Act I: The Wedding
Lonceng gereja terus berdentang. Burung-burung merpati beterbangan, dan orang-orang berbondong-bondong memasuki gereja untuk menghadiri upacara pernikahan paling fenomenal di seantero Gaia. Para wanita saling berbisik dan mencibir dan menyebarkan gosip-gosip ala ibu-ibu yang tiada penting namun diheboh-hebohkan, sementara para pria tertawa lantang akan satu lelucon garing basa-basi khas bapak-bapak businessman berbaju necis yang dilontarkan salah seorang dari mereka.
Di ruang bagian dalam gereja, tak jauh dari ruangan utama tempat dimana para tamu berkumpul, terdapatlah ruang rias salah seorang bintang utama event paling menghebohkan di Midgar yang selama berbulan-bulan ini terus menghiasi headline semua koran dan majalah gosip. Dan itu adalah Rufus ShinRa, president of Shinra Electric Company. Yang akan dinikahinya hari ini adalah pemilik bar 7th Heaven di daerah kumuh Sector 7, Tifa Lockhart.
Socialitedan bartender girl. Drama banget nggak sih?!
---
"Tseng, tolong beritahu aku sekali lagi, kenapa aku memutuskan untuk melakukan hal ini sih?!"
Suatu pemandangan yang sangat langka melihat seorang Rufus ShinRa menghela napas dengan raut muka khawatir dan keringat dingin di depan meja rias sambil menatapi dirinya. Ia sedang mengalami mood naik-turun bak roller coaster, jantung yang berdetak kacau yang jika dalam dunia musik sudah masuk hitungan offbeat, serta ritme napas yang tersengal-sengal yang jika dalam dunia sepakbola sudah masuk hitungan offside – suatu sindrom normal yang dialami semua pria dalam detik-detik terakhir mereka sebagai seseorang berstatus bujang.
"Karena kau mencintai Tifa?"
Sudah tak terhitung berapa kali Tseng, sang best man, mengatakan hal tersebut. Itu juga karena si Rufus pula yang menanyakan hal yang sama berkali-kali. Pertanyaan yang sama dijawab dengan jawaban yang sama pula. Tseng mulai frustasi dengan siklus yang terus berkelanjutan seperti kaset rusak yang mulai kusut di dalam ruang rias yang sempit itu. Semestinya ia tadi mengikuti firasatnya dan memilih berkumpul bersama yang lainnya di ruang tunggu. Namun apa daya, ia tak kuasa meninggalkan Rufus yang malang (?!) sendirian di ruang rias sambil meratapi detik-detik terakhirnya sebagai seorang jejaka…
"Iya, tapi…"
"Kau yang cinta, kau yang pacaran, kau pula yang melamarnya dan bertekuk lutut sambil menyodorkan cincin emas putih seharga puluhan juta gil dan mengatakan maukah-menikah-denganku?" jawab Tseng sambil menghela napas, capek.
"Benar sih…Tapi…"
"Sudah! Tidak ada tapi-tapian lagi…aku capek mendengarnya! Oh, betulkan tuh rambut dan dasimu. Tak ada pengantin pria yang tampangnya lebih berantakan daripada best man-nya, betul?"
Dengan gusar, Rufus mengambil sisir dan gel rambut, lalu merapikan rambutnya dengan gaya yang sangat amat kelihatan kalau dia nggak niat. Setelah meletakkan sisirnya dan membetulkan dasinya, ia kembali bercermin dan menatapi bayangannya di cermin, lalu menghela napas. Tiba-tiba, pintu terbuka dengan kencang. Rufus dan Tseng spontan menatap pintu.
"Oh, Reno. Kau bikin kaget saja!"
"Tseng, kenapa pengantin prianya lesu begitu?" Tanya Reno sambil menutup pintu. Ia sedang mengunyah mochi kacang cap Gongaga kesukaannya.
Tseng mengangkat bahu "Biasa deh, yang mau nikah"
"Tseng, Reno…masih belum terlambat kan kalau aku mau membatalkan semua ini?"
