Jongin atau sebagainya yang dia inginkan hanya tidur karena sungguh hari ini benar – benar melelahkan. Dengan segera ditarik tangan Jongin. Akhirnya mereka tidur saling berpelukan.
"Jangan dimatikan aku tidak bisa tidur jika gelap." Sehun menurutinya.
"Sehun." Sehun membuka matanya lagi.
"Apa lagi sialan?!"
"Bisa kau bernyanyi aku akan cepat tidur jika ada yang bernyanyi." Dengan malas Sehun meraihnya handponenya lalu menyalakan pemutar music.
"Sekarang bisakah aku tidur?" Ujar Sehun. Jongn mengangguk senang lalu merapatkan pelukanya pada Sehun.
Sekalipun detik – detik berlalu dengan cepat dan suara denguran halus menyapa gendang telinganya. Sehun tetap enggan melepaskan pelukanyanya pada tubuh Jongin. Diselimutinya tubuh itu lalu kembali mendekapnya hingga dirinya hilang pergi menuju mimpi.
Hari ini ada sebuah festival tahunan yang sering dirayakan diseol. Jongin dan Chanyeol beberapa hari terakhir ini memang cukup dekat. Tanpa Sehun tahu Jongin diam – diam menemui Chanyeol dan hari ini mereka berjanji untuk melihat festival itu bersama.
"Sehunie aku minta uang. Aku ingin membeli sesuatu." Sehun menatap jam dipergelangan tanganya. Jongin masih setia menunggu. Sehun beralih menatap Jongin yang terlihat bersemangat.
"Aku tidak mau tahu jam 9 kau harus sudah kembali!" Sehun menyerahkan beberapa lembar uang pada Jongin.
"Simpan dimeja saja." Sehun merasa ada yang ganjil kenapa diharus menyimpan dimeja sementara jongin ada dihadapanya.
"Ada apa denganmu? Ambil ini."
"Simpan disini saja."
" Aku bilang ambil!" Sehun menggeram marah lalu meraih tangan Jongin untuk menyerahkan uang itu.
"Oh Shit! Aku tidak mengizinkanmu keluar. Kembali kekamarmu!" Ujar Sehun marah. Suhu tubuh jongin tinggi sekali saat Sehun menggenggam tanganya.
"Tidak! Aku harus keluar." Kekeh Jongin keras kepala.
"Kembali kekamarmu Kim jongin." Bahaya jika Sehun sudah menyebut jongin dengan marganya dengan nada seperti itu berati tuan Oh benar – benar marah.
"Jebbal aku tidak apa – apa. Aku tidak akan menyusahkanmu jika aku sakit, berikan aku uang." Jongin mulai memelas dengan mata yang memerah.
"Tidak !" bentaknya. Jongin menggeram frustasi.
"Geure! Dengan dan tanpa uangmu aku akan tetap pergi." Jongin berlari meninggalkan Sehun yang akan meledak.
"jongin kembali!"
"KIM JONGIN!"
"baiklah jangan harap aku membukakan pintu untukmu!" Jongin terus berlari dengan linangan air mata.
Festival itu cukup meriah. Berbondong – bondong orang datang kesana. Chanyeol tersenyum saat menemukan Jongin berdiri kebingung diantara beratus orang disana. Tapi Chanyeol sedikit jangal melihat penampilan Sehun dan juga raut wajah yang terlihat kelelahan. Dengan segera Chanyeol menghampiri Jongin yang tengah terduduk dibangku yang tersedia disana.
"Jongin – ah kau baik – baik sajakan?" jongin tersenyum mendapati Chanyeol menghampirinya dengan dua buah minuman hangat.
"Lihat ini keringatmu banyak sekali. Apa sebaiknya kita batalkanya saja." Jongin menggelang.
"Jangan. Aku ingin melihatnya, pertunjukan utama." Chanyeol menggangguk lalu melilitkan syal keleher Jongin. Kemudian menikmati semua hal yang ada difestival itu dengan penutup makan bersama disalah satu stan yang tersedia disana. Dan melupakan waktu yang menjadi kesepakatan dirinya dengan Sehun.
Jongin menundukan kepalanya didepan pintu apartemen. Beberapa kali menekan bel namun Sehun tak kunjung membukakan pintu. Kepalanya semakin pusing dan rasanya mual mungkin karena terlalu banyak makan atau minum.
Sehun menatap layar monitor yang menampilkan Jongin didalamnya. Jongin memang harus diberi pelajaran karena selalu menentang dirinya. Sehun menatap was – was saat Jongin mulai kehilangan keseimbanganya, namun Sehun masih berdiri pada egonya. Membiarkan Jongin diluar. Tiba – tiba Sehun segera keluar dari apartemenya saat seorang pria membawa Jongin pergi.
"Kau mau kemana?" Sehun menangkap tangan Jongin dan berdiri disamping dirinya.
"Oh aku fikir dia tersesaat dan awalnya aku akan membawanya keapartemenku." Ujar Lelaki yang membawa Jongin.
"Dia memang selalu merepotkan. Permisi aku harus membawanya pulang." Lelaki itu hanya tersenyum tipis. Mendengar nada suara sehun yang terlihat dingin.
Sehun menjatuhkan Jongin disofa. Lalu menatap tajam Jongin yang hanya menunduk.
"Bodoh! Apa yang kau fikirkan? Membiarkan orang lain membawamu pergi." Ujar Sehun mulai memarahinya.
"Maaf."
"Kau fikir kata maaf dapat membuatnya lebih baik?"
"Maaf." Jongin benar – benar tidak bisa mencerna apa yang Sehun bicarakan kepalanya seakan ingin meledak.
"Jam berapa ini? Dasar sudah kupungut masih menyusahkan." Setelah ucapan Sehun itu terlontar Jongin jatuh tak sadarkan diri.
Rasa pening itu sedikit – demi sedikit mulai menghilang. Namun masih meninggalkan sakitnya. Jongin terbangun saat matahari sudah tegak berdiri. Beberapa jam kedepan jongin hanya diam. Terkadang memijit pelipisnya. Tidak ada bubur hangat, tidak ada obat penurun demam. Tidak ada, hanya ada dirinya. Dengan tertatih – tatih Jongin turun dari kasurnya lalu melangkah menuju dapur berharap mendapatkan beberapa makanan disana. Di ruang tengah terlihat Sehun dan Luhan yang sedang membicarakan hal yang Jongin tidak begitu pahami. Namun terlihat sekali – kali mereka tertawa bersama.
"Sehun. Kenapa tidak ada makanan?" Ujar Jongin saat melihat meja makan kosong. Sehun yang asik bercengkrama dengan Luhan mengalihkan pandanganya kearah Jongin yang berdiri dimeja makan sambil memijat kepalanya.
"Kau bisakan membuat bubur instan. Kalau tidak bisa baca aturan masaknya." Setelah itu Sehun kembali berbincang dengan Luhan. Luhan hanya menatap sebal Jongin yang mengganggu kegiatan mereka.
Lay tersenyum cerah saat memasuki apartemen Sehun. Luhan yang melihat Lay membalas senyumnya.
"Hay Lay. Kemana saja kau." Ujar Luhan ramah.
"Heh … yang ada itu kau yang kemana saja? Eoh Jongin apa yang sedang kau lakukan?" pandangan Lay bertemu dengan Jongin yang sedang kesusahan membuat bubur instan. Lalu Lay menghampiri jongin.
"Jangan bantu dia Hyung. Biarkan dia belajar untuk tidak bermanja – manja. Hidup ini sulit dia harus tahu." Ujar Sehun saat melihat Lay yang akan membantu Jongin. Lay terdiam beberapa saat sambil memperhatikan Jongin. Dia merasa ada yang aneh wajah jongin terlihat pucat.
Prakkkkk!
Makuk itu terpecah menjadi beberapa bagian. Membuat semuanya terkejut. Lay segera membantu Jongin. Sementara Sehun dan Luhan hanya memandang kesal.
"Bodoh sekali hal seperti itu saja dia tidak bisa." Guman Luhan.
"Hey Jongin kau panas. Apa kau sedang sakit? Sudah simpan saja ini. Biar aku yang bereskan. Kau duduk saja. Aku buatkan yang baru ne," Jongin menggangguk lesuh. Lalu Lay segera membereskan kekacauan sesekali menatap tajam Sehun.
"Sehun kau benar – benar keterlaluan. Dimana otakmu Jongin sedang sakit seharusnya kau menolongnya." Lay berucap dingin. Memang mereka terkadang selalu bertengkar tapi Lay tidak pernah mengganggapi dengan serius tidak seperti sekarang.
"Aku hanya membuat dia tidak selalu bergantung pada orang lain. Letak kesalahanku dimana. Lagi pula aku juga merawat diriku sendiri saat sakit." Balas Sehun tak kalah sengit.
"Tapi caramu yang salah."
"Dia saja yang bodoh!"
"Lebih baik jika jongin aku saja yang urus. Saat kontrak Luhan selesai aku akan mengembalikanya." Sehun menatap murka Lay.
"Aku tidak akan membiarkanya. Bisa membuat banyak masalah nanti. Sudah urusi urusanmu sendiri, Hyung." Jongin yang mendengar perselisihan itu hanya diam menatap meja makan.
