A Shingeki No Kyojin Fanfiction

Disclaimer : Hajime Isayama
A/N : OOC, Vampire Academy!AU, typos might everywhere, terlalu fokus ke dialog


Sinopsis

Sejak kematian orang tuanya, Mikasa telah memutuskan untuk mengabdi kepada keluarga bangsawan vampir Jaeger sebagai guard putra mereka, Eren. Ketika Jaeger muda mulai menyukainya, hal ini bertentangan dengan prinsip Mikasa sebagai penjaganya.


Mikasa's POV

Tadinya aku tidak tahu apa - apa tentang dunia di balik tabir hitam itu.
Sebatas ingatanku, hanya ada ibu dan ayah, dan orang - orang baik lainnya...

Apa itu vampir?
Mereka makhluk yang mirip dengan manusia.
Hidup di antara kami semua
Tapi berbaur sedalam apapun, mereka akan selalu berbeda.
Karena mereka immortal
Mereka berkekuatan supranatural
Dan mereka memangsa manusia.

Apa itu Moroi? Katanya mereka adalah vampir baik yang menginginkan hidup damai bersama manusia.
Apa itu Strigoi? Katanya mereka adalah vampir jahat yang pikirannya hanya terisi oleh kehausan akan darah dan mereka adalah musuh umat manusia dan moroi.
Apa itu dhampir? Itu adalah aku, dan ibuku. Bukan vampir dan tidak minum darah tetapi punya kekuatan di atas rata - rata manusia, bisa dibilang setengah vampir-manusia. Terlahir hanya dari pasangan moroi dan dhampir.
Ditakdirkan untuk mengabdi kepada moroi sebagai pelindung mereka, dari ancaman seperti kaum strigoi.

Aku baru tahu beberapa waktu lalu tentang semua itu.
Setelah kejadian malam itu, setelah terbunuhnya orang tuaku oleh para strigoi.
Dan kejadiannya masih sangat segar dalam ingatanku.

.

.

.
Mata itu...
Dua manik emerald yang memerangkapku, membekukanku sehingga tak ada yang bisa kulakukan dengan tubuhku. Yang aku tahu hanya keinginanku untuk tetap berada di sana. Begini saja selamanya! Persetan dengan api yang berkobar di sekitar, bau darah yang teroksidasi, asap yang menyesakkan paru - paru. Tetap begini saja tidak apa - apa.

Tangan halus itu terbalur oleh abu yang berputar di udara, terjulur di depan wajahku. Ia memintaku untuk menyambutnya. Dan sekali lagi aku mendengar suara yang sama setelah direpetisi banyak kali.
"Ikutlah denganku, young lady!" begitulah yang tertangkap telingaku.

Luka di lenganku terus berdenyut perih. Pada setiap detik rasa sakit itu berlanjut, aku sungguh heran. Ini kan mimpi? Kenapa aku tidak terbangun juga? Berapa rasa sakit yang telah kutanggung waktu itu? Setelah aku menderita akibat kematian orang tuaku, setelah luka yang kudapat karena gigitan oleh beberapa monster jahat tadi. Kenapa tidak aku terbangun juga? Ini mimpi kan? Kumohon Tuhan, iyakan pertanyaanku

Jadi, aku berpikir keras apakah mungkin kedua cahaya emerald itu adalah portalnya. Jalan dari mimpi buruk ini menuju dunia nyata? Kuharap terjadi hal - hal seperti diriku terhisap ke dalamnya, kemudian tahu - tahu aku berada di sebuah tempat tidur, melihat ibuku di sisiku seperti malam yang biasanya...
Seandainya memang begitu

end of Mikasa's POV


.

.

.Kelopaknya perlahan mulai terbuka, kelopak matanya... Ia telah terbangun dari tidur siangnya. Tampak pemandangan yang pertama dilihatnya seperti biasa di sini, adalah kamar sederhana bercat dinding salem, di asrama akademi Maria. Kemudian terasa cahaya senja lembut remang akibat terfilter tirai jendela memapar wajahnya. Ada suara – suara yang sangat menganggu menyeruak di dalam kepalanya. Ini bukan suara – suara yang seharusnya ia pikirkan tetapi ada begitu saja di sana. Suara pikiran milik orang lain yang ada di sana juga.

"Sudah bangun, princess?" suara yang sangat familiar itu berasal dari sudut kamar yang tidak tersentuh sinar. Dialah pangeran tampan yang selama ini ada di pikirannya, pangeran penyelamat hidupnya 9 tahun yang lalu, pangeran moroi yang menjadi tuannya: Eren Jaeger. Tentu saja ia bakal bangun saat deru pikiran Tuannya menyerang. Betapa hal aneh terjadi di antara dirinya dan tuannya itu di mana ia menderita ikatan batin sepihak. Mikasa akan selalu bias membaca pikiran tuannya di manapun tempatnya, di saat sedang kalut sementara itu Eren tidak bias begitu terhadapnya. Setidaknya ini menguntungkan Mikasa karena ia bias mendeteksi apakah tuan Eren dalam kondisi yang baik – baik saja bahkan meskipun berjarak separuh lingkar bumi

"Kau demam seharian gara - gara kena gigit anjing psi-hound kemarin." ujarnya. Pelan Mikasa mencoba untuk menegakkan tubuh atasnya ke posisi duduk kemudian sedikit kaget karena ada sesuatu yang jatuh dari dahinya. Itu adalah kain kompres; Ternyata tuannyalah yang telah merawatnya.

