Pria itu baru saja keluar dari gedung apartemen tuanya. Hingga ia sadar bahwa ia keluar dalam waktu yang tidak tepat. Ia menatap sekeliling dihadapannya. Sudah terdapat puluhan pria tegap berseragam dengan senjata api di tangannya. Kumpulan itu yang bisa dibilang adalah anggota polisi seolah siap untuk membidik buruannya yang sudah hampir semalaman ini mereka tunggu. Buruan itu kini keluar dari tempat persembunyiannya.

"Angkat tanganmu tuan Kim dan lepaskan semua senjata yang kau bawa." Terdengar suara keras yang bisa dipastikan berasal dari Speaker tangan.

Pria itu hanya mendesis dan tersenyum meremehkan. "Kenapa kalian melakukan hal ini kepadaku?" Dengan bahasa Cina sebisanya.

"Lakukan saja!"

Pria yang tak lain bernama Kai itu langsung melepaskan tas punggung yang dibawanya lalu menghempaskannya ke aspal jalan. Tak sampai disitu ia juga melepaskan senjata api perak yang tadi bersembunyi di balik jaketnya. Melemparkan senjata itu begitu saja seolah tidak takut kalau pelatuknya mungkin akan menembak polisi yang tengah mengepungnya.

Kai mengangkat kedua tangannya. "Oke, hanya itu yang kupunya? Bisa bebaskan aku sekarang?"

"Maaf. Tidak semudah itu tuan Kim."

'BUGH!'

Sebuah pukulan keras tepat mengenai sekitar kepala dan punggungnya. Tengkuknya terasa sangat sakit karena dihantam oleh siku seorang petugas yang sejak daritadi mengawasinya dari belakang. Hanya bayangan hitam dengan pandangan mengabur yang dapat ia lihat hingga tak sampai waktu satu menit. Kai sudah jatuh di aspal jalan dengan kondisi tak sadarkan diri.

Ia dalam kondisi yang sangat berbahaya.


WANTED


Tittle : WANTED

Main Cast : Kai, Kyungsoo, EXO Member

Genre : Kriminal, Roman.

Rate : M, GS.

Disclaimer : Jongin, Kyungsoo dan semua yang ada disini adalah milik Tuhan, Keluarga dan SMent. Cerita adalah murni hasil pikiran saya. So don't copy my fanfiction nothing permission. Thank^^

Summary : Kai hanya pria biasa namun latar belakang keluarganya yang membuat ia ingin sebebasnya menjadi seorang pria biasa dibandingkan menjadi seorang mafia. Hidupnya berubah ketika ia disudutkan dalam sebuah kasus Pembunuhan seorang Putri Konglomerat bernama zhang Yixing. Meskipun ia bukan pembunuhnya ia tidak bisa lepas dari ancaman Tersangka yang akan mengikat dirinya. Hingga akhirnya ia melarikan diri bersama seorang perawat bernama Kyungsoo sebagai tawanannya. Semua perjalanan bahaya mereka berjalan beriringan dengan romantika diantara keduanya yang secara tak langsung dapt mereka raskan. Tidak terkecuali Kyungsoo yang telah jatuh kedalam pesona penculiknya sendiri.


CHAPTER 1


Kai membuka matanya. Pandangannya seolah berputar saat beberapa kali ia mencoba menyadarkan diri dimana dirinya sekarang. Tengkuknya masih terasa sangat sakit. Bahkan untuk mengangkat wajahnya pun ia tidak bisa. Ia hanya bisa membaringkan kepalanya di meja berwarna coklat gelap yang terlihat masih baru dengan aroma cat yang menusuk hidungnya.

"Sebaiknya kau bangun bung. 5 jam kami menunggumu hingga harus melewatkan makan siang kami."

Kai berdesis mendengar ungkapan pria itu. Dan ia yakin mengenal benar suara pria yang mungkin tengah kelaparan ini. Kris. Kepala polisi yang pernah datang langsung kekediamannya beberapa pekan yang lalu.

"Kupikir kau juga butuh sesuatu untuk mengisi perutmu." Ucapnya lagi dengan sakartis.

Kini ia berdiri. Bangkit dari kursinya yang berada dihadapan Kai dan berjalan mendekat kearah mangsanya yang kini sudah terlihat nampak tak berdaya. Ia menarik rambut Kai kebelakang membuat pria tampan itu menengadah menaikkan wajahnya.

"Padahal aku senang masih ada yang mengerti perkataanku disini tapi sebagai kepala polisi, kau juga tidak belajar sopan santun." Balas Jongin sesaat setelah wajahnya dinaikkan dan menatap Siluet bayangan Kris yang ada di tembok didepannya.

"Aku akan lebih bersikap sopan kepada orang-orang yang memudahkan pekerjaanku."

"Kau berpikir aku menyulitkanmu?"

"Dalam arti lain." Ucapnya yang kini mulai beralih mendudukan dirinya dimeja melepaskan cengkramannya. Wajahnya begitu dingin namun tatapan tajamnya yang membuat semua orang akan mati membeku ditempat. Namun tidak untuk seorang Kai. "Meski kau adalah anak dari Mafia Tuan Kim. Namun sayang, kau dibuang."

"Lebih tepatnya dilupakan." Jawabnya dengan mengalihkan pandangannya kesisi tembok lain.

"Oh .. ya. Perebutan kekuasaan."

"Oke. Apa yang kau maksud bung? Kau ingin menawanku disini atau ingin membahas tentang keluargaku?" Kai sudah tak sabar saat ini. Apalagi ia baru sadar bahwa kedua tangannya begitu sangat sakit mengingat bahwa ia sedang dalam keadaan diborgol.

