Pagi hari yang cerah. Semua tampak aman damai tentram sentosa lagi sejahtera—
GROAAA!
Sayangnya, sesosok monster raksasa muncul entah darimana. Ia mengaum buas bagaikan singa habis dipaksa puasa, siap menerkam apa dan siapa saja yang sial untuk ada di hadapannya. Di sini-sana, suara jeritan kyaa panik baik wanita maupun pria adu kencang dengan auman sang monster raksasa, merusak gendang telinga.
Seorang pemuda—bukan, anak wanita?—eh, benar pemuda?—berambut biru muda tampak berusaha menyelamatkan dirinya, menyebrang jalan raya dengan tergesa-gesa. Naas baginya, monster itu justru memutuskan untuk menyerangnya.
Nasib punya rambut tokoh utama.
Tangan si monster bergerak ancang-ancang hendak menerkamnya. Si pemuda sudah komat-kamit baca doa, mengangkat lengan menutupi wajah sia-sia. Oh mama di rumah, aku gak tau mau bilang sedih atau lega meninggalkan mama...
Sedetik sebelum si monster sukses menjamah si pemuda, sesuatu menangkisnya.
"Hei kau makhluk raksasa bau kotoran kuda! Enyahlah!"
Si pemuda tersentak tidak percaya. Bukankah itu suara...?
"Doki doki kira kira! Bersiaplah! Sailor Karma akan menghukum anda!"
Di hadapan pembaca (ato penonton ya cocoknya? Kalo fanfiksi kan gambarnya gak ada), muncullah sesosok gadis remaja, berambut merah dikuncir dua yang panjangnya pasti menyapu tanah kalau saja kuncirnya itu tidak sedang melambai di udara, berkostum serupa baju renang hitam beraksen merah yang terbuka mengekspos belahan dada cup E sampai ke pusarnya, lengkap dengan sepatu bot setinggi paha hitam bersol merah dan sarung tangan mencapai lengan atas berwarna hitam dan beraksen merah pula. Sebuah sabit malaikat pencabut nyawa—lagi-lagi hitam beraksen merah—ada di genggamannya.
Dengan sang pemuda bersurai biru muda ternganga dan sang monster me-resume aksinya, Sailor Karma mengayunkan senjata.
("Akabane-kun perlu dibangunin gak?"
"Udah biarin aja. Kalo tidur gini dia ada manisnya, kalo bangun bikin kolesterol sumpah.")
OXDXC
Doki Doki Kira Kira Sailor Karma: A Compilation by Nyx Keilantra
Ansatsu Kyoushitsu by Yuusei Matsui
Warning(s): Yaoi, OOC, NISTA + GAJE SUMPAH, etc.
OXDXC
Hidup seorang ~*the ultimate magical girl penyelamat alam semesta*~ tidaklah mudah, penuh suka lagi duka.
Padahal mulanya, Akabane Karma hanya seorang murid SMP biasa.
"Permisi, anda ada berminat menjadi model agensi kami?"
"Akabane Karma mendapat nilai ujian tertinggi seisi negeri!"
"Dia kan yang mengalahkan satu geng seorang diri?!"
"Hah, aku telat sekolah ya~ Biarin aja ah," lalu ia kembali memejamkan mata dan menarik selimut menutupi kepala. Terlelap kembali tanpa panik suatu apa.
.
.
Sejak pertemuannya dengan seekor monster gurita, hidupnya menjadi penuh warna.
"Menjauhlah, manusia! Mereka monster dari dunia PIIIPIIIPIIIP yang berbahaya! Larilah selagi bisa!"
"Pake acara dari dunia lain segala. Udah sumbat aja wormhole-nya."
"Oh iya benar juga, tapi pakai apa—nugyaaa!"
...
"Gunakan alat transformasi ini dan serukanlah: Doki Doki Kira Kira!"
"Ini balas dendam tadi gue sumbat lo ke wormhole, ya?!"
...
"Kamu harus memilih battle-mu, Karma. ...balikin lagi beberapa, itu terlalu banyak, Karma."
.
.
Bukan hanya karena penampilannya yang dengan alat transformasi drastis berubah menjadi wanita.
Setelah disogok dengan uang entah berapa puluh juta, "Doki doki kira kira! Bersiaplah! Sailor Karma akan menghukum anda!"
