Sepenggal Kata dalam Lukisan

.

.

.

.

[Uchiha Sasuke, Haruno Sakura] [Yamanaka Ino, Shimura Sai]

.

.

.

©Aomine Sakura

.

.

.

.

Masashi Kishimoto

(jika tidak suka dengan cerita yang dibuat Author maupun adegan di dalamnya, silahkan klik tombol Back!)

.

.

.

Dilarang COPAS dalam bentuk APAPUN! DLDR!

Selamat Membaca!

Terkadang, apa yang diucapkan tak pernah sesuai dengan apa yang ada di hati. Tetapi lewat lukisan, kamu bisa melukiskan apa yang ada di hatimu. Saat kata-kata tak bisa mengungkapkannya.

oOo Lukisan dan Kata oOo

"Fugaku, temani aku ke kuil."

Pria yang sedang membaca bukunya mengangkat kepalanya. Onyxnya menatap wanita yang ada di hadapannya.

"Mikoto, diluar sedang hujan deras."

"Aku ingin memohon kepada Kami-sama, Fugaku-kun."

"Apa yang kamu inginkan?" tanya Fugaku.

"Aku ingin anak perempuan. Sasuke dan Itachi anak laki-laki, aku meninginkan anak perempuan yang lucu dan menggemaskan. Aku mau ke kuil untuk meminta kepada Kami-sama agar dikaruniai anak perempuan."

Fugaku selalu luluh pada keinginan istrinya. Menatap Itachi yang sedang bermain dengan Sasuke, membuat sesuatu dalam dadanya menghangat. Mungkin apa yang diminta istrinya memang benar, seorang anak perempuan akan membuat rumah tangganya menjadi semakin berwarna.

"Baiklah, ambil jaketmu."

Mikoto tersenyum senang dan mengambil jaketnya. Menghampiri putranya yang berusia delapan tahun, Mikoto mengelus rambut Itachi yang sedang bermain dengan putra bungsunya yang berusia empat tahun.

"Kaa-chan mau kemana?" tanya Sasuke dengan mata bulatnya.

"Kaa-san mau ke kuil Nakano, Kaa-san janji akan pulang cepat." Mikoto tersenyum. "Itachi bisa menjaga Sasuke?"

Itachi menganggukan kepalanya.

"Bisa, Kaa-san."

"Anak pintar." Mikoto mengelus rambut Itachi.

"Kuil Nakano itu apa, Kaa-san? Apa disana ada jus tomat?" Sasuke memandang Mikoto dengan keingintahuan yang tinggi.

"Disana tidak ada jus tomat, Sasuke." Itachi mencoba menjelaskan.

"Jika Sasuke ingin jus tomat, nanti akan kaa-san belikan," ucap Mikoto. "Itachi ingin apa?"

"Dango!"

Mikoto tidak bisa menahan tawanya.

"Baiklah. Nanti akan kaa-san belikan. Ayo Fugaku-kun."

Sepeninggalan orang tuanya, Itachi memandang Sasuke yang sedang bermain dengan boneka dinosaurusnya.

"Ayo Sasuke, kita bermain."

.

.

Hujan deras mengguyur kota Tokyo dengan butiran air yang sangat banyak. Beberapa orang memilih untuk berjalan dibawah guyuran hujan dengan payung, sebagian besar lagi memilih untuk berteduh.

Mikoto memasuki rumahnya dan melepas jas hujannya. Dibelakangnya Fugaku melakukan hal yang sama.

"Terimakasih mau menemaniku, Fugaku-kun," ucap Mikoto.

"Hn."

Saat mereka melepas sepatu yang dipakainya dan menggantinya dengan sendal rumahan. Indra pendengaran mereka menangkap suara tangisan yang bersal dari ruang tengah. Mikoto memasang pendengarannya baik-baik, itu bukan tangisan Sasuke atau Itachi. Atau jangan-jangan.

"Fugaku-" Mikoto memandang suaminya dengan antusias.

"Mungkin saja."

Mikoto segera berlari menuju ruang tengah dan benar saja, dia bisa melihat Sasuke sedang memangku seorang bayi mungil. Itachi sendiri terlihat kebingungan dengan apa yang dilihatnya.

"Sasuke, Itachi, dari mana bayi itu?!" tanya Mikoto terkejut dan menggendong bayi mungil yang menangis itu.