"Tentu saja tentang pembicaraan kita beberapa pekan yang lalu."

Kai berdesis. "Kau masih belum menemukan pelakunya? Ohh malang sekali." Ejeknya.

"Kau pikir dengan kepintaranmu akan menghapus jejak pembunuhan itu?" Kris kini membuka kancing kerahnya. Merasa gerah karena sikap pria didepannya. "Asal kau tahu, semua penyelidik kini mengarah kepadamu."

"Kenapa aku?" Ia tertawa meremehkan. "Ayolah bung. AKu tidak main-main tentang ini. Lepaskan aku. Seharusnya aku sudah berangkat ke Los Angeles jam 11 tadi."

"Kau memohon?" Pria itu tertawa. "Hei.. kemanapun kau pergi kau pasti akan dianggap seorang buronan nantinya. Aku tidak yakin bahwa kau akan hidup bebas di Negara yang penuh oleh anggota FBI dan CIA. Kau mungkin akan terbunuh dalam kurun waktu 2 hari saja."

Kai berdesis. "Jangan bertele-tele. Jadi katakan apa tujuanmu?"

Kris mendekat dan menatap tajam pria yang masih bersikap santai didepannya. "Kami membutuhkan kau untuk menjadi saksi atau kau kami butuhkan sebagai tersangka pembunuh Nyonya muda Zhang. Kau siap menetap di Beijing untuk beberapa hari ini?"

"Sialan kau."


"Dia di tangkap oleh kepolisian Cina."

"Benarkah? Ia benar-benar tertangkap? Kenapa?" Pria itu berbalik memastikan bahwa apa yang dikatakan anak buahnya itu benar-benar bukan berita omong kosong biasa.

"Itu benar. Pagi tadi. Saat ia akan bergegas untuk berangkat kembali ke Amerika. Namun kami belum mendapatkan alasan kenapa ia bisa tertangkap."

Pria itu—Suho—masih terdiam mendengar kabar yang baru diterimanya. Ia menatap gelas berisi wine ditangannya dengan lekat. Mengocoknya beberapa detik membuat isinya berputar seirama dengan gerakan tangannya.

"Apa ia sendirian?"

"Ia sendirian di Cina, tuan."

"Kita harus membawanya kembali ke Korea." Ucapnya pelan namun masih bisa terdengar oleh anak buahnya yang berdiri dibelakangnya. "Siapkan semuanya."

"Baik tuan." Dan suara langkah kaki yang menjauh itu kini menyisakan Suho yang masih berdiri menatap gelas winenya dengan seksama. Ia sedang memikirkan betapa bodoh adiknya—Kai—yang kini berada di luar Korea, sendirian dan tanpa pengawalan apapun. Apalagi ia harus sampai tertangkap oleh kepolisian Cina. Adiknya pintar, tapi tidak pintar untuk melihat situasi dan kondisi yang bukan wilayah kekuasannya.

Suho—ia adalah kakak kandung dari Kai. Ia kini menjadi seorang pemimpin Mafia terbesar di Korea setelah kematian Ayahnya. Hidup penuh kemewahan tak sepenuhnya membuat ia merasa nyaman. Bila ia mengingat. Apa yang didapatkannya hanya sebuah—alih tangan. Semua harta dan kekuasaan ini tak sepenuhnya miliknya. Melainkan milik Kai—adiknya.

Namun. Adiknya malah memindahkannya kepada Suho karena ia tidak bisa menjalani hidup layaknya seorang mafia lagi setelah kematian Ayahnya. Ia ingin hidup bebas layaknya pria biasa yang telah beranjak dewasa. Ia ingin mendapatkan kebahagiannya sendiri secara normal—itu alasannya.

Bagi sebagian besar orang. Apa yang ditempuh Kai adalah hal gila. Menolak kekuasaan yang hanya tinggal dipetik tapi ia malah menebangnya begitu saja.

Semua orang menganggap. Kepergian Kai merupakan arti lain dari Anak yang dibuang karena ia pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas. Hingga kebanyakan dari orang kepercayaan keluarga mereka melupakannya begitu saja. Mereka hanya menganggap Suho lah satu-satunya penguasa di Keluarga Kim.

Suho tak setamak itu. Baginya. Keluarga adalah priortias utamanya. Keselamatan Kai merupakan keselamatan dirinya juga. Sebebas apapun ia membiarkan Kai hidup di luar. Tak pedulinya ia tentang anggapan mulut besar diluar sana yang menganggap Kai adalah anak buangan. Ia tidak akan membiarkan hidup adiknya dalam keadaan bahaya.

"…Kasus kematian Nyonya Muda Zhang kini masih diselidiki oleh kepolisian China. Putri tunggal dari keluarga konglomerat Zhang dikabarkan telah meninggal 3 minggu yang lalu. Tepat ketika ia selesai mengadakan kegiatan amal di wilayah Chengdu. Polisi masih memburu siapa tersangka dibalik kematian Zhang Yixing. Hingga sampai saat ini. Polisi baru menemukan seorang saksi yang kemungkinan besar adalah kunci utama dari kematian Zhang Yixing. Pria yang tidak diketahui namanya itu merupakan seorang Pria berwarga negaraan Korea Selatan. Ia disergap dikediamannnya di wilayah Apartemen tua, Beijing. Sampai berita ini diturunkan Polisi belum memberikan keterangan apapun. Namun sumber menyebutkan bahkan status saksinya bisa saja berubah kapanpun atau bahkan mungkin menjadi tersangka…"

Suho memicingkan matanya. Berita itu sudah sangat sering didengarnya. Apalagi berita itu mengenai Zhang Yixing. Gadis yang selama ini dicintainya. Ia menatap berita itu dengan wajah begitu sangat datar. Hingga ekspresinya dengan cepat berubah ketika foto Saksi yang diberitakan itu ditunjukkan ke hadapan publik.