"Posenya lebih seksi kalau bisa—nugyaa!"
Koro-sensei si monster gurita menjerit terkena cambukan Karma. Mending kalau cambuk biasa, lha ini cambuk pakai duri mawar segala. Padahal kali ini kostumnya juga hanya berupa duri-duri mawar membelit tubuhnya dan beberapa kuntum mawar merah untuk menyembunyikan bagian-bagian paling 'berbahaya'. Kok gak sakit ya?
.
.
Karma juga berhubungan kembali dengan seorang teman lama.
"Doki doki kira kira! Hei, kau tidak apa-apa?"
"Kau... Karma?"
"I, iya lah, aku Sailor Karma-"
"Bukannya kau... Akabane Karma?"
"...jangan bilang siapa-siapa. Aku serius, Nagisa. Kubuang kamu ke dunia PIIIPIIIPIIIP kalau berani bicara."
"...baiklah. Aku tidak akan bicara asalkan kamu memenuhi keinginanku, Karma."
"Keinginan apa-"
"Alasan kita dulu berpisah... Kamu bilang kamu bukan homo jadi tidak bisa denganku sekalipun aku mirip anak wanita. Tapi sekarang kamu bertubuh wanita jadi gak papa kan ya?"
Batin Koro-sensei yang sedang melawan monster-monster menggantikan Karma, 'Langsung cium lidah aja napa, Karma. Hayati lelah ini ngelawan sendirian aja.'
.
.
Ia mendapatkan seorang kawan baru juga—sekalipun kawan baru itu sempat menampilkan dirinya sebagai musuh Karma dan Nagisa.
"Kau—siapa?!"
Dengan cool mengangkat cadar khas biarawati menutup kepala, "Penyelamat yang sesungguhnya."
Sungguh minim suara.
Tapi Karma justru menyipitkan mata, menangkap sekilas sesuatu di balik lipitan rok tenis putih yang berkibar di udara.
"Bukannya kau... Isogai Yuuma?"
Bukan de javu antara Karma dan Nagisa, karena Isogai Yuuma berhenti sok cool dan justru memekik dengan paniknya, "Kalian tahu darimana?!"
Karma menunjuk diantara kedua kaki Isogai yang refleks menutupnya. "Sobekan di celana dalammu letaknya sama dengan sobekan di celana dalam Isogai Yuuma yang kulihat dicucinya di kamar mandi sekolah."
"...Isogai-kun mencuci celana dalam di sekolah?"
Dan kekuatan 'persahabatan' (prihatin akan kondisi cucian) pun mengalahkan kejahatan.
.
.
Ia bahkan menemukan cinta!
"Eh! Mata lo dima-!"
Menelengkan kepala bersurai jingga, "Ya...?"
"...boleh minta nomor HP-mu?"
"Tentu. Omong-omong sekalian kenalkan, namaku Asano Gakushuu."
Dari chat sederhana, berlanjut ajakan jalan-jalan-tapi-bukan-kencan keliling kota, dibuntuti Nagisa yang (tidak) diam-diam masih suka, jadilah jatuh cinta.
.
.
Sekalipun Karma mendapati dirinya gagal mengalahkan seorang tokoh antagonis baru di hari yang sama...
"Hah, yang seperti ini ~*the ultimate magical girls penyelamat alam semesta*~? Jangan membuatku tertawa. Kau lebih cocok menjadi tukang kosek WC saja."
Sabetan logam beradu dengan sesama logam. Dua pasang mata—merkuri dan ungu—saling bertentangan. Setelah saling menggesekkan pedang (pedang sungguhan, bukan pedang yang tidak baik dibicarakan, apalagi pakai acara digesek-gesekkan), keduanya kompak meloncat ke belakang, kemudian kembali mengayunkan pedang berusaha menjatuhkan lawan. Gerakan keduanya begitu menawan, seolah sedang berdansa dan bukan sekadar beradu pedang.
Tak!
Karma tersenyum pongah, lawannya berjengit terinjak kakinya. Karma lega kostum jubah zirahnya (yang sangat minim dan harusnya tidak bisa melindungi apa-apa, terutama mengingat terbukanya belahan dada dan perutnya) dilengkapi hak stiletto setajam pedangnya. Ia melancarkan serangan injakan kali kedua.
