"Kau—barusan bilang apa, bocah ?" Seorang pria tampan bersurai raven menaikkan sedikit alisnya, kalau saja imejnya bukan stoik, tanpa ragu pasti ia sekarang sedang mengorek telinganya memastikan ia tidak salah dengar.
"A-aku—aku menyukaimu Sir Rivaille!" Jawab pemuda manis yang lebih tinggi sepuluh senti dari pemuda yang dipanggilnya 'Sir' itu.
"…"
"…"
Hening, bola mata pemuda raven perawakan perancis-Jepang itu membola setelah memastikan telinganya memang tidak salah mendengar penyataan salah satu mahasiswanya ini. Sedangkan pemuda manis bermata Jade sebesar kelereng, perawakan Jerman—Eren Jaeger sibuk memainkan jarinya, sesekali melirik kerahnya. Gugup. Tentu saja, Rivaille tau betul jika pemuda di depannya ini sedang menetralisir rasa gugupnya—walaupun tetap saja terbaca jelas.
Namun yang tidak Rivaille mengerti adalah 'mengapa dan Kenapa?' Eren menyatakan cinta kepadanya bak perempuan yang malu-malu meong, yang notabene nya adalah 'Pria'. Sekali lagi ditekankan, 'PRIA'. Sama-sama makhluk berkelamin sejenis dengannya. Oke, sebenarnya Rivaille tidak terlalu bebal juga—mungkin Eren memang kelainan orientasi seksual seperti—Gay? Atau memang tidak tahan dengan pesona wajah tampannya?
Rivaille hanya tidak menyangka saja jika Eren Jaeger, pemuda manis, polos, dan populer dikalangan wanita ini—sebut saja belok, jika Rivaille tabu mengatakannya.
"..S-sir ?"
Rivaille tersentak, terlalu lama tenggelam dalam jibaku nya sendiri membuatnya tanpa sadar terdiam beberapa saat. Dan sekarang, entah kenapa menjawab pertanyaan Eren membuatnya seperti dihadapkan dengan dua pilihan, masuk ke dalam sumur atau dimakan titan.
"Ehem!"
Rivaille berdeham pelan. "..Sejak kapan kau—menyukaiku ?" demi titannya Hanji, Rivaille ingin sekali ditelan bulat-bulat—sekarang juga! Harusnya dia to the point saja agar bisa cepat lepas dari situasi paling horror selama hidupnya ini.
"E-eto .. Sudah sejak dua tahun yang lalu Sir." Eren mencicit
'DUA TAHUN?!' tolong deh Rivaille, dua tahun lamanya mengajar Eren tanpa menyadari perasaan yang iya iya macam itu?! anda tralala.
Memori Rivaille kembali berputar, bukan apa-apa sih hanya saja dia mendadak teringat saat dirinya berganti pakaian di depan Eren dengan alasan bajunya basah kuyub terguyur hujan. Apa yang dipikirkan Eren saat melihat tubuh seksi dan perut kotak-kotak nya? Tidak, tidak! Harusnya bukan itu!
"—Jadi, kau ingin aku memberi jawaban?" Tanya Rivaille dengan sebulir keringat meluncur di pelipisnya.
Eren tertunduk, sesekali memandang wajah Rivaille dengan tatapan Harap-harap cemas. Sekarang apa yang harus dikatakan oleh Rivaille? Sebenarnya sih tidak tega, tapi dia kan—
"Ah! Rivaille disini rupanya, sedang apa kau disini?" Potong seorang wanita surai coklat muda dengan iris madunya, membuyarkan pikiran Rivaille yang melalang buana entah kemana. Sekaligus, terselamatkan.
"Miss Petra ?" Eren buka suara.
"Eh, Eren kau juga disini?" Sapa wanita cantik sekaligus dosennya—Petra Ral.
"Ya, seperti yang anda lihat Miss. Anda sendiri ?" tanya Eren basa-basi sambil meringis, yang dalam hati sebenarnya sudah ingin sekali mengambil boneka voodo.
"Aku mencari Rivaille, kami akan makan malam bersama dan ternyata ada disini." Balas Petra ramah.
Seolah antena kasat mata Eren mendadak berdiri, Eren berucap "—Makan malam ?"
"Begitulah, benar 'kan Rivaille ?"
"Ya."