"Apa – apaan kalian ini. Hanya karena dia! Kalian bertengkar. Hey jongin puas kau membuat mereka seperti ini. Dasar pembawa masalah. Ayo Sehun kita pergi biarkan Lay melakukan hal yang dia mau." Sehun menatap enggan Jongin lalu pergi meninggalkan Lay yang menenangkan Jongin.
"Jongin kenapa kau tidak pergi saja dari sini?" Jongin masih sesegukan.
"Aku tidak punya tempat tujuan lain."
"Tinggal bersamaku. Aku sudah menganggap kau adikku."
"Tapi aku menyukai Sehun, hyung." Lay mengusap punggung Jongin. Jika masalahnya hati Lay angkat tangan.
Sekeras apapun batu suatu saat dikala air terus mengikisnya. Batu itu bisa hancur menjadi butiran pasir yang bisa terbang bersama angin atau hanyut bersama air.
Jongin sedih karena Sehun lebih mempunyai banyak waktu bersama Luhan dibanding dengan dirinya. Luhan mulai mengurangi aktivitas menjadi public figure dan itu membuat pasang Sehun dan Luhan memiliki banyak waktu bersama. Jongin ingin dianggap dia lelah dan mulai memberontak, menjadi sedikit pemberani. Dia selalu mengganggu pasangan itu jika sedang berduaan. Lalu memanfaatkan status hubungan mereka saat pertemuan relasi – relasi penting yang mengharuskan Jongin dan Sehun hadir. Walau pada akhirnya Jongin akan berakhir menangis karena habis – habisan di bentak Sehun dan dihina Luhan. Itu terjadi berulang – ulang tapi dasar Jongin yang keras kepala dia tidak ada kapok – kapoknya.
"Sehun aku ingin makan itu. Kelihatanya enak. Kalau tidak mie hitam itu atau itu juga. Aku ingin minum soju juga." Jongin terus mengoceh tentang makanan – makanan yang berjajar disepanjang jalan. Mereka baru pulang dari acara keluarga Sehun. Sehun yang mendengar ocehan Jongin hanya menulikan pendengaranya. Dan pada akhirnya semua keinginan jongin akan terkabul bersama dengan Chanyeol saat Sehun tidak ada dirumah untuk berkerja dan mungkin saat Sehun sibuk dengan Luhan.
"Omm enak Chanyeol." Chanyeol tersenyum hangat sambil mengusap surai Jongin.
"Kau senang? Lahap sekali makanya."
"tentu aku senang. Aggghh perutku penuh." Ujar Jongin puas.
"Lain kali aku akan meneraktirmu makan ditempat lain." Jongin mengangguk antusias.
Setelah menikmati hari ini bersama dengan Chanyeol. Jongin memutuskan pulang karena malam mulai terlihat lebih gelap.
Clek
"Sudah bersenang – senangnya?"
DEG!
Suara dingin itu terdengar penuh kemarahan. Jongin tertangkap basah. Sial jongin lupa mengecek jadawal kerja Sehun.
"Aku hanya pegi ketaman dekat apartemen." Kata Jongin sesantai mungkin.
"Sejak kapan taman berubah menjadi tempat makan. Sekarang kau sudah pandai berbohong, ternyata. Apa selama ini, itu hal selalu kau lakukan? Bermain bersama pria asing!"
"Iya baik – baik aku salah. Lagipula aku tidak merugikanmukan. Aku tidak meminta uang padamu dan pria itu bukan orang asing! Chanyeol temanku." Sehun menyudutkan Jongin pada dinding.
"Jauhi orang itu! Mengerti." Bisik Sehun dengan penekananya.
"Tidak mau." Jongin mendorong tubuh Sehun lalu berlari dan membanting pintu kamarnya.
"Baiklah ternyata kau memang harus diberi pelajaran." Lirihnya sambil memandang pintu kamar Jongin.
Satu minggu ini Sehun sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dengan Jongin namun dia tetap memberikan keperluan yang dibutuhkan Jongin. Jongin sendiri selalu meminta maaf dan berjanji tidak akan menemui Chanyeol tapi tetap saja Sehun tidak merespon apapun yang dilakukan Jongin. Jongin juga lebih sering meluangkan waktunya untuk belajar memasak dan membereskan rumah. Semuanya dia lakukan agar Sehun memaafkanya.
Jongin tersenyum senang setelah mendapatkan bahan baku untuk memasak. Dia ingin membuat makanan untuk Sehun agar Sehun memaafkanya. Dua keranjang penuh Jongin bawa. Dia tersenyum membayangkan Sehun memakan masakanya.
TING!
Pintu lift terbuka Jongin segera keluar dan menuju apartemen Sehun. Semangatnya semakin bertambah saat membanca pesan dari Lay yang isinya menyemangati jongin. Lima langkah lagi dan Jongin memasuki apartemenya.
DEG!
Jongin memantung melihat Sehun dan Luhan sedang berciuman mesra. Memang selama Luhan dan Sehun bermesraan mereka tidak pernah berhubungan kontak jauh mungkin hanya peluk dan cium pipi. Mata Jongin memanas dengan marah dia menarik Luhan dan tautan itu terputus paksa. Luhan menatap murka Jongin. Tapi jongin tidak perduli dia menarik Sehun lalu menciumnya. Membuat Luhan dan Sehun terdiam beberapa detik. Dan saat Sehun sadar dia mendorong Jongin dan menamparnya keras hingga darah sedikit keluar.
"Brengsek dasar tak tahu diungtung kau bicth!" ujar Sehun lalu mengelap saliva Jongin.
"Hey Sampah kau berani sekali mencium Sehun. Kau ingin mati hah!"betak Luhan sambil mencengkram leher jongin. Jongin hanya merintih kesakitan.
"Kau yang tak tahu malau bercumbu dengan tunangan orang lain." Ujar Jongin parau. Luhan yang naik pitam melepar satu tonjokan telak dipipi kanan Jongin. Setelah itu Jongin segera bangkit dan berlari kekamarnya. Menangis seharian disana.
Sudah pukul 8 malam Jongin belum keluar dari kamarnya. Sehun hanya sekali – mengontrol pintu kamar Jongin. Sumpah Sehun kesal atas perbuatan Jongin tadi siang. Namun saat melewati pintu kamar Jongin diam – diam Sehun mendengar percakapan Jongin dengan seseorang.
"Aku butuh seseorang sekarang hikkss…"
"….."
"Bisa kita bertemu sekarang."
"…."
"Ani Chanyeol aku tidak menangis."
"…."
"Baik aku kesana."
Pertama kali yang Jongin lihat saat membuka pintu adalah tatapan tajam Sehun. Namun untuk pertama kalinya Jongin menghiraukan tatapan itu dan keluar dari kamarnya.
"Kau mau kemana?" Sehun menahan lengan Jongin.
"…" Jongin diam. Membisu.
"Menemui kekasih gelapmu hah!"
"Jawab!" tubuh Jongin sedikit bergetar akibat bentakan Sehun. Lalu Jongin memberanikan diri menatap Sehun.
"Ya. Benar aku akan bercumbu denganya sekarang puas!" Jongin menghempaskan tangan Sehun membuat tautan itu terpisah. Sehun menatap nyalang jongin lalu kembali mencengkeram tangan Jongin lebih kuat lalu menghimpitnya. Perih Jongin meringis saat Sehun menciumnya ganas, melumat dan menggigiti bibirnya hingga berdarah. Air mata itu tak dapat ditahan rontaan Jongin semakin menjadi dengan sisa kekuatan Jongin dengan keras menginjak kaki Sehun lalu kabur.
"Kim jongin kembali. Kubilang!"
"Jongin! Brengsek!" sehun segera mengejar Jongin yang ada jauh didepanya.
Sehun meremas kemudi stirnya kuat buku tanganya memutih saking kerasnya cengkraman Sehun. Dilihatnya dari jauh Jongin tengah berpelukan dengan seorang namja jangkung disebuah persimpangan jalan. Lelaki itu terlihat menenangkan Jongin lalu membawanya kesebuah tempat makan. Sehun masih mengawasinya. 1 setengah jam berlalu Jongin dan pria yang Sehun ingat bernama Chanyeol itu pergi meninggalkan lestoran itu dan pergi ke – Hotel. Shit ! rasanya Sehun ingin menendang kedua orang yang memasuki hotel bintang 5 itu.
"Oh ternyata kau tidak sepolos yang aku kira Jongin."
Chanyeol meminta Jongin untuk menemaninya bertemu seseorang yang kebetulan adalah pemilik hotel ini. Park Chen, kakak Chanyeol untuk memberikan beberapa file yang lupa kakaknya ambil. Setelah itu Chanyeol akan membawa Jongin untuk bermalam diapartemenya. Mereka berjalan beriringan. Beberapa staf terlihat memberi salam kepada Chanyeol. Jongin mengikuti langkah Chanyeol saat akan memasuki sebuah ruangan, tiba – tiba tanganya ditarik paksa. Jangtung Jongin serasa putus melihat Sehun yang adalah pelakunya.
