"Hei, lihat Naruto sukanya main rumah-rumahan di kolam pasir".

Salah satu anak taman kanak-kanak berteriak memanggil temannya lain, sementara jarinya menunjuk kepada bocah blonde yang sedang bermain rumah-rumahan pasir dengan seorang anak perempuan yang berambut pink. Ia mengejek si blonde karena ia pikir anak laki-laki seharusnya bermain bola bersama anak laki-laki lainnya, bukannya bermain rumah pasir bersama anak perempuan.

"Haha iya, gimana sih, Naru-chan (nada mengejek). Sukanya kok main rumah-rumahan dari pasir gitu. Kayak anak perempuan hahahahaha". Anak kecil yang lain menyahuti si anak pertama yang menunjuk Naruto.

"Eh biarin. Emangnya kenapa kalau Naruto maunya main sama aku ? Dia ga mau main sama kalian soalnya kalian anak nakal..!". Anak yang berambut pink tak mau tinggal diam melihat temannya di ganggu.

"Bukan, dia ga mau main sama kita soalnya kita beneran anak laki-laki. Kalau Naruto, gak tau deh, haha".

"Iya, anak laki-laki tuh harusnya mainan ini...!"

Tiba-tiba salah satu dari tiga anak laki-laki itu melemparkan bola tangannya ke arah Naruto. Naruto yang sedang berjongkok di samping Sakura hanya bisa diam memejamkan mata sambil refleks tangannya melindungi bagian kepalanya. Menutupi area kepala yang bisa ia jangkau dengan tangan kecilnya.

Buagh.

Naruto mendengar suara bola itu berhenti menghantam sesuatu namun ia tidak merasakan apapun. Matanya masih terpejam. Beberapa detik kemudian ia merasakan kehadiran seseorang tepat di depan tubuhnya. Seseorang yang lebih tinggi darinya. Naruto terkejut, disana telah berjongkok Shikamaru memegangi bagian hidungnya. Ia tampak menahan sakit. Dan Naruto juga melihat bola tadi tergeletak di depan Shikamaru. Apa, Shikamaru menolongnya ?

"Satu langkah lagi kalian maju kalian akan merasakan tinju superku". Masih dalam keadaan memegangi hidungnya yang sakit, Shikamaru mengarahkan jari telunjuk nya kepada pelempar bola. Mengancam nya kalau dia maju Shikamaru tidak akan sungkan untuk berkelahi dengan mereka semua

Shikamaru memiliki badan yang lebih tinggi dari mereka. Merekapun ciut karena tahu Shikamaru walaupun pendiam ia sangat jago dalam berkelahi. Mereka tak berani maju walaupun satu langkah mendekati Naruto yang masih ada di belakang tubuh Shikamaru.

"Kau ini mengganggu sekali, Shikamaru".

"Iya, kamu gak asik, ayo kita pergi".

"Ayo"

"..."

"Shika, kamu gak apa-apa kan ?"

"Heh, kalau cuma seperti ini aku tidak apa-apa. Walaupun merepotkan, kata ibuku aku harus melindungi orang yang aku sayangi".

Dengan polosnya Shikamaru menjawab pertanyaan Naruto. Tanpa mengetahui apa maksudnya kata sayang itu. Apa konsekuensinya jika kita menyayangi seseorang. Yang ia tahu saat itu hanya ia merasa harus melindungi Naruto, entah apa sebabnya dan alasan nya".

"Itu benar. Akulah satu-satu nya yang tidak akan pernah lari darimu. Akulah satu-satu nya orang yang akan terus bersamamu, dikala senang, maupun susah. Akulah satu-satu nya orang yang menerima semua kelebihan dan kekuranganmu. Akulah satu-satunya orang yang akan menyayangimu tanpa mengharap balasan apapun darimu. Akulah satu-satunya orang yang paling pertama melindungimu dari segala macam bahaya yang engkau hadapi. Akulah satu-satunya orang yang akan mendahulukanmu lebih dari apapun. Akulah satu-satunya orang yang mengerti akan semua emosi yang kau keluarkan. Dan akulah, akulah satu-satunya orang yang akan berada di sini, menunggumu untuk kembali, Naruto".

"Tentu aku sudah mengatakannya berkali-kali kepadamu. Bahkan saat kau mengakui bahwa kau menyukainya, tepat di depan mataku sendiri. Aku melawan semua rasa keegoisanku. Aku melawan semua rasa amarah dan sakit yang aku rasakan. Aku tahan itu semua hanya untuk membahagiakanmu. Hanya untuk sekali lagi melihat senyum tulus terkembang di wajah cerah mu".

"Hey Shika".

"Hmm ?"

"Bolehkah aku berbicara serius dengan mu ?"

"Apa ?"

"Kau yakin tidak akan merepotkan ?"

