(Kita bukan anak-anak bumi dan alam. Kita adalah pencuri. Pencuri yang menjarah rumah bumi dan alam tanpa sisa.)

.

.

.

gorilya.

Hetalia by Hidekazu Himaruya.

K+. Dystopian, OC, OOC, Canon, Miss-typos. tidak keuntungan yang didapatkan dari karya ini dan ditulis untuk kesenangan semata.

.

.

.

Api unggun mini menjadi satu-satunya penerangan baginya, selain pendar bulan yang berselimut kabut tipis yang melayang-layang di udara. Buku tua yang sudah ia baca ribuan kali selalu berada di genggamannya; sama seperti malam ini. Ia ingat setiap kata yang tercetak di buku kusam itu, tapi ia tak pernah bosan membukanya lagi dan lagi. Buku itu adalah pelariannya.

"Istirahatlah, Indonesia."

Indonesia diam, ia masih setia dengan ritual wajibnya. Menghiraukan keberadaan teman seperjalanannya dan rasa udara panas yang menguasai malam itu.

"Padahal kita masih bersaudara," Indonesia berujar setelah diam cukup lama.

Temannya mengambil tempat di sebelah Indonesia. Duduk di atas retakan tanah yang sedikit berpasir. Mereka berdua sama-sama tak tahu, apakah tempat peristirahatan mereka malam ini, dulunya adalah tanah kering, tanah subur, gurun, rawa, atau sungai. Yang mereka tahu, tidak ada satupun manusia yang mau berkeliaran di alam liar yang telah mati ini.

"Kita dan dia ...," Indonesia menunjuk sebuah gambar seekor katak, "memiliki kekerabatan yang dekat," lanjut Indonesia. Gadis itu membuka lembar baru, "dia juga," gambar tokek terpilih. "Dan dia ...,"

Kali ini ia tak menunjuk, tapi mengelus. "Aku rindu Rika."

Sebelum bahu mungil itu bergetar, teman Indonesia merebut buku berharga milik Indonesia dan menutupnya. "Tidurlah. Kau sudah terjaga selama tiga hari."

"Aku masih ingat ketika ia bergelantungan di lenganku untuk pertama kali. Aku masih bisa merasakan genggaman tangannya yang mungil. Saat memandikannya, memakaikan popoknya, mengeringkan bulu coklatnya. Terkadang aku ingat saat Rika merengek. Aku ingin memeluk Rika, Neth."

Isakan itu muncul. Pelan, tapi menyanyat hati. Netherlands menggiring Indonesia masuk ke dalam pelukannya, "dia sudah pergi, Indonesia. Delapan puluh tiga tahun lalu."

"Aku tahu. Aku yang menguburkannya bersama dengan keluarganya. Hanya saja ..."

"Kau sudah berusaha keras," hibur Netherlands.

"Tapi aku gagal."

"Takdir tidak dapat di lawan. Aku juga marah dan kecewa. Bagiku, alam adalah Ibu kita dan bumi adalah Ayah kita." Netherlands mengecup pelan kepala Indonesia.

"Semua terjadi begitu cepat," tambah Netherlands. Masih hangat di ingatan pemuda berambut tulip itu. Api yang melalap apa saja, tanah bergetar dan menghancurkan benda-benda yang berdiri di atas tanah, air tawar yang tak mampu diminum lagi. Cepat dan mengerikan. Kejadian yang melahirkan manusia-manusia purba yang akan melakukan apapun demi bertahan hidup. Hewan, tumbuhan, bahkan manusia pun turut menjadi korban. Hukum rimba diterapkan di setiap senti bumi.

"Kita bukan anak-anak bumi dan alam. Kita adalah pencuri. Pencuri yang menjarah rumah bumi dan alam tanpa sisa," ujar Indonesia sebelum menutup matanya.

.

.

.

another dystopian story and yeah it's really short. saya belum bisa buat yang panjang, dunia kerja benar-benar mencuri mood dan waktu saya. tapi saya juga sedang berusaha membawa mood itu balik lalu menyekapnya di jiwa saya selama-lamanya /lebay

okay, akhir kata, saya ucapkan terima kasih yang sudah mampir membaca dan mari jaga bumi kita, bukan untuk kita tapi untuk para penghuni bumi kita di masa mendatang.