Suho menggenggam erat gelas yang ada ditangannya. Dan satu lagi tangannya mengepal kuat. Rahangnya seolah tertarik menahan kemaran.

"Sialan kau Kai."


Kai beberapa kali menguap. Mendengar beberapa pertanyaan penyelidik yang terus membombardir telinganya dengan pertanyaan yang tidak ada maknanya sama sekali. Bahkan bisa dibilang semua maksud yang ditanyakan pria pelontos dengan kumis tebal itu semuanya sama. Beruntunglah pria ini menggunakan bahasa Korea—meski terdengar buruk baginya. Kai dengan wajah mengantuknya hanya menatap pria didepannya dengan santai. Beberapa kali pria itu bolak balik seolah kursi yang ditujukan untuknya itu tidak layak digunakan. Bahkan sesekali ia menggebrak meja.

Sedikit lucu bila dipikirkan. Ini adalah pengalaman pertamanya masuk keruangan penyelidik yang begitu sangat gelap dan hanya digantung satu bola lampu redup sebagai penerangan. Ruangannya juga hanya berisi meja dan dua kursi disana—seperti film-film yang sering ia tonton. Apa pria pelontos ini belajar bahasa Korea dengan benar? Tidak ada sama sekali tanda Tanya yang Kai dapatkan untuk menangkap bahwa apa yang dikatakan pria itu adalah pertanyaan bukan lirik lagu untuk ia nyanyikan sebagai lagu Rapp.

"Jawab!" Bentaknya.

"Apa yang harus aku jawab. Oh, pak. Apa kau selalu bicara seperti ini kepada istrimu. Aku bahkan sampai mengantuk mendengarnya. Siapapun kau, kau berbakat untuk menjadi seorang Rapper." Ucapnya dengan diikuti acungan kedua jempol jarinya.

Telinga pria itu memanas mendengar penuturan yang dikatakan Kai dihadapannya. Ia ingin sekali memukul wajahnya yang begitu terlihat sangat angkuh tapi ia masih mencoba menguatkan kesabarannya.

"Kau ingin lepas dari tuduhan kan? Jadi ceritakan kejadian sebenarnya."

"Aku tidak tahu apa-apa. Apa yang harus kujelaskan." Ucapnya santai.

"Ini tidak akan berhasil." Pria itu kini duduk. Akhirnya kursi itu diduduki juga setelah 2 jam diabaikan begitu saja.

Pria itu melirik kesisi lain dimana terdapat sebuah kaca yang memisahkan antara ruangan penyelidikkan dengan area luar ruangan. Terdapat dua orang petugas berseragam tengah menunggu dan mengamati mereka berdua. Ia mengangkat satu tangannya dan bergerak seolah menyuruh membawa masuk sesuatu yang telah disiapkannya. Polisi itu mengerti dan tak butuh waktu lama. Satu polisi itu membawa sebuah Laptop yang sudah menyala lalu menyimpannya tepat dihadapan Kai sebelum ia kembali keluar.

Pria pelontos itu mendekat dan memutar sebuah video disalah satu file didalam laptopnya.

"Lihat ini. Apa kau ingin mengelak dan bersikap acuh lagi?"

Kai awalnya bingung. Ia hanya bisa menatap koridor kosong dan gelap didalam video itu. Namun hatinya mengatakan bahwa ia mengenal tempat yang ada dalam video tersebut. Baru saja ia mengingatnya kini ia dikejutkan dengan kemunculan seorang pria yang keluar dari sebuah pintu dengan keadaan cukup berantakan. Tangannya juga seolah sibuk dengan ponselnya seolah sedang sibuk menelpon seseorang. Kai tau betul siapa pria yang ada didalam video tersebut. Sudah sangat jelas—itu adalah dirinya sendiri.

"Kau ada di TKP saat kejadian pembunuhan itu terjadi. Dan kau juga yang menghubungi polisi tentang kejadian ini. Kami menduga saat pembunuhan itu terjadi kau tidak hanya menemukannya melainkan kau juga ada didalamnya. Jadi jelaskan dengan serinci-rincinya sebelum kami menyematkan nama Tersangka di tubuhmu."

Kai berdesis "Sial." Ia menatap pria itu yang kini menunjukkan wajah semakin menyebalkannya dengan tatapan yang begitu sangat tajam seolah ingin memakannya. Sadar bahwa ia dalam keadaan yang sangat buruk. Dengan gerakan cepat ia berdiri dan menendang keras pria pelontos itu tepat di perutnya membuat ia jatuh tersungkur menabrak dinding dibelakangnya. Itu pasti sangat lah sakit.

Keadaan semakin buruk ketika kedua polisi yang tadi menunggunya masuk kedalam. Mencoba mengamankan pria berbahaya yang telah membuat penyelidik jatuh tak sadarkan diri karena ulahnya.

Sebelum kedua pria itu menodongkan senjatanya. Kai jauh lebih cepat. Dengan keadaan tangannya yang diborgol. Ia tidak bisa memukul dengan leluasa untuk melawan kedua polisi kepadanya. Hingga akhirnya ia melumpuhkan satu polisi itu dengan menendang keras perpotongan kakinya hingga ia jatuh dan dengan gerakan cepat mengambil alih senjata yang ada ditangannya.

Kai menarik pelatuk senjatanya beberapa kali hingga melumpuhkan kaki-kaki kedua polisi yang tadi siap menyerangnya. Namun hal itu tak bertahan lama ketika suara alarm berdengung keras ditelinganya juga cahaya merah berkedip-kedip disetiap sudut ruangannya memberi tanda bahwa sedang terjadi situasi bahaya.

