Choi Seungcheol mungkin memang bodoh. Dari sekian puluh murid di kelasnya, dia memilih Yoon Jeonghan. Dari tiga ratus murid di angkatannya, dia memilih Yoon Jeonghan. Dari sekian ratus murid di sekolahnya, dia tetap memilih Yoon Jeonghan. Mungkin dari miliaran manusia di bumi pun dia tetap memilih Yoon Jeonghan.
Ketika ditanyai bagaimana tipe idealnya, Choi Seungcheol memang menjawab, perempuan berambut panjang dan lurus, tinggi badannya melebihi pundaknya sedikit tanpa memakai heels, dan pandai memasak. Rambut panjang dan lurusnya sudah beres. Bahkan tinggi badannya juga pas. Pandai memasak, siapa tahu? Sayang sekali, Yoon Jeonghan laki-laki.
Mau bagaimana lagi? Sudah berbulan-bulan Seungcheol coba menyangkal. Tetapi sekalinya teman-temannya membicarakan perempuan, yang teringat bukan Im Nayoung, bukan Jung Eunwoo, bukan Joo Kyulkyung seperti yang dibicarakan yang lain. Melainkan Yoon Jeonghan. Sekalinya melihat kafe baru di sudut jalan, Seungcheol hanya bisa mengira-ngira apakah Yoon Jeonghan suka diajak ke kafe. Sekalinya ada film horror baru tayang, Seungcheol berharap Yoon Jeonghan tidak benci nonton film horror karena dia ingin sekali mengajaknya nonton. Sekalinya akan tidur, tidak ada yang dipikirkannya kecuali Yoon Jeonghan. Semuanya tentang Yoon Jeonghan.
Jadi Seungcheol mengambil sisi baiknya. Satu, setidaknya Yoon Jeonghan cantik. Dua, mendekatinya tidak susah karena dia laki-laki dan teman-temannya tidak akan menggodanya. Tinggal nanti Jeonghannya gimana.
Pertama kali Seungcheol mulai memperhatikan Jeonghan adalah saat hari pertama masuk sekolah. Murid-murid yang merasa superior membully Jeonghan karena rambut panjangnya, tetapi Jeonghan tampak seakan tidak peduli sama sekali. Dipanggil cantik? Dibalas senyuman, bahkan dengan terima kasih. Ditanyai mengapa tidak pakai rok? Dijawab karena dia laki-laki. Bahkan ketika olahraga, ada yang menukar dasinya dengan dasi pita perempuan, dan ketika waktunya ganti, Jeonghan dengan santainya berteriak, "Yang perempuan, ada yang dasinya tertukar denganku?" Mulai dari yang verbal hingga aksi, semuanya tidak mempan. Malah pernah sekali Jeonghan ke sekolah, rambutnya dikepang. Seungcheol heran sekali. Dia ini dibully karena rambut panjangnya, dan dia ke sekolah DIKEPANG? Hebat. Karena itulah, pembullyan terhadap Yoon Jeonghan hanya berlangsung sebulan. Setelah itu, semua berhenti. Dan terkadang Jeonghan masih ke sekolah dengan rambut dikepang.
Di kelas, Jeonghan duduk tepat di depannya. Membuatnya mudah mengamati gerak-geriknya. Yang bisa disimpulkan dari pengamatannya selama ini adalah:
1. Jeonghan suka tidur di kelas. Tapi peringkat satu di kelas. Menyebalkan.
2. Selalu membawa bekal ke sekolah. Isi bekalnya selalu ditata lucu. Menyebalkan.
3. Terkadang kalau bosan, Jeonghan suka main game di ponselnya (yang juga suka Seungcheol mainkan), dan skornya ternyata lebih tinggi dari Seungcheol. Menyebalkan.
4. Pernah ada kucing kecil nyasar ke dalam kelas, Jeonghan yang mengambilnya. Seharian dipangkunya (lebih tepatnya dibiarkan tidur di dalam sweaternya), dia beri makan sosis dari bekalnya, dan dia bawa pulang. Menye- Menggemaskan.
Singkat kata, Jeonghan pemalas yang cerdas, siapapun yang membuat bekalnya adalah seorang jenius, seorang gamer hebat dan pencinta kucing, atau mungkin segala macam hewan.
Yang pencinta hewan itu benar-benar harus digarisbawahi. Seungcheol pernah mendapatinya pulang (tidak, Seungcheol tidak membuntutinya, kebetulan rumah mereka tidak sejauh itu) membawa kucing. Bukan hanya satu, melainkan dua. Yang satu dimasukkan ke dalam jaket, satu lagi digendong. Seungcheol heran, sebenarnya seperti apa rumah Jeonghan? Penuh kucing? Pernah lagi, ada anak anjing hampir tenggelam di sungai, tidak ada orang yang mau menolongnya. Seungcheol sudah mengumpulkan niat akan melepas kemejanya dan menceburkan diri, ketika Jeonghan lewat, melepas tas, sepatu, kaus kaki, sweater dan menceburkan diri demi anak anjing itu (hari itu Seungcheol mulai mengira sesungguhnya di punggung Jeonghan ada dua sayap kecil, jadi bisa disembunyikan). Pernah juga, di sebuah petshop yang selalu dilewati Seungcheol saat sekolah, ada sekotak akuarium berisi hamster di depan, sempat heran mengapa ditaruh di luar? Tetapi Seungcheol mengira mungkin agar cepat terjual. Saat itulah Jeonghan lewat, melihatnya, kemudian masuk ke dalam petshopnya. Seungcheol bisa mendengar Jeonghan meminta pemilik petshopnya untuk memindahkan hamsternya ke dalam karena cuacanya terlalu dingin.