"Jangan banyak bergerak dulu! Lebih baik kau tiduran di sana saja! Kalau kau membutuhkan sesuatu bilang saja!" Eren mengatakannya dengan sedikit keberatan hati.
"Tuan tidak perlu bersusah payah demikian. Setelah malam kemarin menghadiri pertemuan dengan diplomat Perancis, pasti tuan belum tidur sama sekali." ucap Mikasa prihatin tetapi tidak didengar oleh Eren. Kemudian melirik sebentar jam dinding berangka romawi.

"Sudah jam 6 sore, dua jam lagi kelas akan dimulai."
"Tidak usah masuk hari ini!" perintah Eren.
"Kalau saya tidak masuk, siapa yang akan mendampingi tuan?"
"Aku juga tidak akan masuk kalau begitu." Eren mendebat asal.
"Tidak boleh tuan, anda harus tetap masuk."
"Tidak boleh Mikasa, kamu harus tidak masuk!" Eren melempar balik. Mikasa hanya menghela napas jengah.
"Kalau kau tidak masuk, tidak apa - apa aku akan sendirian. Lagi pula tidak akan ada sesuatu yang menyerangku tiba-tiba di akademi, apa kau pikir akan seperti di luar sana? Kalau kau tetap nekat masuk, aku akan membolos!" ujung - ujungnya mengancam. Eren dalam posisinya berdiri dan bersandar pada tembok melipat tangan dengan kesal.

...
"Kenapa tuan begitu peduli?" Eren mendelik kepada gadis itu sebentar.
"Jangan salah sangka! Aku peduli tentang kesembuhanmu karena... Hanya kau sumber darahku. Kalau kau sakit begini mana bisa aku mengambil darahmu?"
"Tentu saja, saya mengerti tuan."

"Sekarang saja aku sudah cukup sengsara karena belum 'minum' dalam beberapa hari." Eren mengusap tenggorokannya yang kering, Mikasa menganggap itu sebuah kode sehingga ia bangkit dari tiduran kemudian duduk beringsut ke pinggiran ranjangnya, membuka kancing teratas piyamanya dan sedikit melonggarkan kerah sebelah kirinya.
"Kalau tuan menginginkannya sekarang, tidak apa - apa." tawarnya

Eren terdiam untuk sesaat kemudian bergerak meninggalkan tempatnya, mendekat kepada Mikasa. Didorong bahunya sehingga rebah kembali ke ranjang kemudian memposisikan tubuhnya di atas membayangi gadis itu.
"Jangan menawarkan darahmu semudah itu, bodoh!"
"Dari pada tuan nantinya jadi cepat lelah."

kedua emerald itu tampak menimbang - nimbang sementara beradu dengan dua mata hitam lain dalam waktu yang lama, sama sekali tak teralihkan.
"Mikasa, bukankah dhampir lahir dari orang tua moroi dan dhampir?" tiba - tiba Eren keluar topik.
"Begitulah" jawab Mikasa singkat.
Eren mendekatkan wajahnya ke arah leher Mikasa kemudian mengecupnya pelan.
"Kalau kita menikah nanti berarti anak kita dhampir kan?"
"Moroi tidak menikah dengan dhampir, biasanya dhampir hanya menjadi selir." jawab Mikasa simpel.
"Kalau begitu apa kau mau menjadi selirku?" kali ini diucapkan dengan berbisik. Napas Eren begitu dekat dan menggelitik di bawah telinganya.

"Tugas saya adalah menjadi pengawal tuan Eren. Melindungi anda dengan seluruh nyawa saya dari segala sesuatu yang membahayakan anda."
"Itu terdengar klise, sayang!" Eren menyeringai bengis kemudian mengalihkan wajahnya kepada wajah oriental di hadapannya dalam jarak tak ada sesenti.
"Kau kurang ajar sekali terhadap tuanmu! Kau menolak lamaranku, jadi apa kau mau sedikit permainan keras?"
"Maafkan saya... Tuan..." Mikasa sepertinya akan kehabisan kata karena Eren mulai marah.
"Tidak kumaafkan!"
Tak terduga bibir Eren memagut bibir Mikasa dengan ganas, mencoba memasukkan lidahnya ke dalam tetapi tertahan oleh katupan kuat bibir mangsanya itu. Mikasa tidak memberi izin untuknya.