"Pulang!" ujar Sehun. Jongin merintah dan berusaha melepaskan cengkramanya. Chanyeol yang melihat perlakuan kasar Sehun maju menarik Jongin.
"Hey apa – apaan kau!" perkik Chanyeol.
"Lepaskan tanganmu dari Jongin. Berani sekali kau membawa tunangan orang lain ke sebuah Hotel!" Chanyeol membeku untuk beberapa saat dia terdiam. Pria ini tunanganya Jongin. Chanyeol menatap Jongin yang meringis dan meronta lalu menatap Chanyeol seperti minta pertolongan.
"Aku tidak perduli kau siapanya Jongin yang jelas jika kau kasar padanya. Aku tidak bisa diam." Balas sengit Chanyeol. Sehun tidak perduli dengan semua omong kosong Chanyeol yang dia inginkan hanya membawa Jongin pulang. Dengan paksa Sehun menarik tangan Jongin. Chanyeol yang kesal segera menarik kerah Sehun dan memberikan bogem yang membuat sudut bibir Sehun berdarah. Jongin yang melihat itu hanya menutup mulutnya lalu membawa Chanyeol untuk segera masuk sebelum perang darah terjadi.
"Jongin ayo pulang," Parau Sehun.
"Mian."
"Jika kau tidak kembali sekarang kau akan menyesal." Sehun bangun membersihkan nodanya menatap tajam Jongin lalu pergi. Sementara Jongin hanya bisa menangis.
" Satu lagi. Ternyata kau benar – benar seperti sampah!"ucap Sehun tanpa membalikan badan. setelah itu Sehun benar – benar menghilang dari arah pandang Jongin dan Chanyeol segera menenangkan pemuda tan itu.
Sehun kecewa marah, murka dia membanting semua benda yang ada dihadapanya. Jongin sialan, Jongin brengsek! Sehun benci Jongin. Dia menegak beberapa wine sambil merancau atas kekesalanya pada Jongin.
"Kenapa kau lebih memilih dia? Aku yang telah memungutmu brengsek!"rancau Sehun.
Sudah dua hari dan kesehatan Sehun menurun. Luhan dengan senantiasa merawat Sehun. Luhan senang sekali saat tidak mendapati Jongin diapartemen Sehun. Semogga saja Jongin tidak pernah kembali kedalam hidup dirinya dan Sehun tentunya. Sehun juga tidak terlalu perduli dengan Jongin yang 2 hari ini tak kembali. Karena Sehun yakin Jongin pasti pulang.
Tepat dihari ketiga Jongin kembali ke apartemen Sehun. Dia datang dengan dua keranjang buah – buahan dan senyum mengembang. Saat Sehun membuka pintu Jongin terlihat tidak memiliki beban dia berbicara banyak walau Sehun tidak mengubrisnya.
"Sehuna kau tahu selama dua hari ini apa yang kulakukan? Aku belajar masak bersama Lay hyung. Apa kau sudah makan?" Sehun hanya diam memandang Jongin yang sibuk dengan buah – buahanya.
"Ah Sehun kenapa wajahmu pucat sekali apa kau sakit?" Jongin mencoba mengukur suhu badan Sehun namun segera ditepis oleh sang empunya.
"Kenapa kau kembali?" ucap Sehun dingin. Jongin menundukan kepala.
"Karena Oh Sehun adalah rumahku. Karena aku mencintaimu. Aku pasti kembali kemari. Dan demi apapun aku tidak melakukan hal lebih dengan Chanyeol malam itu aku menyuruhnya mengatarku kerumah Lay hyung." Sehun berdecih mendengar ucapan yang terlontar dari Jongin.
"Aku tidak perduli. Jangan terlalu sering menampakan wajahmu dihadapanku!" Sehun meninggalkan Jongin yang diam memantung.
"Sehunna mian, aku tidak akan melawanmu lagi. Maafkan aku." Mohon jongin.
"Ini keinginan dirimu sendiri! Aku sudah memperingatimu!"
"Aku berjanji mulai sekarang akan menuruti keinginanmu. Dan aku juga tidak akan bertemu Chanyeol lagi. Maafkan aku. Kumohon Sehuna." Jawaban yang Jongin terima hanya gebrakan pintu kamar Sehun yang dibanting.
Jongin selalu belajar membuat Sehun senang. Dia memasak setiap hari. Dia membereskan rumah. Mencuci baju dan menyiapkan keperluan Sehun. Sehun lebih sering membawa Luhan keapartemen atau menghabiskan waktu diluar hingga malam. Jongin menunggu Sehun sampai dia tertidur disofa. Namun saat dia membuka mata yang ada hanya dirinya sendirian disiang hari. Sehun juga tidak pernah lagi berbicara dengan Jongin. Tapi Jongin sadar ini adalah konsukuensi akibat pemberontakan yang ia buat beberapa hari yang lalu.
Hari ini adalah ulang tahun dirinya. Jongin berencana untuk membuat sup rumput laut berhubung ia sudah bisa memasak. Maka dari itu sekarang dia sedang berada disupermarket memilih beberapa bahan baku membuat sup rumput. Jongin tersentak saat seseorang memegang bahunya. Chanyeol tersenyum lebar melihat Jongin membulatkan matanya. Jongin berusaha menghindar namun tak tega juga melihat Chanyeol yang bahagia bertemu denganya.
"Chanyeol ah. Kau tahukan jika aku sudah memiliki tunangan?" Jongin bertanya gugup. Chanyeol mengalihkan pandanganya menghadap kedepan. Mereka tengah berada dihalte bus yang hanya menyisakan mereka berdua. Hujan menjadi backround percakapan mereka berdua. Jongin menendang – nendang kecil air yang mengenai kakinya.
"Iya. Lelaki temperamental waktu itukan. Terus apa masalahnya?" terdengar nada dingin disana. Jongin menatap lekat Chanyeol lalu menghembuskan nafas berat.
"Jika ini adalah pertemuan terakhir kita maukah kau memaafkanku. Aku sudah berjanji padanya untuk tidak menemuimu lagi. Tapi jujur aku sendiri sepertinya tidak bisa, karena yahh kau adalah teman yang paling berarti dalam hidupku namamu ada setelah nama Sehun dihatiku." Chanyeol tertawa getir.
"Dengar jongin. Apapun hal yang bisa membuatmu bahagia aku juga ikut bahagia. Tapi ingat jika kau membutuhkanku aku masih membuka dan akan selalu membuka pintu untukmu. Anggap aku adalah rumah kedua. Arra !" Jongin tersenyum lega. Jika Chanyeol tidak mempersalahkan semua ini.
"Hari ini hari ulang tahunmukan. Ini aku membelikan ini untukmu. Semogga kau senang ne,"Chanyeol memberikan sebuah ipod untuk Jongin.
"Cha Chanyeol jadi kau mengambil ini saat aku bilang mengiginkanya. Kau terlalu baik aku harus mengangganti kebaikanmu. Tapi aku tidak punya apa – apa." Ucap Jongin sedih. Chanyeol tertawa.
"Hey benar kau ingin membalas budi kebaikanku. Eoh !" Jongin mengangguk imut. Chanyeol menatap biner itu lekat.
"Boleh aku memeluk dan menciumu." Sejenak Jongin lalu dia mengganggukkan kepalanya.
CHU!
Gila! Jongin fikir Chanyeol akan menciumnya dikening atau pipi. Oh Shitt damn! Bibir first kissnya. Walau hanya kecupan singkat selama tiga detik namun efeknya membuat Jongin kaget setengah mati.
"Chanyeol aku fikir kau akan menciumku di kening atau pipi. Kau merebut first kissku." Ujar Jongin dalam pelukan Chanyeol.
"Baguslah jika aku mendapat ciuman pertamamu sebelum tubuhmu dan hatimu yang dimiliki orang lain." Jawab Chanyeol lirih.
Dari sudut jalan seseorang menatap murka kedua orang itu. Matanya memerah tanganya mengepal kuat lalu mengeram marah.
"Brengsek! Jadi dia membohongiku. Kau akan mendapat pembalasan yang setimpal Kim Jongin." Sehun melajukan mobilnya cepat. Hatinya terbakar dan dia merasa kehilangan kedali atas dirinya sendiri.
"Luhan ayo kita bercinta,"
Jongin menaiki bis. Memberikan salam perpisahkan pada Chanyeol. Bis berjalan meninggalkan lambaian Chanyeol yang mengabur dan menghilang. Jongin mendengarkan beberapa lagu mellow sambil menikmati jalanan yang terasa menarik. Sekali – kali melirik barang belanjaanya. Dia tidak sabar untuk segera memasak sup rumput lautnya.
Suara yang terasa aneh itu terdengar begitu saja digendang telinga Jongin dengan gemetar Jongin membuka pintu kamar Sehun. Air mata itu mengalir begitu saja. Sumpah jongin tidak pernah tahu aka nada rasa sakit seperti ini. Hatinya hancur dan otaknya seperti tak berpungsi lagi. Luhan menyerigai melihat Jongin yang mulai menangis dengan brutal dia mencium Sehun sambil menatap Jongin. Jongin yang tidak kuat segera berlari masuk kedalam kamar Sehun berniat memisahkan kedua orang yang sedang bercumbu hebat.
