YAAAAA, sashiburidanaaaaa~~ w/

Sudah lama sekali saya tidak berkelana di dunia menulis ini. Sekarang saya baru memulainya kembali setelah dua tahun menghilang dan tenggelam. Mumpung idenya masih segar dan semangat yang membara ini belum hilang sebisa mungkin tulisan ini harus selesai secepatnya hahahahaa~~~#dilempar kalengbekas

Saya pernah nulis fic di fandom ini, tapi ga beres dan menghilang begitu saja hohoho#dilemparlagi

Semoga fic saya kali ini tidak mengecewakan para reader semua yaa~

Daaannnn…

Semoga kalian berkenan membaca fanficku kali ini..

Selamat membaca minna-san ^^


Eyeshield 21 Riichiro Inagaki & Yuusuke Murata

What About Now

by : DiaNa MoGami

Main Character: Wakana Koharu

Genre : Drama/Romance

Rate: T(to be safe)

Warning: sedikit AU, OOC( pasti, apalagi saya belum tahu pasti bagaimana karakter Wakana sang tokoh utama dan karakter lainnya)#padahalsengaja, past and future fic, Typo( pasti ada banyak terutama saya sudah lama tidak menulis), humornya garing, romance kurang, dll…


Aku merasa kembali pada masa itu. Masa dimana kumengenalmu dan yang lainnya. Aku terbawa pada perasaan itu lagi, perasaan yang sudah lama kutinggalkan. Kini, aku teringat padamu lagi. Bolehkah sedikit saja kumengenangmu dan semua cintamu, Cinta Pertamaku? Aku benar-benar merindukanmu….


First POV

9 tahun yang lalu

Pagi ini aku menunggunya di depan gerbang sekolah berharap dia akan datang tepat lima menit dari sekarang. Sebenarnya sekarang pun aku sedang menunggu teman sekelasku, tapi ini hanya sebagai modus supaya aku bisa melihatnya datang meski hanya berpapasan.

DEG

Yang ditunggu sudah datang, dia berjalan melewatiku tepat disampingku. Dia sedang mengobrol dengan teman disampingnya, entah apa yang mereka bicarakan namun aku melihat ia sedikit tertawa. Jantungku berdebar meski hanya seperti itu. Senyumannya sangat menawan, aku sangat suka dengan senyumnya.

"Koharu." panggil seseorang seraya melambaikan tangannya padaku ia berjalan menggunakan in-line skatenya. "Sudah datangkah?" tanyanya padaku dan aku mengerti maksudnya.

"Sudah. Dan seperti biasa dia memang mengagumkan." pujiku pada lelaki yang sudah berjalan jauh di depanku.

Kami berjalan bersama menuju kelas yang sekarang sudah rebut dengan kicauannya masing-masing.

Aku duduk di bangku paling depan pojok kiri, sementara temanku duduk di belakangku. Setelah duduk dan menyimpan tas aku membalikkan badanku menghadap temanku tersebut, sebenarnya dia teman dekatku, Suzuna Taki namanya.

"Jadi, masih belum ada perkembangan apapun meski hampir setiap hari kau ada bersamanya?" tanya Suzuna dengan ekspresi tidak percaya.

"Ini tidak semudah yang kau pikirkan. Memang aku ini hampir setiap hari bisa bertemu dengannya sepulang sekolah, tapi itu 'kan berbeda. Bahkan disaat dia mengajakku bicara pun aku selalu merasa gugup. Padahal mungkin yang ia rasakan tidak seperti itu padaku." jawabku sedikit kecewa dengan jawabanku sendiri.

Suzuna menopangkan dagunya dengan satu tangan seraya menggelengkan kepalanya. Aku tahu dia pasti kesal karena sudah satu tahun ini aku menyukai seseorang disekolahku namun sampai sekarang aku masih belum bisa dekat dengannya.

"Semangatlah, Koharu." Suzuna menepuk pundakku pelan.

Aku hanya mengangguk pelan.

Teettt Teeettt

Bel sudah berbunyi tanda masuk kelas dan aku pun segera mengubah posisi dudukku menghadap papan tulis. Kelas seketika hening karena guru masuk ke dalam kelas.

"Berdiri." kata ketua kelas lantang memberi instruksi pada seluruh murid yang serentak berdiri. "Beri salam."

"Ohayougozaimasu, sensei." ucap kami serentak pada guru.

"Ohayou, minna-san." salas Pak guru seraya menyimpan bukunya diatas meja dan kamipun kembali duduk. "Hari ini kita kedatangan murid baru, dia akan mulai belajar hari ini bersama kalian. Sakuraba-san silakan perkenalkan dirimu."

Hampir seluruh murid termasuk aku menoleh kearah pintu untuk melihat murid baru tersebut. Murid baru? Dipertengahan semester?

Murid baru tersebut masuk dan berdiri disamping pak guru yang kemudian menuliskan namanya dipapan tulis.

Haruto Sakuraba

"Namaku Sakuraba Haruto, mohon bantuannya semua." katanya pada kami semua.

"Baiklah Sakuraba-san, kau duduk disitu." Pak guru menunjuk bangku disampingku yang memang kebetulan kosong.

