My Silly Oppa
Hunhan's Fanfiction
Present by,
Parkizuna
Whole of this story is belong to me, except the casts, ofcourse.
Warn: Genderswitch, typos is my styles :D, tidak sesuai EYD
My Silly Oppa chap.1
Pada siang yang begitu cerah ini, seorang pemuda yang masih meringkuk di selimut hangatnya yang nyaman bergerak gelisah. Suara cicitan burung dan terpaan sinar matahari terik yang berasal dari jendela kamarnya membuatnya terpaksa bangun. Sambil menggeliat, pemuda berkulit putih ini mencoba duduk sambil demi mengumpulkan nyawa yang masih tertinggal di alam tidur.
Pemuda itu menatap kamarnya yang mungil, dan berantakan. Begitu banyak baju kotor, barang barang perintilan semacam asbak, kumpulan CD yang tidak tersusun rapih, buku-buku referensi bahan skripsinya yang tidak tersentuh nampak begitu berdesakan di lantai kamar yang sempit dan berdebu. Belum lagi Macbooknya yang masih dalam keadaan menyala, seingatnya semalam ia memakai benda tersebut untuk merevisi ulang skripsi atas perintah Dosen tercinta, namun sebelum selesai mengedit bab terakhir kantuk menguasai dirinya, dan dengan setengah kesadarannya ia beranjak ke kasur.
Sambil menguap pemuda yang bernama Sehun itu pun mematikan Matilda, nama lain dari Macbook Air miliknya.
Sehun beranjak turun ke lantai bawah, mencari Ibunya.
"Eomma?" Panggil pemuda itu begitu sampai di dapur. Tempat dimana biasa Ibunya berada. Kosong, tidak ada siapapun disana.
Sesampainya di ruang TV, Sehun melihat seorang anak kecil berkuncir dua tengah duduk manis di sofa. Pemuda pikir dirinya tengah berhalusinasi dan dengan tatapan kosong ia melewati ruangan tersebut.
Namun ia tersadar kalau dirinya tidak berhalusinasi ketika manik coklat si anak berkuncir dua itu mengawasi tingkah lakunya. Sehun pun menghampiri si kuncir dua itu, dapat ia lihat anak kecil itu tengah memangku setoples penuh cookie buatan Ibunya kemarin dan terdapat segelas susu coklat diatas coffee table.
"Dimana Eommaku?" Tanya Sehun pada anak berkuncir dua itu, sambil memperhatikan rok pendek dan stoking garis garis sepanjang paha yang dikenakan anak itu, ternyata dia perempuan, pikir Sehun.
"Ahjumma baru saja pergi keluar, dia bilang mau membeli stock kue." Jawab Gadis berkuncir dua.
Seperti biasa, Ibu Sehun memang termasuk ahjumma-ahjumma yang aktif bergaul dalam komplek perumahannya. Sehun sudah terbiasa dengan kedatangan anak kecil yang tak diundang dalam rumahnya mengingat betapa besar keinginan Nyonya Oh tersebut untuk mengurus anak dan dengan senang hati Ibunya akan menerima anak tetangga yang dititipi selama orangtuanya pergi, contohnya Jongin bocah ingusan yang sekarang sudah beranjak remaja. Sehun menduga kalau gadis berkuncir dua ini juga salah satu anak dari tetangganya.
"Mana orang tua mu?" Tanya Sehun pada gadis kuncir dua tanpa basa-basi.
Si gadis terkejut, tiba-tiba teringat kepergian orang tuanya sehingga berakhir di rumah ini. Butiran air mata meleleh dari mata rusa. Hal itu membuat Sehun kaget.
"Huweeee... Baba... Aku mau ikut..." Isak gadis itu tiba-tiba.
Sehun yang panik tidak dapat berbuat apa-apa, yang ia butuhkan sekarang adalah Eommanya untuk menenangkan Gadis kuncir dua ini.
"Astaga, Kuncir dua! Jangan menangis,"
Sesaat tangisan gadis kuncir dua itu terhenti, namun alih-alih berhenti, tangisannya semakin kencang.