Jongin berlari cepat dengan senjata tunggal yang ada ditangannya. Bahkan ia tidak segan menembak siapapun yang ada dihadapannya yang siap menyerangnya.

Ia berhasil melewati koridor ruangan asing itu hingga ia menemukan sebuah pintu yang kemungkinan merupakan jalan keluar untuk ia melarikan diri. Tak ingin berpikir panjang. Ia mendobrak keras pintu itu dalam sekali tendangan.

Belum siap ia melangkah. Kris dan beberapa anggota polisi lainnya sudah siap dengan senjata ditangannya. Menodong tepat kearah Kai yang kini mematung mengangkat tangannya. Ia merutuki dirinya sendiri yang malah mengangkat tangannya seperti seorang pengecut.

"Santai bung. Bila kau ingin keluar tidak seperti ini caranya." Ujar Kris begitu santainya. Berbeda dengan posisinya kini yang seolah siap menembak sasarannya tepat dikepalanya hingga hancur. "Lepaskan senjatamu."

Kai tidak melepaskannya. Malah ia sebaliknya semakin erat mengepal satu-satunya senjata yang ada ditangannya.

"Kau tak seharusnya bersikap seperti itu. Bila kau menyelesaikannya sekarang kau bebas, bila tidak. Hidupmu akan siap berubah 360 derajat menjadi seorang buronan Negara."

Kai hanya tersenyum meremehkan ancaman Kris yang terdengar terlihat sangat pahit layaknya racun baginya.

"Aku menemukan rekaman CCTVnya." Ucap Kris beberapa pekan yang lalu saat ia menemui Kai secara pribadi di Apartemennya.

"Lalu? Kau ingin mengancamku? Ayolah bung, jangan bersikap bodoh seperti ini."

"Kunci utama ada pada dirimu. Aku mungkin bisa saja menyerahkan rekaman ini kepada penyelidik utama yang menangani kasus kematian Yixing. Tapi meskipun aku tak memberikannya. Kau tetap dicari sebagai seseorang yang terlibat dalam pembunuhan ini."

"Kurasa itu bukan urusanku. Aku disana hanya melihatnya yang sudah tak bernyawa dan juga aku menelpon polisi karena kurasa itu penting."

"Dan yang lebih penting polisi membutuhkan Saksi dan Tersangka."

"Sebagai teman dari Suho. Kau tak memberi pengecualian kepadaku?"

"Pertemanan tidak akan dilibatkan dalam sebuah kasus besar seperti ini. Mengingat aku tahu tentang hubungan Suho dan Yixing. Tentang kisah cinta mereka." Kris duduk disebuah kursi kayu yang tak jauh dari meja kerja Kai. menatapnya santai namun dengan keadaan yang membahayakan. "Akan lebih menakutkan bila nanti kau dituduh sebagai pembunuh, dan hal lainnya adalah. Kau sebagai pengkhianat keluargamu sendiri karena telah membunuh kekasih kakakmu sendiri."

"Kau tidak tahu apa yang terjadi dengan keluargaku." Ucap Kai memicingkan mata.

"Ya.. aku sudah memberimu keringanan." Ia kini mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Membuat sebuah bola-bola asap seolah menunggu Kai untuk menceritakan kejadian sebenarnya tentang kasus kematian Zhang Yixing.

"Aku tidak bisa menceritakannya."

"Baiklah.. kurasa aku mendapatkan jawabannya"

"Letakkan senjatamu. Kita bisa membicarakanya baik-baik atau pergi dan kami akan memastikan bahwa kau tidak bernyawa lagi."

"Sebuah ancaman huh?"

Kai menyunggingkan senyum remehnya sebelum ia akirnya menembak acak polisi polisi yang tengah mengepungnya. Begitupun juga dengan Kris. Entah tembakan itu mengenai mereka atau tidak. Kai sedang berusaha melarikan diri dari kepungan polisi-polisi yang memuakkan baginya. Ia terus berjalan mundur hingga menemukan sebuah pintu keluar yang seluruhnyaterbuat dari kaca.

Namun langkahnya terhenti ketika ia baru saja melangkah melewati ambang pintu. Sebuah peluru tepat menembus bahu kirinya membuat ia terjatuh dengan darah yang merembes keluar diantara kaos biru lautnya.

"Aku sudah memperingatkanmu Kai." Ucap Kris yang masih menggantungkan tangannya setelah menembak tepat bahu kiri Kai yang hendak melarikan diri.


Gadis dengan seragam biru langitnya kini tengah sibuk mendata obat-obatan yang tepatnya berada diruangan persedian obat rumah sakit tempatnya bekerja. Hampir 3 jam ia melakukan hal ini dan sepertinya kepala perawat memang berniat membuatnya lembur semalaman untuk menghitung jumlah obat-obatan yang masih tersedia.

Gadis itu bernama Kyungsoo. Ia sudah cukup lelah dengan keadaanya saat ini. Harus bekerja di bagian siang namun harus lembur semalaman untuk melakukan kegiatan yang menurutnya bodoh seperti ini. Ia lulus dari sekolah keperawatan bukan untuk menghitung obat melainkan sebagai seorang perawat yang menjaga pasien di rumah sakit.

Ia duduk dilantai begitu saja. Menyimpan kertas-kertas yang tadi dipegangnya di sampingnya. Kepala perawat seperti menatapnya bagaikan seorang apoteker dibandingkan seorang perawat. 2 bulan bekerja dia masih diposisi seperti ini. Begitu sangat membosankan.

