Anak yakuza yang baru pindah ke sekolah ini itu seperti apa ya? Badannya besar? banyak tattoo-nya? Atau.. laki-laki beriris mata emerald yang mengira Orihime sudah bosan hidup itu?


Disclaimer : Bleach © Tite Kubo

I won't assume you save my life, no, but you save something here, my heart

judul asli tapi kepanjangan jadi kepotong

Belong to Retrogami

Chapter 1

Salah Paham


"Hei! Kau dengar? Anak yakuza yang baru pindah kekelas sebelah!"

"Waah! Serius? pasti seram!"

"Badannya banyak tattoo?"

"Mendingan jangan cari gara-gara!"

Gadis berambut senja panjang menekuk kedua alisnya dengan serius, menguping pembicaraan grup sebelah. Hmmm.. murid baru? Anak yakuza? Seperti apa ya?

"Orihime, apa yang kau lamunkan?" gadis tomboy berambut hitam panjang menusuk pipi gadis yang bernama Orihime itu dengan sumpitnya.

"Tatsuki benar, bekalmu belum disentuh" gadis berambut hitam pendek bermata violet menimpali

"Aaah, kau sedang melamun soal cowok yaa?" kali ini gadis berambut pirang ikal menggodanya, mereka berempat sedang makan berkerumun di meja yang sama- yah, kebiasaan murid SMA, sambil makan sambil gossip.

"Eh! Apa sih, tidak kok kuchiki-san! Rangiku-san! Umm.. mungkin nyan cat episode besok." ia melambaikan tangannya cepat kemudian mulai memasukkan sesuatu ke mulutnya, aih, berbohong itu tak baik Orihime,

"Ooh, Kamu bekal apa sekarang, Hime?" tanya gadis yang bermarga kuchiki itu penasaran.

"Ini , roti isi coklat, selai kacang, bumbu kare, dan wortel, mau coba? Enak lho!"

Semua terdiam, hanya Rangiku yang mengangguk semangat, "pasti enak! Kucoba ya!"

Mereka pun makan bekal mereka sambil berbicara banyak hal, misalnya Tatsuki yang belakangan dekat dengan Renji-teman masa kecilnya Rukia. Atau Rangiku yang belakangan lagi galau dengan Gin- senior yang rambutnya perak dan mirip rubah. Jam istirahat hampir selesai saat bekal mereka habis. Mereka sudah kembali ke bangkunya masing-masing, dan Rangiku ke kelasnya. Orihime, Rukia, dan Tatsuki berada di kelas 11-1, sedangkan Rangiku itu kelas sebelah, kelas 11-2. Karena memang dekat dengan mereka bertiga, Rangiku sering main ke kelas. Orihime mengeluarkan buku catatan untuk pelajaran selanjutnya, saat ia mendengar suara seseorang memanggil.

"Rukia!" yang dipanggilpun menoleh, yang memanggil itu.. Rambutnya terang, seperti jeruk, ya- orange. Ichigo Kurosaki, tokoh utama kita di serial Bleach asli, tapi tidak disini.

Orihime memperhatikan mereka dari sudut matanya, sambil pura-pura beres-beres buku padahal curi-curi pandang. Ia melihat mereka ngobrol, namun tak terdengar soal apa-jarak bangkunya dan Rukia lumayan jauh. Lalu Rukia Nampak mengomel, dan Ichigo.. pipinya memerah, mengomel juga sambil menggaruk belakang kepalanya kemudian pergi. Orihime kembali menatap buku diatas mejanya, kemudian menghela nafasnya.

Hari ini hari yang berat.

.

.


Saat ini bel pulang sudah berbunyi sekitar 15 menit yang lalu, Orihime berdiri bersandar pada sebuah dinding di atap sekolah. Langitnya sudah tak secerah tadi siang, ia menatap langit itu dengan pikiran yang menerawang.

Sudah berapa tahun ya? Ia menyukai pria itu.. Pria berambut jeruk yang hatinya ada pada teman baiknya.. Rukia Kuchiki.

"sudah tak mungkin.." bisiknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Aaaah, Hime.. Apa yang kau pikirkan!"

Ia berjalan menuju pagar atap untuk mendapatkan angin yang lebih kencang. "Aku tau, karena aku, Kuchiki-san menahan dirinya selama ini.." Hime berkata pada dirinya sendiri, atau pada angin yang kini bertiup menyibakkan rambutnya panjangnya dengan kuat.

"Sudah tak mungkin lagi.. Aku tak bisa terus begini", Ia menggenggam erat pagar tersebut, "Aku tak mau perasaan ini berlanjut, aku.. Menyerah saja.."

Sepersekian detik kemudian, Orihime merasakan tangan yang dengan kuat mencengkram kedua lengannya dan menariknya menjauhi pagar,

"ADUH! Aw! Ke-kenapa?"

Hal berikut yang hime ingat adalah sepasang mata emerald,

"Lalu kau memutuskan hal bodoh?"

Mata Orihime terbelalak. Sekitar 3 detik? Tak ada apapun yang diproses di otaknya, mulutnya mengatup kaget.

"Eh? A-apa kau kira aku patah hati dan mau loncat? Tu.. tunggu! Sejak kapan kau mendengarkan?"

