~Wanita selalu ingin terlihat cantik didepan orang yang ia sukai~
~Yamanaka Ino~
.
.
~Aku lebih memilih menjadi bodoh, daripada dengan segala kejeniusan ini aku melupakan temanku.~
~Patrick Star~
.
.
.
.
"Kemarilah, manis...!"
Segerombolan preman terlihat menggoda seorang gadis yang tengah lewat. Bukannya mendekat, malah gadis itu mengeratkan pelukannya pada buku yang ia bawa. Seakan, dengan itu ketakutan yang menghantuinya, menghilang. Ia terus melangkah. Dengan kepala tertunduk, ia berharap para preman 'pengganggu' segera ia lewati. Namun, seolah takdir berkata lain. Tuhan tengah mempermainkannya. Harapan biarlah tetap menjadi harap. Bukannya menjauh, para preman itu semakin mendekat, dengan tatapan nafsunya.
"Ayolah, manis...! Kemarilah sebentar, bermainlah dengan kami...!" satu diantara mereka berbicara lagi, melontarkan rayuan yang disertai gelak tawa khasnya sebagai sampah masyarakan.
Yang dipanggil semakin mengeratkan pelukan pada buku yang ia bawa. Seolah buku itu adalah sosok penghilang rasa takutnya. Wajahnya kini memutih, menandakan ketakutannya semakin menjadi. Tangannya bergemetar, kakinya-pun juga. Tapi, apa yang dapat ia lakukan, selain memperbesar jarak langkahnya. Ingin sekali ia berteriak meminta pertolongan, meminta seseorang membebaskannya dari apa yang saat ini terjadi pada dirinya. Namun apa daya, di gang sempit seperti ini apa yang dapat ia jadikan harap? Orang lewat-pun jarang, apalagi pemukiman?
"Jangan buru-buru, ayolah manis, kemari dan bermain sebentar dengan kami! Sebentar saja!" gadis itu tak terlalu bodoh untuk mengerti apa yang mereka maksud. Ia tahu benar apa yang dimaksud dengan kata 'bermain' itu.
Akhirnya, ia putuskan hanya satu hal yang bisa ia lakukan, Berlari. Jadi, buku yang sendari tadi ia peluk ia buang agar memudahkannya mengambil langkah. Walaupun, buku itu pinjaman perpustakaan sekolahnya, namun keselamatan lebih penting daripada omelan guru ataupun denda yang menantinya.
"Hoi... Jangan lari, kemarilah kami hanya ingin bermain denganmu sebentar, tak lama!" seseorang yang terlihat paling besar -dan yang sepertinya ketua dari berandalan itu, berlari mengejar gadis targetnya itu. Gadis itu terus berlari. Tak mengindahkan teriakan yang menyuruhnya berhenti dari belakang tubuhnya. Namun, keberuntungannya habis. Sebuah jalan buntu menanti didepan mata, "Ah, kena kamu... Mau kemana lagi?" sebuah seringai nampak diwajah para preman pengganggu tersebut.
Gadis itu hanya bisa pasrah, sembari merutuki kebodohannya yang tak mau diajak pulang bersama orang yang paling berharga dalam hidupnya, adiknya. Ia malah memilih egonya dan memilih pulang sendiri. Tubuhnya merosot, seolah kakinya tak sanggup menahan beban ketakutan difikirannya. Para preman semakin mendekat, dan mendekat.
Gadis itu mulai menutup mata. Ia terpaksa harus pasrah dengan takdir kejam yang telah tertulis untuknya itu.
.
.
Judul = Naruto And Naruko.
.
Disclaimer = All Of Naruto Character's Is Always Belong To Masashi Kishimoto.
.
Pair = Seperti Judul,
Uzumaki Naruto x Uzumaki Naruko.
.
Warning = Seperti Biasa, Fic Ini Tidak Berlatar Canon, Yaitu AU (Alternative Universe). Dan Yang Jelas, Gajeness, Typo [s], Aneh, Abal. Tapi, Satu Yang Paling Saya Tekankan, Fict Ini Bergenre INCEST atau UZUMAKINCEST. Jadi, Jika Tak Suka Tinggal Klik Back...
.
.
