Disclaimer: Ansatsu Kyoushitsu/Assassination Classroom belong to Yuusei Matsui
Warning(s): OOC (mungkin), AT, typo(s), Shounen-ai, Straight, MaeIso, slight!MaeOka
A/N: Minna-san, ini fanfiction pertamaku di fandom Ansatsu Kyoushitsu, duan buat fanfiction pertamaku ini aku mau bikin pairing yang paling kusukai, yaitu MaeIso! XD *aura fujoshi keluar
Nah minna-san, happy reading! ^^
"Isogai, ayo kita makan siang bersama," ucap seorang pemuda bersurai oranye kecoklatan pada pemuda bersurai hitam yang duduk selisih sebangku darinya.
Isogai menoleh dan melempar senyum ikemennya. "Maaf Maehara, hari ini aku harus ke gedung utama untuk mengikuti rapat ketua kelas."
"Kau ini sibuk sekali ya, menjadi seorang ketua kelas."
Isogai tertawa. "Tidak juga, kurasa rapat yang satu ini tidak akan lama. Bahkan aku yakin bisa kembali sebelum waktunya pulang. Sudah ya, aku tidak mau murid kelas lain semakin merendahkan kelas kita karena aku terlambat." Tepat setelah mengatakannya Isogai pergi meninggalkan kelas.
Jujur, sebenarnya Maehara merasa kecewa karena tidak bisa makan siang bersama dengan sahabatnya itu. Apalagi sejak perasaannya terhadap Isogai perlahan berubah. Ya, akhir-akhir ini Maehara merasakan sesuatu yang lain jika berada di dekat Isogai. Dadanya yang berdegup lebih kencang, kedua pipinya yang semakin mudah memerah, dan pandangan matanya yang tak bisa beralih dari wajah sang ketua kelas. Maehara tau, dia sedang jatuh cinta, dan parahnya, dia jatuh cinta pada sahabatnya sendiri.
Tiba-tiba ponsel Maehara berdering. Rupanya ada sebuah pesan dari pacarnya. Ya, meskipun Maehara telah menyukai seseorang, dia tidak bisa menghentikan kebiasaannya. Selagi dia belum bisa mendapatkan Isogai, tidak ada salahnya kan menghabiskan waktu dengan beberapa orang gadis?
~SS~
Ini sudah ke-40 kalinya Isogai melirik jam dinding yang tergantung di ruang rapat sejak dua jam yang lalu. Isogai bukannya merasa bosan dengan rapat seperti ini, tidak, dia sudah terbiasa dengan itu. Tapi sesungguhnya hari ini dia ingin menghabiskan waktu dengan teman-temannya di kelas, menghabiskan waktu dengan Maehara. Ah, lagi-lagi wajah sahabatnya yang terkenal playboy itu muncul di pikirannya. Ya, Isogai telah menyukai sahabatnya itu sejak dulu. Karena Maehara selalu memiliki pacar, Isogai tidak punya kesempatan untuk menyatakan perasaannya. Dan dia juga tidak ingin Maehara menjauhinya karena telah menyatakan perasaan. Karena bagi Isogai, berada di dekat Maehara saja sudah cukup untuk membuatnya bahagia.
~SS~
PLAK!
Sebuah buku setebal Buku Panduan Wisata Koro-sensei mendarat dengan sukses di kepala Maehara. Sambil mengerang kesakitan, dia mengalihkan pandangan dari ponselnya dan melihat bahwa kelas telah kosong. Ah ya, bel pulang sekolah telah berbunyi lima menit yang lalu, dan Maehara tak begitu memperhatikan karena sibuk membalas pesan. Yang tersisa sekarang hanyalah dia dan si pelaku pelemparan, Okano Hinata, yang sedang berdiri berkacak pinggang di sampingnya.
"Okano! Kenapa kau memukulku? Sakit tau!" protes Maehara
"Kau menjengkelkan," jawab Okano santai
"Apa? Memangnya apa yang kulakukan?"