Gawat kan, Orihime membuat orang salah paham dan dikira mau bunuh diri.

"Lebih baik kau bangun dulu, Onna."

Dan sekarang Orihime baru menyadari kalau dia sedang menindih orang yang menariknya. Ia cepat-cepat berdiri, mengambil jarak, dan menatap ujung sepatunya sementara orang yang ia tindih sudah berdiri sambil menyapu debu dari badannya. Pipi orihime terasa panas, nampaknya wajah Orihime sudah mirip dengan warna tomat sekarang.

"Maafkan aku.. apa kau tak apa-apa?" tanya Orihime, ibarat lukisan, hatinya seperti lukisan abstrak sekarang, rasa bingung, sedih, malu, campur aduk.

"Aku ada disini sejak kau bilang 'sudah tak mungkin'." ia menjawab pertanyaan Orihime yang sebelumnya, "Sekarang pikirkan dirimu saja."

"Kau mendengar semuanya ya.." rasanya kalau ada lubang, orihime mau masuk saja, tapi karena di atap tak mungkin. Hime mengangkat kepalanya perlahan, ia melihat pria dengan wajah stoic berambut hitam, kulitnya pucat, menatapnya dengan kedua iris matanya yang emerald itu.

"Dinginkan kepalamu dan cepatlah pulang." pria itu membalikkan badannya, berjalan menuju tangga turun, "setidaknya kalau mau bunuh diri jangan didepanku." katanya tanpa membalikkan badan. Rasanya, Orihime tak ingin kesalahpahaman ini berlanjut.

"Aku.. Aku bukannya mau bunuh diri!", kata-kata itu meluncur, "mungkin ucapanku yang membuat salah paham, tapi sama sekali tidak! Aku masih ingin nonton lanjutan serial robot di tv malam ini, jadi tak mungkin aku akan loncat darisana. Maaf sudah membuat salah paham!" ucapnya lantang sambil membungkukkan badannya tanda permintaan maaf-walau pria itu tak melihatnya membungkuk, "Namaku Orihime Inoue, benar-benar minta maaf, aku sudah merepotkanmu."

Pria itu melirik orihime dari sudut matanya, dan turun tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Orihime menatap laki-laki itu pergi, wajahnya masih terasa panas. Lengan tempat pria itu mencengkramnya, masih terasa.. begitu juga dengan perasaan yang asing ini..

.

.


"Aku pulang." Lelaki berwajah stoic itu masuk ke kediamannya. Dapat dikatakan tempat tinggalnya mewah dan luas, namun sama sekali tak ada unsur jepangnya, semuanya serba putih.

"Kau datang." Seseorang berambut biru mohawk menjawabnya tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali dari TV

"Dimana ayah Aizen, grimmjow?" tanyanya seraya duduk disofa disebelah orang yang namanya Grimmjow tersebut.

"Mana kutau, paling urusan bisnisnya." jawabnya dengan mata yang masih belum lepas dari tv, "Bagaimana hari pertamanya Ulquiorra?"

Ulquiorra terdiam sejenak, ingatannya melayang pada sesosok gadis berambut senja, "tak banyak hal menarik." ucapnya datar

"Tch, tapi tetap ada yang menarik perhatianmu ya walau sedikit?" timpal Grimmjow yang sekarang menyeringai kearah Ulquiorra.

"Kenapa kau bolos di hari pertamamu?" ulquiorra balik bertanya dengan dingin sambil mengambil remote tv yang menganggur, mendengarnya Grimmjow tertawa

"Oke, kalau ada yang sampai menarik perhatianmu sih, besok aku juga mau tau."

"Percaya diri sekali."

"Heh, memang kau tak kenal aku Ulquiorra?"

"Jangan terlalu mencolok, kita ini sudah cukup menarik perhatian karena anak dari Sousuke Aizen."

"Aneh "

"Maksudmu aneh kalau kita menarik perhatian?"

"Bukan, seleramu" Ulquiorra memandang Grimmjow yang baru mengatainya aneh.

"Sekarang kamu nonton serial robot." ucap Grimmjow lagi

Sunyi

Di telinga Ulquiorra bahkan nada bicara Grimmjow seakan-akan dia bilang, sekarang kamu homo.

"Selamat malam." Ulquiorra berjalan cepat menuju kamarnya, menyadari ada ketidakberesan dalam otaknya.

Ia duduk ditepi kasurnya, menatap karpet dibawahnya. Bayangannya melayang pada gadis itu lagi, iris mata kelabu gadis itu yang nampak melankolis. Sedikit banyak, nampaknya gadis itu mempengaruhi otaknya..

"Orihime Inoue" bisiknya pelan.


Re: NOOOO, apaan nih! Grimmjow-kun, maaf ya jadi ooc! Ulquiorra juga

Salam kenal, nama (id) saya retrogami, atau panggil aja re.

Minna, ini fanfic pertama, jadi pasti banyak salah-salah nulis gimana gimana, tapi saya makan sosis so nic* dan berlatih keras, jadi semoga hasilnya ga jelek-jelek banget. Critique very welcome! Buat saya berkembang, minna