Para berandalan tersebut mulai melepas satu persatu pakaian mereka. Gadis yang berada didepan mereka hanya bisa memejamkan erat matanya. Ia tak sanggup, ia tak sanggup melihat ini. Keperawanannya sebagai seorang gadis harus berakhir hari ini. Lebih parahnya oleh tangan preman menjijikan itu.
Preman itu kini berkumpul seolah bermusyawarah, siapa yang akan memulai duluan. Dan tak berselang lama, orang yang gadis itu asumsikan sebagai ketua maju. Mendekatinya dengan tangan terulur, seolah siap menjamah tubuh indah didepannya.
"Kemarilah kau... Manis, hari ini ayo kita bersenang-senang...!" sang gadis hanya bisa tertunduk, sembari membiarkan setetes liquid bening membasahi pipinya. Ia tak rela, sungguh harapannya kini hanyalah terpaku pada keajaiban. Keajaiban bila seorang pangeran berkuda putih, datang dan menyelamatkannya. Matanya terus terpejam, ia telah pasrah. Tanpa sadar, bibirnya bergumam sesuatu. Sesuatu yang ada dalam hatinya, 'Naruto-kun' sebuah nama yang saat ini harap ada disampingnya.
.
NARUTO AND NARUKO
.
Beberapa detik berlalu dan tak ada yang ia rasakan. Tak ada tangan kasar yang menjamah tubuhnya. Atau teriakan penuh hormon dari preman-preman itu. Menit kini mulai menyapa, oke ia berharap terus seperti ini. Namun, terlalu aneh baginya jika para preman itu hanya diam membiarkan dirinya. Atau mereka membiarkan dirinya, dan kabur? Aneh, dan tak mungkin. Lalu, apa yang saat ini mereka lakukan? Setelah bingung dengan argumen yang berada di otaknya, dirinya putuskan membuka mata.
Namun saat membuka mata ia hampir tak percaya, bibirnya menganga dan terasa sulit untuk mengatup, jadi agar tak terlihat ia tutupi mulutnya dengan tangannya. Bagaimana tidak? Segerombolan preman yang ia kira terdiri dari sekitar 5 orang berandalan bertubuh kekar, kini melawan pemuda dengan kepala tertutup tudung dari jaketnya.
Dapat ia lihat, kelima preman itu mengeroyok secara bersamaan. Dan anehnya, pemuda itu nampak tak kewalahan. Dan malah beberapa saat kemudian kelima preman itu tersungkur tak berdaya di tanah.
"Hanya segitu kemampuan kalian...? Hanya dengan kemampuan seperti itu, kalian mau mengambil keperawanan seorang gadis?" gadis itu hanya bisa melongo, siapakah ia? Siapakah penolongnya itu? Membalikan badannya, pemuda itu mulai menampakan wajahnya.
"Huh, untung belum telat. Kalau Naru tadi telat datang sedikit saja, pasti mereka sudah melakukan hal menjijikan pada Naruko onee-chan. Dan kalau hal itu terjadi, kuburan pasti menanti mereka..." gadis yang diketahui bernama Naruko itu, hanya bisa membulatkan matanya. Nafasnya tercekat, seolah ia lupa bagaimana cara melakukan hal itu. Bagaimana tidak? Sesosok pangeran berkuda putih yang sendari tadi harapkan, kini hadir didepannya. "Naruto-kun..."
"Huh, Onee-chan juga sih! Kenapa coba, tadi Naru ajakkin pulang bareng nggak mau? Kalau mau-kan Naru jadi nggak repot-repot begini..." Naruko sudah tak tahan, ia hamburkan dirinya memeluk adiknya itu. Ia peluk erat adiknya, seolah menyalurkan ketakutan yang melandanya. Tubuh Naruto menegang, namun mulai lunak dan membalas pelukan erat sang kakak tercintanya.
"Kakak, kakak... Kau membuatku khawatir tau... Besok jangan ulangin lagi yah!" hanya diam yang berperan sebagai jawab. Namun, sebuah anggukan lemah yang terasa dipundaknya adalah pertanda jawaban setuju.