"Ck, cepatlah bicara saja. Jangan tambah merepotkan".

"Iya, iya... Kau tahu kan Kakashi sensei ?"

"Ap-apakah ia seorang seme ?"

"Apa maksud pertanyaanmu ?"

"Hm, itu... a-ano... a-aku..."

"Aku sepertinya, menyukai Kakashi-sensei".

"Shika ?"

"Shika ?"

"Aku bahkan meneriakkan namamu di dalam hatiku ketika kau mencurahkan isi hatimu tentang perasaanmu kepada orang itu. Tapi aku tetap memutuskan untuk tidak egois dan mengalah untukmu".

'Naru, aku disini, dan aku yang mencintaimu bahkan sebelum dia mengenalmu. Aku yang telah menjagamu bahkan sebelum kau mengenal Kakashi-sensei. Hanya aku dan akan selalu aku yang bisa menjagamu seumur hidup, Naru'.

"Kau tidak pernah tahu, dan kau tidak pernah mau tahu. Bukannya aku menyalahkanmu. Tentu itu salahku karena aku tidak pernah berkata sejujurnya tentang perasaanku padamu. Namun tepat ketika aku sudah mematangkan niatku, ternyata semua itu sudah terlambat. Kau menyukainya, dan mengatakannya tepat di depan kedua mata kepala ku sendiri. Apa kau pernah membayangkan bagaimana rasanya ? Di satu sisi aku tidak rela melihatmu dengan orang lain, namun di satu sisi yang lain aku juga tidak mau memaksamu dan melihatmu terluka".

'Apa yang harus aku lakukan sekarang ? Apa sekalian saja aku nyatakan perasaanku sekarang ? Atau berpura-pura menjadi sahabat yang baik dan mendukungnya ? Aku yakin Kakashi-sensei juga adalah orang yang baik. Tapi mengapa, mengapa hati ini tak rela ? Aku tak bisa menjawab'.

"Akan tetapi pada akhirnya, aku selalu mengulanginya berulang-ulang dan berulang-ulang. Tidak bosan aku mengulanginya, karena aku tidak ingin, jika suatu saat kau akan merasa sendiri di dunia yang kejam ini. Aku mengulanginya supaya kau ingat, aku akan selalu berada di sini, di tempat kau kembali, Uzumaki Naruto".

"Shi-shika ?"

"Jika sesuatu terjadi padamu, apapun itu. Ingatlah aku, Naruto. Ingatlah aku akan selalu ada di belakangmu, menjagamu agar kau tidak jatuh. Aku akan selalu disini agar kau bisa selalu bersandar kepadaku. Ingat lah Naruto, menjagamu adalah tugasku".

"Melindungimu, dan menjadi tempat kembali untukmu. Itu sudah menjadi tanggung jawab serta kewajibanku. Sejak kapan katamu ? Bahkan sejak aku pertama kali melihatmu. Sejak pertama kali aku melihat birunya iris matamu berkilauan sempurna memukau akal dan pikiran polosku waktu itu".

"Shika, Ini Naruto, mulai sekarang, kalian adalah sahabat. Karena kau lebih besar (badannya) jadi kau harus menjaga Naru apapun yang terjadi dan sampai kapanpun, kau mengerti ?"

"Bukankah itu terlalu merepotkan, bu ?"

"Tidak akan merepotkan karena ibu tahu kau akan menyayangi Naru". Sang ibu mengusap lembut kepala anaknya dan tersenyum begitu tulus.

"Memangnya apa itu rasa sayang bu ?" Dengan kepolosannya si anak menanyakan hal itu kepada ibunya.

"Nanti kau juga akan tahu, Shikamaru".

"Baiklah, Aku akan menjaga Naru apapun yang terjadi dan sampai kapanpun".

"Bagus, itu baru namanya jagoan ibu".

"Semenjak dahulu, sampai sekarang, hingga nanti. Tak perduli seburuk apapun masa lalu mu. Tidak perduli separah apapun sifatmu sekarang. Dan tidak perduli akan menjadi apa engkau nantinya. Aku akan selalu di sini. Menunggumu untuk pulang".

Copyright (Naruto) : Masashi Kishimoto

Copyright (LIFE : Naruto as a Uke Part II) : Sylvan

Chapter I : Restart

AN : Paragraf yang di center alignment adalah flashback.

Tanda petik satu (') : Inner

Hari minggu siang ini begitu terik dan menyengat penduduk Kota Konoha. Maklum saja, musim panas sedang mencapai puncaknya. Lebih dari 80 persen penduduk kota memilih untuk menghabiskan minggu siang di musim panas seperti ini untuk bersantai di rumah, sambil menikmati hawa dingin dari pendingin ruangan mereka masing-masing.

