Benarkah hidup ini hanya skenario dari sebuah permainan?

Kalau benar, ayo miliki semangat young forever dan best of me

Kalau tidak, ayo buktikan seberapa nyata semuanya.

"Berdiri dan menyaksikan sunset dari atas gedung tempat kami menginap sekarang rasanya masih terasa mimpi, aku tidak pernah menyangka now, we on top. Dengan bidang kami masing-masing, kami bertemu, bicara, mengenal, berbagi, dan mencoba memulainya."

-RM

"Mencoba dari sesuatu yang dekat dan paling sering dilakukan, atau mungkin mencoba sesuatu yang identik dengan diri sendiri, atau bahkan mencoba hal yang benar-benar baru. Ya, kami memulai dari masing-masing hal yang berbeda."

-Suga

"Wajar saja kalau sulit awalnya, bahkan dilihat-lihat pun rasanya tak ada yang mudah. Tapi apa gunanya jika hanya dipandang, diangankan, dan diimajinasikan saja. Gerakan tubuh juga hatimu untuk mewujudkan semua itu."

-Jimin

"Tak ada yang pernah tau seperti apa yang akan datang, seperti apa di masa depan, tapi bukan berarti tidak bisa diharapkan atau direncanakan. Ayo buat list dari sekarang apa yang ingin dilakukan dan dicapai suatu hari nanti."

-Jin

BTS

Fanfiction

RM, Jin, J-hope, V, Jungkook, Jimin, Suga

Namjin/Minyoon

Genre : Drama, Romance,

Mereka gangster, Namjoon tahu itu. Dia bekerja di salah satu instansi pemerintah di Seoul. Bergaji tinggi namun jarang berada di rumah, semua ia kerahkan untuk negara. Memiliki nasionalisme yang begitu tinggi membuatnya lupa kalau ada kehidupan yang namanya rumah tangga. Ia benar-benar melupakannya. Terlalu fokus dengan pekerjaan sejak lulus D3 membuatnya menjadi orang gila kerja yang apatis.

Bagaimana jika seorang Namjoon memiliki istri, terpikirkan olehnya saja tidak. Ia mungkin sudah mencintai pekerjaannya sebagai pengurus pajak sekarang.

Usia Namjoon beranjak 25 tahun, bukan hanya sebagai pekerja yang mengabdi pada negara, ia juga memiliki komunitas khusus untuk memberantas gangster.

Sukses di usia muda membuat Namjoon tak memikirkan hal lain selain bekerja, hingga suatu hari ia disuruh mengambil cuti oleh keluarganya untuk menghadiri pertemuan. Ia menurut, apapun untuk orangtuanya.

Dan sekarang, Namjoon duduk di kursi meja makan dan tak lama kemudian datang seorang gadis cantik bersama keluarganya. Gadis itu disuruh duduk tepat di depannya. Keluarga Namjoon mengenalkan gadis itu padanya.

"Namjoon, ini SeokJin. Calon istri mu."

Seketika matanya membulat, calon istri? Namjoon benar-benar terkejut bukan main. Apa-apaan ini? Maksudnya ia dijodohkan begitu?

Orang tua Namjoon khawatir anak mereka akan menggila dengan pekerjaan hingga melupakan hak dari kehidupannya sendiri. Dengan adanya Seokjin, orang tuanya berharap Namjoon bisa mengontrol dirinya dan membagi waktu antara kesibukan bekerja dengan kehidupan miliknya.

Sehari setelah pertemuan itu, Namjoon nekat mengajak Seokjin bertemu di salah satu restoran dekat instansinya bekerja.

Sebenarnya Seokjin tidak berani juga masuk ke kehidupan Namjoon. Seokjin takut ia akan dicampakkan oleh si penggila kerja dan mungkin saja ia akan diceraikan dalam waktu dekat lalu ia akan hidup sebagai janda muda. Oh tidak! Seokjin tidak mau itu.

Seokjin bahkan berpikir dua kali untuk mengiyakan bertemu dengan Namjoon hari ini. Apa dia akan baik-baik saja? Entahlah.

Namjoon menyesap minumannya sebelum ia membuka suara, "Apa kabar? Bagaimana perasaan mu setelah pertemuan kemarin?" ia berbicara sesantai mungkin, karena ia perhatikan Seokjin agak tegang bicara berdua saja dengannya.

"Kabar ku baik, perasaan ku juga. Tapi ya.. Kau tau itu cukup mengejutkan." Seokjin hanya berani menatap minuman di depannya.

"Sangat mengejutkan untuk ku. Aku merasa kau ingin menolaknya, kalau itu benar apa alasan mu?"

Alasan? Tak ada alasan khusus selain takut akan resiko nya yang mungkin saja akan menjadi janda muda. Tapi tak mungkin ia mengatakan hal itu sejujurnya. Itu memalukan.

"Aku tidak punya alasan khusus, hanya belum siap saja."

"Asal kau tau, aku hanya memperingatkan. Menikah dengan ku mungkin akan sedikit beresiko berat. Kau tau teror gangster X3?"

"Iya, itu teror paling terkenal di Seoul."

"Kau mungkin akan merasakannya. Karena aku yang bertugas memburu gangster itu dan menghentikan terornya."

Sontak Seokjin meremas ujung roknya, ia takut. Sejauh yang ia tahu gangster itu sering membuat ledakan atau tembakan, ia juga pernah mendengar dari temannya kalau gangster itu selalu membentak dengan suara yang menggelegar.

