My take on their childhood, jadi tidak sepenuhnya pas dengan canon maupun gaiden. Harap salahkan Shiori yang menyelipkan hint ManiAlba di Manigoldo Gaiden! *nangis*
.
.
.
Title: 絆
Genre: Friendship/Family
Rating: T
Summary: 18 tahun sama sekali bukan waktu yang singkat untuk mereka. Ada pertemuan, pendekatan, konflik, koalisi, persahabatan, dan... romansa.
Warnings: Mungkin menurut Anda OOC, menurut saya nggak. Mungkin ada typo yang nyelip. Mungkin...
Disclaimer: Saint Seiya © Kurumada Masami, Saint Seiya: the Lost Canvas © Teshirogi Shiori
.
.
.
I. M - 7
.
.
.
"Kita berhenti sebentar di kuil itu."
Tidak ada suara yang menjawabnya, sehingga ia harus menoleh untuk meyakinkan diri bahwa ia tidak sengaja meninggalkan kawan seperjalanannya pingsan entah di mana. Syukurlah ternyata kawan yang dimaksud—seorang bocah dengan rambut biru berantakan—tetap mengekorinya. Ucapannya tidak disahut karena sang bocah terengah-engah kelelahan sambil setengah berdiri memegangi lutut.
Yah, wajar saja anak kecil sepertinya kelelahan mendaki ribuan tangga Sanctuary, bukan?
Ia tersenyum dan mendekati si bocah. Yang didekati mendongak dan melemparinya dengan tatapan jengkel sekaligus takjub. Mungkin bertanya-tanya kenapa orang tua sepertinya bisa berjalan puluhan kilometer dan mendaki ribuan anak tangga tanpa meneteskan keringat satupun apalagi ngos-ngosan.
"Kuatkan dirimu, Manigoldo. Hanya beberapa anak tangga lagi dan kita bisa meminta ijin kepada penjaga kuil Pisces untuk berisirahat di tempatnya sejenak."
Bocah bernama Manigoldo itu berdecak pelan seraya berkacak pinggang. "Awas kalau kau menyuruhku mendaki lebih banyak anak tangga, Pak Tua." Ritme jantungnya sudah cukup normal dan napasnya sudah lumayan teratur untuk berbicara dengan jelas.
Yang diancam hanya tertawa kebapakan dan melanjutkan perjalanan lebih dahulu. Tidak ada pilihan lain bagi Manigoldo selain kembali berjalan, mengikuti dari belakang dengan langkah pelan karena tubuhnya masih kelelahan. Ia bahkan harus menyeret langkahnya setelah selesai mendaki anak tangga yang menghubungkan kuil Aquarius dengan kuil Pisces agar bisa membawa tubuhnya untuk bersandar pada pilar terdekat di halaman kuil tersebut.
Lagi, ia tersenyum melihat si bocah beristirahat, untuk sejurus kemudian berkonsentrasi membakar sedikit Cosmonya—sebuah salam antar sesama Saint Athena, sekaligus memberitahu pemilik kuil bahwa ia ada di sana. Hanya butuh waktu beberapa detik dan ia merasakan Cosmo yang familiar dan mendengar suara langkah kaki berjalan keluar dari dalam kuil. Ketika rambut merah dan zirah emas muncul dalam jarak pandangnya, ia tersenyum semakin lebar.
"Apa kabar, Lugonis?"
"Kabar baik, Kyoukou-sama." Lugonis, pria dengan surai merah tembaga itu, balas menyapa dengan senyum yang sama lebarnya. "Bagaimana perjalanan Anda?" [1]
Manigoldo menonton kedua pria tersebut berbicara entah apa—ia tidak bisa mendengarnya dengan jelas, dan kalaupun bisa, ia tidak akan mengerti. Tenaganya sudah kembali setengah, cukup untuk menaiki beberapa puluh anak tangga lagi, tapi ia malas bergerak dari tempatnya bersandar. Di tengah keasyikannya menonton itu, ia melihat perhatian dua pria dewasa itu teralihkan saat seorang bocah kecil berambut biru muncul dari dalam kuil Pisces.
Pak tua yang bersamanya sedikit membungkuk agar bisa mengelus kepala bocah kecil itu. Dan baru saat itulah Manigoldo mendengar jelas apa yang diucapkan sang Kyoukou-sama.
"Manigoldo! Kemarilah dan sapa mereka!"
"Aku lelah!" Manigoldo berteriak cukup keras untuk didengar oleh mereka. "Bagaimana kalau kalian saja yang kemari, heh?"
Dari tempatnya, ia bisa melihat Lugonis tersenyum maklum. Kyoukou-sama menghela napas panjang sebelum mengangkat tangannya dan, percaya atau tidak, membuat Manigoldo melayang rendah dengan gerakan jarinya saja. Bocah Italia itu terlalu kaget untuk berontak dari kekuatan tak kasat mata yang menariknya mendekati tiga orang tersebut dan ia berteriak protes saat mendadak dijatuhkan dengan tidak elit begitu tiba di dekat mereka.
