"Nee… lain kali pergi main yuk, Aomine-kun!"

Alis biru terangkat, wajahnya menampakkan sedikit ketertarikan (yang pastinya terpaksa). "O.K, mau ke mana?"

Kedua perempuan di hadapan lelaki dim membelalak, tumben sekali lelaki cuek ini mau meladeni omongan mereka.

"Heee? Beneran nih!? Teiuka… Aomine-kun lagi single dong?"

"Hm…" dahinya berkerut "…sekarang sih lagi nyari."


.

.

Vintage

A Kirigaya Kyuu Fanfiction

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadoshi

Vintage © Sakurai Machiko

I don't take any benefit from this fiction.

Warn: OOC-ness, Typo (saia langganan), dan kawan-kawan.

Canon, Oneshot

.

.


"Too-san, minggu depan ada reservasi." Ucap si lelaki dim sambil membenahi meja bekas pelanggan.

"O.K! Uwaah, yappari, Daiki lebih jago menarik pelanggan dari pada Satsuki yah." Puji si ayah sambil melirik perempuan Abege. Pertengkaran kecil terjadi di dapur.

Tring…tring..

Bunyi furin menandakan pelanggan datang.

"Hn? Irrashai–"

Seorang pemuda bersurai crimson dengan alis belah bersama seorang teman–sepertinya begitu–memasuki café bernuansa Perancis. Badannya tegap, gagah. Bola di tangan kirinya membuat efek kakkoi di mata para wanita. Senyum–ralat. Cengiran khas tampil begitu melihat dua lelaki berkulit kontras.

"Uwaahh! Kau…Kagami 'kan!?" seru surai bubble gum yang ternyata sudah menyudahi perang mulut bersama sang ayah.

"Osu! Hisashiburi!" crimson–Kagami, mengembangkan cengirannya.

Bubble gum–Momoi Satsuki, adik (bisa dibilang begitu, meski yah, tidak mirip) Daiki–keluar dari dapur, berjalan mendekati si surai crimson serta temannya–dia baru sadar kalau ada orang lain di belakang Kagami–basa-basi setelah lama tak bertemu.

"Hiyaa… sudah lama banget ya? Kalo gak salah, terakhir kita ketemu itu tiga tahun yang lalu 'kan? Kagamin?"

"Ah? Maji? Tiga tahun? Entah aku tidak ingat" Kagami memasang wajah innocent–pura-pura tidak ingat, atau memang benar tidak ingat–sambil manyun. "Um, aku kesini soalnya teman ingin coba makan kue di sini." Kagami serta temannya di persilahkan duduk oleh Satsuki. Sedangkan Daiki hanya bisa memandang bisu dari counter.

Satsuki tampaknya tertarik dengan teman yang dibawa Kagami.

Lelaki itu bersurai baby blue, diapunangkat bicara, "Konnichiwa, aku teman kuliah Kagami-kun. Kuroko Tetsuya desu. Urr… kata Kagami 'pâtissiernya teman semasa kecilku lho! Dulu tinggal di dekat rumahku dan selalu di kerumuni cewek-cewek' dia bahkan semangat menceritakannya padaku, jadi aku ingin coba kue-nya." jelas Kuroko panjang lebar menatap Satsuki–Kuroko juga menirukan gaya Kagami saat membangga-banggakan si 'pâtissier' masa kecil.

Sedangkan yang menjadi bahan pembicaraan–pâtissier yang dimaksud, tertegun.

"Hm? Ah itu dia! Osu! Aomine!" Kagami melambaikan tangannya saat menemukan sosok lelaki dim.

Dim tersenyum tipis.

"Na, Kuroko kau harus mencoba cookie, cupcake, cheese cake, dan semua kue buatan Aomine ya? Enak-enak lho~ yeah, aku yang traktir deh! Kan ini selamatan~" air liur nyaris tumpah dari pinggir mulut Kagami kalau tidak di tahan Kuroko.

"Mou… Kagami-kun. Aku bukan seperti Kagami-kun yang perutnya sebesar gentong!" omelnya.