"Ah..., yasudah. Ayo pulang, udah sore tau!" Naruto mulai berdiri sembari memapah tubuh sang kakak. Tak terlalu berat, malah tergolong ringan baginya. Namun, gundukan daging didada sang 'Onee-chan' agaknya membuat Naruto merasa sedikit risih. Mau dipegang, itu milik kakaknya. Nggak dipegang, itu anugrah. Jadi, pemuda pirang itu hanya bisa menengguk berat ludahnya.
Naruko yang merasa diperhatikan bagian sensitivenya, mau tak mau takkan bisa menolak rona merah menghiasi wajahnya. Apalagi, oleh orang yang paling ia sayangi, adiknya. Ia tahu, perasaan ini... "Ayo naik...!" lamunan Naruko terbuyarkan saat adiknya ini menyuruhnya menaiki motor berlebel Kawasaki, atau orang sering sebut Ninja. Setelah semuanya selesai, segera Naruto pacu motornya menuju kediaman mereka berdua.
"Onee-chan, pegangan...!" Naruko hanya bisa menuruti sang adik.
Ia peluk erat perut sang adik. Selain tak mau jatuh, karena kehilangan pegangan. Ia juga takkan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Kesempatan memeluk orang yang ia cintai. Walaupun, kenyataan berkata perasaan ini terlarang. Namun, ia hanya seorang manusia. Cinta telah membuatnya buta, ia tak melihat Naruto sebagai adiknya. Namun, sebagai pria lain dalam hidupnya. Sebagai seseorang yang ia harap sebagai pendamping hidupnya kelak.
Dengan kecepatan standar 50 km/jam, dalam beberapa menit saja mereka telah sampai dirumah berpagar serba orange itu. Memencet klakson Naruto memanggil penjaga untuk membukakan gerbang besar dengan tulisan 'Namikaze' itu. "Paman, tolong bukain pintunya, sih!"
"Iya, tunggu sebentar!" tak berselang lama gerbang besar itu terbuka, menampakkan sebuah rumah yang tergolong mewah, dengan cat serba orange. Naruto tak mau kehilangan kesempatan, ia langsung memacu motornya memasuki halaman rumah itu. Sapaan ramah dari penjaga gerbang adalah hal pertama yang ia degar. "Okaerinasai, Naruto-kun, Naruko-chan!"
"Tadaima, Izumo-jii-chan!" Naruto dan Naruko tahu itu terbalik, tapi hal ini sudah seperti kebiasaan bagi mereka. Mengucapkan [Selamat Datang] dahulu dan baru dijawab [Aku Pulang].
Motor Ninja-nya segera ia parkir digarasi dengan pintu otomatis itu, jadi ia tak usah repot-repot menyuruh 'Onee-chan'nya turun untuk membuka pintu garasi untuknya.
Membuka helm yang dari tadi terpasang dikepalanya, dapat gadis dengan ikatan Twintail khasnya itu, wajah dengan mata memar kebiruan adiknya. Tangannya secara reflek meraih wajah tersebut. "Kamu terluka..."
Sebenarnya, Naruko agak merasa bersalah atas apa yang menimpa adiknya itu. Setidaknya, ia tahu. Luka itu karena pukulan dari preman-preman tadi, dan penyebab awalnya adalah kebodohannya.
"Awww... Onee-chan, sakit...!"
"Maaf..." setetes aliran bening keluar dari pupil beriris biru abalt tersebut.
Naruto hanya bisa memiringkan kepalanya. Ia bingung atas apa yang kakak perempuannya ini lakukan. Tadi, kakaknya menyentuh lukanya, akibat pukulan preman itu. Lalu, pemuda berambut pirang itu mengaduh. Dan, kakaknya menangis. Sebenarnya apa yang kakaknya lakukan? Ia putuskan membawa tangannya mengangkat dagu kakaknya. Walau Naruko adalah kakak, tapi tinggi tubuh tak terpengaruh hal itu'kan? "Onee-chan, kenapa menangis? Naru salah?"
Naruko agak tersentak atas apa yang adiknya ini lakukan. Sungguh posisi yang menantang. Naruko yang belum turun dari motor, dan Naruto yang berdiri memegangi dagunya. O, wajahnya terlalu dekat dengan adiknya. Hampir bersatu malah.