"Hiks, hiks.. Namaku Luhan, bukan kuncir dua.." jelas Gadis itu sambil mengusap air matanya yang mengalir di pipinya.
Sehun menghela nafas panjang, kemudian mengambil remote TV. Luhan memperhatikan Sehun, apa yang dilakukan oleh pemuda itu? Ternyata Sehun mencari saluran kartun anak-anak. Luhan mengerutkan dahinya dan bertanya-tanya apa maksud pria itu mengganti salurannya?
"Serial kartun?" Tanya Luhan sesenggukan.
"Ya, aku rasa ini saluran tv yang tepat untuk seusiamu. Sudah jangan menangis, lihat kartun itu.. lucu bukan?"
"..."
"Kenapa kau terus menatapku? Kau tidak menyukainya?"
"Kau pikir aku anak kecil?"
Sehun pun kembali memperhatikan penampilan gadis berkuncir dua yang bernama Luhan itu. Tingginya kurang lebih 148 cm, kulitnya putih susu, badannya kurus rata seperti pipa. Jadi perkiraan Sehun gadis itu berusia 12 tahun atau mungkin 11?
"Kau tidak mungkin seorang ahjumma kan?"
Mata rusa itu membulat tidak percaya mendengar pertanyaan Sehun. Ahjumma katanya? Seketika tangisnya berhenti.
"Kartun? Kurasa gadis yang berusia 15 tahun lebih pantas menonton serial drama, dibanding kartun seperti ini!" Jawab Luhan kesal, sambil menatap kedua tokoh kartun merah dan kuning yang sedang memperebutkan sosis kecil di layar televisi.
"15 tahun?" Tanya Sehun tidak percaya.
"Iya, April kemarin baru saja kurayakan ulang tahun ke 15 ku." Sergah Luhan sambil cemberut, wajahnya masih memerah akibat menangis tadi.
"Ku kira kau masih berusia 12 tahun, atau mungkin 11 tahun. Bagaimana mungkin kau 15 tahun? Bahkan dadamu saja masih rata." Kata Sehun sambil menahan tawa.
Sontak membuat Luhan menutupi dadanya dengan kedua tangannya. Astaga jangan-jangan Oppa ini orang mesum? Bahkan saat pertama kali bertemu dia memperhatikan dada ku? Pikir Luhan khawatir.
"Biarkan saja dadaku ini! Baba ku bilang nanti kalau dewasa akan tumbuh menjadi lebih besar!" Bela Luhan tidak terima.
Sehun tertawa keras, sampai-sampai ia harus memegangi perut saking gelinya. Membuat gadis yang tengah duduk di sofa semakin kesal. Tawa Sehun tidak mau berhenti, begitu ia menyadari t-shirt yang digunakan Luhan bergambar Pororo kartun pinguin lucu yang berkacamata.
"Sesuka hatimu saja lah gadis berusia 15 tahun fangirl Pororo." Ledek Sehun sambil beranjak dari sisi Luhan menuju pantry.
Sehun mengambil apel yang berada di keranjang buah, berjalan kearah Luhan sambil menggigit sarapannya.
Gadis yang bernama Luhan dalam mode merajuk nya karena di ledek tentang dadanya oleh Sehun. Ia memperhatikan Oppa yang merupakan anak dari Ahjumma Oh yang begitu baik padanya. Ternyata bisa berbeda jauh antara Oh Ahjumma yang ramah dan baik sedangkan anaknya menjadi 'super nyebelin' seperti ini. Moodnya semakin kesal saat ia melihat kedua tokoh kartun yang masih memperebutkan sosis itu akhirnya si kuning gendut yang menjadi pemenangnya. Dan juga seringai bodoh yang masih menghiasi wajah Sehun Oppa sambil memakan Apel. Persis seperti wajah tokoh kartun kuning didepannya.
"Panggil aku Oppa, karena aku 7 tahun lebih dulu terlahir darimu." Ujar Sehun sambil menggigit kembali buah apelnya.
"Eum." Jawab Luhan patuh.
Sehun mengangkat alisnya. "Apa yang kau katakan? Aku tidak mendengarnya?"