"Sialan kau!" gerutu Eren. Kemudian ia malah menggigit keras bibir Mikasa, membuatnya tersentak kaget dan meruntuhkan pertahanannya, membiarkan musuh masuk. Di dalam, hormon endorfin menyerbu bersama saliva asing tercampur dengan darah. Terasa manis dan hangat.

"J-Jangan!" akhirnya dengan kekuatannya yang kacau Mikasa mendorong Eren menjauh.
"Sekarang apa?"
"Saya mohon, tolong cukupkan hukumannya." Mikasa tampak terengah - engah karena tadi kehabisan napas.
"Jadi kau sudah mengerti itu hukuman ya?" Eren menaikkan sebelah alisnya dibalas anggukan lemah Mikasa.

"Baiklah, kalau begitu apa keputusanmu sekarang?"
"Kalau tuan memerintahkan saya untuk beristirahat hari ini maka akan saya lakukan."
hening sebentar.
"Bagus kalau begitu! Aku akan mengirim dua surat izin, untukku dan untukmu, kalau kamu kan sedang sakit, kalau aku beralasan akan istirahat setelah kemarin pulang dari London." Mikasa hanya bisa pasrah saja dengan keputusan laki - laki keras kepala itu sebentar - bentar ia menngusap bahunya yang sakit karena ditekan Eren tadi.

"Kau mau ke mana?" tanya Eren ketika melihat Mikasa berjalan menjauh dari tempat tidurnya.
"Mau mandi."
"Bahumu luka parah bagaimana bisa kau mandi sendirian?" Eren menghampiri Mikasa dan mendudukkannya di kursi terdekat.
"Tunggulah! Akan kusiapkan air hangat dulu." perintahnya
"Saya sendiri tidak apa - apa, jangan merepotkan diri Tuan!"
"Cerewet!" hardik Eren sambil menabok bahu kanan Mikasa, membuatnya mengaduh pelan.
"Baiklah tuan."

Uap air panas memenuhi kamar mandi sehingga membuat segalanya memudar. Meskipun begitu, kedua mata mereka dalam kondisi supranatural yang tetap bias melihat dengan sangat jernih

"Buka piyamamu!"

Eren siap dengan handuk kecil ditangannya untuk piranti mandi Mikasa.
"T-tapi..." wajah Mikasa memerah sempurna karena rasa malunya.
"bodoh, aku tidak akan mengapa-apakan kau! Mau mandi apa tidak?"
"Baiklah..." Mikasa menyerah dan mulai memereteli kancing piyamanya.

"Ini kan sama seperti 9 tahun yang lalu! Waktu itu setelah kau selamat dari kejadian malam itu, aku yang memandikanmu." Eren mulai mencelupkan handuk ke dalam bak air hangat.
"Tetapi mungkin akan sedikit berbeda karena ada beberapa bagian yang agak menonjol." ujar Eren asal
Rasanya, jika orang dibelakangnya itu bukan majikannya, ingin Mikasa menampar mulutnya yang sedari tadi mengatakan dan melakukan hal - hal yang mengerikan.
"Kejadian malam itu ya?"

Tangan Eren mulai bergerak merajahi punggung putih Mikasa. Mengusap lembut setiap inchi permukaannya dengan handuk basah. Di antara keduanya kemudian terjadi istilah diam seribu bahasa. Tak satupun angkat bicara sama sekali. Eren yang telaten melakukan tugasnya sementara Mikasa sedang berkubang dalam alam pikirannya sendiri.

.

.

.

To Be Continued


*Lagi ngetik naskah berikutnya*
#BUKKK
*digeplak pake PDL*

"WOI! DEMI APE LO MIKASA DI-FRENCHKISS sama EREN HAAH?"

Oh, itu Jean...

*meringis ngais tanah*

"A-abisnya, yang pantes dapet peran ini cuma Eren. G-gomene"

"KENAPA BUKAN GUAAA?"

"Jean, tenang dulu! Authornya bentar lagi mewek tuh!" Marco sang penyelamat datang.

"Soalnya kalau kamu yang NGEGITUIN Mikasa, pasti kamu ntar melakukan tindakan di luar naskah yang bikin fic saya naik rate."

"KENAPA HARUS EREEEN?"

"Itu karena Eren kan sodaranya Mikasa, jadi nggak bakal ada kejadian *piip* yang bikin jadi naik rate. Eren kan bocahnya polos. Ga kaya kamu udah terkontaminasi. Iya kan Eren..." *nengok belakang*

Eren: *muntah di wastafel*

Mikasa: *makan lolipop*

"Kalian sedang apa?"

"Tadi sebelum take, Mikasa abis makan mi telor, mulutnya jadi bau amis, Eren jadi muntah gitu deh..." jelas Armin

"Ooooh... Kau beruntung Jean!" *disepak Mikasa*

RnR please :)