crownacre, 2015

TWIN: TIFF
"Terlahir kembar memang menyulitkan."

Lee Jihoon, Lee Woozi

Brothership with T rated

everything in the story is mine except the cast
don't like one or all of the story? don't read.

Jihoon dan Woozi adalah dua saudara kembar dengan sifat yang berbeda. Meski wajah mereka benar-benar terlihat serupa, semua yang ada dalam diri mereka jelas suatu hal bertentangan. Semua dapat dengan mudah membedakan mana Jihoon dan mana Woozi hanya karena cara mereka mengatur wajah. Jihoon yang memiliki wajah tenang nyaris galak, sementara Woozi yang memiliki wajah manis penuh senyum. Berbeda raut wajah, berbeda pula sifat mereka. Jihoon lebih tenang dengan segala hal berjalan lurus, sementara Woozi lebih ceria meski tetap saja seseorang yang lurus—dalam artian lain bukan si aneh atau si jago bercanda.

Karena sifat yang berbeda, pertengkaran memang sedikit sekali diantara mereka. Meski sedikit, tetap saja ada banyak hal yang akan membuat mereka bertengkar.

Pertengkaran terakhir mereka terjadi karena Jihoon yang tengah dalam kondisi diri yang buruk sementara Woozi benar-benar khawatir pada saudara kembarnya yang berubah menjadi aneh dan membingungkan.

Hari itu sekolah pulang lebih awal, Jihoon berjanji untuk menemui Woozi di ruang latihan vocal karena hari itu Woozi izin sejak pagi untuk lomba. Sayangnya, sampai pukul empat—normalnya jam pulang sekolah mereka— Jihoon tidak juga datang. Woozi pikir Jihoon lupa, jadi Woozi memutuskan untuk mengirim pesan pada Jihoon dan mengatakan bahwa ia sudah akan pulang bersama Jisoo-hyung, sunbae-nya yang juga latihan vocal bersamanya.

"Aku pulang," Woozi setengah berteriak di pintu apartemennya untuk member tahu saudara-saudaranya yang mungkin ada di rumah. Namun, hening. Tidak ada jawaban atau sambutan selamat datang dari kedua hyung-nya—Jihoon secara umur memang lebih tua tujuh menit, jadi dia tetap hyung bagi Woozi.

Woozi melangkah menuju kamar yang lebih luas dan menemukan kamar yang kosong, itu berarti Jihoon memang tidak di rumah. Ia mengecek ponselnya dan tidak menemukan pesan apun dari Jihoon meski hanya jawaban 'ya' untuk pesannya tadi sebelum diantar Jisoo-hyung. "Ke mana dia?" Jihoon bertanya pada dirinya sendiri.

Ding.

Woozi melongok, mencoba melihat siapa yang baru saja masuk ke apartemennya. Jihoon. Itu Jihoon dengan beberapa gores luka yang membuat Woozi menahan napas. Karena merasa panik menyadari bahwa goresan di atas kulit putih Jihoon membuat Jihoon terluka hingga berdarah, ia pun langsung berlari menghampiri kembarannya dengan raut khawatir.

"Jihoon," Woozi meraih lengan Jihoon pelan dan membawa saudara kembarnya ke sofa. "Apa yang terjadi?"

Jihoon menggeleng, ia menyandarkan tubuhnya dan memejamkan mata. Menyadari bahwa kembarannya tidak akan memberi tahu apa yang terjadi, Woozi pun beranjak untuk mengambil air dan antiseptik, tidak lupa kotak p3k untuk mengobati luka Jihoon.

"H-hey!" Jihoon memekik kaget saat tiba-tiba saja tangannya ditarik dan lengan bajunya diangkat. Itu Woozi, dengan tatapan khawatir dan ekspresi serius tengah menggulung lengan panjang Jihoon yang kotor. "Apa-apaan, Lee Woozi?"

Yang tengah membersihkan sedikit luka gores pada punggung tangan Jihoon itu tersenyum tipis, "mengobati saudara kembarku yang berandal dan membiarkanku pulang sendiri."

"Tsk, menyebalkan."

"Ya," Woozi terkekeh kecil. "Sama-sama."

Jihoon diam, sesekali meringis sakit saat Woozi menekan lukanya terlalu kuat dan membuatnya merasakan perih. Sementara yang sibuk mengobati itu kini sudah melekatkan beberapa plester luka di luka yang perlu ditutupi.

"Tidak salah aku memilih PMR sebagai eskulku," Woozi tersenyum bangga, memamerkan sederet giginya yang rapi. "Sekarang kau terlihat lebih manusiawi, berandal."

Yang dikatai berandal itu mendengus, "Apa maksudmu?"

"Kenapa bertengkar lagi, huh? Kau seperti menyalahgunakan bakat bela dirimu."

"Kau tidak mengerti."

"Jelaskan supaya aku mengerti kalau begitu."

Jihoon tertawa saat mendengar pernyataan saudara kembarnya, "Tidak mau, Woozi."

"Beritahu aku."

"Tidak," Jihoon bersikeras, mengacak rambut Woozi sebagai tanda menahan kembarannya bicara lagi. "Terima kasih sudah mengurus lukaku."

"Kau ini—"

"Aku memang begini, Lee Woozi. Aku selalu senang melakukan banyak hal baru sekalipun itu hal nekat, jadi jangan khawatir. Aku akan tetap baik karena aku Lee Jihoon yang hebat."

Woozi mendengus, "Ya, tapi Lee Jihoon yang hebat ini harus mentraktirku satu cup ice cream karena aku kesal sudah dibuat menunggu sampai akhirnya menyerah pada Jisoo-hyung dan memintanya mengantarku pulang."

Jihoon terkekeh kecil, "arraseo."

Fin.