Tidak terkecuali si rusa malas berambut kuciran nanas yang sejak tadi asyik menonton salah satu acara di stasiun televisi favoritnya. Di temani sekaleng jus jeruk dan kripik kentang, membuat acara santai siang di apartemen nya makin terasa lengkap.

Shikamaru baru-baru ini memutuskan untuk tinggal terpisah dari orang tuanya dan belajar hidup sendiri. Tentu, uang sewa apartemen masih ditanggung oleh orang tuanya. Namun untuk kebutuhan sehari-hari Shikamaru dapat mengakomodasi nya sendiri dari hasil kerja parug waktu sebagai waiter di salah satu restoran mewah di Kota Konoha. Kalian pasti bepikir, Bagaimana bisa orang yang sangat malas berurusan dengan orang lain itu bisa kerja sebagai waiter yang setiap hari kerjanya berhadapan dengan orang banyak ?. Well, Author juga bertanya dengan pertanyaan yang sama, tapi pekerjaan itulah yang muncul di kepala Author so, deal with it...!!! (Kidding). Ia bekerja sebagai waiter di restoran itu karena gajinya paling tinggi diantara pekerjaan lain yang ditawarkan kepadanya waktu itu. Dengan gaji itu ia bisa mencukupi kebutuhan pokoknya sekaligus kebutuhannya yang lain seperti membelu baju, celana, sepatu, tas dan lain-lain. Adapun biaya kuliah, semuanya gratis karena ia mendapat beasiswa.

Dering ponsel android milik Shikamaru agaknya sedikit mengganggu suasana siang yang santai itu. Ia berharap tidak ada seorang pun yang akan menelponnya di hari minggu, tapi rupanya ada saja orang yang mencarinya, bahkan di hari minggu. Ia mengambil benda berdering itu dari meja, kemudian melihat siapa nama orang yang mengganggu aktifitas santainya siang itu.

"Sakura ? Ada apa ?".

Tap

"Ya, Sakura. Ada apa menelponku siang-siang begini ? Lebih baik ini adalah urusan penting, kalau tidak...".

"O-oke...".

"Apa ? Pelan-pelan Sakura. Aku tidak mendengarmu".

"Iya. Aku tidak akan memotong pembicaraan".

"Uhum... uhum... lalu ?".

"Naruto ?".

"Tidak".

"Tidak mungkin. Di mana dia sekarang ?".

"Baiklah. Terima kasih. Kau bisa mempercayakan semuanya kepada ku dari sini".

"Tida usah kau bilang aku akan melakukannya".

"Ya, jaa".

Uzumaki Naruto. Orang yang mereka bicarakan dalam percakapan telepon singkat mereka bernama lengkap Uzumaki Naruto. Seorang remaja laki-laki seumuran mereka dan berkuliah di universitas yang sama dengan mereka. Naruto sudah memiliki seorang kekasih. Tak lain dan tak bukan adalah guru SMA nya sendiri, Hatake Kakashi. Jalan panjang penuh dengan duri dan liku telah Naruto tempuh untuk mendapatkan kebahagiaan bersama dengan lelaki idamannya. Tak terhitung berapa kali air mata bocah blonde itu tumpah dalam kisah lika liku pengejaran nya terhadap sensei berambut silver nya itu. Namun rasanya baru sebentar sejak semua masalah itu selesai dan hidup bahagia Naruto dimulai. Rasanya belum sepadan dengan semua penderitaan yang Naruto alami ketika ia berusaha mendapat kan Kakashi. Dunia ini memang kejam. Ia bahkan tak memberikan waktu bagi Naruto untuk beristirahat barang sejenak saja. Semuanya terasa begitu cepat.

Suasana santai siang Shikamaru telah berubah menjadi suasana yang sangat tidak mengenakan. Bahkan yang bocah berambut nanas itu lakukan semenjak ia menerima telpon tadi hanyalah mondar-mandir di ruang tamu apartemen nya yang tidak terlalu besar sambil memegangi sekaleng jus jeruk yang belum sempat ia habiskan.

Sakura mengatakan padanya untuk menunggu, namun sepertinya Shika tidak bisa menunggu lagi. Dihabiskannya jus jeruk yang ada di tangan kanannya dengan sekali tenggak, kemudian ia melemparkannya ke sembarang arah. Ia kemudian mengambil jaket kulit dan kunci motornya. Siap untuk menjemput orang yang paling ia sayangi.

Akan tetapi sepertinya Shikamaru tidak perlu repot-repot untuk menyalakan mesin sepeda motor nya. Ketika ia membuka pintu, ia menemukan sesosok anak lelaki di depan pintu apartemennya. Sesosok anak lelaki yang mereka bicarakan tadi. Sesosok anak lelaki yang Shikamaru bermaksud untuk menjemputnya karena khawatir.