Satu hal yang dapat ia lakukan. Memalingkan wajahnya, kearah lain. Selain menatap iris biru sang adik. "Jawab Naru! Apakah Naru salah?"
Naruko hampir pingsan saat ini. Bagaimana tidak? Usahanya memalingkan wajah, malah menjadi petaka baginya. Naruto yang tak mau sang kakak menatap selain matanya. Hanya bisa menarik wajah putih tersebut. Hingga, penempelan wajah antara kakak beradik tersebut tak terhindarkan. "Wajah, Onee-chan memerah. Jadi, benar ya? Onee-chan marah sama Naru? Apa masalah tadi dengan Hinata? Sumpah, tadi Naru nggak ada hubungan apa-apa!"
"Na-na-naruto-kun..." Naruko sudah mulai kehilangan kesadarannya. Efek dari dekatnya wajah dari sang adik sungguh lebih 'mematikan' dari gertakan preman tadi.
Matanya mulai memburam, mendekati kuning, dan menggelap. Tubuhnya merongsot dari motor Ninja adiknya itu. Namun, diakhir kesadarannya dapat Naruko dengar teriakan kekhawatiran dari adiknya itu.
.
.
.
.
.
.
"ONEE-CHAN...!"
PmaxB
.
.
Mengeryit perlahan, Naruko mulai membuka matanya. Menampakan iris mata sebiru laut miliknya.
Yang pertama ia lihat adalah ruangan bernuansa orange khas kamarnya dan sang adik. 'Engh...' Naruko mulai mendudukan dirinya dikasur kingsize miliknya.
Gadis itu mulai menggerakkan tubuhnya kekanan dan kekiri. Melihat kearah meja belajarnya, dia melihat sebuah roti dan susu serta lainnya terhidang disana. Sebuah senyum tersungging diwajahnya. "Naruto-kun, Naruto-kun... Kau perhatian sekali pada kakakmu ini..."
Suara derap langkah terdengar dari luar kamarnya. Suara derap langkah khas, yang gadis berambut itu tebak milik sang bunda.
Pintu terbuka, menampakkan sesosok wanita dengan surai merah khasnya. "Kau sudah bangun? Ah, syukurlah..." wanita tersebut mendekati gadis pirang itu.
"Iya Kaa-chan... Syukurlah.." Kushina hanya menatap heran anak gadisnya itu. Bagaimana tidak? Gadisnya itu kini celingak-celinguk seperti orang hilang. "Kau kenapa, sayang?" Kushina mulai mendekati tempat tidur sang anak, dan duduk disampingnya.
"Eh, tidak... Hanya, Naruto-kun kemana?"
"Oh, dia tadi Kaa-chan suruh tidur."
"Suruh tidur..? Maksudnya?" Naruko hanya bisa menautkan alisnya, sembari menampakkan exspresi bingung. Lalu, hanya dibalas helan nafas dari Kushina.
"Ya, 'Naruto-kun'mu tadi sangat panik. Ia bolak balik bertanya 'Kaa-chan, Onee-chan sakit apa? Sini, Naru beliin obat!' atau terus bolak balik ke kamar, dan menaruh makanan buatmu. Kaa-chan yang risih, menyuruhnya tidur dikamar. Tapi, katanya takut mengganggu istirahatmu. Jadi, sekarang ia ada disofa. Nampaknya, adik kecilmu itu sangat sanyang pada kakaknya." Mendengar itu, Naruko segera menuruni tangga menuju ruang tamu. Tempat adiknya tidur.
.
.
.
A/N: Haha... Gak ada inspirasi buat nulis Back to the past... Saya malah nulis lagi fict. Incest lagi.
Ini baru pembukaan. Jadi, kelanjutan sangat tergantung- eh, mati dong. Dari para readers semua.
Tapi, seperti Warning diatas. Cerita ini Incest atau lebih tepatnya Uzumakincest. Karena, saya sangat suka dengan fict genre itu. Dan, karena FNI jarang ada fict seperti itu jadi saya menulis fict ini deh...
.
.
.
.
.
Akhir kata. PmaxB, undur diri.
.
.
See yaa!
.
.
Type your review here
VVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVV
VVVVVVVV
VVVVV
VV
VVVVVVV
VVVVVVVVVVVV
VVVVV
VV
V
