Seorang pemuda berjalan terseok-seok, menjadi pusat perhatian beberapa orang. Kepalanya begitu pening. Ia tak peduli jalan yang dilaluinya terlihat berputar-putar. Ia ingin sekali berhenti, namun tidak untuk kedua kakinya. Otaknya terus memberi perintah sendiri agar terus berjalan. Dimana ia sekarang saja tidak tahu, apalagi ingatannya tentang jalan menuju apartemen barunya.

Bantuan. Ia benar-benar membutuhkan bantuan sekarang. Ia tak yakin bisa kembali ke apartemennya dengan selamat tanpa bantuan seorang pun. Pandangan matanya berpendar mencari sesosok yang mungkin dikenalnya. Oh, semuanya berputar. Ia yakin, kalaupun ada yang menyapanya pun mungkin ia tak bisa mengenalinya dengan jelas. Langit yang gelap menambah sempitnya sudut pandang manik abu-abunya.

Sial. Makin lama pandangannya makin kabur. Dunianya terus berputar tiada henti. Jika saja tak ada sesuatu sebagai penyangga di sebelahnya ini mungkin ia tak akan sanggup berdiri. Berjalan saja ia sudah tak sanggup lagi. Dan kini, seiring berjalannya waktu, kekuatan menopang pada kedua kakinya makin berkurang. Perlahan ia merasakan keseimbangannya makin jauh. Dunianya yang terus berputar kini perlahan mulai kehilangan cahaya. Hingga akhirnya semua menjadi gelap.

.

.

.

"Vanilla?" by Kazusaki Kuga

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Vanilla? Belongs to me

Warning : Abal, typo, Shounen-ai, PwP, dll

Mayuzumi Chihiro X Kuroko Tetsuya

Rated M

Happy Reading : )

.

.

.

"Otsukare!"

Suara teriakan itu menggema di dalam gym sekolah yang baru berumur tiga tahun. Atlit-atlit pebasket muda yang sedari tadi memainkan bola oranye itu kini berhamburan menuju ke pinggir lapangan. Lapangan indoor mulai dibersihkan, menandakan latihan hari itu telah usai.

"Nice pass, Kuroko-senpai!"

"Otsukare, ini minum dan handuknya, Senpai!"

Beberapa keributan dari junior memang berhasil menimbulkan pening di dahi sang phantom sixth man itu, namun hal itu sama sekali tak mengurangi rasa senangnya.

"Wah, sekarang kau dipanggil senpai, Kuroko!"

Seorang pemuda tinggi berambut gradasi merah dan hitam menyenggol bahu Kuroko dengan sengaja. Tawa renyah menghiasi wajahnya yang biasa garang.

"Itu sakit, Kagami-kun," balas Kuroko, emotionless seperti biasa.

"Mungkin setelah ini aku akan ke Maji Burger sebentar. Mau ikut?" tanya Kagami kemudian sambil berjalan menuju ruang ganti bersama sang bayangan.

"Guk!" gonggongan seekor anjing dengan manik senada dengan baby blue Kuroko memotong pembicaraan mereka. Membuat Kagami sedikit terlonjak karenanya.

Kuroko tertawa kecil melihat cahayanya itu sampai sekarang masih tidak bisa menangani seekor anjing yang bahkan sudah beberapa bulan bersama mereka. "Iie. Aku akan segera pulang, kurasa Nigou menanti-nanti jam makan malamnya."

Usai berganti baju dan mengemasi barang-barangnya, Kuroko berpamitan meninggalkan gym bersama Nigou. Sebagai senior, kini ia harus lebih bisa membimbing para juniornya agar Seirin menjadi tim yang akan mencetak sejarah. Selain itu, juga agar tidak terjerumus dalam tantangan si pelatih perempuan Seirin yang bahkan lebih mempertaruhkan harga diri, atau bahkan nyawa, dari tahun kemarin.

Sebuah helaan nafas lolos dari kedua bibir mungil remaja bersurai dan bermanik azure itu. Meski begitu, senyum penuh semangat tak pernah pudar dari wajahnya innocentnya.

"Guk!"

Hingga akhirnya ekspresi membahagiakan itu sirna ketika sebuah sosok yang sepertinya tak asing memantul di kedua manik azurenya. Langkahnya terhenti. Kedua matanya mengerjab-ngerjab, memastikan apakah ia tidak salah lihat. Setelah yakin bahwa ia mengenal sosok itu, kakinya kembali melangkah. Kuroko menambah kecepatan langkah kakinya mengikuti Nigou menghampiri sebuah sosok yang tergeletak di salah satu halte bus. Surai abu-abu, bukankah itu-

"Mayuzumi-kun?"

Ia berjongkok untuk memudahkannya mengangkat tubuh yang pernah menjadi musuhnya di Winter Cup itu. Kedua manik abu-abunya terpejam. Rupanya ia tak sadarkan diri. Dengan memendam rasa penasaran yang sedang menggeluti pikirannya, terpaksa Kuroko pun membopong tubuh yang lebih besar darinya itu ke rumahnya. Itu lebih baik jika hanya melihatnya tergeletak disini dan membiarkannya.