Kagami, nyengir lagi.

Dim jalan mendekat ke meja Kagami dan Kuroko–temannya.

"Selamatan… selamatan apa?" suara baritone terdengar jelas di telinga Kagami. Ah, natsukashii.

Cengirannya meluntur. Tiga kata penusuk jantung terus memutar di gendang telinga Daiki bak lagu yang terus di repeat. Ah, dia berharap ini hanya mimpi.

"Aku… akan menikah."

.

.

.

.

.

Waktu itu, Aomine Daiki serta Kagami Taiga masih berumur sembilan tahun.

Daiki, tengah bermain basket bersama teman-temannya. Ya, Daiki sangat menyukai basket lebih dari apapun.

"Heh Aomine! Kok kamu main sendiri sih? Kenapa ga pass ke teman satu tim mu?"

Daiki yang masih men-dribble bola oranye menoleh sebal.

"Kalau aku ga pass ke kalian, pasti menang."

Urat dahi teman satu kelasnya berkedut. Aomine Daiki coretyangmasihpoloscoret pulang dengan di hadiahi pukulan cinta (?) dari para teman.

.

.

.

"Wah, Daiki? Di pukuli lagi yah?" sapa seorang anak lelaki bersurai tak kalah aneh dengannya. Bahkan alisnya belah gitu.

"Daiki memang hebat basket sih ya… tapi sifatnya buruk, orang-orang jadi sebal sama kamu."

Kagami Taiga, 9 tahun. Teman sekaligus rival sekaligus sahabat Aomine dakianuhuk. Daiki.

"Bawel ih. Kamu juga nyadar diri dong, emangnya sifat kamu gak buruk?"

Urat dahinya berkedut. "Apa-apan sih! Aku ngomong kenyataan!"

Perang mulut kembali terjadi. Yah, mau gimana lagi? Ini rutinitas 'Frienemies' mereka jika saling bertemu.

Setelah puas caci-maki dan sedikit cubit-cubit, Aomine memilih untuk bertanyatumben. "Ngomong-ngomong, kamu ngapain di situ?" dia bahkan baru sadar kalau Kagami duduk jongkok di teras depan rumah dengan danbo bertuliskan 'Coockie' yang pasti makna katanya jadi hancur.

Kagami tepuk jidat.

"Ah iya, ini… aku buat kukis lho!" tangan mungilnya mengambil sebuah bungkusan dari balik badan. "di bantu mama sih, tapi sebagian besar aku yang buat! Karena enak, aku buka toko deh~"

Aomine mengerlingkan matanya tak peduli. Kagami menyengir.

"Untuk tetangga geratis lho~"

Shappire bersinar terang."Mi-minta satu dong."

Cengiran si crimson melebar. Di lemparnya bungkusan kukis ke Aominedia yakin Aomine dapat menangkapnya tanpa terjatuh.

Krauk… krauk…

"E-enak…"

Kali ini, crimson yang bersinar terang. "Deshou?"

"I-ini benar lho! Untuk akuyang engga suka makan manisrasanya benar-benar pas di mulut! Plus, ini kukis pertama dan ter enak yang pernah ku makan!" seru Aomine senang. Tampaknya, si dim akan menyukai makanan manis berkat si 'Frienemies'.

"M-maji de!? Sankyu na, Aomine."

Senyum tulus mengganti cengiran lebar.

Aomine, blushing.

'A-apa sih yang ku pikirkan!?' batin si dim histeris. "N-na… Kagami. Kapan mau main basket denganku lagi?" tanya Aomine sambil blushing. Sayangnya rona merah di pipi Aomine tak begitu tampak akibat faktor senja serta kulitnya yang ehm… ya gitu deh.

Senyum tulus berubah menjadi raut serius, lalu kembali menjadi cengiran.

"Sekarang?" alis belah terangkatmenantang.

Aomine ikut menyengir. "Ii ze, aku tidak akan mengalah!"

.

.

.