"Sehun jebbal berhenti hik sudah…" Sehun tidak menggubrisnya matanya sudah gelap oleh nafsu amarah dan provokasi setan.
"Eungnnnngehh.." desah Luhan. Jongin menarik Sehun agar kedua tubuh itu terpisah tapi kekuatanya melemah karena fikiranya terguncang hebat.
"Sehun jebbal jangan diteruskan hhiiik.." percintaan itu diiringi tangisan Jongin. Jongin terus menarik tubuh Sehun.
"Diam brengsek!" bentak Sehun masih setia memasukan miliknya kedalam lubang Luhan.
"Aggggrhh" Sehun mengeram. Luhan membalikakn tubuhnya menjadi diatas. Kini perhatian Sehun mengarah kearah Jongin yang menarik Luhan agar berhenti. Luhan yang sama kalafnya malah mendorong Jongin. Jongin menyerah dia lebih baik mundur. Saat jongin ingin pergi Sehun menahan tanganya. Jongin meronta namun Sehun mengeratkan tangannya Jongin hanya bisa menangis karena melihat dengan jelas orang yang dicintainya bercumbu dihadapanya. Dikedua matanya. Dia ingin mati saja. Seluruh perhatian Sehun jatuh pada Jongin yang terduduk dilantai sebelah Sehun sambil menangis tersedu. Lima menit kemudian Sehun dan Luhan melengguh atas pelepasan mereka. Pegangan ditangan Jongin menguat saat Sehun menggeram pelan. Jongin terdiam saat Luhan mencium leher Sehun. Kabut hitam kecemburan itu menghilang deguban jantung Sehun memacu dengan cepat hatinya sesak melihat Jongin terdiam pegangan tanganya semakin menguat. Jongin menatap kosong kedepan. Oh Tuhan Sehun benar – benar keterlaluan dia lose control. Sehun menghempaskan tubuh lemas Luhan. Mereka melakukan making love tanpa naked. Dengan segera Sehun membawa Jongin kedalam kamar Jongin. Disana dikamar Jongin Sehun memeluk erat Jongin seakan Jongin ada sesuatu yang bisa hilang.
"Jongin aku aku kehilangan kendali maafkan aku."ujarnya gemetar. Sehun menangkup wajah jongin yang sama sekali tidak menatapnya. Semua yang Sehun lakukan memang keterlaluan dia hanya cemburu buta. Melihat jongin dengan Chanyeol membuat hatinya dibalut kegelapan.
"Jongin….? Jongin tatap aku."lirihnya. Sehun menggenggam tangan Jongin yang dingin. Lalu menghapus beberapa air mata yang kembali mengalir. Baju Jongin juga basah rambutnya juga. Mungkin karena hujan deras. Tangan Sehun bergetar saat menghapus air mata Jongin. Ada perasaan aneh yang membuatnya ketakutan. Sehun meraih tangan Jongin lalu meniupnya dan menempelkan dipipinya. Sesekali berguman kata maaf. Entah kenapa Sehun tidak mengerti namun separuh hatinya berteriak kesakitan. Bahkan dia tidak berani untuk membentak atau melakukan penindasan saat Jongin mengacuhkanya. Sehun ketakutan tanpa alasan pasti.
Sehun membaringkan tubuh lemas Jongin yang tidak pernah merespon. Lalu memeluknya erat. Jongin tidak akan berani pergi. Dia hanya punya Sehun. Sehun menanamkan fikiran itu diotaknya. Dia mengelus surai Jongin. Menyanyikan beberapa sair melody namun mata hitam Jongin tak pernah tertutup.
"Aku ingin pergi." Suara parau itu membuat tubuh Sehun membeku. Jongin belum pernah berkata seperti itu. Belum pernah sekalipun. Hal yang pernah Jongin yang paling fatal hanya menangis seharian karena dia berciuman dengan Luhan. Jongin pernah bilang hal yang paling mustahil adalah meninggalkan Sehun. Masih segar diotak Sehun saat jongin mengatakanya sambil tersenyum.
"Tidak… tidak kau tidak bisa pergi. Rumahmu disini rumahmu Oh Sehun." Sehun menengelamkan tubuh Jongin kedalam pelukanya. Sehun tidak akan melepaskan Kim Jongin. Tidak bisa.
.
.
.
"Jongin." Lirih Sehun saat tanganya meraba kesamping tempat tidurnya. Matanya terbuka lebar.
" Jongin," kembali bersuara. Kepanikan mulai terlihat jelas. Dia membanting pintu lalu berteriak memanggil nama Jongin.
"Jongin kau dimana?"
"Andwe .. andwe Kim Jongin. Dimana kau." Sehun membuka semua ruangan diapartemenya. Hanya ada Luhan yang baru selesai menggunakan baju.
"KIM JONGIN!" Sehun berteriak kalaf. Lalu menjabak rambut brutal.
"Sehun ada apa denganmu. Sampah itu sudah angkat kaki tadi pagi." Sehun menatap tajam Luhan.
"Diam kau. Jongin tidak mungkin meninggalkanku!" Luhan terlonjak kaget badanya gemetar, sekalipun Sehun tidak pernah membentaknya. Dengan segera Sehun keluar dari apartementnya. Jongin tidak akan pergi kemana – mana. Jongin hanya sedang jenuh. Jongin pasti pulang. Sehun terus menyakinkan dirinya.
Sehun menatap kesemua penjuru tempat yang memungkinkan akan keberadaan Jongin. Sehun terus menyusuri kota seol samabil berdoa. Menghubungi semua orang yang mungkin mengenal Jongin. Kris, Lay, bahkan Chanyeol namun nihil. Sehun menepuk dadanya yang terasa sesak. Waktu menunjukan pukul 8 malam. Sehun terdiam separuh dirinya seperti hilang. Namun saat dia akan memejamkan mata hatinya seolah memaksanya untuk pergi ketempat pertama kali bertemu dengan Jongin. Halte bus club – diamond.
Bebanya menguap begitu saja. Saat melihat jongin tertidur dihalte sepi itu. Dengan tergesa – gesa menghampiri Jongin. Sehun tersenyum kecil saat melihat Jongin. Sehun membawa Jongin dalam pelukan hangatnya merengkuh Jongin yang masih setia menutup mata.
"Jangan membuatku khawatir lagi. Jangan membuatku kehilangan arah. Jangan lakukan lagi, jebbal." Ujarnya sambil mengusap surai Jongin. Wajah jongin kelihatan lelah sama dengan dirinya sendiri. Keduanya menghabiskan tenaga dengan cara berbeda Sehun menghabiskan tenaga karena mencari Jongin dan Jongin menghabiskan tenaga karena menangis seharian.
.
.
.
Kesombonganku, egoku, kebutuhanku dan keegoisanku
Membuat pria kuat sebaik dirimu pergi dari hidupku
Kini aku takkan pernah bisa bereskan kekacauan ini
Dan semua ini hantuiku tiap kali kupejamkan mata.
Sehun memandang sedih kearah Kai. Dengan perlahan mendudukan tubuhnya disebelah Jongin yang masih menutup mata. Cahaya matahari bahkan tidak sedikitpun mengganggu tidurnya. Hembusan nafas terdengar jelas dikeheningan. Perlahan kelopak mata itu terbuka, menatap kesekeliling ruangan dan matanya bertemu dengan hazel Sehun yang menatap kerahnya begitu dalam. Belaian tangan besar Sehun terasa lembut diubun – bunya. Membelai sayang sambil tersenyum menenangkan.
"Kau belum makankan, Jongin? Aku membuat bubur untukmu."ujar Sehun arah matanya tertuju pada satu mangkuk bubur dan segelas susu hangat serta beberapa vitamin. Jongin belum merespon. Dia hanya menatap Sehun. Terlihat jelas dimata itu Jongin kebingungan, ketakutan dan gelisah. Beberapa kali Jongin meneliti ruangan yang merupakan kamarnya sendiri. Jongin merasa asing dengan tempatnya sendiri.
"Jongin kau harus makan, ne." Sehun meraih mangkuk bubur sambil kembali melihat reaksi Jongin. Mata jongin bertemu dengan mata kelam Sehun menimbulkan memori – memori buruk itu datang kembali dalam bayangan Jongin. Pergerakan Jongin yang terlihat ketakutan membuat Sehun kawatir.
"Jongin coba satu suap, aku tidak ingin kau sakit." Sehun bersuara lagi.
Brakkkk!
Jongin melepar mangkuk itu membuat lantai kotor oleh pecahan beling dan bubur. Sehun tersenyum paksa menatap Jongin.
"Aku buatkan lagi yang baru, ne. Tunggu disini. sebaiknya minum susu ini selagi hangat." Ujar Sehun sambil memberikan segelas susu pada Jongin yang menatapnya ketakutan. Dan kembali Jongin membuang susu itu. Dengan gerakan cepat Jongin berlari sambil menangis, darah terlihat mencolok diatas lantai, bekas kaki Jongin yang terkena serpihan beling. Ada sesuatu yang tidak beres pada Jongin. Sesuatu yang membuat Sehun semakin merasa ketakutan. Sehun menangkap tangan Jongin saat Jongin berusaha membuka pintu apartemenya. Sehun memeluk Jongin dari belakang dengan kuat disetiap brontakan Jongin. Jongin meraung, menangis layaknya orang kehilangan akal. Dengan sabar Sehun menenangkanya. Rasanya benar – benar sakit. Sehun menahan nafasnya melihat Jongin seperti ini membuatnya sesak dan perih pada hatinya.