Dan Seokjin punya phobia pada semua itu. Ia takut suara keras terutama pada hal-hal seperti tembakan dan bentakan. Ia punya trauma yang cukup sulit disembuhkan.

"Aku juga sebenarnya tidak terpikir untuk memiliki seorang istri, aku takut jika nantinya aku tidak bisa mencintainya. Bukankah itu hanya akan menyakiti perasaannya?"

"Ya kau benar, apa sebaiknya kita batal-"

"Tapi kalau kau bersedia, aku berjanji akan melindungi mu. Walaupun bukan atas dasar aku mencintai mu."

Namjoon mulai gila, padahal ia berencana untuk membatalkan pernikahannya dengan bicara langsung pada Seokjin, tapi kenapa ia malah menawarkan diri saat ia sendiri tahu Seokjin juga ingin mundur.

"Aku tidak memaksa mu Namjoon, sungguh. Aku tidak apa kalau hal ini dibatalkan." Seokjin berujar cepat, ia gemetar dan gugup. Ia tidak bisa mengatakan phobianya begitu saja pada Namjoon.

"Aku tidak terpaksa, aku tidak ingin orang tua ku khawatir pada ku. Mereka ingin aku hidup dengan orang yang mereka pilihkan. Dan itu kau. Bisakah kau menerimanya?"

Namjoon menatap Seokjin lekat. Ia tak ingin jawaban 'tidak' keluar dari mulut gadis di depannya ini.

"Beri aku waktu." Seokjin memberanikan diri membalas tatapan Namjoon walau hanya sekilas.

"Baiklah, anggap ini lamaran dari ku. Kim Seokjin, menikahlah dengan ku. Oh iya, Aku tidak akan menunggu jawaban, aku hanya akan menunggu kau siap dan pernikahan akan dilangsungkan."

Intinya Namjoon tidak ingin ditolak, jadi ia menyatakan perintah bukan pertanyaan seperti sebelumnya. Sebentar lagi ia akan menikah dan berstatus suami. Ia mulai tak sabar menantikannya.

Seokjin itu bekerja sebagai seorang chef sekaligus pemilik restoran ternama di Seoul. Sekalipun pemilik, ia tetap minta diperlakukan seperti pegawai lainnya tanpa pengistimewaan.

Malam ini ia harus menemui orangtuanya untuk membicarakan masalah perjodohan itu sebelum Namjoon bertindak lebih seperti mempercepat pernikahan mereka misalnya.

Namun sebelum itu, Namjoon sudah bertengger di depan pintu. Menunggunya? Tentu saja.

"Namjoon?.. Sedang apa?" sebagai pemilik, Seokjin selalu pulang paling akhir untuk mengunci restorannya.

"Menunggu mu." Namjoon masih pada posisinya yang menyenderkan punggung di depan salah satu pintu yang tertutup dengan kedua tangannya yang tersembunyi di dalam saku celana.

"Kau tau darimana tempat ku bekerja?" Seokjin masih menatap Namjoon heran. Bagaimana tidak, Namjoon itu tak tahu apa-apa tentang dirinya, ia tak memberitahu dan Namjoon juga tak menanyakan apapun.

Sekarang Namjoon menghadap ke arahnya, "Dari mana saja aku bisa tau, sebagai seorang pemberantas gangster, melacak lokasi adalah salah satu keunggulan ku, kalau kau ingin tau."

"Kau melacak lokasi ku?"

"Ya, aku bahkan melacak seberapa banyak mantan kekasih mu." Namjoon terkekeh pelan saat melihat ekspresi Seokjin yang sepertinya terlampau heran atas ucapannya.

"Aku tidak sebodoh itu untuk dibohongi, tuan gila kerja. Lagipula ada apa kau sampai menunggu ku malam-malam begini? Ku pikir kau masih di tempat kerja mu itu."

"Jadi kau memikirkan ku ya.. Hm.. Sepertinya kau tipe orang yang peduli. Aku jadi merasa nyaman saat bersama mu."

Apa-apaan ini? Itu benar Namjoon kan? Jujur sekalipun Seokjin tak akan percaya. Itu hanya kata-kata, ia tak mudah percaya pada perkataan semata. Mungkin itu juga yang membuat Seokjin sukses berbisnis.

"Kau pikir aku percaya?"

"Tidak juga, aku hanya bercanda. Aku tidak semudah itu nyaman dengan seseorang, apalagi kau. Aku baru mengenal mu, ingat?"

Heol.

Untung ia Seokjin, gadis tegar dengan sejuta pandangan. Selalu ada kemungkinan kedua di setiap kejadian. Itulah prinsipnya.

"Ya, aku sangat ingat. Jadi ada urusan apa sampai menunggu ku?" Seokjin menghela nafas malas, ia mengalihkan atensi dari pria jangkung di sebelahnya untuk mengunci pintu restoran.

"Ayo, ke rumah ku.."

TBC

Annyeong Yeorobun! :)

This my first story in fanfiction. I'm ARMY too :)))

Yg paling atas itu cuma keisengan doang kok yorobun, gak nyambung juga sama cerita, mianhae.. :(

Mohon bantuannya ya.. Kritik dan saran silahkan komen chinggu :)

Kalo bisa, review juga ya chinggu :)

Gomawooo :)))