Garam dan mentega, 150 gram,
telur dan gula, 200 gram,
mentega, gelatin. Pecahkan telur dan campurkan.

Untuk pertama kali di hidup seorang Aomine Daiki. Dia, mau ribet-ribet untuk menghafal. Mezurashii. Terlebih, yang di hapal itu resep kukis. Aomine tampak in-to-this sampai bertampang serius.

Dan juga, hari ini ada pelajaran 'home economy' yang berarti seluruh murid harus memasak. Beruntung, pelajaran kali ini mengenai pembuatan kukis.

"Aahh… bagian buat kukis kita serahkan ke cewek-cewek aja deh. Ya 'gak?" celetuk seorang anak lelaki ke temannya. Hidung Aomine mengernyit. Tanda kalau dia tidak suka cara pikir tersebut–maji mezurashii. Jarang banget.

Cekatan dan tanpa berfikir panjang mengenai 'cewek dan kukis' Aomine sibuk mengotori telapak tangannya dengan tepung dan kawan-kawan.

Mula-mula dia menumpahi tepung kedalam mangkuk besar, kemudian disusul telur, mentega, gula, dan sedikit garam. Dia juga memasuki bumbu-bumbu lainnyaentah apauntuk menjadi 'spice' dalam kukisnya nanti. Tangan dim mengocok adonan di hadapannya dengan spatula berbentuk tak lazimdi mata anak cowok manapun yang tak biasa ikut campur urusan dapurdengan profesional. Wait, sejak kapan Aomine jadi sehebat ini dalam hal membuat kue?

Puluhan pasang mata mengamati Aomine hingga tahap terakhirmenghidangkan. Bahkan joshi-tachi mengangakagum. Seorang Aomine Daiki hebat dalam membuat kue? Tak pernah hal semacam itu terfikirkan di benak mereka. Sedangkan danshi-tachi menatap Aomine sebal. Yah memang, meski sedikit bodohdia hanya malas sebenarnyaAomine selalu mampu untuk menarik perempuan disekitarnya. Apa itu efek kulit dim seksinya?

"W-wah… Aomine-kunsugoi nee…" puji seorang perempuanyang sudah tahu kalau pujiannya hanya di balas delikan semata.

Aomine menoleh, kilasan wajah Kagami yang tersenyum tulus mengganggu otaknya.

"A-arigatou…"

Tersenyum.

Ya, seorang Aomine Daikiyang di kenal cuek dengan sekitarmengatakan terima kasihmungkin untuk pertama kali dalam memori para teman-temannyadan tersenyummeski tipis sih, tapi masih bisa di lihat. Ha. Apa ini mimpi?

Perempuan dan laki-laki sekitar yang melihat senyum Aomine blushing ria. Mereka mungkin baru sadar kalau: Aomine saat tersenyum sangat keren dan ganteng.

Sreeeett

Pintu kelas dibuka keras. Sesosok anak lelaki bersurai merah bata muncul dari balik sana.

"Hmm~ harum. Kelas Aomine sedang buat kukis ya?" tebaknya benar. Seluruh pasang mata menoleh ke arah suara, lalu menghela nafas panjang.

Hal ini sudah biasa terjadi. Kagami masuk tanpa permisi ke dalam kelas mereka, bertemu Aomineentah ngobrol kecil, ngajak main basket, atau saling caci-makidan memulai ritual mereka. Seluruh isi kelas tahu kalau Kagami adalah 'Frienemies' Aomine. Plus, satu-satunya orang yang mau bergaul dengan si navy blue.

Kaki mungil ber alaskan 'Air Jordan 1' versi kid berwarna merah melangkah masuk lebih dalampastinya menuju meja Aomine.

"Aomine juga buat!? Wah keajaiban dunia ke sembilan nih." Candanya asal. Baru saja tangan Kagami ingin mencomot si kukiskarena wangi dan bentuknya tampak menggiurkannamun nampan sudah di tarik sang pâtissier.

"Nggak boleh. Ini masih belum pantas untuk di makan Kagami." Aomine melangkah ke luar kelas. Membiarkan tangan para cewek untuk mengambil hasil kukisnyayang ternyata enakdan meninggalkan Kagami dengan wajah kecewa.