"Adik bayi itu jatuh dari langit, kaa-san." Sasuke menjawab dengan polos.

"Adik bayi itu tidak jatuh dari langit, Sasuke." Itachi mencoba membenarkan. "Tadi saat bermain dengan Sasuke, aku mendengar suara tangisan. Dan tepat saat itu, aku melihat ada adik bayi itu di depan rumah."

Mikoto tidak bisa menahan senyum bahagianya dan memandang Fugaku. Meski bukan lahir dari rahimnya, dia akan tetap menyayangi bayi mungil itu sebagaimana Itachi dan Sasuke.

"Doamu terkabul, Mikoto." Fugaku mencium puncak kepala Mikoto.

"Terimakasih, Kami-sama."

.

"Sasuke, kamu harus menyayangi adik bayi ini." Mikoto membersihkan tubuh bayi perempuan itu dengan lembut. Baginya ini adalah suatu keajaiban.

"Adik bayi itu namanya siapa?" tanya Sasuke.

Mikoto tersenyum dan membelai rambut Sasuke dengan lembut.

"Sakura. Uchiha Sakura."

oOo Lukisan dan Kata oOo

20 tahun kemudian

Hidup itu seperti air yang mengalir. Kadang harus menerjang arus yang deras, tertimpa ombak, atau tenang bagaikan kedamaian.

"Sakura." Mikoto membuka pintu kamar anak gadisnya itu dan menemukan Sakura duduk di depan kanvas. "Ini waktunya sarapan, Sakura."

"Sebentar lagi, kaa-san." Sakura tersenyum dan melanjutkan lukisannya.

Mikoto sedikit membungkukan badannya agar bisa melihat apa yang sedang dilukis Sakura. Terdapat sebuah lautan yang luas yang begitu damai, tetapi disisi lain tertimpa ombak atau arus yang deras. Dan satu senyuman terulas di bibir Mikoto.

"Lukisanmu sudah semakin baik, Sakura." Mikoto tersenyum dan mengelus rambut Sakura dengan lembut. "Segeralah turun dan jangan buat kedua kakakmu menunggumu."

"Baik, kaa-san."

Sakura muncul tak berapa lama dengan balutan sebuah kemeja berwarna pink dengan lengan hingga siku. Dipadukan dengan sebuah celana jeans dan rambut yang diikat keatas, membuat Sakura semakin terlihat anggun. Apalagi dengan polesan make up yang natural dan membuatnya semakin cantik.

"Ohayou!" sapa Sakura dengan ceria.

"Ohayou, Sakura." Fugaku yang sedang membaca koran tersenyum ketika Sakura mengecup pipinya dengan lembut.

Emeraldnya kemudian memandang Sasuke yang sedang asyik meneliti beberapa dokumen. Kacamata yang berada diantara hidung kakaknya itu membuatnya semakin tampan dan dewasa. Tangannya mengambil dokumen yang dipegang Sasuke dan membuat pemuda berusia dua puluh empat tahun itu terganggu.

"Sakura, kembalikan dokumen itu." Sasuke memandang tajam Sakura.

"Tidak ada membaca dokumen di meja makan, Sasuke-nii. Itu perjanjiannya." Sakura memasukan dokumen Sasuke ke dalam tasnya dan mencium pipi Sasuke. "Akan kukembalikan saat di mobil nanti."

"Sasuke baru saja diangkat menjadi CEO, ini debut pertamanya." Itachi muncul dengan jas yang membalut tubuhnya.

Sakura memajukan bibirnya.

"Tetapi perjanjian tetaplah perjanjian, Itachi-nii."

Itachi tidak bisa menahan senyumnya dan duduk di kursi sebelum menyeruput kopinya. Sedangkan Sakura mulai meminum susunya. Fugaku tidak bisa menahan senyumnya melihat bagaimana Sakura yang ceria mewarnai kehidupannya. Tidak hanya dia yang merasa beruntung Sakura hadir dalam kehidupan mereka, tetapi juga istrinya dan kedua putranya.

"Sakura, kenapa aku tidak mendapatkan ciuman selamat pagi?" tanya Itachi memandang Sakura.

"Tidak mau. Aku tidak mau tertular keriputmu!"