Suara musik orkestra terdengar menembus ruangan. Tseng, Reno dan Rufus dapat merasakan bahwa suara obrolan orang-orang telah menjadi sunyi dan berasumsi bahwa mereka telah duduk di deretan kursi gereja. Samar-samar terdengar juga suara deru mesin mobil di depan gereja…
Sang pengantin wanita sudah datang.
"Terlambat" jawab Tseng dan Reno bersamaan.
Rufus tertunduk lesu.
"Ayo, shachou! Sudah waktunya kau menjemput Lady Tifa di altar!" kata Reno sambil menarik lengan Rufus agar ia segera berdiri.
"Ada yang punya obat tidur empat butir?" tanya Rufus, lesu.
"Buat apa?" tanya Tseng, bingung.
"Bunuh diri"
Kali ini, mereka sudah benar-benar kehilangan kesabaran. Tseng dan Reno menyeret Rufus keluar dari ruang rias tanpa ampun tanpa mempedulikan Rufus yang teriak-teriak minta tolong dan menggema di sepanjang koridor. Zack dan Cloud yang melihat dari jauh hanya bisa bengong sambil garuk-garuk kepala.
---
Para hadirin sudah duduk memenuhi deretan kursi gereja. Lagu Pachelbel Canon in D Major yang dimainkan anggota orkestra gereja terus berkumandang memenuhi ruangan gereja. Semua mata tertuju pada Rufus yang berdiri di depan altar. Ia memakai pakaian serba putih: tuxedo putih rangkap tiga dengan dasi putih dan sepatu kulit warna putih. Bukan hal yang aneh untuk seorang Rufus ShinRa. Sepintas ia terlihat berdiri gagah dan dingin seperti biasa. Padahal lututnya bergetar dan wajahnya pucat seperti orang kena airsickness dan habis menaiki helikopter rusak yang terbang akrobat. Ingin sekali ia melangkah jauh-jauh dari situ. Namun apa daya, ia tidak bisa melawan takdir bahwa dalam beberapa detik ia akan mengikat janji sehidup-semati dengan kekasihnya Tifa Lockhart.
Pintu gereja terbuka lebar, dan tampaklah sepuluh flower girl bergaun putih dengan pita merah di belakang gaun berbaris dalam dua barisan. Dengan senyuman manis mereka berjalan melewati lorong menuju altar sambil membawa keranjang penuh bunga di satu tangan, sementara tangan yang satunya menebar bunga di sepanjang lorong. Di belakang mereka tampaklah Tifa yang tersenyum malu-malu. Tubuhnya yang ramping dan kulitnya yang putih bersih terbungkus dalam balutan gaun putih yang panjang. Rambut hitamnya diikat ke atas dengan hiasan bunga-bunga crysanth warna putih. Cadarnya yang sangat panjang dibiarkan terjulur ke bawah, ujungnya dipegangi oleh Marlene dan Denzel. Marlene tersenyum bangga dan terlihat manis dengan gaun pita merahnya dan rambutnya yang diikat keatas dengan hiasan bunga white rose, sementara Denzel hanya bisa merengut dengan muka memerah karena gugup berada di dekat Tifa dengan sosok yang sangat cantik dengan gaun pengantin. Padahal ia terlihat tampan dengan setelan tuxedo putih dan dasi merah, serta bunga white rose yang tersemat di dadanya. Penampilannya terlihat sangat serasi dengan Marlene. Di belakang mereka tentu saja rombongan para pengiring pengantin; Tseng, Elena, Zack, Aerith, Reno dan Cissnei. Mereka mengenakan pakaian yang mirip dengan para pengiring pengantin, namun tentu saja dengan model yang lebih dewasa.