'Sampai bisa melampaui kukis itu…' pikirannya melayang ke kukis buatan Kagami '…baru aku akan memberikannya pada Kagami.'

.

.

.

"Eeehh? Aomine-kun buat kukis lagi!?" meja Aomineyang biasanya sepidi kerumuni para teman sekelasnya, terlebih perempuan.

"Ya, tapi masih ada yang kurang. Kalau mau ambil saja." Shappire menatap kosong. Pikirannya terbang entah kemana. Dia mungkin tidak peduli kalau hasil panggangannya di comot puluhan tangan.

Dari luar kelas, sesosok lelaki bersurai crimson menatap sendu ke arah kerumunan.

.

.

.

Hari ini, hari special untuk perempuan dan lelaki manapun.

Mengapa? 'coz today is 14'th February! Valentine's day! Hari dimana coklat menjadi tokoh utama.

"Wah… Aomine-kun dapat banyak coklat valentine yah?" tanya seorang perempuan. Padahal tahun kemarin Aomine tidak pernah dapat coklatminus dari ibu dan Kagami (Coklat dari Kagami hanya coklat pertemananralat. Permusuhan saja kok!). "Jangan lupa makan punya ku yah~"

Ah, perempuan itu juga memberi Aomine coklat ya? Sayang sekali, Aominemeski akhir-akhir ini suka membuat kukis yang notabene manistidak sukaralat lagi. Kurang suka coklat dan hal-hal manisminus dari Kagami, sepertinya. Dia bahkan tidak peduli berapa banyak coklat yang dia dapat.

"Hn." Jawabnya cuek. Dulu cuek-nya Aomine di anggap dingin. Tapi sekarang di anggap cool oleh semua perempuan. Yah, begitu deh.

.

.

.

Di perjalanan pulang, pikiran Aomine kembali melayang.

'Kukis itu…' bayangan kukis Kagami mengisi benaknya 'Aku ingin kukis yang dibuat Kagami.'

"Hm?"

Panjang umur kau Kagami. Baru saja Aomine memikirkan tentangmu, dan kau sudah munculah tidak. Berdiri seperti menunggu sesuatu di depan rumah sendirirumah Aomine dan Kagami bersebelahan.

"Ouh, tadaima." Wait. Sejak kapan Aomine berkata 'tadaima' pada rivalnya sendiri?

"O-okaeri…" Kagami menatap kedua tangan Aomine yang membawa banyak bingkisan. "Uwah, sugee ne. Sekarang Aomine populer yah?"

Aomine menggeleng pelan. "E-enggak kok…"

"Beneran deh! Aomine hebat!" Kagami menampilkan cengiran khasnya. Wait again. Sejak kapan Kagami malah memuji rivalnya?

Aomine tertegun. "Enggak kok. Kan cuma coklat pertemanan apalah itu. Coklat yang di jualdan di beli di toko. Manisnya juga biasa saja. Kalau kamu mau, kamu boleh ambil kok."

Cengiran Kagami meluntur. Entah sejak kapan cengiran manisnya bisa luntur seperti itu. Seingat Aomine, kalau Kagami nyengir, pasti di lanjuti dengan mulainya perang kecil mereka. Namun sekarang… cengiran itu mudah luntur.

"Jahat."

'Eh?"

"Aomine jahat!" Aomine kaku di tempat. Tak pernah dirinya melihat ekspresi Kagami seperti ini. Seperti begitu… girly? Entahlah.

"Mereka memberikan Aomine coklat kan karena mereka semua suka sama Aomine! Di jual di toko inilah, itulah. Ck! Dalam coklat itu tersimpan perasaan mereka semua!"

Aomine benar-benar kaku di tempat.

Kenapa Kagami memarahinya sampai begini? Kenapa Kagami tampak ingin menangis? Kenapa Kagami begitu kesal saat mengatakan itu semua? Mengapa Kagami agak… berbeda?