Petir menggelegar, otak secuil Eren mulai macet. Dugaan terburuk yang tidak ingin ia bayangkan sepertinya menjadi nyata –atau belum, semoga saja.
Eren mencoba tenang, "Apa Miss Petra dan Sir Rivaille—"
"—Itu benar Jaeger, Kami sudah bertunangan. Minggu depan kami menikah, dan—" omongan Rivaille terputus saat hendak berbisik ke telinga Eren, "—maaf Jaeger Aku bukan Gay."
Kemudian terdengarlah suara semilir angin .
Eren Jaeger 20 tahun, Ditolak pria yang dia cintai selama dua tahun karena alasan ; Bukan Gay.
Snk © Isayama Hajime
I love you but I'm not gay © anclyne
Enjoy and Happy Reading~
.
Eren Jaeger. Setelah insiden penolakan oleh pria pujaan hatinya itu masih berdiri mematung di koridor kampus seolah jiwanya melayang. Mungkin akan seharian ia berada disana jika seorang gadis tidak mebuyarkannya.
"Waah, ditolak ya?" Dengan nada perihatin gadis itu mendekati Eren, atau malah—mengejek?
Eren tersentak, gadis bersurai coklat kemerahan dengan kentang rebus ditangannya. Lumayan manis, menurut Eren, jika saja mulutnya itu bisa dijala sedikit. Tapi,hei ! apa yang barusan ia bilang? apa dia melihat Eren nembak Sir Rivaille tadi?
"Siapa kau?" Tanya Eren dengan wajah sengal.
Gadis itu menggigit kentang rebusnya, dengan tiga kali kunyahan dan menelannya." Aku Sasha Blouse. Kau Eren Jeager kan? Lebih baik kau cari pria lain saja. Masih banyak kok diluar sana." Cerocos gadis bernama Sasha itu tanpa menghiraukan tampang Eren yang sudah setengah mampus karena serasa ngga laku.
"..H-hah? Kau ini bicara apa?" Eren meringis berusaha menjaga wibawa nya.
"Sudahlah, aku lihat kok barusan kau ditolak Sir Rivaille."
JLEB
Panah kasat mata menembus jantung Eren, kenapa bisa ada gadis bermulut sambel seperti ini? Tidak tahu kah dia kalau hati Eren yang terluka bagai tersiram air garam? Periiiih.
"I-itu bukan urusanmu!"
"Eh? Kenapa? Aku kan hanya berbuat baik." Seru Sasha Sembari menggigit kentang rebusnya dengan ekspresi kelewat polos.
'Berbuat baik apanya?!' batin Eren sewot. Memijit-mijit dahinya, sambil mentap Sasha dari ujung kaki sampai ujung rambut. "Hmm.." Eren bergumam mengelus-elus dagunya bak om-om mezum yang lapar perawan. Nampaknya ditolak Rivaille berefek runtuhnya jiwa polos Eren.
"Ada apa?" Tanya Sasha. Sebenernya agak merasa ngeri juga dipandang Eren ambigu begitu. Begini-begini Sasha juga gadis, masih ting-ting pula.
Mungkin.
"Ah, tidak apa-apa. Kalau dilihat-lihat kau manis juga." Mendadak Sasha berhenti mengunyah.
"Jadilah pacarku." Seolah tak dapat terong wortelpun jadi.
Pluk.
Sasha menjatuhkan kentang rebusnya. Matanya mengerjap, mulutnya menganga shock luar binasa—dan Eren nyengir pede. Kalo dipikir lagi, ngapain juga galau karena ditolak Sir Rivaille? Sakit sih iya. Tapi kali aja Sasha bisa bikin dia move on. Sekaligus pamer sama dosen cebol itu kalau Eren Jaeger bisa dengan mudah menaklukkan wanita. Iyalah! Siapa juga gitu wanita yang mau nolak seorang Eren Jaeger?!
"A-ano, maaf tapi aku sudah punya pacar." Cengiran Eren lenyap bagai debu.
Haha! poor Eren.
"..K-kau pasti bohong. Lagi pula apa pacarmu lebih tampan dari aku heh?" Sumpah anda kelewat narsis.
"Pacarku memang tidak tampan tapi—"
"—Nah! Kalau begitu putuskan saja dia." Eren berseru sombong, tak terima kenyataan jika hari ini dia akan ditolak dua kali. Mau taruh dimana wajahnya nanti?