Luhan mengerutkan alis nya sebal. Apa Pemuda ini tengah mendikte nya?
"Hei, hentikan tatapan mu itu seolah aku baru saja merampas permen kapas dari mu." ujar Sehun meledek Luhan seolah-olah dirinya balita yang sedang menangis.
Gadis itu sedang malas bertengkar dengan Oppa yang sifatnya tidak seperti Oppa-Oppa kebanyakan(read: kekanakan). Walaupun hatinya masih kesal lantaran Oppa berkulit albino ini baru saja mengatai dadanya yang rata- meskipun benar akhirnya Luhan memutuskan untuk mengalah.
"Ne, Oppa. " sahut Luhan pelan dan tidak terima akibat hati nya yang dongkol maksimal.
"Kau bilang apa? Aku masih tidak mendengarmu." Kata Sehun berpura-pura tidak mendengar.
"Ne Oppa!" Teriak Luhan akhirnya. Membuat pemuda itu berseringai senang.
"Good girl." Puji Sehun sambil mengusak kelapa Luhan pelan.
Luhan mendongakkan kepalanya demi melihat Sehun. Mata mereka bertemu, manik rusa itu menangkap senyuman tulus dari mata Sehun yang terlihat begitu berbinar.
Gadis itu baru sadar, kalau Sehun merupakan pemuda yang sangat tampan, alisnya begitu tebal menaungi mata sipit Sehun membuatnya terlihat begitu manly seolah-olah mata itu menyeret Luhan kedalamnya. Belum lagi kaki Sehun yang sangat panjang, yang sudah bisa dipastikan tingginya tertinggal jauh oleh pemuda yang meminta dipanggil Oppa itu.
Deg! Deg! Deg!
Luhan dapat merasakan dadanya yang berdebar kencang tiba-tiba. Apa dia sedang sakit? Baru kali ini gadis berkuncir dua itu berdebar-debar seperti ini, sebelumnya ia juga pernah berdebar seperti ini namun ketika ia dihukum berlari mengelilingi lapangan 3 kali akibat telat, bukan karena hanya melihat senyuman seseorang.
Sehun menangkap perbedaan sikap gadis kecil itu yang tadinya emosional menjadi lebih tenang dengan wajah yang memerah sampai telinganya.
"Luhan mengapa wajahmu memerah? Apa kau sakit?" Tanya Sehun sambil memindahkan telapak tangannya ke kening Luhan.
Dengan cepat gadis itu menepis tangan Sehun dari keningnya, dirinya terkena serangan gugup sehingga begitu tergesa saat mengelak.
"Eomma pulang!"
Suara Eomma membuat Sehun segera meninggalkan Luhan dan menghampirinya. Ia pun melihat Eomma nya tengah menyetok roti kedalam display. Lantai bawah rumah Sehun di desain menjadi coffee shop kecil-kecilan yang juga menyediakan beberapa cake, demi menghidupi keluarga kecil Oh. Ayah Sehun telah tiada semenjak Sehun lulus highschool, hal ini uang membuat Eomma Sehun memutuskan untuk membuka usaha demi kelanjutan hidup mereka.
"Selamat siang pangeran Oh, apa tidurmu cukup hari ini?" Sapa Eomma Sehun begitu melihat putra semata wayangnya yang belum mandi dan baru bangun tidur menghampirinya.
"Eomma. Siapa dia?" Tanya Sehun tergesa, "lalu kau dari mana saja? Bagaimana kau bisa meninggalkanku dengan anak kecil yang mengaku berusia 15 tahun ini menangis dan menghabiskan cookie ku sendirian?" Cerocos Sehun membuat Eommanya menggelengkan kepala.
Tiba-tiba anak kecil yang disebut Sehun berlari menuju Eomma nya dan memeluknya erat. Seolah-olah berlindung dari bandit yang baru saja berusaha menculiknya. Sehun mendesah saat melihatnya.
"Astaga Sehun. Apa kau lupa dengannya? Dia Luhan, anak dari Paman Yixing teman mendiang Ayahmu. Dan lagi jangan berkata seperti itu padanya, Luhan memang berusia 15 tahun." jelas Eomma nya panjang lebar. "Saat kecil dulu kalian sering main bersama, apa kau lupa?"