Terakhir dia lihat, Kagami berlari menjauhinya.

.

.

.

"kenapa sih Daiki? Kok lesu? Bukannya habis dapat banyak coklat?" goda sang ayah saat melihat anaknya terduduk dan hanyut dalam kesunyian. "Hari ini kamu gak mau bantu too-san buat kue? Daiki mau jadi pâtissier kan katanya?"

Ah ya, Aomine Daiki baru ingat. Dia baru ingat kalau berkat kukis Kagami, masa depannya bukan hanya basket. Namun dengan tambahan: menjadi pâtissier. Yah, Aomine merasa dirinya cukup berbakat dalam bidang tata boga.

"Eh, eh. Tahun ini too-san buat coklat untuk kaa-san lho~" ayah Daiki menarik kursi dan ikut bergabung dalam meja.

Satsukiyang saat itu masih 7 tahunmenghentikan gerakan tangannya. "Ung? Kenapa too-san buat coklat untuk kaa-san?" tanya si calon pelukistampaknya begitudengan tampang tanpa dosa andalannya.

"Hihi, Satsuki kawaii nee…" too-san mencubit pelan pipi tembam Satsuki dan di hadiahi rona merah di pipi tersebut. "Ini adalah hari dimana para lelaki atau perempuan memberikan 'cinta' pada orang yang di sukai ataupun yang di cintainya. Kebiasaan dari negara mana gitu…"

Daiki tersentak, bangkit dari lamunannya.

"Tapi yah… memberikan kasih sayang tidak harus hanya di hari ini saja sih…" tambah si lelaki paruh baya.

'hah? Apa coba maksudnya?' batin Aomine daiki bingung.

Lantas dia bangkit dari duduknya, dan meminta izin. "Too-san, aku pinjam dapurnya." Lalu menghilang di balik pintu.

Seakan tahu tugasnya saat di dalam dapur, Aomine bergerak gesit mengambil ini-itu. Mengocok, memotong, mengaduk, dan banyak hal yang di lakukan anak dim tersebut.

'Ck! Dalam coklat itu tersimpan perasaan mereka semua!' perkataan Kagami melintasi benaknya.

Kurang lebih satu kemudian, Aomine menyelesaikan tugasnya.

Sayangnya di valentine ini, Aomine membuat kukis, bukan coklat. Yah mau bagaimana lagi? Aomine kan anti mainstream.

Krauk!

Kukis yang baru keluar dari oven di cicipinya–panas bukan lagi masalah di lidah si dim.

"Hm… enak."

.

.

.

Ting… tong…

"Ah? Aomine-kun? Ada apa?" sapa sebuah suara lembut.

"Kagami… Kagami ada 'nggak?" tanya Aomine tak sopan.

Senyum terukir manis di bibir perempuan ini. Senyum tulus seperti milik… Kagami Taiga.

"Wah, maaf ya Aomine-kun. Taiga sedang pergi memberikan coklat untuk seseorang, dan belum pulang."

Ia mengeratkan pegangannya pada bungkusan kecil di balik badan.

"Ah, souka."

Aomine undur diri dari rumah Kagami dengan wajah suram hingga

"Hn?"

Manik shappirenya bertubrukan dengan crimson tanpa sengaja.

Namun mereka memasuki rumah masing-masing tanpa ada acara caci-maki seperti biasa.

Manik crimson itu… berisi kebencian yang mendalam. Namun… ada sesuatu yang di sembunyikan di balik kebencian tersebut. Sepertinya.

.

.

.

.

.

"Kapan…" suara baritone terdengar kecil dan pilu.

"Lalu, perempuan itu selalu mengejar Kagami-kun. Butuh 2 tahun untuk menjatuhkan hati sekeras batu Kagami-kun. Namun aku bingung. Kenapa harus perempuan itu yang mengejar Kagami-kun? Bukannya kebalik ya?" Kuroko terus menceritakan tentang hubungan Kagami dengan 'perempuan' calon istri temannya. Tak disangka–oleh Kagami–kalau temannya yang satu ini bisa bicara panjang lebar juga.