Kini kedua azurenya menatap pada sosok Mayuzumi yang masih tidur tak sadarkan diri. Tubuhnya ia dudukkan di kursi belajar yang ia geser ke sebelah tempat dimana orang yang ditemukannya tertidur. Wajah Mayuzumi sedikit memerah. Kuroko menjulurkan tangannya menyentuh kening sang mantan pemain Rakuzan itu. Tidak panas. Lalu, kenapa ia tergeletak disana? Apa dia punya penyakit lain? Atau ia tersesat dan belum makan selama beberapa hari? Mana mungkin.

Dan sepasang azure Kuroko mengerjab beberapa kali ketika menangkap beberapa pergerakan dari pemuda yang kini terbaring di kasurnya. Dan ketika kelopak mata itu mulai mengerjab menampilkan sepasang manik abu-abunya, kedua bola mata Kuroko membulat polos, tidak sabar menunggu Mayuzumi yang akan terbangun dan menjawab semua rasa penasarannya.

Mantan pemain Rakuzan itu terbangun dengan keadaan yang sangat berantakan. Kepalanya menoleh kesana kemari, menyesuaikan cahaya dengan kedua bola matanya. Dan ketika seorang remaja mungil memenuhi indra penglihatannya, selimut hangat yang membalut tubuhnya ia enyahkan. Ia mundur dan tembok yang ada di belakangnya kini menjadi sandarannya.

"Di...dimana aku?"

"Di rumahku," jawab Kuroko singkat.

"Di rumahmu?!" kepala sang senpai itu kembali menoleh kesana kemari. "Jelaskan padaku bagaimana aku bisa berada di rumahmu."

Kuroko menggeleng. "Mayuzumi-kun dulu yang menjelaskan padaku bagaimana kau bisa tergeletak disana."

"Tergeletak?"

"Dan wajah merahmu itu."

Mayuzumi mencerna beberapa kata yang dilontarkan si bayangan Seirin itu. Tergeletak. Wajah memerah. Oh, jadi pada akhirnya ia benar-benar pingsan waktu itu. Ia memegangi kepalanya yang masih terasa begitu pening. Hal terakhir yang ia ingat yaitu ketika seorang teman sekampusnya mengajaknya ke kedai dan memberikan minuman yang tidak Mayuzumi ketahui. Jangan-jangan minuman itu-

-alkohol? Ah, betapa polosnya dirimu, nak. Bau alkohol saja tidak pernah tahu. Tidak heran jika ia langsung mencoba minuman apa yang disodorkan temannya. Dan setelah itu ia berjalan entah kemana dengan keadaan yang sangat tidak enak.

"Mayuzumi-kun?"

Kuroko yakin bahwa panggilannya barusan berhasil mengembalikan Mayuzumi dari ingatannya di masa lalu ke alam sekarang. Manik baby bluenya masih menatap tajam sepasang abu-abu jernih. Dan beberapa detik kemudian, tubuh yang memantul di kedua baby blue itu kembali terjatuh dan bertemu dengan bantal cyan di atas kasur.

"Mayuzumi-kun? Daijoubu desu ka?" Kuroko terbangun dari duduknya dan membenarkan posisi Mayuzumi yang baru ambruk lagi. Sebuah bau yang khas menggelitik indra penciuman Kuroko. Tidak salah lagi. Kuroko kenal bau ini.

"Mayuzumi-kun, kau mabuk?"

Kedua manik abu-abu Mayuzumi perlahan kembali terbuka, dan langsung menatap intens pada kedua baby blue yang ditangkapnya.

"Katakan namamu."

Kedua bola mata Kuroko mengerjab penuh keheranan, apa ia tidak mengingat namanya?. Namun tidak sopan jika ia mengabaikan pertanyaan sang senpai begitu saja. "Kuroko Tetsuya."

"Kau harus membantuku, Kuroko."

Kini, nada remaja yang mungkin dua tahun lebih tua dari Kuroko itu mulai seperti memohon. Membantu? Memangnya sang senpai itu sedang kesulitan apa?

"Apa yang bisa aku bantu, Mayuzumi-kun?"

Gelisah. Perasaan tak nyaman menggeluti tubuhnya. Seolah-olah ada sesuatu yang ingin keluar dari tubuhnya. Kedua maniknya menatap si kouhai di depannya dengan sayu. Namun, Mayuzumi bukanlah orang sepolos itu. Membaca sekian banyak light novel tentu memberinya pengetahuan sedikit-demi sedikit.

Dan ia bukannya tidak menyadari perasaan resah apa yang kini hinggap di tubuhnya. Salah satu efek minuman beralkohol sudah mulai memunculkan tanda-tanda. Tangan kanannya mencengkeram kemeja bagian dadanya hingga membuatnya kusut. Dan tidak ada pikiran lain di otak Mayuzumi, bayangan akan Kuroko terus mendesak semua ingatan serta pikirannya pergi dari waktu sekarang.