Sasuke tidak bisa menahan tawanya dan memilih mendenguskan wajahnya. Itachi yang melihat gelagat Sasuke semakin kesal. Sudah kesal dengan Sakura, ditambah lagi kesal dengan wajah Sasuk yang menyebalkan.

"Jika aku ke Inggris menemui Hana, aku tidak akan membelikanmu oleh-oleh."

"Mou! Itachi-nii jahat!"

Mikoto datang membawa roti bakar dan meletakannya dimeja makan. Sakura yang melihat roti bakar di meja makan tidak bisa menahan dirinya untuk makan dengan lahap. Dia melupakan pertengkaran kecilnya dengan Itachi.

"Sakura, makan dengan pelan," tegur Mikoto.

"Iya, kaa-san."

Sasuke memandang adiknya dengan pandangan memicing. Ada sesuatu yang mengganggunya saat memandang Sakura.

"Sakura, lepas ikat rambutmu," perintah Sasuke.

Sakura memandang Sasuke dengan pandangan keheranan.

"A-apa? Kenapa harus dilepas?!" tanya Sakura tidak suka.

Sasuke mendenguskan wajahnya, menyembunyikan pipinya yang bersemu merah.

"Aku tidak suka melihatmu memamerkan leher jenjangmu itu." Aku tidak suka orang lain menikmati kecantikanmu.

Mengerti dengan maksud kakaknya, Sakura mulai melepas ikat ramubutnya hingga rambutnya yang panjang hingga sepinggang mulai terlihat. Meski dia tidak suka dengan rambutnya yang tergerai, tapi dia tetap menuruti apa kata Sasuke.

Itachi diam-diam tersenyum di balik cangkir kopinya. Bukan rahasia lagi jika Sakura mengetahui jika dia bukan anak kandung keluarga Uchiha. Biar begitu, mereka semua menyayangi Sakura sebagaimana mestinya. Dan bukan rahasia lagi jika Sasuke memiliki rasa terhadap Sakura, begitu sebaliknya. Tetapi mereka berdua mencoba menyangkalnya.

Ibunya sudah mencoba untuk mencomblangkan mereka berdua. Tetapi Sakura menolaknya dengan alasan tidak mungkin menikah dengan kakaknya meski hanya kakak tiri. Tetapi selama tidak ada hubungan darah, bukankah tidak masalah?

Dia sering melihat kedekatan keduanya. Bagaimana protectivenya Sasuke terhadap Sakura, hingga Sakura tidak memiliki pacar satupun karena Sasuke. Tetapi baik Sasuke maupun Sakura sama-sama mencoba menyangkal perasaan mereka masing-masing.

"Aku sudah selesai." Sasuke bangkit dari duduknya. "Ayo Sakura."

"Mou! Tunggu sebentar!" Sakura meminum susunya dalam sekali teguk dan mencium pipi Mikoto. "Aku menyayangi Kaa-san. Aku berangkat, Tou-san, Itachi-nii."

"Hn. Sasuke, jaga Sakura," pesan Fugaku.

"Hn."

Sakura mengikuti langkah Sasuke menuju mobil sport milik pemuda itu. Setelah duduk dan memakai sabuk pengamannya, Sakura mulai menghidupkan radio tape yang ada di mobil milik Sasuke sebelum mengeluarkan bukunya.

Sasuke sendiri menghidupkan mesin mobilnya dan melirik Sakura yang sedang membaca buku. Entah mengapa, dia suka sekali memandang wajah Sakura yang sedang membaca buku dengan serius seperti itu. Rasanya, wajah Sakura semakin menggemaskan saja.

"Sedang mengagumi kecantikanku?" Sakura mengangkat kepalanya dan memandang Sasuke.

Sasuke sedikit melirik Sakura sebelum memandang kearah jalanan.

"Jangan terlalu percaya diri."

Sakura tertawa renyah. Bolehkah dia mengartikan kata-kata kakaknya itu sebagai, sial! Aku ketahuan! Bertahun-tahun mengenal kakaknya, dia selalu tahu makna dibalik kata-kata yang diucapkan kakaknya.

"Aku tidak percaya diri. Bukankah aku memang cantik?"

Sasuke tidak menjawab dan memutar kemudinya memasuki pelataran Tokyo University. Sakura mengeluarkan dokumen milik Sasuke dan menyerahkan pada si empunya dokumen.

"Baiklah, aku harus kuliah dulu." Sakura tersenyum memandang Sasuke.