"Aku memanggilmu dari tadi, tapi kau sama sekali tidak menjawab!"
"Itu karena aku sedang membalas pesan pacarku, bodoh!"
Okano menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak. "Kasian sekali gadis itu, kau mengatakan bahwa dia adalah pacarmu, tapi sebenarnya kau hanya menganggapnya sebagai mainan yang akan menemanimu menghabiskan waktu luang, bukan?"
Maehara terdiam. Apa yang dikatakan Okano memang benar, tapi Maehara tidak mungkin mengakuinya.
"Mattaku! Kau ini benar-benar menjengkelkan! Aku sampai heran, bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta padamu?"
Kedua mata Maehara terbelalak lebar. Okano jatuh cinta padanya? Apa dia tidak salah dengar?
"Tadi-tadi apa yang kau katakan?" tanya Maehara memastikan
Okano tampak bingung untuk sesaat. "Kyaaa! Apa yang barusan kukatakan? Memalukan sekali!" jerit Okano sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Jadi, apa yang kudengar tadi benar?"
Okano menarik nafas panjang dan menurunkan telapak tangan dari wajahnya. "Karena kau sudah terlanjur mendengarnya lebih baik jika aku jujur." Dia memalingkan wajahnya yang tampak semerah tomat, ingin memandang apapun selain Maehara.
"A-aku memang menyukaimu."
Maehara membuka mulut, namun sebelum sepatah kata pun keluar, Okano berbicara lagi, "Jangan menjawabnya sekarang! Kau harus memikirkannya baik-baik karena aku tidak mau menjadi mainan seperti gadis-gadis yang lain. Besok, sepulang sekolah aku menunggu jawabanmu." Dan dia pun pergi meninggalkan Maehara sendirian di kelas.
Maehara mengacak rambutnya frustasi, kira-kira jawaban apa yang harus diberikannya pada Okano besok? Okano adalah teman perempuan paling menyenangkan yang pernah Maehara miliki, dan dia tidak ingin pertemanannya hancur karena dia menolak Okano. Dan juga, Okano yang marah terlihat lebih menakutkan daripada sadako. Tapi, di sisi lain, Maehara tidak mungkin menerimanya karena hatinya telah menjadi milik Isogai dan dia tidak ingin mempermainkan Okano seperti yang telah dilakukannya pada gadis lain.
Ingin rasanya Maehara meminta nasehat pada seseorang. Seseorang yang selalu mengerti apa yang harus dilakukan dan bisa membuat pilihan yang bijak. Dan itu memberinya sebuah ide.
~SS~
Isogai melangkahkan kakinya menuju kelas. Perkiraannya tentang rapat tadi meleset karena rapat itu bahkan lebih lama dari biasanya. Koridor telah sepi, mungkin semua murid telah pulang ke rumah mereka masing-masing. Yah, kalau begini hancur sudah harapanku untuk bisa menghabiskan sisa hari ini dengan Maehara, itu yang Isogai pikirkan, setidaknya, sebelum melihat si surai oranye kecoklatan yang berdiri bersandar di dekat jendela kelas.
"Maehara, kenapa kau belum pulang?" tanya Isogai heran, karena Maehara biasanya selalu pulang duluan karena punya janji kencan dengan pacarnya.
"Aku ingin menanyakan pendapatmu," jawab Maehara, sedikit tersipu. Itu membuat Isogai lebih heran karena setaunya, Maehara tidak pernah tersipu sebelumnya, kecuali mungkin satu atau dua kali saat berada di dekatnya.
"Beberapa menit yang lalu, Okano menyatakan perasaannya padaku, aku bingung harus menjawab bagaimana, maukah kau menolongku?"
DEG!