Pemuda itu berusaha mengingat-ingat masa kecilnya dulu, seingatnya ia tahu paman yang bernama Yixing itu, namun Luhan? Anak gadis Paman Yixing? Ia tidak dapat mengingatnya.
"Lalu dimana Paman Yixing? Apa yang membawa gadis kecil ini di rumah kita?" Begitu banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepala Sehun saat ini.
"Yixing Ge baru saja pindah dari Hongkong ke Seoul, namun karena ada beberapa urusan di Hongkong yang masih belum selesai, jadi ia kembali ke Hongkong dan.."
"..menitipkan anaknya disini?" Tebak Sehun dengan ekspresi horor.
"Iya, benar sekali." Eommanya mengiyakan.
Sehun menunjuk ke arah Luhan dengan dagunya. "Lalu mengapa anak ini tidak itu saja dengan Baba nya kembali ke Hongkong?"
"Sayangnya, Luhan sudah mendaftar di sekolah mu dulu. Dan Senin nanti merupakan hari pertamanya. Jadi mau tidak mau, ia harus tinggal di sini sampai Baba nya menyelesaikan urusannya." Jelas Eomma Sehun dengan sabar.
Dan bertambah lagi anak kecil yang akan mengganggu dan merepotkan harinya. Dengan bertampang memelas Sehun menatap gadis berkuncir dua yang masih memeluk Eomma nya erat. Tatapan mereka bertemu, dan dengan segera Luhan membuang wajahnya-masih kesal dengan Sehun.
"Jangan pasang tampang memelas begitu, sayang. Tolong bantu Eomma untuk siap-siap membuka coffee shop." Kata Eomma lembut.
"Apa yang kau lakukan kepada Luhan, Sehun?" Tanya Eomma nya khawatir, melihat Luhan begitu takut pada Sehun.
"Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya mencoba menenangkan nya saat mendapati dirinya menangis barusan." Jawab Sehun datar.
Tubuh mungil yang tadi merengkuh Eomma Sehun, tiba-tiba melepaskan pelukannya.
"Bohong! Tadi Sehun Oppa meledekku dan mengatai dadaku yang rata, Ahjumma!" Adu Luhan pada Eomma Sehun.
Bibir Eomma Sehun nampak berkedut menahan tawa. "Benarkah itu Tuan Muda Oh ?"
"Apa aku salah? Itu kan sebuah kenyataan. Bukankah Eomma yang mengajarkanku untuk berkata jujur?"
"Lihat ahjumma aku tidak bohongkan? Anakmu sudah mengejekku. Dasar albino!"
"Apa? Kau baru saja mengatai aku albino? Dasar anak kecil berdada rata!"
"Sudah-sudah jangan bertengkar! Astaga.. kalian ini.." pekik Eomma Sehun.
Keduanya terdiam, Sehun dan Luhan masih saja saling melemparkan tatapan sinis satu sama lain.
"Dengar Sehun, Eomma memang mengajarkanku untuk tidak berbohong, tapi bukan seperti itu. Itu sama saja kau menghina orang lain. Dan Nona Luhan , maafkan atas perkataan anakku, percayalah Sehun adalah anak yang baik." Tutur Eomma Sehun
"Aku tidak peduli, dengar Eomma mau berapa anak kecil lagi yang harus kau tampung? Aku sungguh pusing dengan rengekan mereka."
Oh Sehun pergi meninggalkan dua orang wanita yang terpaku melihat kearahnya.
"Sehun, jangan kau pikir dirimu yang sedang merajuk ini dapat membebaskan mu dari tugas membantu di kedai! Dan jangan lupa untuk bawa koper Luhan kedalam kamar Eomma. Sekarang!" Pekik Eomma Sehun tak berperasaan.
Dan dimulai dari sekarang, penderitaan Sehun pun dimulai.
TBC
New Author. Maafkeun ff abal saya *bungkuk*
Sangat dibutuhkan kritik, saran dan masukan yang disediakan di kolom review.
Gomawo