"Putuskan siapa ?"
Eren dan Sasha menoleh ke asal muasal suara yang ngga ada listrik tapi nyambung.
"Annie!" Keduanya memekik kompak.
"Sedang apa kalian berdua?" Gadis pirang berwajah stoik, teman sekelas Eren—Annie Leonhart itu berjalan mendekat.
"Kau sendiri?" balas Eren memutar bola matanya bosan. 'Mengganggu saja' batinnya.
"Aku—" Ucapannya berhenti saat gadis stoik itu meraih dagu Sasha dan mendaratkan kecupan ringan dibibirnya." –aku mencari Sasha." Bola mata Eren yang segede gundu henshin jadi bola pingpong.
"A-annie!" Pekik Sasha yang malu karena dikecup tiba-tiba.
"Aku hanya membersihkan remah kentang dibibirmu."
"H-Hei ! K-kalian p-pa-c-ca-ran ?" Eren mendadak tergagu .
"Memang. Ada masalah, Jaeger ?"
Dan— detik itu juga, Eren hanya bisa tertawa getir dalam hati. HA HA !
Eren Jaeger 20 tahun, ditolak dua kali dalam sehari dengan alasan; Bukan Gay dan Lesbian.
Sekian.
.
.
** I love you but I'm not GAY !**
.
.
Lagi, Eren mengotori udara disekitarnya dengan menghela nafas. Duduk di pojok dekat jendela dalam sebuah café, menatap orang-orang lalu lalang di seberang tanpa minat. Entah kesialan apa lagi yang akan dialami nya setelah dua kali penolakan. Well, sebenarnya wajar saja sih kalau Eren bisa sampai ditolak, karena pernyataan cinta nya itu agak—sangat tidak biasa. Pertama, dengan Sir Rivaille yang jelas-jelas memang seorang pria tulen! Wajar kalau Eren ditolak, kecuali dosennya itu berubah pikiran terus jadi maho. Yang kedua, Sasha Blouse gadis tulen juga! Kalau gadis biasa tanpa diminta pasti mengemis-ngemis cinta Eren. Tapi—tentu saja orientasi seksual Sasha yang melenceng alias lesbian, jelas diluar prediksi Eren. Sudah tidak terpikir lagi bagaimana wajahnya nanti didepan teman-temannya, mau taruh di dengkul atau di kantung kresek pokoknya tak peduli. Yang penting sekarang kokoro nya sakit kit kit! Titik! Eren butuh hiburan.
Sedikit menyesap kopi yang ia pesan. Dingin—tanpa sadar kopi 'nya dingin, sedingin udara diluar sana, namun tak sedingin kokoro Eren yang membeku.
Diapun melambaikan tangannya memanggil seorang pelayan. Setelah memesan dan menunggu beberapa menit, tak lama kemudian datanglah seorang pelayan berkuda putih, alias pelayan berwajah kuda tapi kece bukan kecelakaan dengan membawa senampan pesanan kopi, termasuk pesanan Eren.
"Ini pesanan kopi anda tuan." Ucap pelayan itu sembari meletakkan kopi diatas meja Eren. Eren menoleh, matanya menangkap sosok pemuda bertubuh tegap bersurai kelabu bergaya militer. Hijau bertemu coklat . Terpaku, seolah iris itu menyedotnya ke dasar jurang terdalam.
"Tuan?"
"Eh?" Eren tersadar. 'apa-apaan sih, terpesona? tidak mungkin.' Batinnya.
"Kopi anda." Ulang si pelayan.
"A-ah ya terima ka—HEI!"
"Apa ada yang salah tuan ?" tanya si pelayan menautkan alisnya.
"Sudah jelas kan?! Aku pesan kopi susu, bukan kopi hitam." Protesnya, jelas mood Eren sedang tidak bagus hari ini, setelah insiden mengenaskan.
"Oh, kalau begitu biar saya ganti. Mohon tunggu sebentar." Jawab si pelayan tenang.
"Tidak. Aku mau langsung pulang saja!" Tolak Eren sembari beranjak dari kursinya.
"Tapi tuan?!" Menangkap pergelangan tangan Eren dengan sebelah tangan, mencegahnya pergi.