Ia melirik jam tangannya. Sudah hampir jam 11 dan ia baru menghitung 2 lemari rak obat saja. Sepertinya bila ia tidak sanggup melakukan ini, ia juga akan tertidur begitu saja disini. Dan itu benar nyatanya. Ia kini mulai terkantuk sebelum akhirnya sebuah dobrakan keras mengejutkannya hingga ia terbangun dan berdiri. Akan membahayakan bila ada yang tahu ia tidur saat jam bekerja.

"Kyungsoo, kau disana? Bantu aku. Ada pasien yang harus segera kita tangani."

Mendengar itu Kyungsoo merasa senang. Bukan karena ia senang ada lagi pasien yang masuk rumah sakit melainkan ia senang karena akhirnya ia dipekerjakan langsung juga untuk merawat pasien. Rasa kantuknya tiba-tiba menghilang begitu saja. Dan dengan cepat ia berlari menuju arah suara dimana disana sudah ada Yesan di ambang pintu.

"Dimana?" Tanya Kyungsoo.

"Di ICU. Dokter dan kepala perawat telah menunggu kita. Ayo!"

Dengan anggukan mantap. Kyungsoo berlari mengikuti langkah Yesan didepannya. Hatinya berdebar mengingat ini adalah kali pertamanya ia menangani pasien selama ia bekerja 2 bulan di rumah sakit ini. Langkahnya terus mengikuti Yesan hingga akhirnya ia sampai di ICU. Dimana terdapat beberapa polisi yang menjaga ruangan tersebut. Kebingungan mulai memenuhi pikirannya. Sebenarnya siapa yang akan dia bantu?

Namun tak ingin berlama-lama berpikir ia masuk dan mendapati Dokter Han dan Kepala Perawat Xian tengah sibuk memasangkan alat bantu pernafasan ke mulut pasien. Dan lagi dentingan suara diruangan tersebut ia sudah tahu bahwa jantung pasien itu kini berdetak melemah.

"Apa yang kau lakukan disana?! Siapkan alat operasi!" Teriak Kepala perawat yang membuat Kyungsoo kini sibuk menyiapkan peralatan operasi.

Setelah ia menyiapkannya. Ia memberikan alat-alat tersebut kepada Dokter Han. Proses operasi berjalan begitu sangat cepat sehingga Kyungsoo sendiri tidak dapat mengingat semua yang dilakukan dokter disampingnya ini selain merobek kulit bahu pria itu dan mengeluarkan sebuah peluru yang berada didalamnya. Tunggu peluru?

"Siapkan alat jahit. Kita harus segera menutup lukanya." Ucap Dokter Han dan kini Kyungsoo kembali beralih menyiapkan alat Jahit untuk mentup luka sang pasien dibalik kebingungannya sendiri.

Waktu berjalan begitu cepat juga penanganan pria asing ini berjalan dengan lancar. Nyawanya terselamatkan bahkan jantungnya kini berdetak dengan normal.

"Syukurlah dia bisa diselamatkan." Ucap dokter Han setelah melepaskan masker biru langitnya. Siapkan ruang rawat khusus. Dia harus beristirahat.

"Baik Dokter." Ucap Kyungsoo dan Yesan. Setelah dokter itu keluar. Kini tinggalah mereka berdua bersama Kepala perawat Xian didalam ruangan tersebut. Mereka tengah merapikan semua peralatan juga keadaan pasien yang masih tak sadarkan diri.

"Kerja bagus Kyungsoo. Beruntung kau ada disini. Tapi kau harus tetap menyelesaikan tugasmu diruangan penyimpanan obat." Ucap kepala perawat dan Kyungsoo hanya mengangguk menyetujuinya. "Tapi apa kau keberatan menerima tugas lain?"

Kyungsoo membelakkan matanya. Ia berharap bahwa tugasnya itu bukan lagi menghitung jumlah obat diruangan lain.

"Rawat pria ini. Yesan sudah merawat pasien lain dan perawat lainnya juga sibuk dengan pasiennya masing-masing. Ini adalah tugasmu jadi lakukan dengan baik."

Kyungsoo tersenyum. Akhirnya ia mendapat tugas untuk merawat pasien juga setelah dua bulan ia menunggu. "Terima kasih. Terimakasih. Aku akan bekerja dengan baik."

Dan Kepala perawat hanya memberikan senyumannya. Senyuman pertama yang ia berikan kepada Kyungsoo. Sang perawat baru.


Kyungsoo menatap sendu wajah pria yang kini terbaring tak sadarkan diri di kasurnya. Sejak ia sampai diruangan perawatan dan mengurusnya. Matanya tak bisa teralihkan dari pria berkulit perunggu yang terlihat sangat sexy. Garis rahangnya yang tegas juga wajahnya yang tampan. Kyungsoo tidak bisa memungkiri perasaanya sendiri bahwa ia jatuh hati kepada ketampanan pasiennya sendiri. Namun pikiran itu cepat-cepat ditepisnya.

"Oh.. ayolah Kyungsoo.. apa yang kau pikirkan." Ucapnya sendiri dengan memukul pelan kepalanya sendiri membuat Yesan yang baru masuk kedalam ruangan itu menatap bingung tingkah laku rekannya.

"Ada sesuatu yang terjadi?" Tanya Yesan yang mampu mengejutkan Kyungsoo.

"Ahh.. tidak," Balasnya cepat. "Pria ini tampan." Bisik Kyungsoo yang membuat Yesan ikut terkikik geli mendengar ungkapan Kyungsoo.

"Hei.. kau senang karena akhirnya mendapatkan tugas atau senang karena mempunyai pasien tampan?"