"Hn."

Sakura membulatkan matanya ketika Sasuke mencium pipinya begitu saja. Wajahnya sontak menjadi memerah, buru-buru dia menggelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan warna merah diwajahnya. Tidak, dia tidak boleh terbawa perasaannya. Biar bagaimanapun, dia sedari kecil telah diasuh oleh keluarga Uchiha dan dia tidak boleh jatuh cinta pada Sasuke.

"A-aku harus masuk kelas." Sakura buru-buru turun dari mobil.

Sedangkan Sasuke tidak bisa menahan senyumnya.

.

.

Sakura buru-buru berjalan masuk ke kantin dan menemukan sahabatnya duduk di salah satu bangku diujung ruangan. Sahabatnya itu tidak sendiri, tentu saja ditemani oleh pacarnya yang bermulut tajam itu.

Dia memang terkadang heran dengan hubungan keduanya. Ino yang cerewet dipadukan dengan Sai yang bermulut tajam, benar-benar kompak dalam hal membuat orang jengkel. Tak jarang dia selalu dibuat jengkel karena kata-kata pedas dan seenaknya dari keduanya. Dan dia tidak tahu apa rahasianya hingga mereka bisa bertahan selama empat tahun dalam hubungannya itu.

"Itu Sakura!" Ino melambaikan tangannya ketika melihatnya datang.

Meletakan tasnya, Sakura duduk di sebelah Sai yang tersenyum.

"Hai jelek, sepertinya moodmu sedang buruk," sapa Sai dengan senyuman tanpa dosanya.

"Mou! Hentikan itu!" Sakura memukul bahu Sai.

"Tapi, apa yang dikatakan Sai sepertinya ada benarnya." Ino meletakan kedua tangannya di dagu dengan pose menggoda Sakura. "Mau berbaginya denganku?"

Ini yang Sakura tidak suka dari keduanya. Mereka selalu bisa membaca sesuatu yang terjadi padanya. Dia tidak mengerti, sepertinya keduanya memiliki keturunan cenayang.

"Tidak ada, Ino." Sakura mendesah lelah. "Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu. Aku ada kelas setelah ini."

Ino tertawa renyah. Putri tunggal Yamanaka itu memang selalu tampil cantik dan seksi dengan balutan pakaian yang dikenakannya. Meski hanya pakaian dengan harga yang murah, jika Ino yang memakainya maka akan terlihat seperti mahal. Wajar saja jika Ino langsung diterima di jurusan Modelling. Tak jarang, Sai selalu menjadikan Ino sebagai objek lukisannya.

Sedangkan Sai, satu kelas dengannya di jurusan Seni Lukis. Kesamaan keduanya dalam hal menggambar yang membuat mereka cepat akrab. Apalagi, mereka sudah saling mengenal sejak kecil.

"Ayo jelek, kita bisa dimarahi Kurenai sensei jika terlambat." Sai bangkit dari duduknya.

"Ino, apa tidak apa aku meninggalkanmu seorang diri?" tanya Sakura memandang Ino.

"Aku tidak apa-apa, Sakura. Percayalah." Ino mengedipkan matanya. "Aku juga ada kelas sebentar lagi, sebaiknya kalian segera masuk ke kelas."

Sakura tersenyum dan memeluk Ino sekilas.

"Baiklah, hubungi aku nanti." Sakura tersenyum.

Sai tersenyum dan mengecup bibir Ino dengan lembut.

"Aku mencintaimu, sayang," ucap Sai.

"Aku juga."

Aquamarine Ino meredup kala melihat Sakura dan Sai berjalan beriringan menuju kelasnya. Ada sesuatu yang membuatnya sesak ketika menatap keduanya. Bukan karena kedekatan keduanya, tapi hubungan Ino dengan seseorang.

.

"Hei, jelek."

Sakura yang sedang melukis model yang ada di depan kelas menolehkan kepalanya. Emeraldnya menatap Sai yang sedang tersenyum kearahnya.

"Ada apa?" tanyanya.

"Mau menemaniku ke toko buku?"

Sakura mengangkat satu alisnya. Ke toko buku? Tumben sekali Sai mengajaknya, memang mereka sering pergi ke toko buku untuk mencari bahan materi. Tetapi selalu ada Ino. Sai baru saja mengajaknya, tetapi tidak mengatakan akan mengajak Ino juga.