Di mata Seungcheol, Jeonghan adalah malaikat. Perempuan lainnya? Lewat.
Semester dua, dengan sialnya Seungcheol dipilih menjadi ketua kelas. Awalnya sih sial. Akhirnya bukan sial lagi, karena sekretarisnya Jeonghan. Memang, tulisan Jeonghan bagusnya sudah macam kaligrafi. Semacam ketikan, bukan tulisan tangan. Menyebalkan.
Dari situ, Seungcheol bersyukur. Karena ketua kelas banyak menghabiskan waktu dengan sekretaris. Ada acara ini, ketua dan sekretaris yang mengurusi. Ada urusan itu, ketua dan sekretaris yang mengurusi. What does it mean? It means, Seungcheol bisa mendekati Jeonghan dengan mudah.
Seungcheol semakin tahu banyak tentang Jeonghan. Bahwa Jeonghan adalah anak tunggal, bahwa ayahnya adalah seorang dokter hewan (ini menjelaskan mengapa Jeonghan suka membawa hewan pulang ke rumahnya), bahwa dia membuat bekalnya sendiri setiap pagi karena kalau di sekolah malas berdesakkan di kantin (ini melengkapi tipe ideal Seungcheol, karena Seungcheol pernah mencoba masakannya dan ENAK SEKALI. Menyebalkan). Seungcheol sekarang tahu, Jeonghan suka sekali pergi ke berbagai macam kafe dan membandingkannya, dan pergi ke kafe favoritnya saat ingin santai membaca buku. Jeonghan suka menonton film horror, thriller, misteri, tetapi sangat benci dengan jump scares, terkadang sampai menangis karena kaget. Jeonghan mudah tersentuh ketika menonton film, apalagi ketika ada karakter yang kisahnya berakhir tragis, bisa banjir. Jeonghan suka membaca buku-buku koleksi ayahnya, favoritnya adalah buku-buku James Herriot. Jika disuruh memilih harus pergi karaoke atau pergi ke museum, Jeonghan lebih memilih pergi ke museum. Jeonghan suka diajak ke taman hiburan, naik wahana-wahana mengerikan, tetapi tidak akan mau diajak masuk ke rumah hantu. Tetapi sampai sekarang masih ada satu hal yang ingin namun belum Seungcheol ketahui: alasan mengapa rambut Jeonghan panjang.
Seungcheol sudah bertekad akan menanyakannya saat mengisi form kepanitiaan kelas untuk festival sekolah akhir tahun nanti.
Kelas kosong. Sisa Seungcheol dan Jeonghan, berdua, berhadap-hadapan di pinggir jendela. Hari ini Jeonghan membiarkan rambutnya terurai, jadi sekali dua kali Jeonghan menyisirnya ke belakang dan membuat Seungcheol menahan nafasnya. Cantik. Apalagi disinari matahari yang mulai jingga. Menghela nafas, Seungcheol memalingkan muka ke jendela, melihat teman-temannya masih bermain basket dengan payahnya di lapangan.
"Bodoh. Jihoon sependek itu mana bisa memasukkan bola," ejek Seungcheol sambil tertawa kecil.
"Jangan salah. Tes basket kemarin Jihoon berhasil memasukkan 8 dari 10 kali lay up," Jeonghan membelanya, masih sambil menyalin hasil diskusi sebelum pulang tadi ke dalam form. Sekali lagi, dia menyisir rambutnya yang mulai menghalangi mukanya. Seungcheol tidak tahan lagi. Jari-jarinya meraih rambut Jeonghan dan menyelipkannya di balik telingannya.
"Kamu tidak bawa kuncir?" tanya Seungcheol sambil menyelipkan rambut sisi satunya.
Jeonghan mengangguk. "Bawa. Ada di tas. Ambil saja, kuncirkan. Malas berhenti menulis."
Malas kok malas berhenti menulis, dasar aneh, menyebalkan, begitu pikir Seungcheol. Tetapi Seungcheol tetap beranjak dari tempat duduknya dan merogoh-rogoh tas Jeonghan, mencari kuncir. Setelah itu, Seungcheol berdiri di belakang Jeonghan dan mulai menyisiri rambutnya dengan jari-jarinya. Halus sekali. Nyaris sehalus rambut adiknya. Otomatis, Seungcheol mulai mengepangnya, mungkin terbiasa mengepang rambut adiknya (yang memang masih 5 tahun). Nah, di saat itulah Seungcheol mengira itu saat yang tepat untuk menanyakan, "Rambut panjang begini ribet juga. Mengapa kamu membiarkan rambutmu panjang? Setahuku, teman-teman SMP, bahkan SD-mu juga bilang rambutmu sudah panjang sejak dulu."
