Scarpping lain dari AMD buldozer, ch 1 sampai 3 republish ch lama tanpa perubahan. Update benerannya mulai ch 5 ke sono. Ada banyak perubahan dari cerita orinya, dan panjangnya juga hampir dua kali lipat dari yang asli dulu.
Pembaca lama silahkan skip ke ch 4.
Disclaimer : Masasshi Kishimoto
Di dunia ini ada beberapa hal yang lebih menyebalkan dari sekedar menunggu koneksi internet yang lelet. Dalam kamusku, hal itu adalah ketika ada seseorang yang terus-terusan memelototimu selama berjam-jam.
Dilihat dengan tatapan tidak ramah memang tidak menyakitkan ataupun membahayakan nyawa, tapi hal itu sangat mengganggu.
Namaku adalah Konohamaru, lima belas tahun, anak terakhir dari tiga bersaudara dengan dua kakak perempuan dan baru masuk SMU beberapa bulan yang lalu. Tidak punya hobi khusus, nilai rata-rata, tinggi rata-rata dan wajah? tolong jangan bicarakan wajahku karena seperti apapun rupaku, wajahku ini adalah pemberian yang di atas.
Kalau kalian ingin membandingkanku dengan sesuatu, bandingkan saja aku dengan rumput di lapangan sepak bola.
Berbanding terbalik dengan kedua kakakku.
Mereka itu populer, cantik, pintar di segala bidang, selain itu kemampuan sosialisasi mereka seperti membuat orang-orang di sekitarnya bagai ditarik magnet. Kami ini bersaudara, tapi kehidupan kami bertiga itu benar-benar bertolak belakang.
Hanya dengan hadir di tempat yang sama denganku, hal itu sudah cukup untuk membuat keberadaanku tenggelam dan dilupakan. Entah itu di rumah atau di sekolah, mereka selaalu jadi pusat perhatian dan sumber kebanggan sedangkan aku hanya jadi bayangan di balik punggung mereka berdua.
Aku tidak akan dengan buta menyalahkan mereka. Sebab aku tahu, masalahnya bukan berada pada mereka tapi padaku diriku sendiri. Selain kemampuan akademiku yang buruk, kemampuan sosialisasiku juga tidak ada bedanya. Karena hal itulah sekarang temanku bahkan bisa dihitung dengan jari.
Sebab aku ini normal, aku tentu pernah merasa iri pada mereka berdua dan ingin melebihi mereka. Karena itulah aku berusaha mati-matian untuk mewujudkan harapan itu, tapi sayangnya. Semua usahaku berakhir dengan kegagalan. Kegagagalan yang besar. Dan kegagalan itu bukan hanya satu atau dua jumlahnya.
Dari awal memang sudah ada banyak orang yang kalau aku ini tidak punya bakat.
Dulu aku berpikir kalau orang yang bicara seperti itu hanya sedang kurang kerjaan sehingga mengurusi kepentinganku, tapi sepertinya aku salah. Mereka hanya bilang yang sebenarnya, mereka mencoba bilang kalau apa yang sedang kutuju sama sekali tidak mungkin bisa kuraih.
Aku ini normal, aku ini biasa, aku tidak punya bakat untuk jadi seperti kedua kakakku.
Dan setelah aku sadar akan hal itu, aku menyerah lalu berhenti berusaha. Selain itu, bersama dengan harapanku yang sudah kandas tadi, sepertinya ada sebagian perasaanku yang ikut hilang. Aku tidak lagi marah ketika kalah, aku tidak lagi sebal ketika ada yang mengejeku, dan bahkan aku tidak merasakan apa-apa lagi saat aku dapat remidial.
Toilet bau yang setiap hari dikunjungi lama kelamaan tidak lagi terasa bau karena hidung jadi terbiasa. Toiletnya sendiri masih bau, tapi hidungnya mulai menganggap kalau hal itu tidak lagi sebuah masalah. Entah sejak kapan aku jadi sudah terbiasa dengan kegagalan, dan karena hal itu jika aku gagal. Semua itu hanya akan kuanggap interemzo saja.
Tapi yang ingin kuceritakan itu bukan mereka, melainkan seorang gadis yang terus saja memelototiku selama jam pelajaran.
Namanya adalah Hyuuga Hanabi, biasa dipanggil Hyuuga. Anggota OSIS, Ketua kelas, icon kelas satu, dan pemegang rekor skor tes masuk tertinggi sekolah.
Kalau bicara fisik, hal yang paling menonjol darinya adalah badannya yang kecil.
Saat pengukuran seminggu yang lalu, aku mendengar guru olah raga bilang kalau tingginya cuma seratus empat puluh dua senti meter. Selain badannya yang pendek, wajah imut-imut mirip anak SD yang dia miliki juga membuat seseorang susah melupakannya.
Di kelas, dia selalu mampu menghidupkan suasana pelajaran yang membosankan jadi menarik. Sudah begitu, dia juga kelihatan rajin dan pintar serta mudah untuk diajak bicara, oleh sebab itu banyak sekali teman sekelasku yang mencoba menempel padanya.
Meski memang selama empat bulan ini aku belum pernah mengajaknya bicara satu kalipun, dari jauh saja aku sudah tahu kalau dia itu bukan seseorang yang bisa kuhadapi. Bagiku, dia terlalu silau untuk dilihat.
Kalau hubunganku dengannya tetap seperti maka semuanya akan baik-baik saja, tapi apa yang kuinginkan sekali lagi tidak dikabulkan.
Selain mempunyai sifat yang sudah kusebutkan di atas, dia juga mempunyai sebuah ambisi yang sangat merepotkan. Ambisi yang terpaksa membuatku harus terikat dengannya sampai semester depan.
Dia ingin mengalahkan kedua kakakku.
Dan untuk bisa mengalahkan keduanya hal yang pertama yang harus dia lakukan adalah mengalahkanku, begitulah yang dia katakan dua minggu yang lalu. Dengan alasan tidak masuk akal itu, dia menantangku untuk memperebutkan rengking satu di sekolah.
Tolong jangan bilang kalau masalahku ini ringan.
Apa yang dia lakukan benar-benar mengganggu.
Sekarang coba bayangkan dan pilih sendiri. Mana yang kau pilih, diberi suntikan super sakit yang hanya terasa selama tiga detik atau gatal-gatal hebat selama seharian?
Satu lagi.
Selain karena umurnya memang sudah habis, sakit atau dibunuh, ada juga orang yang mati bunuh diri atau jadi gila karena hidupnya diganggu terus-terusan oleh hutang, kemiskinan dan yang lainnya. Jadi kesimpulannya, masalahku ini sama sekali tidak ringan.
Sekarang kau sudah tahu kan seberapa hebat kekuatan gangguan itu? apalagi kalau kau tidak tahu bagaimana cara untuk menghilangkanya.
Pindah ke sekolah lain? tidak mungkin!
Orang tuaku itu tidak kaya walau memang tidak miskin, selain itu sekolah terdekat lain adalah di perbatasan kota. Kalau aku pindah ke sana biaya yang dibutuhkan bisa jadi dua kali lipat. Jadi ide itu sudah kucoret.
Aku ini memang bukan anak yang baik-baik amat, tapi tentu aku masih memikirkan kedua orang tuaku meski mereka jarang sekali menyebut nama anaknya ini di depan orang lain. Aku tidak mau membebani mereka hanya karena masalah pribadiku.
Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menghela nafas dan memarahi diriku sendiri.
"Sialnya."
Beberapa bulan ke depan bisa dijamin kehidupanku akan jadi berantakan. Kalau aku mati mungkin aku akan jadi hantu.
Thanks.