"Lalu, Ino?" tanya Sakura.

"Dia tidak bisa ikut." Sai tersenyum. "Katanya dia ada urusan, bagaimana? Mau menemaniku?"

Sakura mencoba berfikir sebentar.

"Baiklah."

oOo Lukisan dan Kata oOo

"Fugaku, kita harus menjodohkan mereka berdua."

Fugaku memandang ayahnya. Mereka sudah berunding tentang hal ini, tetapi mereka belum menemukan jalan tengahnya.

"Tapi, ayah-"

"Bukankah keduanya adalah cinta pertama? Ini tidak akan hanya menjadi pernikahan bisnis, tetapi juga menyatukan mereka berdua.

Fugaku meminum sakenya dan memandang ayahnya. Apakah keputusan yang diambilnya benar? Jika memang begitu, maka dia akan melakukan apa yang ayahnya minta.

"Hn. Aku akan mengurus semuanya."

.

.

Sasuke memijat pelipisnya yang terasa sakit. Dia tidak tahu jika menjadi CEO akan membuat kepalanya terasa pecah. Memandang arloji di tangannya, ini sudah saatnya makan siang.

"Sasuke." Kakashi masuk ke dalam ruangannya.

"Ada apa, Kakashi?" tanya Sasuke memandang ajudannya itu.

Kakashi menyerahkan selembar foto kepada Sasuke. Onyxnya memandang tajam foto yang diberikan Kakashi, dadanya terasa sesak.

"Aku melihat mereka di toko buku."

.

"Sakura, bagaimana dengan buku ini?" Sai memberikan buku kepada Sakura.

Menerima buku dari tangan Sai, Sakura membaca judulnya.

"Cara Memahami Hati Wanita. Kamu membelinya untuk Ino?" tanya Sakura geli.

Sai menganggukan kepalanya dengan polos.

"Aku melihatnya agak murung akhir-akhir ini. Aku sudah mencoba bertanya padanya, tetapi dia tidak mau menjawabnya."

Sakura tersenyum dan menggenggam tangan Sai lalu menariknya keluar toko buku.

"Kamu tidak perlu membeli buku itu. Ayo kita ke kedai es krim terdekat dan akan aku ajarkan caranya memahami hati wanita."

Sakura tidak sadar jika ada sepasang mata yang memandanginya dengan tajam.

.

.

Sakura meregangkan tangannya ketika lukisannya telah selesai. Dia mendapatkan tugas untuk melukis orang yang paling berharga untuknya. Pada akhirnya, dia melukis seluruh keluarga yang membesarkannya selama ini.

Sedari kecil, dia selalu bertanya mengapa rambutnya berbeda dari yang lainnya. Karena perbedaan itulah, dia selalu diejek teman-temannya, menjadi korban pembullyan dan masih banyak lagi. Namun akhirnya, Ibunya mengatakan kenyataan yang sebenarnya. Meski saat itu dia menangis, dia sedih, dia hancur, tetapi lambat laun dia menyadari, bahwa Kami-sama memang menitipkannya pada keluarga Uchiha.

Selama dia masih berada di dalam keluarga Uchiha, dia akan melakukan yang terbaik. Dia tidak mungkin mengecewakan orang tua angkatnya yang selama ini telah membesarkannya. Dia akan menjadi sesukses Sasuke atau Itachi kelak.

"Hn."

Sakura menolehkan kepalanya dan melihat Sasuke berdiri di depan pintu kamarnya. Pemuda itu berdiri dengan piyama biru tua yang membalut tubuh kekarnya, rambut basah pemuda itu menandakan jika pemuda itu baru saja pulang dari kantor.

"Okaeri, Sasuke-nii." Sakura tersenyum. "Aku tidak mendengar suara mobil nii-chan, apa nii-chan sudah makan?"

Sasuke tidak bisa menahan dirinya untuk duduk di sebelah Sakura dan mengelus surai merah muda yang lembut itu. Meski dia mencintai Sakura dan boleh menikah karena tidak ada hubungan darah. Dia tetap menekan perasaannya dan bisa hilang kontrol kapan saja.

Seperti saat ini, melihat wajah menggemaskan Sakura membuat sesuatu dalam tubuhnya bergejolak. Antara rasa cemburu, cinta dan gairah yang terpendam. Ingin dia mencium bibir merah muda milik Sakura, namun dia tidak bisa.