"Lepaskan aku jebbal… LEPASKAN!" Jongin menangis sesegukan. Air matanya mengalir begitu banyak. Seolah berusaha mengatakan bahwa dirinya benar – benar terluka dan terguncang.
"Maaf. Maafkan aku… Jonginah"Sehun membisikan beribu kata maaf. Mempererat pelukanya. Matanya memerah, namun tetap berusaha keras menahan lelehan bening itu mengalir dikedua matanya.
"Pulang, biarkan aku Pulang! Eomma, appa aku ingin pulang hikks lepaskan aku kumohon. Aku tidak akan mengganggumu lagi…."Sehun menggelang kuat dalam pelukanya. Membalik tubuh Jongin yang kelelahan karena menangis dan berteriak – teriak.
"Ini rumahmu Jongin. Sehun rumahmu kau mau kemana?" ujar Sehun seraya menangkup kedua pipi basah Jongin. Jongin menggelang – gelang kecil menatap seolah tidak percaya dengan ucapan Sehun yang baru dia dengar.
"Ani… Ani.." Jongin berguman kecil dalam pelukan Sehun. Hangat nafas Jongin terasa mulai tenang sudah beberapa jam mereka bertahan dalam posisi berpelukan seperti itu. Sehun membawa Jongin kedalam kamarnya. Menempatkan Jongin dengan perlahan diatas tempat tidurnya. Menatap sedih Jongin yang kini tertidur. Sehun menundukan tubuhnya, mencium dalam kening Jongin yang dipenuhi peluh lelahnya. Dengan enggan meninggalkan Jongin. Sehun menutup pelan pintu kamarnya lalu tangan putihnya tergerak untuk menguncinya. Mengunci Jongin agar tidak pergi lagi. Untuk pertama kali dalam hidup, Sehun mengurung seseorang dalam sangkarnya dan orang kurang beruntung itu adalah Kim Jongin. Orang nomor satu yang dia benci.
Sehun mendudukan dirinya dibawah guyuran air shower yang mengalir deras dan tidak ada satu orangpun yang tahu bahwa Sehun sedang menangis dengan kesakitan yang dibaru alami saat Jongin masuk kedalam hidupnya.
"Aaaaaggghhh … hik hiks jangan tinggalkan aku."
Lebih dari satu minggu keadaan Jongin masih tetap sama. Dia sudah tidak pernah berbicara lagi pada Sehun. Yang dia lakukan hanya diam, seperti orang mati. Terkadang Jongin selalu menangis tanpa suara. Dan Sehun selalu berusaha membuat Jongin kembali seperti semula walau kemungkinanya 0%pun Sehun tetap berusaha. Berita buruk tentang Jonginpun terdengar ketelinga Lay, Chanyeol dan Kris. Mereka bertiga merasa kasihan dengan Jongin yang menurut cerita Lay menjadi pendiam dan seperti tidak waras. Karena itulah hampir setiap hari mereka mencekoki, memaksa bahkan mengancam Sehun agar melepaskan Jongin. Namun bagi Sehun sampai kapanpun dia tidak akan melakukanya. Tidak dia tidak bisa karena Jongin adalah nafasnya.
"Kenapa kau mengubah kata sandi apartemenmu?"ujar Lay yang mendudukan dirinya di meja makan Sehun sambil meneguk minuman dingin dari kulkas Sehun. Sehun menunduk lesuh. Terlihat sedang tidak baik.
"Jongin mencoba kabur. Bahkan mencoba bunuh diri akhir – akhir ini." Lay menatap Sehun tidak percaya. Lalu menggelang kecil.
"Aku tidak percaya ada manusia jahat sepertimu Sehun. Tidak bisakah membiarkan Jongin pergi? Dia kesakitan jika dekat denganmu. Kau mengerti!" Sehun tersenyum kecut. Wajahnya berubah sendu terlihat kesakitan.
"Jika aku bisa, Hyung. Aku ingin melepasakanya namun hatiku lebih akan merasa sakit jika dia tidak ada disisiku. Rasanya sesak sekali sampai aku merasa ingin mati saja. Tuhan ada apa denganku." Sehun menutup wajahnya gusar.
"Tapi bisakah kau membiarkanya bebas untuk beberapa saat. Dia tertekan Sehun. Kau tidak melihatnya."
"Aku akan berusaha mengembalikanya seperti dulu." Jawab Sehun yakin.
"Jika kau ingin mengembalikanya seperti dulu biarkan Jongin pergi dan menenangkan dirinya. Dia tersiksa didekatmu." Sehun naik pitam. Kenapa didunia ini semua orang mencoba memisahkanya dengan Jongin.
"Berhenti Hyung! Aku tidak ingin mendengar apapun darimu."ujar Sehun dingin.
"Baiklah aku pergi.." Lay melangkahkan kakinya pergi dari apartemen Sehun. Namun saat didepan pintu apartemen Lay melihat Jongin yang kebingungan. Keadaanya benar – benar kacau. Selama ini Lay tidak boleh bertemu dengan Jongin karena Sehun melarang siapa saja untuk menemui Jongin.
"Tolong aku. Aku ingin pergi dari sini. Jebbal bantu aku." Jongin memohon sambil menangis kepada Lay yang memandangnya sedih. Lay menghampiri Jongin lalu memeluknya.
"Jongin kau kenapa jadi seperti ini eoh?" Jongin melepas paksa pelukan Lay dan memandang tepat kepada biner hitam Lay.
"Tolong bantu aku cepat! Aku ingin keluar dari sini. Kumohon bantu aku, sebelum orang jahat itu datang. Aku ingin pergi."Lay menggelang sedih. Dia ingin membantu Jongin tapi dia tidak ingin terjadi sesuatu pada Sehun. Jongin yang melihat Lay yang tidak ingin membantunya. Merasa frustasi dan tidak bisa mengontrol dirinya.
"Agrhhhh hiks - hikk- eomma appa aku ingin pulang!" jerit Jongin. Lay berusaha menenangkan Jongin.
"Bawa aku pergi hiiikkss!"
"Jongin. Hyung kenapa Jongin bisa ada disini." Ujar Sehun saat mendapati Jongin dan Lay didepan pintu keluar apartemenya. Sehun segera memeluk Jongin namun Jongin malah memberontak dan membuat Sehun dan Lay kewalahan.
"Jangan sentuh aku! Jangan sentuh aku kau orang jahat tidak pantas menyentuhku! Aku membencimu aku ingin pergi!" Sehun kembali memeluk Jongin. Kali ini Sehun tidak mampu menahan air matanya. Dia menangis dibahu Jongin.
"Mian Jongin. Aku minta maaf, kau boleh membenciku asal kau jangan pergi." Ujar parau Sehun. Sehun merasa dunia begitu kejam padanya sekarang. Semua yang terjadi benar – benar menyakitinya. Lebih sakit dari apapun rasa sakit yang pernah dia rasakan.
"Brengsek! Brengsek kenapa aku harus hidup seperti ini. Aku ingin mati saja!" raung Jongin menggila. Sehun hanya dapat memeluknya lebih erat lagi membiarkan Jongin memukuli, mencakar dan menangis dibahunya. Lay yang melihat itu ikut menangis. Disisi laini dia kasihan dengan Jongin yang mulai gila namun disisi lain sepertinya Sehun bisa benar – benar gila jika Jongin pergi. Karena untuk pertama kalinya Lay melihat Sehun yang serapuh ini. Sehun yang ia kenal adalah Sehun yang angkuh, bengis, egois dan tidak akan menangis dihadapan orang lain seperti ini.
Setelah insiden menguras tenaga itu Jongin tertidur dan dengan setia Sehun menemaninya. Diusap lembut surai Jongin lalu dipeluk dan diciumnya bibir tipis itu pelan. Air mata mengalir begitu saja dari mata hitam Jongin yang terpejam begitupula dengan Sehun yang mengigit bibirnya.
"Kenapa dengan sentuhanku, membuatmu bisa terluka seperti ini, walaupun saat matamu terpejam sekalipun." Ujar Sehun sesak. Malam itu mereka tertidur dalam kesedihan.
Dua bulan tak terasa berlalu begitu saja. Keadaan Jongin hanya meningkat seperkian persen. Namun bagi Sehun itu membuatnya semangat untuk membuat Jongin kembali seperti semula. Salju pertama datang lebih awal tapi matahari masih setia menampakan cahayanya. Dengan dimulainya salju dimusim ini dengan begitu juga habislah kontrak Luhan bersama management yang telah membesarkan namanya. Namun sepertinya Sehun melupakan Luhan karena Jongin kini menjadi proritas utamanya. Dia tidak pernah ingin menyakiti orang yang dicintainya lagi. Dia tidak ingin menyakiti Luhan tapi ditidak bisa mempertahankan hunbunganya dengan Luhan jika bayangan Jongin selalu menghantui dirinya jika sedang bersama Luhan. Apa yang dilakukan Jongin, apa yang difikirkan Jongin, apa keinginanya. Hal – hal ini yang selalu difikirkan Sehun saat bersama dengan Luhan dan dia baru menyadarinya saat Jongin tak ingin disisinya lagi.