Tak!
"Wek, sori gak kena," lawan Karma ganti tersenyum pongah. Karma menyipitkan mata, lalu kembali menginjak kaki lawannya.
Tak! Tak! Tak! Tak!
"Mereka berantem, breakdance, atau jualan sate sih sebenarnya?"
.
.
Dan sekalipun tidak lama setelahnya, orangtua Karma yang ia tahu tidak pernah peduli padanya lalu mengutus orang datang ke rumah, menjemputnya untuk tampil rapi dengan setelan jas dan kemeja sutra di sebuah pesta mewah, hanya untuk mengumumkan bahwa—
"Kami ingin menunangkan putra kami, Karma-"
Yang benar saja mereka!
Karma tidak pernah merasa lebih lega, mendapati monster dunia PIIIPIIIPIIIP menyerang aula tempat ia dan seluruh orang-orang munafik itu berada.
Semakin lega saat merasakan tangan kukuh seorang yang sangat dikenal Karma lalu merengkuh tubuhnya dan membawanya bridal-style menjauh dari marabahaya.
"Ga— ...siapa?"
Tunggu-tunggu-tunggu, ini bukan Gakushuu. Ini kan si musuh?!
Menyibakkan tudung jubahnya, Gakushuu tersenyum tidak peka, meskipun Karma sudah ternganga mengetahui orang yang selama ini disukainya ternyata merupakan musuhnya.
Gakushuu masih tersenyum tidak peka. Karma sudah ganti berwajah memerah. Karena Gakushuu kini membelai lembut pipinya sambil berkata, "Syukurlah kau tidak kenapa-kenapa. Selama ini aku ingin bilang aku menyukaimu, Karma."
.
.
Apalagi sejak penyelamatannya, Nagisa dan Isogai justru mengira musuh mereka menculik Karma.
"Bagaimana kalau dia menyiksa Karma?! Bagaimana kalau dia mengikat kedua kaki dan tangan Karma gaya huruf X supaya dia tidak bisa kemana-mana?! Bagaimana kalau dia memaksa Karma tidak berbusana supaya Karma tidak berani meninggalkannya?! Bagaimana ka-!"
"Nagisa-kun, kau kebanyakan baca erotica tidak benar ya? Mau kurekomendasikan erotica bagus yang Safe Sane and Consensual saja?"
.
.
Stres karena orang yang disukainya ternyata juga musuhnya (yang entah kenapa tidak bisa mengenal Karma sebagai Sailor Karma ataupun sebaliknya, padahal katanya IQ-nya 195). Bahagia karena kedua rekan ~*the ultimate magical girls penyelamat alam semesta*~-nya ternyata teman setia. Kemudian terkhianati saat ia mengungkap kebenaran ini semua.
Karma mengerjapkan mata. Ada sesuatu tercekat di tenggorokannya, mencegahnya bicara. Ia hanya bisa menatap nanar ke sosok pria bersurai hitam yang tersenyum manis padanya.
"Maaf ya, Karma-kun, semua ini hanya main-main saja."
Pria lain bersurai jingga ikut muncul, entah darimana. Ck, mau mejeng aja.
"Kekasihku seringkali disebut God of Death oleh kalian para manusia... Tapi kurasa God of Chaos lebih cocok, ya?"
Keduanya tersenyum menatap Karma.
"Nah, karena kita sudah selesai permainannya, ayo kita bereskan mainannya~"
.
.
Untungnya, Karma diselamatkan oleh pacar tercinta. Sialnya, sang pacar harus mati karena tuntutan naskah.
"Gakushuu! Gakushuu pegang tanganku!"
Bergelantungan di sisi sebuah gedung yang nyaris runtuh, Gakushuu berparas sendu, membiarkan matanya dan mata Karma kembali bertemu.
"Haha... Tidak kusangka Akabane Karma dan Sailor Karma adalah orang yang sama. Hei, kau tahu tidak, Karma? Aku benci wanita karena aku menyalahkan Ibu yang meninggalkanku dengan Ayah. Padahal beliau tidak salah. Pria brengsek itu yang memang menyia-nyiakannya, dan justru bermain dengan si monster gurita... Tidak peduli meski menghancurkan dunia..."