"Ma-malu tahu Kuroko! Jangan di ceritain dong!" seru Kagami dengan wajah se merah surainya. Bahkan Satsuki–yang terus mendengar cerita Kuroko–tidak bisa membedakan yang mana rambut dan yang mana wajah.

"Kapan…" seakan tidak peduli dengan obrolan di depannya, Aomine kembali bertanya. "Kapan pesta pernikahannya?"

Kagami mendongak. "Eh? Minggu depan. Dan tidak pakai pesta-pesta segala kok. Kita sedang menghemat. Yah… kau tau sendiri lah. Jadi Cuma di catat sipil aja." Jelasnya.

Aomine tersenyum kecut. "Souka…" satu kata berjuta makna di ucapkan lelaki dim.

"Oke, aku akan membuat wedding cake-nya!" seru Aomine lantang di lanjuti dengan keterkejutan si calon suami.

Aomine masuk kedalam dapur, mencari ayahnya. "Too-san, kita akan mengadakan pesta pernikahan. Kagami mau menikah katanya."

Manik shappire yang sama dengan miliknya membelalak. "Maji!?" lalu ayahnya ngibrit ke meja Kagami dan mengadakan wawancara.

"Heee? Taiga mau menikah dengan siapaaaa?!"

Heboh. Satu kata untuk mendeskripsikan ayah Aomine daiki.

"Eh, masih rahasia~" balasnya dengan cengiran–cengiran khas seorang Kagami Taiga.

"Namanya Kirigaya Kyuu, Aomine-san." Jawab Kuroko. Kagami memberi Kuroko tinju sayang (?) akibat merusak kejutannya.

Aomine mendengar sebuah nama asing. Ia keluar dari dapur dan mendekati Kagami.

"Hee, Kagamin sudah 21 yah~ sudah tua nih~" canda Satsuki "Aku jadi ingin cepat-cepat bertemu istrimu~ eeto… Kyuu 'kan–"

Aomine menarik tangan Kagami, dan menyeretnya keluar café. Meninggalkan Satsuki, Kuroko, dan too-san dilanda kebingungan.

.

.

.

"Hanase yo! Aho!" seru Kagami kesal akibat harus di geret-geret segala.

Navy blue berhenti setelah mendengar racauan Kagami. Berhenti tepat di depan rumah Kagami.

'Aomine… kenapa?'

"Aku…" Kagami menatapnya bingung. "Aku selalu suka padamu."

'Eh?'

"Dari kecil, disini."

'Eh?'

"Dari hari aku memakan kukis buatan kau, selalu."

'Ehhh?! Gak salah dengar nih?!'

Tangan Aomine mengambil sebuah bungkusan dari balik saku apronnya. Bungkusan yang berisi… kukis?

"Pada hari itu… aku berusaha untuk memberikanmu kukis sebagai penyalur perasaanku. Tapi selalu saja kurang. Makanya aku berusaha lagi, lebih keras dan lebih keras. Aku bahkan tidak main basket selama sebulan sebagai imbasnya."

"Hehe…"

Mungkin sekarang, Aomine merasa bodoh. Dia baru saja menghancurkan pridenya sebagai lelaki jantan. Di mulai saat dia mengatakan perasaannya, mengatakan kalimat yang panjang lebar, serta mengaku menyukai sesama jenis.

Katakan dia aneh, gila, tak waras. Tapi dia serius dengan perkataanya.

"Hehehe…" Kagami tertawa kecil. Aomine mengernyit bingung.

"Hari itu… hari valentine saat kita bertengkar dan hampir tidak ngobrol lagi?! Hahaha! Kita seperti orang bodoh kau tahu?!"

Urat di dahi Aomine berkedut. "Heh!?"

"Pada hari itu aku bermaksud menyerahkan kukis buatanku pada Aomine." Kedua mata Kagami terpejam, menyembunyikan manik crimson di balik sana. "Itu lho… kukis yang kau puji dulu. Kukis yang ku buat untuk…"

Shappire–selalu saja–bertubrukan dengan crimson.