Sosok Tifa yang sangat cantik dan anggun laksana peri membuat Rufus tertegun sampai lupa bernapas. Gaun pengantin adalah sebuah benda yang sangat ajaib. Bahkan gadis yang sehari-harinya tangguh seperti Tifa dapat berubah menjadi seorang peri yang anggun dan seorang lady yang sempurna. Pantas saja benda itu menjadi benda impian setiap gadis. Begitu Tifa mendekat, tanpa sadar Rufus mengulurkan tangannya dan melontarkan senyuman terlembut yang pernah dilontarkan dari wajah seorang Rufus ShinRa. Tifa tersipu malu dan wajahnya memerah bagai dumbapples Banora, tangannya menyambut uluran tangan Rufus. Sang pengantin tidak sadar, bahwa senyuman maut itu membuat semua wanita lumer bak kari instan yang dimasukkan ke dalam wajan. Namun semua pria berpendapat lain tentang senyuman langka yang menyilaukan mata itu – Pasti ada udang dibalik batu! Dia kan Rufus ShinRa! Pikir mereka (Padahal ngiri doang)
Lain halnya dengan pendapat para pengiring pengantin:
Reno ke Tseng:
"Tseng, Rufus masih mabuk ya gara-gara pesta bujangan semalam? Memang dia salah minum apa sih?"
Tseng ke Cissnei:
"Nggak tahu. Cissnei, sepertinya si Rufus salah minum baygon semalam."
Cissnei ke Elena:
"Elena, jangan sampai tertipu dengan senyuman itu. Kata Tseng Rufus baru minum baygon campur spirtus di pesta bujang semalam. Dia masih mabuk."
Elena ke Aerith:
"Tseng bilang Rufus katanya hampir bunuh diri minum baygon dan dia masih mabuk gara-gara minum spirtus kebanyakan di pesta bujang semalam. Kuharap dia tidak muntah di gaun Tifa."
Aerith ke Zack:
"Zack, Tifa hamil gara-gara diperkosa Rufus yang mabuk minum spirtus. Tadi sepertinya dia muntah-muntah di mobil sebelum sampai di gereja, mungkin morning sickness. Elena takut dia muntah lagi. Terus Tseng bilang kemarin Rufus hampir bunuh diri minum baygon gara-gara geostigma-nya kumat."
Dan Zack hanya bisa garuk-garuk kepala, bingung. Angeal yang duduk disebelahnya juga ikut bingung melihat juniornya yang mendadak bertampang blo'on dan garuk-garuk kepala seperti monyet di kebun binatang minta pisang.
"Zack, ngapain garuk-garuk kepala? Ketombean?"
"Nggak…mungkin habis ini aku harus ke THT"
---
"Tifa Lockhart, apakah anda bersedia menerima Rufus ShinRa sebagai suami di saat sehat maupun sakit, di saat kaya maupun miskin, sampai maut memisahkan?"
"Saya bersedia"
"Rufus ShinRa, apakah anda bersedia menerima Tifa Lockhart sebagai istri di saat sehat maupun sakit, di saat kaya maupun miskin, sampai maut memisahkan?"
"Saya bersedia"
"Baiklah, silakan mencium sang pengantin wanita"
Rufus lalu mendekatkan wajahnya ke Tifa, dan mencium bibirnya dengan lembut. Mereka lalu saling memandang, dan tersenyum sambil tertawa cekikikan dengan wajah memerah. Tepuk tangan dari para hadirin memenuhi gereja.