"Kurasa dua-duanya." Ucapnya datar. "Ya.. setidaknya aku tidak terlalu bosan. Tapi siapa pria ini? Kenapa pria ini harus diawasi oleh pihak kepolisian. Aku melihatnya diluar tadi. Banyak sekali polisi yang berjaga didepan ruangan ini. Apa dia korban kecelakaan?"

"Bukan." Ucapnya datar membuat Kyungsoo kembali sibuk mengatur cairan infuse yang menggantung. "Lebih tepatnya Pembunuh."

"Apa?"


Kai mengerjapkan matanya. Tubuhnya terasa sangat sakit apalagi di bagian bahu kirinya. Ketika matanya mulai membuka lebar. Ia terkejut ketika seorang gadis kini menatapnya begitu sangat dekat. Mampu membuat Kai sendiri langsung terduduk dan menjauh.

Wanita itu—Kyungsoo—hanya berdesis melihat tingkah pasien yang dirawatnya. Seharusnya dia yang takut karena harus merawat seorang pembunuh kenapa pria ini yang ketakutan meihatnya. Tolonglah.. bahkan aku bukan seorang hantu.

"Dimana aku?"

"Tentu saja di Rumah Sakit."

Jongin langsung melirik kesekeliling ruangan. Mencari keberadaan polisi-polisi yang mungkin sedang mengawasinya. Dan itu benar. Ia masih bisa melihat seorang anggota polisi yang tengah berdiri di pintu masuk ruang rawatnya. Ia masih bisa melihatya melalui kaca jendela pintu yang lumayan besar.

"Sialan, aku masih di Negara bodoh ini." Ucapnya berdesis menggunakan bahasa Koreanya. Setidaknya tidak akan ada yang mengerti dengan ucapannya yang sedang mencaci maki Negara yang telah membuatnya sulit saat ini.

Kyungsoo mengernyitkan keningnya mendengar ungkapan pria dihadapannya. Dan tatapan curiga itu dapat diartikan dengan jelas oleh Kai yang kini balas menatap wanita berseragam biru perawat itu tajam.

"Apa? Kau ingin marah karena aku mencaci Negara mu huh?" Ucapnya yang semakin membuat Kyungsoo mengerutkan kening. Kai berdesis. Sialnya. Hanya dengan Kris ia bisa bicara bahasa Korea satu sama lain. Sayangnya ia pasti tidak akan mentoleransi dirinya lagi sekarang karena keadaanya sudah seburuk ini.

"Mungkin aku akan marah. Tapi aku kecewa ternyata Negara kelahiranku malah mencaci Negara orang lain." Balas Kyungsoo datar yang kini tengah menyiapkan suntik yang siap dipakai.

Kai kembali menatapnya. Membulatkan mata dan menatap Kyungsoo lekat-lekat. Tak disangka bahwa perawat ini bisa berbahasa Korea. "Kau.. berbahasa korea?" Tatap Kai bingung.

"Tentu. Aku berasal dari Gyeonggi." Ucapnya yang kini menatap lekat wajah Kai. Terdapat keraguan dari tatapan itu. "Berikan tanganmu. Kau harus diberi obat penahan rasa sakit."

Dan entah dorongan darimana. Kai memberikan tangannya patuh kepada gadis itu bahkan ia diam saja ketika gadis itu menyuntikkan jarum suntiknya di atas lengan kanannya. Tak jauh dari luka tembakannya.

"Jadi kau benar-benar pelaku pembunuhan Zhang Yixing?"

"Darimana kau tahu?"

"Berita itu paling banyak diberitakan di tv dan surat kabar. Aku pasti tahu."

"Oh.. bagus. Apakah aku orang terkenal sekarang?" Tatapnya kepada perawat itu. Namun ia hanya diam tak menjawab pertanyaan Kai. Meski tak dijawab pun Kai seharusnya tau bahwa ia memang benar-benar menjadi orang terkenal di Negara ini. Kai kini memperhatikan gadis itu lekat-lekat dari ujung rambutnya hingga menerawang tubuhnya sampai ujung kakinya sendiri. Ketika matanya kembali naik tepat ia menatap sebuah tag nama yang terpasang di pakaian seragamnya. "Kyungsoo Do? Nama yang bagus."

"Terima kasih. Tapi sebagai kelas pembunuh sepertimu jangan pernah mengucapkan kata pujian karena itu tak berguna."

Sedikit sakit perasaan Kai saat mendengar gadis bernama Kyungsoo itu mengatakan dirinya sebagai pembunuh. Padahal kalau bisa ia juga ingin mengelak bahwa bukan dialah yang si pembunuh Zhang Yixing. Ia kini kembali merasa kesal kenapa ia harus dalam posisi seperti ini.

"Kalau aku seorang pembunuh. Kenapa kau mau merawatku?"

Tangan Kyungsoo langsung menggantung. Ia menjauhkan kapas yang baru saja ingin ia gunakan untuk mengusap luka darah di tangan Kai. Kai berdesis menyunggingkan senyumnya merasa menang.

"Mungkin aku bisa mencekikmu atau melilitkan selang infuse di lehermu sehingga kau mati kehilangan nafas."

"Kau psikopat."

"Ya.. bisa dibilang begitu."—sebenarnya tidak—Kai kini merasa senang dengan ancaman konyolnya sendiri yang membuat si gadis perawat itu diam ketakutan. Terlihat sekali dari wajah dan gerak tubuhnya. "Bagaimana? Kau siap untuk jadi korbanku selanjutnya?" Lanjutnya membuat Kyungsoo langsung memberesken peralatannya cepat tak jadi mengganti perban yang menutupi luka bahu kiri Kai.

"Perkerjaanku sudah selesai hari ini." Ucapnya.