Ini pertama kalinya Maehara meminta bantuan orang lain dalam hal yang seperti itu. Biasanya dia akan menjawab dengan sesukanya dan tidak begitu memikirkan perasaan sang gadis, t"api tidak kali ini. Dan orang yang membuatnya seperti itu adalah Okano Hinata. Hati Isogai rasanya seperti tertusuk ribuan jarum, tapi dia memaksakan diri untuk tersenyum. "Kenapa kau malah meminta pendapatku? Bukankah itu tergantung pada dirimu sendiri apakah kau menyukainya atau tidak?"
"Okano itu teman perempuan terbaikku," Satu jarum menusuk hatinya lagi. "aku tidak mau dia menjauhiku karena aku menolaknya," Satu jarum lagi. "Dan kau tau sendiri, Okano yang sedang marah itu menakutkan," tambah Maehara sambil bergidik karena membayangkannya.
Isogai terdiam dengan kepala menunduk. Teman perempuan terdekat ya? Apakah mungkin Maehara sudah jatuh cinta pada Okano tapi tidak menyadarinya? Hanya dengan memikirkannya saja hati Isogai semakin terasa sakit.
"Jadi menurutmu apa yang harus kulakukan?"
Isogai masih menunduk. Dia menarik nafas dalam-dalam, menahan semua rasa sakitnya dan menampakkan sebuah senyum yang lebar, terlalu lebar, di wajahnya. "Jika kau tidak ingin menolaknya, kalau begitu terima saja dia."
Mata Maehara terpaku padanya. Sesaat kedua iris oranye kecoklatan itu menampakkan rasa terkejut, hingga kemudian sang pemilik tertawa kecil. "Ya, kurasa kau benar, tidak ada salahnya aku mencoba berkencan dengan Okano. Kalau begitu aku pergi dulu, siapa tau dia belum sampai rumah." Maehara melewati Isogai tanpa berkata apapun lagi, dan menutup pintu kelas dengan rapat. Isogai masih terdiam sampai didengarnya suara langkah kaki Maehara semakin pelan hingga kemudian tidak terdengar.
Isogai terduduk lemas di lantai. Dia sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya lebih lama lagi, ketegaran palsunya telah hancur sekarang. Dipukulnya lantai kayu keras-keras untuk melampiaskan kekesalannya.
"Bodoh! Bodoh! Apa yang telah kukatakan tadi? Kenapa aku menyuruh Maehara menerima Okano?" runtuknya. Tapi hal yang dilakukannya tadi adalah wujud rasa cintanya pada Maehara. Ya, Isogai mau melakukan apapun asalkan Maehara bahagia, meski itu berarti dia harus menyakiti dirinya sendiri.
~SS~
Maehara berjalan tak tentu arah. Hatinya sakit mengingat perkataan Isogai tadi. "Jika kau tidak ingin menolaknya, kalau begitu terima saja dia." Ternyata Isogai tidak memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Bagi Isogai mungkin mereka hanyalah sepasang sahabat, dan Maehara boleh untuk menjalin hubungan dengan siapapun. Tapi Maehara tidak ingin itu! Dia ingin Isogai melarangnya untuk menerima Okano atau siapapun, dia ingin Isogai berkata bahwa Maehara hanya miliknya, dia ingin Isogai memarahinya karena lebih sering bersama dengan para gadis daripada bersamanya. Tapi semua keinginan itu sudah hancur.
Itu membuatnya teringat akan Okano, satu-satunya orang yang bisa menghiburnya selain Isogai. Maehara mendesah dan bergumam, "Kira-kira jawaban apa ya yang harus kuberikan padanya besok?"
TBC
Etto, gimana menurut kalian? Sebenernya fanfiction ini mau kubuat one-shot, tapi karena ini saya ngetiknya malam dan mata udah kayak lampu 5 watt, jadi saya putus dulu. Dan setelah saya pikir-pikir fanfiction ini juga bisa dipanjangin, akhirnya berakhirlah disini. Jadi, menurut kalian fanfict ini menarik nggak? Masih layak dilanjutkan kah? Tulis pendapat kalian di kolom review ya!
Sign,
Aikashita Scarlet