"Apa tidak ada cara mendarat yang lebih aman untuk bokongku, Pak Tua?"
"Kau perlu sedikit dikasari, Manigoldo, dan mulailah menyebutku Sage-sensei, atau Sensei saja!"
"Ck... iya, iya, tidak usah melotot begitu!"
Tawa pelan Lugonis secara efektif menghentikan perdebatan antara guru dan murid itu. "Anak yang menarik. Jadi, namanya Manigoldo?" Ia tersenyum ramah seraya berjongkok agar pandangannya bisa setara dengan Manigoldo. "Namaku Lugonis, penjaga kuil Pisces. Dan anak ini," tangannya merangkul pundak bocah kecil di sampingnya, "adalah Albafica. Kurasa kalian berdua seumuran, jadi kuharap kalian bisa akrab."
Manigoldo menatap lurus bocah yang diperkenalkan sebagai Albafica itu. Anak itu cukup cantik, dengan rambut sewarna langit di kala siang hari sebahu dan iris berwarna langit malam. Parasnya ayu, meskipun keelokannya itu sedikit dirusak dengan debu tanah dan plester di sana-sini. Menilai dari pakaian yang ia kenakan, sepertinya Albafica juga salah satu dari sekian banyak anak-anak yang berlatih untuk menjadi Saint Athena di tempat ini.
"Ayo, beri salam pada Manigoldo, Albafica," pinta Lugonis.
Albafica tampak ragu-ragu selama beberapa saat, sebelum akhirnya sedikit menunduk dan berbisik "Halo" pelan. Lagi-lagi Lugonis tersenyum maklum dan sedikit mengacak-acak rambut muridnya itu seraya bangkit berdiri.
"Baiklah, kami pamit undur diri sekarang. Maaf sudah mengganggu acara latihan kalian, Lugonis, Albafica."
Kalimat Sage membuat Manigoldo kontan mendongak menatap gurunya. "Tunggu sebentar! Kau bilang kita akan istirahat sebentar di sini!"
"Dan kau sudah mendapatkan cukup banyak istirahat, bukan?" Sage tersenyum puas. "Berhentilah merajuk dan berdiri, Manigoldo. Masa' kau tidak malu pada Albafica? Dia lebih muda darimu tapi tidak pernah protes setiap kali Lugonis membawanya naik turun seluruh tangga di Kuil Zodiak."
Manigoldo menatap Albafica, yang mendadak sudah bersembunyi di balik jubah Lugonis, seolah-olah enggan menunjukkan wajahnya setelah namanya disebut-sebut. Bocah Italia itu terus mematung selama beberapa saat, sebelum kemudian berdiri dan berjalan melewati Lugonis dan Albafica tanpa berbicara apa-apa.
Melihatnya, Sage tersenyum semakin lebar dan mengucapkan salam pelan kepada kedua penghuni kuil sebelum berjalan cepat mengejar muridnya. Ada bagusnya ia mempertemukan Manigoldo dengan Albafica—sepertinya ia bisa memanfaatkan nama murid Lugonis satu itu untuk membakar semangat muridnya sendiri.
.
.
.
Bersambung...
.
.
.
Omake!
.
.
.
"Guru."
"Ya, Manigoldo?"
"Memangnya perempuan boleh ikut berlatih menjadi Saint Athena, ya?"
"Tentu saja boleh. Asal mereka punya tekad untuk bertempur demi Athena, aku tidak punya hak untuk melarang mereka untuk tidak mengikuti pelatihan menjadi Saint."
"Bahkan perempuan sekecil Albafica juga?"
Sage mendongak, berhenti dari pekerjaannya mengoreksi hasil latihan menulis aksara Yunani milik Manigoldo.
(Dia memang mengharuskan para prajurit Athena untuk setidaknya bisa membaca dan berhitung dan, bagi mereka yang akan menjadi Gold Saint, berbicara dalam berbagai bahasa.)
"Albafica?"
Manigoldo, yang duduk di seberangnya, mengangguk. "Sejak kapan, 'sih, dia di sini? Sepertinya dia sudah terbiasa dengan latihan-latihan menjadi Saint, ya?"
"... Albafica sudah berada di sini sejak ia masih berupa bayi mungil."
"Benarkah?"
"Benar. Tapi, kau perlu mengoreksi sesuatu, Manigoldo."
"Apa?"
Sage mengetukkan pensil di tangannya kepada sebuah soal yang ia tandai. "Jawabanmu untuk soal ini salah, dan..."
"... Dan?"
"... Albafica itu laki-laki."
.
.
.
Glosarium:
[1] Kyoukou-sama: Paus / Grand Pope.
.
.
.
Review?