"…Cinta pertama ku…"

Aomine terdiam. Atmosfir di sekitar mereka berdua berubah canggung. Kagami menggaruk kepala merahnya–padahal tidak gatal. Katakan Kagami aneh karena mengucapkan 'cinta pertama' ya, hina dia sesukamu. Tapi meski begitu… Kagami serius. Sama seperti Aomine.

"Tapi yah, Aomine kan menerima banyak coklat dari orang lain. Dan kamu bilang 'gak pelu' dan kawan-kawannya padaku, yah meski tahun kemarin aku ngasih coklat ke kau sih." Alis belah menghela nafas super panjang "Aku pikir, pasti kamu enggak akan menerima kukis ku. Aku takut, dan malah pergi kerumah teman. Memakan kukis itu bersamanya."

Crimson mengalihkan pandangannya.

Hup!

'Eh? EEEHHHHH?! Kenapa tiba-tiba Aomine memelukku?!'

"Sayang yah… ga berjalan lancar…" bisik Aomine di telinga Kagami.

Ah, sejak kapan suara Aomine se-seksi ini?

Aomine mengeratkan pelukannya. Tak peduli apa kata orang jika melihat mereka berdua. Begitu pula dengan Kagami. Toh mereka AhoBaka 'kan?

'Coba saja…' Aomine merasa seperti perempuan sekarang. Huft, hancur sudah pridenya. '…coba saja aku memeluk Kagami lebih cepat…'

"…Selamat ya…"

Dua patah kata yang bisa di ucapkan Aomine. Aomine yang terlanjur sakit hati.

Tapi, sudah lah. Itu juga kesalahannya. Dan sekarang, Kagami sudah menemukan belahan jiwanya. Itu sudah cukup.

"Semoga kau bahagia… Bakagami." Aomine mengendurkan dekapannya.

"Sankyu. Sankyu na, Ahomine."

Aomine kembali melihat senyuman tulus 12 tahun yang lalu dari bibir seorang Kagami Taiga.

.

.

.

.

.

Dari kejauhan, Aomine memandangi Kagami bersama istri sahnya–Kirigaya Kyuu, yang sudah berganti nama menjadi Kagami Kyuu–tertawa, bercanda bersama.

Satsuki menatap jenuh kakaknya.

"Kau bawa kabur saja." Celetuk si bubble gum.

"Nanti kalau mereka sudah menjadi nenek-nenek dan kakek-kakek, aku akan menjemput Kagami jika tidak bahagia."

Satsuki memberi tatapan baru: tatapan tidak percaya. "Sabar banget…"

"Hm… kira-kira berapa tahun ya?"

Tringg…

"Ah sumimasen… hari ini sedang tidak buka untuk umum ya?" tanya seorang perempuan dari pintu café. Aomine meninggalkan Satsuki dan menyambut perempuan itu.

"Hn, tapi tak apa. Silakan masuk." Sapanya cuek, tapi ramah.

'Aku akan menunggumu sambil nyemil sana-sini, Bakagami.'

.

.

.

.

.

END


A/n:

Bello~~ akhirnya kyuu kembali dengan asupan aokaga :'v

setelah wb lama :'v gak lama lama amat sih :'v

eeto... dont judge my OC as kagami wife :'v DONT JUDGE MEH AHHHH~ *kebiasaan gahaahh :'v*slap

well... fic ini canon. TAPI. ya tapi, AKU NGEMBANGIN CERITANYA BIAR LEBIH PANJANG LHO~

Komiknya berjudul: 'Boy's Room' karya Sakurai Machiko. bagian ROOM 3/Vintage

okelah gitu aja :'v

oh iya. maaf yah buat yang pada nunggu Nyanko no Ai /kalo ada kalo

aku buntu banget disana :'v ada yang mau bantu? *Slap

wel... ditunggu aja deh review-nya :'v

akhir kata,

KiKyuu (kQ) yang sedang berusaha menjadi author baik dan benar.