Kyungsoo benar-benar gugup setengah mati sekarang. Tentu siapapun akan takut bila mendapatkan ancaman seperti itu. Apalagi ia mendengarnya dari seorang permbunuh seperti Kai—begitu yang ia dengar dari Yesan—ia masih ingin menikmati kehidupannya di dunia.

"Hey!" Panggil Kai yang membuat Kyungsoo menggantungkan tangannya di kenop pintu belum sempat membukanya. "Setidaknya aku senang ada yang bisa aku ajak bicara disini"—tentunya dengan bahasa Korea—"Sampai bertemu lagi." Ucapnya menyunggingkan senyum miring melihat gadis itu bahkan tak berani menatapnya sama sekali.

"Selamat malam." Ucap Kyungsoo pelan dan langsung keluar dari ruang rawat Kai. Ia bisa benar-benar gila bila terus merawat pembunuh psikopat seperti Kai.


Kris masih mengamati foto-foto yang dijadikan sebagai bukti tempat perkara terjadinya pembunuhan beberapa pekan yang lalu. Satu persatu ia perhatikan dan memang tidak ada kejanggalan apapun. Persis sama seperti yang ia datangi langsung sesaat setelah pembunuhan itu terjadi.

"Tidak ada yang berubah. Ini kasus yang mencurigakan." Ucap salah seorang pria seraya melonggarkan dasi hitamnya—Xiumin—penyelidik kepolisian China.

"Ya. Itu benar." Ucap Kris yang langsung melempar foto-foto itu keatas meja kerjanya. Ia menyandarkan punggungnya malas ke kursi yang tengah ia duduki sendiri. "Ah.. aku ingin segera menyelesaikan ini sebelum libur Tahun baru(China)."

"Ini akan berlangsung sangat lama."

"Apa itu berarti Kai harus dijadikan tersangka?"

"Jangan terburu-buru Kris. Masih ada jejak lain." Ucap Xiumin yang memberikan sebuah kantong kecil yang berisi peluru kosong bekas. "Kami menemukan ini diluar. Tepat dibawah jendela kamar Zhang Yixing saat itu."

"Itu mungkin peluru lama." Ucap Kris yang terlihat kembali tertarik dengan barang bukti baru yang dibawa Xiumin. Ia mengangkat tubuhnya kembali tegap dan menatap beberapa barang bukti lain yang baru Xiumin keluarkan dari dalam tas hitamnya.

"Lihatlah foto ini. Timku menemukan kejanggalan di depan jendela kamar Zhang Yixing. Tanaman ini seperti bekas terinjak mengartikan bahwa pasti ada seseorang yang berdiri disana, bahkan bercak darah dapat kami temukan di batu-batu yang tak jauh dari tempat itu."

"Kau mengambil batu itu?"

"Tidak. Kami harus meminta izin kepadamu. Hanya ada dua kemungkinan. Itu adalah darah hewan melata atau darah sang pembunuh. Tapi aku tak yakin akan hal itu."

"Kau sudah memasang garis polisi?"

"Tentu saja Kris. Kita menyiapkan TKP untuk keperluan berminggu-minggu ini."

"Tunggu apa lagi. Sepertinya aku akan pulang cepat hari ini." Ucapnya yang langsung berdiri menyiapkan senjatanya.

"Semangat sekali." Desis Xiumin menyunggingkan senyumnya.


Kai hanya bisa berjalan-jalan kecil disekitar kamar rawatnya. Ia menatap dua polisi yang bak penguntit terus mengikutinya padahal Kai hanya ingin mengambil air putih yang ada disebrang meja. Ia benar-benar merasa risih bila seperti ini. Ia tahanan atau apa?

"Bisakah kau diam? Aku hanya haus?!" Bentaknya yang sudah sangat jelas kedua polisi itu tak akan mengerti dengan apa yang dikatakannya. Ia merasa sedang bicara dengan tembok saat ini. "Terserahlah." Bisiknya lagi tak peduli ketika melihat raut kebingungan kedua pria itu.

Ia berjalan menjauh—masih diikuti—dan mengambil segelas air dan meminumnya. Sesekali Kai mengintip kedua polisi itu yang kini tengah menggaruk tengkuknya. Kai merasa ia bisa saja tertawa melihat tingkah bodoh polisi-polisi sialan itu.

'KLEK'

Pintu terbuka dan lagi. Gadis itu datang di jam Sore hari. Kai menatapnya bingung. Ia pikir gadis itu menyerah untuk merawatnya karena saat pagi dan siang yang datang adalah seorang perawat pria juga seorang Dokter—untuk memberinya suntikan dan beberapa obat untuk ia minum. Tapi gadis bernama Kyungsoo itu kembali lagi. Hebat sekali nyalinya.

"Maaf. Sekarang ini tugasku. Anda bisa keluar saat ini." Ucapnya sopan yang membuat kedua polisi itu mengangguk dan berjalan keluar ruangan.

Setelah benar-benar pergi. Kai memperhatikan gerak-gerik langkah gadis itu. Masih sama—terlihat masih gugup dan ketakutan. Tapi cukup hebat. Bisa dibilang ia berani menghadapi Pembunuh psikopat gadungan sepertinya.

"Kupikir kau tak akan kembali Soo.."

"Akrab sekali kau memanggilku."

"Tentu, karena kau calon korbanku selanjutnya." Ucap Kai memulai kembali ancamannya. Senyumnya kembali tersungging menatap Kyungsoo yang kini berbalik menatapnya. Dan garis ketakutan itu masih tergambar jelas diwajahnya. "Aku tak bisa berjalan. Bisa kau bantu aku untuk kembali berbaring disana?"

"Lalu kenapa kau ada disana bila tak bisa berjalan?"