"Kau ingin melihat salju pertama dimusim ini Jongin? Kita bisa pergi bersama jika kau mau." Ucap Sehun lembut sambil mengelus rambut Jongin. Jongin menggelang pelan lalu mengalihkan pandanganya pada jendela yang menampilkan berjuta krital frozen disana. Dulu Jongin suka dengan butiran salju yang terjatuh dikedua tanganya. Menyukai bagaimana udara dingin menyusup kedalam kulitnya, dan menyukai warna putih yang meutupi semuanya. Namun kali ini Jongin membencinya karena salju pertama ini menorehkan kesedihan yang dalam. Kali ini udara dingin itu mengganggunya.
"Untuk salju pertama ini aku akan mengabulkan semua hal yang kau mau."ujar Sehun. Mata kelam yang semula redup itu kini sedikit bersinar. Sehun tersenyum senang melihat respon Jongin.
"Aku ingin pergi dari hidupmu." Suara lirih itu mampu menghancurkan hati Sehun. Udara dingin itu terasa semakin mencekiknya. Sehun menggelang kecil sebagai jawaban.
"Kenapa? Kau bilang akan mengabulkan semua kemauanku."mata Jongin mulai berkaca – kaca menatap sedih kearah Sehun yang juga menatapnya. Sehun menangkup wajah Jongin menatapnya dalam berusaha menyampaikan apa yang dia rasakan.
"Tidak dengan keinginanmu untuk pergi."ujar Sehun dengan penekanan disetiap kata yang terlontar. Jongin menghempas tangan Sehun kasar.
"WAE?" teriak Jongin.
"Karena sampai kapanpun aku tidak akan membiarkanmu pergi. Kau harus bersamaku sampai kapanpun. Jika perlu samapai MATI!" bentakan Sehun membuat tubuh Jongin bergetar hebat. Namun mata hitam itu masih saling memandang. Sehun yang melihat Jongin yang mulai menangis merasa bersalah dan khawatir.
"Mi- mian Jongin. Aku benar – benar tidak bermaksud begitu hanya, hanya saja aku benar takut kehilanganmu. Kumohon mengertilah." Sehun membawa tangan Jongin untuk dia hangatkan.
"hik… hikk…hikk"
Ting noonggg!
Luhan menunggu dengan kesal didepan pintu apartement Sehun. Dia ingin marah dengan Sehun yang tidak pernah menghubunginya lagi semenjak mereka bercinta didepan Jongin. Dan sekarang saat Luhan sudah pulang dari jepang untuk syuting terakhirnya Sehun juga tidak menjemputnya dibandara. Sehun tidak pernah seperti ini. Dia selalu ada saat Luhan butuhkan, memberi apa yang Luhan inginkan tapi semenjak namja sialan bernama Jongin itu datang kekehidupan percintaanya dengan Sehun,ada kalanya Luhan merasa Sehun mulai berubah. Luhan fikir setelah Sehun memintanya bercinta, mereka akan tambah lengket dan hama seperti Jongin itu akan segera lenyap. Namun dugaanya salah seratus persen saat Sehun tiba – tiba membentaknya, meninggalkanya demi mencari Jongin. Lupakan, mengingat semua itu membuat mood Luhan rusak. Kembali tangan lentik itu menekan bell dengan berutal.
"Sehun sialannn!" Luhan memukul – mukul bahu Sehun saat Sehun membuka pintu untuknya. Ini adalah kebiasaan Luhan saat kesal pada Sehun. Pukulan itu berhenti saat Luhan tidak merasakan respon dari korban pemukulanya. Biasanya Sehun akan memegang tanganya lalu memeluk tubuhnya memberikan kata penenang lalu mengajaknya bersenang – senang sebagai permohonan maaf. Luhan rindu semua itu.
"Se- sehun kenapa dengan dirimu?" ujar Luhan melihat Sehun yang benar – benar kacau. Luhan menggapai wajah Sehun lalu mengelusnya pelan. Luhan merasa sedih melihat Sehun seperti ini. Tidak seperti Sehun yang dia kenal.
Sehun menatap Luhan menatapnya dengan penuh rasa bersalah. Seandainya dia tidak pernah bertemu Jongin mungkin sekarang dia akan bahagia dengan Luhan. Pria sempurna yang selalu dia agung – agungkan dihadapan Jongin.
"Kita akhiri saja semuanya. Maakan aku." Luhan tercekat menatap tidak percaya kearah Sehun. Tidak mungkin Sehun tidak mungkin memutuskan hubunga denganya.
"Jangan bercanda ini tidak lucu." Ujar Luhan menahan tangisanya.
"Maafkkan aku." Ucap Sehun kembali. Raut wajahnya menunjukan penyesalan.
"Apa karena namja sialan Jongin itu? Karena dia hah! Tidak aku tidak terima. Kubunuh dia!" Sehun tersentak menatap Luhan yang kini terbalut emosi.
"tidak ini murni keinginanku jangan libatkanya dia."
"Persetan dengan semuanya. Jongin kemari kau sialan!" Luhan melangkah kekamar Jongin Sehun yang melihat itu segera menghalangi langkah Luhan hingga terjadi dorong – mendorong.
Brakkk
Luhan terdorong hingga jatuh dan tanganya mengenai guci kecil disana.
"Kubilang bukan salahnya!" bentak Sehun mendarah daging. Tubuh luhan gemetar.
"Apa yang kau lakukan padanya, kenapa kau selalu menyakiti semua orang hah!" teriak Jongin yang entah bagaimana datang dan membantu Luhan berdiri. Luhan yang melihat kedatangan Jongin. Semakin marah dan dengan cepat mencekik leher Jongin hingga Jongin terjatuh dilantai. Sehun segera memisahkan Luhan dan Jongin namun luhan masih mempertahankan Lengannya untuk mencengkram leher Jongin lebih kuat dari sebelumnya. Air mata mulai mengenang dipelupuk mata Jongin. Jongin hanya bisa merintih kesakitan.
"Maafkan aku hiikk… aku ingin pergi… biarkan aku pergi… hikkk" cengkraman Luhan mengendor saat Jongin memohon padanya untuk dibiarkan pergi. Ada yang aneh fikir Luhan kalut. Saat cengkraman Luhan terlepas Jongin segera berlari kepintu keluar. Lalu berteriak – teriak sambil menggendor – gendor pintu seperti orang kehilangan akal. Luhan menatap Sehun yang berdiri memantung menatap Jongin yang berteriak dan mengendor pintu. Sakit hati Luhan saat melihat Sehun menitikan air mata.
"Jongin kenapa?"ujar Luhan. Sehun menatap Luhan
"Lu. Aku takut dia bilang dia ingin pergi. Dia bilang dia ingin pergi dariku Lu. Dia tak ingin berada disisiku. Dia ingin pergi. Bahkan aku takut bukan hanya raganya yang pergi tapi fikiranya. Aku takut aku bingung harus bagaimana. Aku ingin menyerah tapi aku merasa kesakitan jika Jongin pergi. Aku bingung." Suara serak Sehun terdengar sangat frustasi. Sehun berjalan pelan kearah Jongin yang mulai terduduk sambil memukul – mukul kecil pintu dan berguman kata 'buka' Sehun memeluk Jongin membiarkan Jongin untuk kesekian kalinya menangis dibahunya. Jongin memilih diam dan mengatur nafasnya yang mulai sesak.
Sehun menutup pintu kamar Jongin dengan perlahan. Beberapa kali Sehun meremas dadanya lalu memandang kembali pintu kamar Jongin. Dilihatnya Luhan masih diam disofa apartemen Sehun. Dengan langkah lelah Sehun mendudukan dirinya disebelah Luhan. Namun Luhan masih tidak bergeming arah mata Luhan tertuju pada pecahan beling yang belum sempat dibersihkan.
"Lu ada yang ingin kau minum?" ujar Sehun berusaha senormal mungkin.
"Jangan sok kuat aku tahu kau kesakitan. Terlihat jelas diwajahmu." Sehun tersenyum miris.
"Bagaimana jika kita bawa Jongin kefisikolog?" ujar Luhan seketika membuat Sehun menatapnya tajam.
"Dia tidak gila!"
"Aku tidak mengatakan dia gila. Ini demi kebaikanya!"
"Lupakan aku tidak akan mengizinkanya. Dia tidak akan kemana – mana."
"Singkirkan keegoisanmu Sehun!" Sehun tersenyum kecil.
"Apa perdulimu, bukankah kau membenci Jongin. Kau sama saja seperti Lay yang ingin memisahkanku dengan Jongin."
"Bukan itu maksudku. Aku perduli karena aku merasa bersalah padanya. Sehun dia bisa jadi gila jika kau mengurungnya seperti ini."