Eren tersentak kaget, "Lepaskan tanganku!" sembari menepis tangan si pelayan dengan kasar, dan tanpa sengaja menjatuhkan nampan berisi cangkir-cangkir kopi yang dipegang si pelayan
PRANG
Suara cangkir yang pecah, menumpahkan isinya, mengotori lantai dengan noda cairan hitam pekat. membuat pandangan pengunjung café lainnya menatap kearah Eren. Mata jadenya membola, apa yang harus dia lakukan? Merasa harus bertanggung jawab karena ketidaksengajaannya membuat cangkir-cangkir itu pecah. Tapi dilain sisi Eren juga merasa itu bukan salahnya karena si pelayanlah yang membuatnya kesal-coret-bertambah kesal.
"—Hah, benar-benar ceroboh. Aku mau pulang!" Cemooh Eren tanpa belas kasih pada si pelayan.
Belum jauh Eren melangkah, lagi-lagi ia merasa pergelangan tangannya ditarik dengan paksa.
"Hei kau!" Seru si pelayan angkuh. Mencengkram kerah kemeja Eren dengan kasar membuat wajah mereka begitu dekat hingga dapat merasakan hembusan nafas masing-masing. Si pelayan menatap dengan tatapan penuh amarah seolah emosi yang sedari tadi dia tahan membuncah keluar. Eren bergidik.
"—M-mau apa kau hah?!" Eren memekik, sambil mencoba melepaskan cengkraman tangan si pelayan dari kerah kemejanya.
"Kau. Harus. Ganti. Rugi. Tuan!"
"Hah ?! Apa kau bilang? Ganti rugi? Itu kan salahmu sendiri bodoh!" Seru Eren nyalang, kali ini dia berhasil melepaskan diri.
"Oh? Salahku? kan kau yang membuat nampanku jatuh heh, kau pikun?"
"Apa?! Berani sekali kau muka kuda!"
"Dan kenapa aku harus takut padamu, muka bayi!"
"Kau-"
"Apa? Kau mau meninjuku, heh?"
"Huh! Maaf saja ya, aku tidak sudi menyentuh wajah sialanmu!"
"Dasar muka bayi!"
"MONCONG KUDA!"
"BANCI!"
"KUDA!"
"BA—"
"JEAN KIRSCTHEIN!" Suara lengkingan seseorang memutus pertengkaran a la bocah kencur kedua pemuda itu.
"Ekh! B-bos."
"Keruanganku. Sekarang. Juga!"
.
Sore yang dingin, sesekali Eren menggosokkan kedua telapak tangannya. Menempelkan pada kedua pipi lalu kembali memasukkan tangannya kedalam saku mantel yang ia pakai .Setelah permintaan maaf dari pihak café atas kesalahan pelayan menyebalkannya itu, Eren dapat bernafas lega. Sungguh sial hari ini, benar-benar menguras tenaga dan emosi. Yah, setidaknya dia tidak perlu mengganti rugi atas pecahnya cangkir-cangkir kopi tadi. Bisa mati kelaparan seminggu jika itu benar terjadi. Lalu nasib si pelayan yang disebut-sebut tadi? Siapa namanya? Jean atau apalah—ah! Masa bodoh, peduli amat. Paling-paling dia kena SP atau terburuknya dipecat. Biarlah, toh dengan begitu dia tidak akan bertemu dengan pelayan menyebalkan itu lagi.
Sejenak saat duduk di halte, menunggu bus yang akan datang. Eren kembali meratapi nasibnya hari ini, ditolak dua kali ditambah adu mulut dengan pelayan café. Ada apa sebenarnya hari ini? Apa salah Eren?! seingatnya dia tidak melakukan sesuatu yang aneh. Bahkan dia sempat cium tangan mami Carla sebelum pergi tadi pagi.
Menghela nafas, Eren dengan malas mengambil dompet dari kantung celananya mengeluarkan kartu member pengguna Bus. Tanpa sengaja, kartunya jatuh tepat dibawah kakinya, saat membungkuk hendak memungutnya, tangan orang lain sudah lebih dulu mencapai kartu miliknya dan menyodorkan padanya. Eren menegadah.
"Terimaka—" Bola matanya membulat sempurna saat menyadari siapa yang ada di depannya.
"KAU!" keduanya memekik kompak.
"PELAYAN MUKA KUDA!"
"SI MUKA BAYI!"
.
.
.
Tbc.