"Kedua pria bodoh itu yang membantuku. Hah.. mereka sangat kasar membantu pembunuh sepertiku."

"Kau kan bisa membunuhnya?" Secara tak sengaja Kyungsoo coba meledek Kai yang saat ini tersenyum meremehkan kepadanya.

"Daftarku tidak akan berubah. Kau selanjutnya. Bukan pria bodoh itu."

Kyungsoo menelan ludahnya sendiri. Dan mau tak mau ia mendekat dan meraih tangan Kai pelan. Merangkulnya meski ia sendiri benar-benar merasakan takut saat ini. Jantungnya tiba-tiba bertebar. Bau tubuhnya atau semacam parfum? Entah kenapa ia merasa nyaman menghirup bau tubuh maskulin seperti ini. Ditambah lagi ia harus mendekap tubuh Kai yang sudah sangat jelas tinggi badannya jauh lebih tinggi darinya. Tapi ia sendiri mencoba fokus. Sebisa mungkin untuk tidak teralihkan dalam membantu Kai berjalan.

Baru beberapa langkah berjalan. Hanya sekedar memastikan. Ia menatap sekilas wajah Kai. dan kembali. Rasa kagumnya Datang ketika melihat rahang tegas milik pria itu. Tuhan.. Kyungsoo bersumpah bahwa anggapannya ketika pertama kali melihat pria ini tidak akan pernah berubah. Pria ini memang sangat tampan.

"Kau menatapku? Aku bisa menabrak ranjangku sendiri." Ucapnya yang menatap Kyungsoo yang berada disampingnya. Kedua mata itu bertemu dan mampu membuat Kyungsoo salah tingkah dan mengalihkan pandangannya ke sisi lain.

"Maafkan aku. Aku hanya memastikan apakah kau kesakitan atau tidak." Ucapnya mencoba sebisa mungkin untuk tenang.

Bodoh sekali. Batin Kai ketika melihat tingkah gadis disampingnya. Tapi ia tidak memungkiri bahwa ekspresinya sangat lucu. Mungkin ia akan tergelak tertawa keras bila tidak dalam situasi seperti ini.

Kyungsoo langsung mendudukkan tubuh Kai setelah ia kembali menata hatinya bahwa apa yang dirasakannya tadi hanya pengaruh suasana bukan hal yang bodoh dan macam-macam. Ia kembali menjauhi tubuh Kai sebelum melirik kembali pria itu yang hendak berbaring.

"Jangan berbaring!" Ucap cepat Kyungsoo dan pria itu kini menatapnya bingung. Tak jadi berbaring dan mendudukkan dirinya tenang seraya menatap lekat Kyungsoo penuh tanda Tanya. "Aku, harus mengganti perban yang menutupi lukamu. Buka bajumu."

"Apa? Membuka bajuku?" Kai membulatkan matanya ketika mendengar gadis itu bicara dengan begitu datarnya.

"Lukamu tidak akan cepat mengering bila kau terus menggunakan penutup lukamu itu sejak tadi malam."

"Kenapa kau yang melakukannya?" Tanya Kai mengerutkan keningnya risih.

"Karena aku yang bertanggung jawab atas ini." Balas Kyungsoo yang kini menatap Kai dengan lekat.

"Ada beberapa hal yang tak aku sukai." Jawab Kai mewati-wanti. "Pertama aku tidak suka orang yang sok mengenalku dan kedua orang yang menyentuh tubuhku."

"Aku? Apa?" Kyungsoo kini yang bingung dengan apa yang dikatakan Kai kepadanya.

"Kau wanita? Seharusnya kau tau artinya harga diri. Bukan menjatuhkan harga diri seorang pria."

"Oh Tuhan.. aku Perawat bukan seorang pemimpin Hak Asasi Manusia!" Bentak Kyungsoo yang benar-benar sudah kehilangan akalnya akan si pembunuh tampan dihadapannya ini. "Kau pikir aku ingin melakukan pelecehan seksual kepadamu?"

"itu mungkin saja terjadi." Ucap Kai datar.


To Be Continued


Dan saya baru kembali lagi..
Halo... udah sangat lama sekali gak update ff lagi. Dan baru diberi kesempatan buat posting ketika dapet THR. Hehe ya dalam arti nyata baru perbarui jaringan wifi di rumah.

Maaf yang sering dibuat menunggu oleh saya karena saya beum lagi update FF baru. dan buat Fanfic I AM A BIPOLAR Terima kasih atas semuanya yang telah merespon baik ff pertama saya itu disini, dari yang udah mengikuti sejak awal sampai pembaca baru. Meski ending nya menyakitkan.Tapi semoga gak kapok sama ff ff buatan saya disini ^^ Sekali lagi terima kasih *DEEP BOW

Dan untuk kesempatan kali ini sama buat FF GS hasil requestan dari beberapa pembaca saya sampai teman-teman saya disini. Sulit sihh tapi saya tetep mencobanya. Butuh waktu lama buat nyesuain tema hingga beberapa chapter ini rampung namun baru berani di posting sekarang.

Dan satu lagi.. inspirasi cerita ini saya ambil dari sebuah sinopsis novel (yang gagal saya beli karena sudah Sould Out) yang terus kepikiran tiap hari siang sampe malem. Saya lupa nama novelnya karena itu dari novel luar dan liatnya di Amazon :( jadi bila ada yang merasa kenal dengan sinopsisnya saya memang mengambilnya dari itu tapi untuk seluruh isi cerita dan rangkaian kejadian saya buat sendiri^^

Terima kasih atas perhatiannya. Semoga kalian dapat menikmati cerita ini. Fav. follow saa review juga ya. Saya masih butuh saran bila ada kesalahan dalam tulisan ini.

Salam Blossom~