"Gakushuu jangan terus bicara begitu! Kau bisa jatuh! Aku mohon pegang tanganku!"
"Hei, Karma? Aku salah waktu bilang aku menyukaimu waktu itu. Sebenarnya, aku..."
Senyuman pilu.
"...aku mencintaimu."
"TIDAK! GAKUSHUU!"
Tapi ia sudah tak lagi ada. Isogai dan Nagisa juga. Orangtuanya tak pernah ada. Yang tersisa hanya seorang pemuda bersurai merah, bersimpuh di tanah, meneteskan airmata.
"Semuanya... enyahlah."
Tetes hujan pertama jatuh ke kepala. Berikutnya di bahu yang terluka. Ke lutut celana. Ke tanah dan beton dan seluruh kota yang hancur lebur di sekitarnya. Ke wajah si pemuda, ketika ia lalu melolong pada surga.
"ENYAH! ENYAH KALIAN SEMUA!"
.
.
Sampai akhirnya, semua kembali seperti semula.
"Hah, aku telat sekolah ya~ Biarin aja ah," lalu ia kembali memejamkan mata dan menarik selimut menutupi kepala. Terlelap kembali tanpa panik suatu apa.
Sayangnya, Karma lupa ia sekarang punya kakak yang merangkap orangtua, dan yang tanpa dosa menarik selimut Karma sampai ia jatuh tergeletak di kaki kakaknya.
"Jangan suka malas gitu dong, Karma~ Lihat nih kakak udah bikinin bento a—nugyaa!"
"Hhh... Males banget sih pake acara sekolah segala," gumam Karma yang dengan gontai melangkah ke sekolah. Sang kakak bukan cuma berjalan biasa, tapi sudah meloncat-loncat bak kelinci hiperaktif kebanyakan kafein dan gula. Wajar saja, mengingat ia guru magang di sekolah milik pacarnya, jadi tiap jam istirahat sekolah mereka bisa kencan di kantornya.
Ck, bikin sirik aja.
"Pagi, Karma!" sapa Nagisa, selalu tersenyum seperti biasa. Tetap sahabat Karma meski pernyataan cintanya dulu ditolak Karma mentah-mentah.
"Pagi, Karma!" Isogai juga ikut menyapa. "Sudah dengar belum kabarnya? Anak kepala sekolah yang dari Amerika katanya akan pindah ke kelas kita-"
"Siapa yang peduli juga..." Karma memutar mata, kemudian nyaris oleng saat seseorang menyenggol bahunya penuh tenaga. "Eh! Mata lo dima-?!"
Si pemuda menelengkan kepala bersurai jingga. Mata ungunya menatap dalam-dalam mata merkuri Karma sambil dengan nada sopan bertanya, "Ya...?"
"...boleh minta nomor hapemu?"
Si pemuda memiringkan kepala dulu, karena bagaimana bentakan 'Mata lo dimana?' bisa menjadi pertanyaan 'Boleh minta nomor hapemu?' ia sama sekali tidak tahu. Tapi ia lalu tersenyum teduh, menjawab pertanyaan Karma dengan suara bariton nan merdu.
"Tentu. Omong-omong sekalian kenalkan, namaku Asano Gakushuu."
~Owari~
A/N: Haiya, akhirnya fanfiksi terakhir ini selesai juga! Hahaha... Hahaha... HAHAHA! *berisik mbak*
Terima kasih banyak untuk para pembaca, semua yang sudah membaca, sampai me-review, mem-fave dan mem-follow cerita bodoh dan akun sama bodohnya saya... Terima kasih banyak! Saya cinta kalian semua! *tebar kissbye pada pembaca*
Lebay kah? Tidak juga, soalnya ini juga ucapan selamat berpisah. Ini fanfiksi terakhir saya. Saya lelah, meskipun senang juga rasanya menulis cerita dan berbagi dengan kalian semua.
Sayonara, minna-sama. Kapan-kapan kita ketemu lagi ya.
~Omake~
"Ini serius Akabane-kun mau dibiarin aja?"
"Iya udah biarin aja. Salah sendiri dia tidur dari awal sampai pulang sekolah. Eh foto dia pas nangis yang ngambil siapa aja? Punya gue nge-blur masa."
"Oh itu minta kopiannya aja sama-"
~Omake Tamat~