"Apakah kamu bersenang-senang hari ini?"

Sakura mengangkat satu alisnya mendengar pertanyaan kakaknya. Bersenang-senang? Apakah mungkin-

"Aku melihatmu dengan pemuda di toko buku," ucap Sasuke. "Siapa dia?"

Sakura tidak bisa menahan keterkejutannya. Bagaimana bisa kakaknya mengetahui kepergiannya dengan Sai? Jangan bilang jika pemuda di hadapannya mengikutinya?

"Nii-chan mengikutiku?!" tanya Sakura tidak percaya.

Sasuke tidak menjawab. Dia mendekatkan wajahnya dan memagut bibir Sakura. Malam ini, Sasuke benar-benar tidak bisa menahan dirinya untuk mencium bibir Sakura.

.

.

"Katakan padanya kata-kata yang romantis, pujilah dia."

Sai menimang-nimang ponsel di tangannya. Dia ingin menerapkan apa yang diajarkan Sakura kepadanya tadi siang. Maka dari itu, dia ingin menelpon Ino dan mengatakan betapa dia menyayangi gadis itu. Apa tidak apa-apa, menelpon Ino saat pukul sepuluh begini?

Tangannya mencari nomor ponsel Ino dan menyentuh tombol hijau di layar ponselnya. Tidak apa-apalah menelpon Ino saat begini.

"Moshi-moshi, ada apa Sai-kun?" tanya Ino diseberang telepon.

Pelajaran pertama, mencobalah untuk membuat percakapan.

"Sedang apa?"

Ino mengangkat satu alisnya. Ini tidak seperti Sai yang blak-blakan, kenapa tiba-tiba kekasihnya itu menjadi berubah seperti ini?

"Aku baru saja ingin tidur, tumben sekali menelponku."

Pelajaran kedua, katakan bahwa kamu merindukannya. Buat hatinya berbunga-bunga.

"Aku merindukanmu, Ino."

Ino tidak bisa menahan rona merahnya di seberang telepon. Kekasihnya mengatakan bahwa dia merindukannya, seharusnya dia senang. Tetapi dia malah curiga jika yang menelponnya bukanlah Sai.

"Sai? Apa benar ini dirimu? Rasanya bukan seperti dirimu yang sebenarnya. Apa yang terjadi?" tanya Ino panjang lebar.

"Ino, aku mencintaimu."

"Sai! Berhenti main-main seperti ini! Ini seperti bukan dirimu saja!" Ino mendamprat Sai.

"Aku hanya mencoba memahami hatimu," ucap Sai tanpa dosa. "Aku melihatmu murung akhir-akhir ini, jadi aku mencoba untuk menghiburmu. Sakura bilang, jika aku memuji wanita maka dia akan luluh dan menceritakan apa masalahnya. Katanya juga, kita seharusnya saling berbagi satu sama lain."

Ino tidak bisa menahan air matanya yang tumpah mendengar perkataan kekasihnya itu. Sai rela belajar untuk memahami perasaannya, tetapi apa keputusan yang diambilnya benar?

"Sai, kamu begitu romantis." Ino mengusap air matanya.

"Ino-chan, apakah kamu menangis?" Sai mencoba memahami apa yang terjadi. "Kenapa kamu menangis? Jadi, yang dikatakan Sakura salah ya?"

"Tidak, bukan begitu," ucap Ino. "Aku hanya terharu saja, aku begitu bahagia sampai mengeluarkan air mata."

"Jadi, air mata tidak hanya keluar saat kita menangis ya?" Sai menganggukan kepalanya dengan polos.

"Sai-kun, kamu begitu lucu. Aku semakin mencintaimu."

Sai tersenyum.

"Aku selalu suka jika kamu mengatakan itu. aku juga mencintaimu, Ino-chan."

Ino mencoba meyakini jika keputusannya ini bukanlah sebuah kesalahan.

.

.

.

.

.

TBC

Hahhh.. Sakura kembali lagi dengan fict baru! Entah kenapa fict ini muncul begitu aja karena kucing-kucing kesayangannya Sakura :3 kali ini gak bakal panjang kok, kalo gak selesai dalam 3 chap ya 5 chap :3 ditunggu aja yaa.. :3

Sampai ketemu di chap selanjutnya!

-Aomine Sakura-