Musik Pachelbel Canon sudah berganti dengan Rufus Welcoming Ceremony. Tifa sudah siap-siap berjalan keluar gereja bersama Rufus. Tanpa diduga, Rufus malah mengangkatnya dan melangkah keluar sambil menggendong Tifa. Rufus tersenyum bangga, sementara Tifa tersipu malu. Di luar gereja, semua orang sudah berkumpul membentuk lorong di pinggiran karpet merah yang terjulur sampai ke pintu limousine putih open-roof yang sudah dihiasi bunga dan pita dimana-mana. Setelah mereka berdua duduk di mobil, limousine putih itu beserta rombongan parade ShinRa keluar dari gerbang gereja dan memulai parade keliling kota yang akan berakhir di airport untuk mengantarkan mereka ke pesawat pribadi yang akan membawa mereka ke Costa Del Sol untuk bulan madu selama tiga bulan. Selama parade, musik Rufus Welcoming Ceremony terus berkumandang di seluruh Midgar. Kelopak bunga putih, merah dan pink terus dijatuhkan dari atas helikopter. Rufus dan Tifa tak henti-hentinya dihujani oleh flash kamera wartawan dan sorotan kamera TV, dan juga taburan butir-butir beras yang dilemparkan semua orang Midgar yang tentu saja tidak melewatkan parade ini. Ada yang menonton di pinggir jalan, ada juga yang menonton dari jendela. Kedua pengantin baru itu terus melambaikan tangan ke mereka, tak lupa sesekali Rufus melemparkan koin emas berlogo ShinRa yang dibuat khusus untuk peringatan pernikahannya. Selama parade, Rufus dan Tifa tak pernah sekalipun melepaskan genggaman tangan mereka masing-masing, dan sesekali diselipi dengan ciuman yang membuat para gadis dan tante gosip berteriak histeris karena sedang menonton drama siaran langsung. Parade itu terus berlanjut sampai sore hari.
Di airport, orang-orang terdekat mereka mengantar sampai sebelum mereka naik ke ke pesawat. Rufus lagi-lagi menggendong Tifa menaiki tangga pesawat. Ia takut lady miliknya akan jatuh karena di mata laki-laki, seorang perempuan menaiki tangga dengan sepatu hak tinggi dan gaun panjang itu mengerikan. Sebelum mereka memasuki pintu pesawat, Rufus berbalik badan dan Tifa melemparkan buket bunganya ke arah teman-temannya. Rupanya sampai terakhir pun, Yuffie belum kehilangan sifat kleptonya.
"AKU DAPAAAAAAAAAAATTTTTTT…" teriaknya sambil melompat.
GUBRAK.
Yuffie malah nyusruk karena tersandung kepala Rude dan jatuh bertabrakan dengan Cissnei. Semua orang bengong selama beberapa detik sebelum tertawa terbahak-bahak.
"Cissnei, kau yang dapat buket bunganya?"
"Tidak, bukan aku" jawabnya sambil berdiri dan membersihkan debu dari gaunnya.
"Rude?"
"Bukan aku" jawabnya tegas sambil membetulkan kacamatanya.
"Jadi siapa?"
Semua mata langsung tertuju pada gadis yang berdiri di antara Zack dan Luxiere.
"AERITH!"
Aerith tersenyum bangga. Muka Zack dan Tseng langsung berubah menjadi merah. Luxiere, Cloud dan Kunsel langsung teriak-teriak heboh.
"YES! AERITH YANG DAPAT!"
"AYO ZACK, TEMBAK LANGSUNG!"
"NEXT WEDDING SUDAH BISA DITEBAK, NIH!"
Semua langsung berganti-gantian menyoraki Zack dan Aerith. Tseng berusaha menyembunyikan mukanya yang sudah terlalu jelas kelihatan kalau itu muka orang jealous. Yuffie yang kesal iseng menyengkat kaki Zack dan membuat ia jatuh menabrak Aerith dan seperti adegan komik roman yang klise, bibir Zack dan Aerith bertemu. Singkat kata, ciuman. Semua orang langsung melotot dan menunjukkan ekspersi holy-cow-i-don't-believe-it. Tseng pingsan di pangkuan Elena, Luxiere dan Kunsel teriak-teriak kegirangan, Cid dan Barett bersiul-siul, Marlene, Denzel dan Cloud membuang muka karena malu, Lazard dan Angeal hanya bisa geleng-geleng kepala. Rufus dan Tifa sendiri hanya bisa nyengir.
Dibawah matahari yang semakin tenggelam dan hembusan angin yang kencang, semua orang menonton pesawat yang membawa pasangan Mr. dan Mrs. Shinra ke Costa Del Sol semakin menjauh dengan senyuman bahagia dan dalam hati berdoa agar mereka berdua selalu bahagia selamanya seperti hari ini.