"Persetan dengan semuanya. Aku tak akan membawanya pergi." Luhan menunduk melihat Sehun seperti ini membuatnya sakit.
"Bisakah kau pertimbangkan ini. Anggap saja sebagai permintaan terakhirku. Jujur aku tidak bisa melepaskanmu. Tapi aku akan merasa bersalah jika membiarkan Jongin seperti itu. Fikirkan sekali saja turuti kemauanku." Sehun membelai tangan Luhan merasa bersalah telah membuat Luhan bersedih kembali.
"Ini sebagai permintaan maaf aku akan mengizinkanya." Luhan tersenyum senang.
"Baiklah aku akan menghubungi temanku, setelah perjanjian denganya aku akan menghubungimu. Arra!" Sehun mengangguk lalu memberikan senyum pada Luhan.
"Geomao."
Dingin menyusup kulit membekukan pergerakan darah. Asap mengebul dari segelas coffee hangat yang tersedia disebuah café dipersimpangan jalan yang tidak terlalu padat. Luhan terduduk lesuh disalah satu kursi kosong di café itu menatap kearah jalan yang tertutupi balutan putih salju.
"Boleh aku bergabung?" suara berat memecah lamunanya. Luhan mengangguk ambigu.
"Kau Luhan?" suara berat itu terdengar lagi.
"Kukira penyamaranku sudah baik. Tapi masih ada orang yang mengenaliku." Lawan bicara terkekeh kecil.
"Tapi maaf aku mengenalmu karena teman dekatmu mengenalmu. Jujur saja aku tidak tahu kau siapa artiskah." Luhan mendelik sebal.
"Perkenalkan aku Chanyeol teman dekat Jongin." Luhan tersentak kaget menatap Chanyeol yang kini menatapnya sinis tidak ada lagi cengiran bodoh yang beberapa waktu lalu dia tunjukan.
"Kau teman dekat Jongin? Aku fikir dia tidak punya teman." Ucap Luhan setengah berguman.
"Bagaimana keadaan Jongin?"ujar Chanyeol to the poin. Luhan menelan ludah mengingat Jongin mengingatkanya pada perilaku aneh Jongin.
"Terlihat buruk."
"Kau sudah pernah bertemu denganya? Jika si brengsek Sehun tidak menghalangiku aku ingin membawa Jongin pergi." Luhan membulatkan matanya, kaget.
"kau mengenal Sehun?"
"Iya. Tentu saja karena Jongin selalu menceritakan semua Kelakuan Sehun dan dirimu. Dan Jongin selalu berusaha tetap tegar tapi mungkin untuk yang terakhir, hal yang dilakukan Sehun membuatnya benar – benar down. Dia juga memperlihatkan foto dirimu dan Sehun, sambil tersenyum dia bilang kalian memang serasi. Dia bilang terkadang suka menyesal ingin memisahkan kalian. Jongin tidak pernah ingin kau terluka tapi dia mencintai Sehun." Luhan tertunduk dia merasa sangat menyesal selalu memarahi, membentak bahkan terkadang memukuli Jongin. Jongin selalu diam dan menerima tanpa membalas.
"Mian… maafkan aku." Lirih Luhan air matanya mengalir.
"Bantu aku … bantu aku membawa Jongin pergi." Ujar Chanyeol mengebu – gebu. Luhan terdiam begitu lama. Tidak dia tidak mungkin membuat Sehun hancur.
"Tidak Sehun akan terluka."
"Jongin yang akan tersiksa!" bentak Chanyeol murka.
"Maaf aku tidak bisa." Parau Luhan.
"Brengsek! Jika begitu aku akan membawanya dengan caraku sendiri." Chanyeol mengebrak meja Luhan lalu pergi meninggalkan Luhan yang mulai menangis dalam diam. Tiba – tiba handponenya berbunyi.
"yeobseo? Oh ne, Sena-ya aku akan segera menuju kesana." Luhan menutup telponya lalu segera beranjak menuju apartemen Sehun untuk membawanya kefisikiater.
"Jangan gelisah seperti itu, semuanya akan baik baik saja." Ujar Luhan menatap Sehun yang terlihat gusar. Disamping Sehun ada Jongin yang diam menatap keluar jendela mobil. Matahari kehilangan cahayanya.
"Perasaanku tidak enak,"ujar Sehun kembali.
"Sudah tenangkan fikiranmu semua akan baik – baik saja. Cha kita sudah sampai." Jawab Luhan. Mereka bertiga menaiki lift yang membawa mererka ketempat Sena teman Luhan yang menjadi seorang fisikiater.
"Oh Luhan bagaimana keadaanmu?" Sena menyapa hangat Luhan saat mereka bertiga sampai diruangan Sena.
"Tentu aku baik. Kenalkan ini Sehun dan sebelahnya Jongin." Sehun berusaha tersenyum ramah. Menyambut uluran tangan Sena sementara Jongin bersembunyi dibelakang bahu Sehun. Dengan tangan Sehun dan Jongin yang tidak pernah terlepas.
"Kau Oh Sehun yang sering Luhan ceritakan, iyakan Lu?" Luhan mengangguk kecil.
"Aku Sehun."
"Sena dan ini?" Sena menunjuk Jongin yang menundukan kepalanya.
"Kim Jongin. Namanya Jongin." Ujar Sehun memperkenalkan. Sena menatap Jongin hangat namun saat mata mereka bertemu Sena tahu siapa Jongin.
"Kai?" ujar Sena yakin.
"Bukan dia Jongin." Ujar Sehun kembali. Jongin menatap Sena.
"Sena noona." Lirih Jongin.
"Kai kau kemana saja?" Sena menghampiri Jongin untuk sekedar menyambut bagai seorang teman lama. Namun Sehun menghalanginya. Sena tersenyum maklum. Dia sudah mendengar kronologis ceritanya dari Luhan.
"Sena dari mana kau kenal dengan Jongin." Ujar Luhan bingung. Sena tersenyum lembut kepada Jongin lalu beralih kepada Luhan.
"Dia pasienku dua tahun yang lalu."
Sehun ingin membunuh waktu saat detik demi detik itu terasa semakin menyusut. Nirwana tahu Sehun lelah. Tapi kini tidak ada benar, tidak ada salah. Dia hanya perlu menunggu berharap kabar baik datang. Luhan terdiam ditempatnya sekali – kali memandang pintu tempat Jongin dan wajah Sehun yang terlihat cemas.
"Dia akan baik – baik saja." Ujar Luhan berusaha menghibur Sehun.
"Bagaimana aku bisa tenang jika aku tahu Jongin pernah menderita gangguan mental. Jika aku tahu semua ini agggghhh kenapa aku tidak tau Jongin menderita. Kenapa dia harus bertemu denganku. Kenapa aku begitu jahat. Seharusnya dia bisa sembuh dan kembali menjadi normal." Sehun menyalahkan dirinya sendiri. Diam memang paling bersalah disini. Tapi dia tidak bisa lagi melepas Jongin. Walau membuat Jongin menderitapun Sehun tidak akan melepasnya.
"Cukup menyalahkan diri sendiri tidak akan membuat keadaan membaik. Kau harus lebih berusaha menyembuhkanya." Luhan menenangkan Sehun. Setelah itu pintu terbuka menampakan Jongin dan Sena. Jongin terlihat lebih tenang dan tidak terlihat tertekan.
"Luhan, Sehun bisa aku berbicara dengan kalian berdua?" luhan mengangguk mengiakan sedangkan Sehun masih menatap Jongin.
"Bisakah Jongin masuk aku takut dia kabur." Ujar Sehun menatap Sena meminta persetujuan Sena tersenyum kecil.
"Tenang dia tidak bisa pergi kemanapun aku sudah mengunci pintu depan. Jadi masuklah." Sehun menyusul Luhan kedalam ruangan. Duduk disebelah Luhan.
"Baiklah kita langsung keinti masalah. Aku fikir setelah Jongin keluar dari terapi rutinya dia sudah sembuh total. Namun aku menemukan hal yang mengejutkan. Kondisinya semakin buruk. Emosinya turun naik dan dia mempunyai banyak altar ego yang membuatnya semakin buruk. Jika bisa Jongin jangan bertemu denganmu dan Juga Luhan lebih dulu. Karena bisa membuat keadaanya semakin down." Ujar Sena panjang lebar.
"Kau ingin memisahkanku denganya?" ujar Sehun dingin. Sena menggelang.
"Bukan memisahkan hanya kalian jangan bertemu saja mungkin satu atau dua bulan kedepan. Kesehatannya ada pada tangan kalian. Dia bilang jika dia ada disampingmu dia merasa tertekan dan kesakitan. Namun saat melihatmu menangis dia kebingungan melihatmu sedih dan selalu bertanya – tanya siapa yang membuat Sehun menangis. Ada dua elemen pada diri jongin yang terkadang berperan sebagai Jongin yang polos dan manja dan Kai yang sedih, dan terpuruk. Lebih parahnya kau telah membangitkan sosok Kai dalam diri Jongin. Itu sangat bah-" Sehun menggebrak meja Sena dan memandangnya penuh marah.