Anak lelaki itu terlihat sangat rapi. Ja mengenakan outfit serba putih. Ia mengenakan kemeja putih, dasi putih dan dibalut dengan tuxedo berwarna putih. Ia pun memakai celana bahan berwarna putih dan sepatu pantofel berwarna putih. Di saku kirinya menggantung bunga mawar berwarna merah merekah.

Setelah sejenak mereka saling pandang, Naruto akhirnya bergegas berjalan maju dan memeluk Shikamaru, sahabat yang sudah menemani dirinya sejak kecil. Yang dipeluk pun membalas pelukan Naruto dengan mengeratkan pelukannya dan membenamkan Naruto di pundaknya.

"Aku berusaha... uhkkk... a-aku berusaha kuat u-untuk ti-dak me-menangis. T-tapi, a-aku tak bisa...".

Tangis Naruto pecah saat ia menyelesaikan kalimat aduan singkatnya kepada sahabat yang sedang memeluknya. Sementara itu, Shikamaru terus mengeratkan pelukannya kepada Naruto. Hatinya bisa merasakan kepedihan yang dirasakan oleh Naruto dari suara tangisnya yang begitu menyayat hati.

"It's okay now... it's okay now... i'm here... i'm here... you're not alone...". Shikamaru berusaha keras untuk menenangkan tangis Naruto yang semakin menjadi.

Shikamaru melepaskan pelukan Naruto, menghadapkan wajah Naruto ke wajahnya, dan menggenggam kedua pipi Naruto dengan kedua telapak tangannya.

"Hey... hey... hey... look at me... look at me... Naru... i'm here... i'm here...". Dengan perih Shikamaru mengelap air mata yang membasahi kedua pipi Naruto.

"Ughh... hikkk hikk... Sh-shika...".

"Shh.. shh.. sh.. i'm here... i'm here... Everything is gonna be alright".

Shikamaru mengembalikan tubuh sahabatnya ke dalam rangkulan hangat nya. Berusaha menghantarkan kehangatan tubuhnya untuk tubuh sahabatnya yang sedang bergetar hebat karena menangis. Mereka pun tetap seperti itu hingga tangis Naruto reda dan Naruto terlelap di dalam dekapan Shikamaru.

Sementara itu di tempat lain...

Seorang pria nampak terduduk di atas sebuah kursi, di depan sebuah cermin yang berukuran sangat besar. Ia menggenggam kedua tangannya dan menempelkan kedua tangannya ke wajahnya. Di dalam genggaman tangannya, ia menyimpan sepasang cincin berwarna silver bermatakan batu mulia. Kedua matanya terpejam, tak ingin melihat apapun yang ada di ruangan itu. Baju yang ia kenakan sama persis dengan baju yang Naruto kenakan.

Kedua telinganya mendengar pintu ruangan itu dibuka oleh seseorang. Namun pria itu tetap tidaj bergeming dari posisinya itu.

"Tuan, persiapan acara telah selesai. Ayah anda memanggil tuan".

"Bilang saja padanya aku tidak ingin melihat wajahnya sekarang ini".

"Tapi, tuan...".

"Cepat pergi...!!!".

"B-baik tuan, saya permisi".

Emosi pria itu telah memuncak hingga ubun-ubunnya. Dengan cepat ia menggenggam kedua cincinnya dengan satu tangan, kemudian maju dan meninju cermin yang ada di depannya dengan tangan yang menggenggam cincinnya.

PYAR

Cermin yang tak bersalah itu pun hancur berkeping-keping. Pecahan nya berserakan di atas lantai marmer yang ia pijak. Sedikit demi sedikit darah menetes dari tangan pria itu dikarenakan pecahan kaca yang menancap, namun sepertinya ia tidak merasakan apapun. Ia hanya tertunduk lesu dan kembali ke tempat duduknya semula.

"Fuck... FUUUUUUUUUUCK...!!!!!".

TBC

Aaaaaaand... The Sequel is heeeeeeree...!!!!

Singkat aja kalo buat chap pertama mah... hahaha...

Gimana ? Kaget ? Nggak ? Biasa aja ? Oke tinggalkan saja author yang ga guna ini hiks hiks... *kejer

Di sekuel ini insyaAllah plot lebih tertata, typo lebih berkurang (walaupun masih ada) dan pemilihan bahasa lebih dipermudah untuk pemahaman.

Ceritanya asli pasaran banget. Tapi tetep sylvan berharap kalian suka.

Jangan lupa ripiw, kritik, saran, flames, bully... apapun.. tulis dan coret coret di bawah ini. (I LOVE YOU BULLIERS...!!! Mwah mwah mwah kisssss...!!!)

Update mungkin agak lama :D

Yosh, sekian dulu dari Sylvan.

Sekian dan terima kasih.

Syl out.