Jeonghan sempat berhenti menulis dan terdiam. Seungcheol mengira jangan-jangan hal ini berkaitan dengan hal yang tidak seharusnya dia tanyakan. Nyaris saja dia sesali, sampai kemudian Jeonghan menghela nafas panjang dan melanjutkan menulis. "Ibuku selalu ingin anak perempuan. Tetapi ibuku tidak bisa hamil lagi dan tidak mau mengadopsi anak. Jadi, mulai kecil rambutku dibiarkan panjang, tapi selalu hanya sepanjang ini. Terkadang lebih pendek, tapi tidak pernah lebih panjang. Pada akhirnya jadi kebiasaan. Setidaknya ibuku tidak menyuruhku memakai pakaian perempuan," begitu cerita Jeonghan, sambil menyelipkan tawa kecil di sela-selanya.
"Kau kelihatan cantik dengan rambut panjang seperti ini. Kau tahu sendiri kan? Bahkan sebulan pertama kau jadi korban bully. Kau sering dikira perempuan oleh guru. Kamu juga alasan utama mengapa kelas kita memilih konsep transgender maid cafe," ujar Seungcheol, sambil menyelesaikan kepangannya. Kemudian dia kembali duduk di tempatnya.
"Aku tahu itu. Tapi biarlah. Kamu tahu Jeongyeon dari kelas sebelah kan? Dia juga seperti laki-laki. Dia sering dikira laki-laki. Perempuan saja bisa berambut pendek seperti laki-laki, mengapa laki-laki tidak? Meskipun rambutku panjang, meskipun aku terlihat cantik, aku tetap laki-laki," kata Jeonghan, tanpa beralih sedikitpun dari form yang ditulisnya.
Kata-kata yang terakhir diucapkan oleh Jeonghan benar-benar menusuk hati Seungcheol, membuatnya merasa begitu salah. Tak ada yang bisa dilakukannya selain tertawa pahit dan menjawab, "Ya, benar. Kamu tetap laki-laki."
Seungcheol merasa bodoh. Merasa salah. Merasa lemah. Rencananya sih air matanya akan ditahan sampai setidaknya di jalan pulang, tapi batal. Air matanya langsung keluar, mengalir melalui pipi dan menetes ke meja. Seungcheol semakin merasa bodoh.
Jeonghan meletakkan pulpennya, menata formnya dengan rapi dan menghela nafas. "Selesa- Seungcheol? Kamu menangis?"
"Iya, bodoh ya? Hanya karena kamu ini laki-laki, hidupku rumitnya minta ampun. Seandainya saja kamu ini perempuan," kata Seungcheol sambil menyeka air matanya. Dia merasa semakin bodoh, secara tidak langsung dia baru saja menyatakan perasaannya.
Jeonghan menggeser tempat duduknya ke samping Seungcheol, dan menghadapkan Seungcheol padanya. "Memangnya mengapa kalau aku perempuan? Aku tidak mengerti," tanyanya. Seungcheol terdiam, kemudian tertawa. Tidak peka juga, menyebalkan, tapi aku tetap saja suka, bodoh, begitu pikirnya.
"Sudahlah, yang penting pinjamkan aku bahumu, setelah itu kita kumpulkan formnya," Seungcheol menarik bahu Jeonghan dan membenamkan mukanya. Jeonghan yang bingung hanya memeluk Seungcheol sambil menepuk-nepuknya sesekali. Seungcheol bergumam tidak jelas, tidak peduli Jeonghan mendengarnya atau tidak.
"Aku menyukaimu, bodoh, aku menyukaimu."
Oke, jadi ini bukan pertama kalinya aku menulis ff, bukan pertama kalinya aku post ff-ku di ffn (tapi sudah lama banget, dulu waktu masih SMP dan sekarang aku udah kuliah HAHAHA aku bahkan ga inget judul ff-nya apa), tapi ini pertama kalinya setelah sekian lama aku post ff-ku lagi secara publik. Aku suka menulis ff, tapi biasanya hanya untuk dikonsumsi teman-teman, terus mereka membujuk "eh ff kamu loh gak jelek-jelek amat (at least that's what they think Idk what you think) kenapa disimpen sih? Sana dipost! Pasti banyak yang suka." Bujukannya berhasil. Aku bikin akun ffn lagi, dan yeah, this is it, I've posted it. Aku mungkin akan post banyak ff fluff atau angst pendek, karena aku bisanya yang heartwarming banget atau sedih banget, dan aku bener-bener payah kalo disuruh nulis ff chaptered panjang, jangankan puluhan chapter, nyampe 10 chapter aja udah syukur banget. About the groups, mungkin gak bakal jauh jauh dari SEVENTEEN, BTS, GOT7, NCT, karena memang mainly aku sregnya nulis tentang mereka. So perhaps follow me and leave a review? Heheh. I'm a good choice for a moodbooster, I can guarantee that. HEHEHEHE. See ya in the next chapter, or perhaps next fic!