"Kau fikir aku percaya dengan omong kosongmu. Jongin adalah Jongin dan Kai adalah Kai. Luhan sudah kubilang datang kesini hanya menambah masalah. Aku tidak ingin mendengarkan apapun Jongin tidak akan pergi kemanapun entah itu satu bulan atau satu tahun."nafas Sehun memburu. Sena menanggapi dengan santai. Sementara Luhan hanya menepuk bahu Sehun dan menenangkanya.
"Aku memberitahun ini demi kebaikan kalian bersama. Jika dibiarkan Jongin bisa melupakan kalian dan berakhir gila tanpa ada yang bisa menolongnya kembali. Dia akan kehilangan ingatan manisnya dan hanya akan ada kenangan buruk yang tersisa. Mendorongnya untuk pergi dari kesadaran akan dirinya. Dan mungkin akan berakhir ditempat yang kau pasti tahu." Luhan menutup mulutnya tidak percaya aliran air itu mengalir dari pelupuk matanya. Sementara Sehun menahan sesak atas penuturan yang Sena ucapkan. Sekalipun Jongin sakit dia akan sembuh fikir Sehun kalut.
"Lu ayo kita pergi! Tidak ada artinya kita disini." Sehun beranjak dari kursinya, namun Luhan masih terdiam ditempatnya lalu menahan Sehun untuk pergi.
"Aku sudah mengatakan pada Jongin untuk menenangkan fikiranya." Ucap Sena memandang Sehun dan Luhan.
"Jangan mencekokinya dengan hal yang tidak baik. Jangan mencoba mengatakan padanya untuk pergi." Rasanya Sehun ingin mencekik Sena yang sok tenang dia benci semua orang yang ingin memisahkan dirinya dengan Jongin.
"Apa yang membuat Jongin pernah mendapat terapimu?" ujar Luhan seketika Sena terdiam cukup lama mencoba mengingat memori tentang Jongin.
"Dulu kakaknya Kim Kyungsoo mati bunuh diri karena dicampakan kekasihnya. Orang tuanya merasa bersalah karena kejadian yang Kyungsoo alami, ibu Jongin terkena serangan Jantung dan meninggal setelah satu minggu kematian Kyungsoo. Ayah Kai yang merasa frustasi pergi mengunjungi bar dan kecelakaan karena mengendara sambil mabuk. Sementara Jongin semenjak kakaknya meninggalkan segera dibawa ketempatku oleh ayah Jongin sebelum insiden kecelakaan itu. Jongin anak yang sangat dimanja keluarganya, dia terlahir dari keluarga yang harmonis dan penuh cinta. Dan Kyungsoo adalah seseorang yang paling berharga bagi Jongin. Kepergian ketiga orang yang sangat dicintainya membuat Jongin dilanda depresi yang tinggi. Namun setelah dua tahun Jongin mulai kembali menjadi seperti semula. Dia benci gelap, dia benci keheningan dan paling benci menonton berita tentang orang mati, pembunuhan dan kecelakaan. Dan mungkin bertambah satu pemerkosaan Jongin mengatakanya padaku tadi apa kalian pernah bercinta didepanya." Ujar Sena sinis diakhir kalimat. Sehun pergi tanpa kata meninggalkan Luhan yang terdiam ditempatnya. Dia tidak mau mendengar penjelasan yang hanya akan membuat dirinya down.
"Aku bersalah Sena. Otte?" lirih Luhan.
"Semua orang pernah melakukan kesalahan. Namun semua orang tidak selalu memperbaikinya. Jika kau merasa bersalah perbaikilah kesalahanmu itu." Ujar Sena bijak Luhan mengangguk kecil.
Sehun tersenyum kecil melihat Jongin yang memperhatikan buliran salju dari tempat duduknya. Dengan segera Sehun memeluknya. Seluruh tubuh Jongin terasa hangat.
"Aku merindukanmu padahal hanya satu jam kita terpisah." Sehun menghirup bau tubuh Jongin yang membuatnya kecanduaan.
"Jangan percaya apa yang wanita itu katakana arra. Dia hanya membual. Kau baik – baik saja aku yakin." Sehun tidak yakin dia bimbang, dia ketakutan, dia tahu Jongin dalam kondisi terburuknya. Dia tidak bisa lagi menutup mata. Bagaimana jika Jongin benar – benar ingin pergi, tertutup dengan kenangan – kenangan buruk yang ia timbulkan kembali dalam diri Jongin.
Sena dan Luhan yang melihat dari sela pintu merasa ikut sedih. Sena tahu Sehun benar – benar merasa bersalah tapi bisakah lelaki itu tidak egois dan membiarkan Jongin tenang untuk menutup sosok Kai yang sedang bersarang dalam fikiranya.
"Hey kita akan baik – baik saja. Jangan menangis oke!"Sehun menghupus lelehan air mata dipipi Jongin.
"Kenapa kau menangis, apa aku berbuat salah padamu?" Sehun memantung dihadapanya Jongin tengah menghapus air matanya menatap tepat kebola mata Sehun seperti seorang anak kecil yang tidak tahu apa – apa. Sehun menangkup tangan hangat Jongin lalu mengelang.
"Tidak aku tidak menangis sesuatu masuk kedalam mataku." Sehun memeluk kembali Jongin karena sempat melepas pelukanya. Bernafas lega.
"Jangan menangis lagi Sehun sii." Sehun mengangguk Sedih sekaligus senang. Sehun merasa Jongin melihatnya sebagai orang asing. Tapi dia tetap bersyukur.
…
..
.
"Apa yang terjadi Sena?" ujar Luhan yang aneh melihat Jongin yang tiba – tiba menjadi baik.
"Sosok Kai akan pergi jika Jongin merasa tenang." Luhan melangkahkan kakinya mendekati Sehun dan Jongin namun langkahnya terhenti saat Sena menahanya.
"Jangan kau jangan kesana. Jongin akan kembali teringat memori buruknya,"Luhan menunduk lesu.
"Katakan pada Sehun aku pergi lebih dulu." Sena mengguk sebagai jawaban.
Entah apa yang terjadi dengan Jongin yang terpenting Sehun senang Jongin memperlihatkan perubahan. Senyum tidak terlepas dari bibir tipisnya. Bahkan pelukanya pada tubuh jongin belum terlepas.
"Ekhem Sehun sii maaf mengganggu." Sehun melepas pelukanya. Sena tersenyum lembut pada Kai.
"Kai bagaimana perasaanmu sekarang." Ujar Sena.
"Kai? Siapa? aku Jongin." Tunjuk Jongin pada dirinya.
"Maksudku Jongin bagaimana kabarmu?"
"Aku baik. Terimakasih sudah bertanya." Sena mengangguk. Lalu pandanganya beralih pada Sehun.
"Sehun sii. Bisa aku berbicara sebentar denganmu." Sehun mengangguk dan menjauhkan jarak dari Jongin yang kini kembali sibuk dengan butiran salju.
"Luhan sudah pulang. Sebisa mungkin untuk saat ini jauhkan Jongin dari Luhan. Cobalah jangan terlalu mengekangnya." Bisik Sena. Sehun menatap menyelidik Sena.
"Apa yang terjadi dengan Jongin?"
"Saat fikiranya tenang dia akan kembali menjadi Jongin. Dan sosok Kai menghilang, saat menjadi Jongin dia akan kehilangan memorinya mengenai Kai dan keterpurukanya. Yang dia ingat dia hanya Jongin yang manja dan bahagia. Maka dari itu jangan terlalu mengekangnya." Sehun mengangguk mengerti.
"Terimaksih maaf membentakmu tadi. Kau tahu aku benar – benar hampir gila jika mengenai Jongin." Sena mengangguk memaklumi.
.
.
.
.
Senyum berkembang di bibir Sehun disebelahnya Jongin menunduk sesekali menatap hamparan salju diluar kaca jendela taxi. Karena Luhan pulang lebih dulu maka Sehun menyewa taxi.
"Jongin lain kali kita pergi besama ketempat yang menyenangkan. Kau mau." Jongin menoleh kearah Sehun, dengan ragu Jongin menangguk. Sehun membenarkan syal Jongin lalu membawa tangan Jongin kedalam jaketnya. Terkadang menciumi pipi Jongin sementara Jongin hanya diam saja.
"Saya iri sekali melihat kemesraan kalian. Apa kalian pasangan baru? Terlihat hangat sekali. Sampai tautan tangan kalian tidak pernah terlepas dari tadi." Sehun tersenyum lalu mengeratkan genggaman tanganya. Paman supir taxi ini mebuatnya malu.
"Kami sudah lama bersama ajusshi." Ujar Sehun. Paman itu tersenyum.
"Sudah lama pantas semakin lengket. Tidak terpisahkan satu sama lain." Kekeh Supir taxi itu.
"Tentu saja. Aku tidak akan melepaskanya untuk pergi ajusshi." Ucap Sehun sambil menatap mata Jongin dalam.
"Manis sekali kau anak muda." Sehun tersenyum lembut. Lalu memeluk Jongin dari samping. `Mereka berdua menatap hujan salju yang mengguyur seol.
"Aku mencintaimu Jongin." Lirih Sehun mengeratkan pelukanya sambil menutup mata. Bebanya menguap.
tbc