Gairah Mayuzumi sedang bangkit. Sebagai sesama pecinta buku, Kuroko tahu pertanda gerak-gerik itu. Sebulir keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Haruskah ia?

Tak diberi waktu untuk berfikir lebih lama lagi, kedua tangan Mayuzumi keburu mencengkeram kedua bahu Kuroko. Mebalik posisi dengan cepat dan begitu sadar Kuroko sudah berada dalam kurungan kedua kaki sang mantan power forward Rakuzan.

"Ma-Mayuzumi-kun..."

"Aku...tidak tahan...lagi."

Satu kalimat itu melebarkan kedua manik cyan Kuroko. Dan perlahan namun tak bisa ditebak, Mayuzumi meraup bibir ranum remaja yang ada di bawahnya. Memusatkan semua fokusnya pada si pecinta vanillamilkshake, bagai hewan yang menemukan mangsanya.

Apa ini? Pemandangan yang bahkan belum pernah masuk dalam memori otaknya. Bibir dengan sedikit aroma alkohol menyapu bibir Kuroko, yang entah bagaimana terasa manis. Kedua manik baby blue Kuroko yang semula melebar kini perlahan mengendur, luluh. Ia yakin, jika terus-terusan begini, tubuhnya mungkin akan memberikan respon positif dan ikut menikmati alur permainan orang yang bahkan hanya berstatus kenalannya atau bahkan mantan lawannya.

Begitu jarak terbentuk, Kuroko segera menghirup udara banyak-banyak untuk mengisi pasokan oksigennya. Wajah Mayuzumi yang begitu dekat memenuhi pandangan matanya. Wajahnya begitu merah, dan sudah pasti itu disebabkan pengaruh alkohol dalam dirinya. Kedua bola mata yang menyiratkan pandangan kosong itu terlihat dikuasai nafsu. Dan belum sempat Kuroko memperhatikan lebih banyak lagi, bibirnya kembali disapu. Bahkan lebih intens.

"Mmh..."

Dalam kuncian bibirnya, Kuroko berusaha menyebut nama si penyerang. Namun berhubung panggilan itu lebih mirip desahan, sepertinya Mayuzumi salah mengartikan panggilan itu. Tangan kanannya yang bebas mulai berpetualang di tubuh mangsanya. Membuat Kuroko makin mengerang menerima sensasi yang tidak biasa diterimanya itu.

"Vanilla, eh?" ucapan pemuda bersurai abu-abu itu memutus tautan bibir mereka. "Bahkan disaat kau tidak minum minuman manis itu, rasa vanilla masih menguar dengan kuat dari dirimu."

"Mayuzumi-kun? Ukh..."

Berkomentar saja tidak diberi kesempatan. Sang senpai benar-benar agresif kali ini. Sebenarnya, berapa takaran alkohol yang diminumnya? Tangan Mayuzumi sudah menyusup ke dalam piyama si phantom Teikou. Mengelus, meraba, memberikan sensasi nikmat yang terasa tidak pernah cukup. Dimainkannya kedua nipple Kuroko yang sudah menegang. Berharap si kouhai mengeluarkan desahannya lagi.

"Ma...yu...Mayuzumi...-kunhh..."

Ah, akhirnya keluar. Nada yang begitu merdu itu keluar seolah-olah meminta lebih. Kembali diraupnya bibir mungil Kuroko. Kini bahkan lebih intens. Daging tak bertulang miliknya memaksa menembus sela-sela bibir ranum Kuroko. Dan dengan mudahnya kini lidahnya bertemu dengan lidah sang mangsa. Mengajaknya berdansa, tak lupa mengabsen tiap deretan giginya. Lama kelamaan saliva yang entah milik siapa mengalir dari sudut bibir si remaja baby blue.

Jika tidak mengingat adanya kebutuhan oksigen, mungkin tautan itu tidak akan pernah berakhir sampai mahasiswa tahun pertama itu benar-benar sadar. Saliva yang menghubungkan kedua bibir itu makin lama makin terputus seiring melebarnya jarak.

Kedua manik Mayuzumi berkilat menatap bibir basah si atlit basket muda Seirin yang jadi mangsanya itu. Pandangan mata innocent dari baby bluenya sirna, berubah menjadi tatapan sayu yang meminta diberi service lebih.

"Kau bahkan lebih memabukkan dari alkohol, Tetsuya."

.

.

.

Tbc

.

.

.

(A/N)

Kyaaahahaha, gue bikin apaan inihh...?! Udah lama nggak bikin rated M dan author makin menggila begitu membayangkannya. Apa kata-katanya terlalu bertele-tele? Author sedang berusaha mengurangi kecepatan alur, dan takutnya malah kelambatan ._.

Fic ini Kuga buat berdasarkan request dari Yunjou-san. Semoga tidak mengecewakan. :D

Dan padahal masih ada fic multichap lain yang baru update, tapi malah publish lagi, rated M pula. Maafkan kenakalan author ._.

Sekian chapter satu ini dibuat. See you in the next chapter ^o^/ Mind to RnR?