Sakuraba pun segera duduk di bangku tersebut dan menyimpan tasnya. Aku menoleh kearahnya dan dia pun tersenyum padaku, otomatis aku pun balas tersenyum padanya. Lelaki ini cukup manis dan lucu, dia tinggi meski sedikit kurus dan rambutnya lurus berwarna pirang. Tipe yang disukai kebanyakan perempuan.

"Sakuraba Haruto." ujarnya seraya mengulurkan tangan tanda ia ingin berjabat tangan.

Aku pun mengulurkan tangan dan menjabat tangannya. "Wakana Koharu."

"Yoroshiku." ucapnya lagi.

"Yoroshiku."

Sedikitnya beberapa perempuan dikelasku bisik-bisik akan ketampanan murid baru ini. Yah, dia memang pantas disukai.

Kelaspun dimulai seperti biasanya, membosankan, menjenuhkan apalagi sekarang ini kami adalah kelas tiga yang sebentar lagi akan menghadapi ujian. Otomatis pelajaran yang diberikan lebih berat dari biasanya, belum lagi tugas yang sering diberikan guru-guru itu menambah stress kami-para murid. Rasanya lama sekali menuju istirahat, padahal jika sudah saatnya istirahat waktu terasa cepat berlalu.

Aku ingin segera bertemu dengan pujaan hatiku, hahaha. Berlebihan memang menyebutnya seperti itu, tapi itu 'kan memang hal aku rasakan padanya.


Teeettt teeetttt

Akhirnya saat yang ditunggu telah tiba, aku segera memasukkan bukuku kedalam tas dan bersiap menuju kantin.

"Semangat sekali." ujar Suzuna jahil padaku.

"Iri, ya?"

"Tidak."

Kami pun hanya tertawa kecil saat berjalan menuju kantin. Saat ini kantin pasti sangat penuh karena memang pada jam istirahat seperti ini banyak murid-murid yang kelaparan.

Sementara aku sendiri mencari sosok lelaki tinggi yang biasanya selalu datang menghampiri stand kare di ujung kantin. Dia biasa memesan nasi kare dan selalu membeli minuman dalam botol dingin. Entah sejak kapan aku memperhatikannya hingga seperti itu, tapi sangat jelas 'kan bahwa aku ini memang menyukainya. Dan benar saja ia memesan nasi kare dan minuman dingin dalam botol.

Dia duduk tepat dua bangku dibelakangku. Aku memang tidak melihatnya, tapi auranya sangat terasa olehku. Ini sungguh. Dia sedang bersenda gurau dengan teman-temannya disana padahal mulutnya sedang penuh makanan seperti itu.

"Hei Wakana-san." panggil seseorang dari belakangku.

Aku pun menoleh kearah suara tersebut, ternyata salah satu temannya memanggilku. "Ya."

"Aku ingin tahu kapan kegiatan klub kita diberhentikan. Sebentar lagi 'kan kita akan ujian." ujarnya.

Aku membalikkan badanku supaya lebih nyaman berbicara dengan orang tersebut dan siapa sangka ternyata dia berada tepat di depanku.

"Aku masih belum bisa memastikan karena klub yang lain pun masih melakukan beberapa latihan." jawabku setenang mungkin.

"Baiklah, setidaknya beritahu kami. Kau 'kan manager klub."

"Tentu."

Aku kembali membetulkan posisi dudukku. Ya, aku ini memang seorang manager sebuah klub olahraga American Football di sekolah ini sejak setahun yang lalu. Dan lelaki yang kusukai itu pun termasuk anggota klub ini, tapi aku tidak pernah bisa bicara banyak dengannya, aku terlalu malu dan gugup. Lelaki itu memang paling hebat di klub, dia paling kuat diantara semuanya. Namanya Shin Seijirou. Aku sudah menyukainya sejak menjadi manager klub amefuto ini. Dia sudah mencuri banyak perhatianku dengan sosoknya yang mengagumkan. Aku senang memperhatikannya saat latihan dan lagipula inilah satu-satunya cara supaya aku bisa bertemu dan melihatnya sepuas yang aku mau. Ingin sekali aku bersikap biasa seperti aku bersikap pada teman-teman klub lainnya, tapi ternyata memang susah jika itu berhadapan dengan orang yang kita sukai. Aku hanya bisa bersabar karena pasti ada cara lain supaya aku bisa bicara dengannya secara normal(?). Karena memang selama ini Seijirou-kun terlihat dingin dan cuek jadi aku sering berpikir mungkin ini yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan.

"Klubmu masih melakukan latihan?" tanya Suzuna yang berada dihadapanku dengan minuman dinginnya.

"Ya, tapi mungkin minggu-minggu ini akan dihentikan. Lalu apa klubmu sudah berhenti latihan?" tanyaku balik.

"Sudah. Minggu kemarin pelatih menyuruh kami untuk fokus belajar dan akan digantikan oleh anak kelas 2 serta anak kelas satu."

Suzuna mengikuti klub cheerleader di sekolah, karena ia memang memiliki badan yang cukup bagus untuk menjadi seorang cheerleader. Cocok untuknya.

"Suzuna-senpai." seseorang menghampiri Suzuna.

"Ya."

Sepertinya dia adik kelas yang satu klub dengan Suzuna.

"Ano, pelatih menyuruhku memanggil Suzuna-senpai katanya ada yang ingin beliau bicarakan dengan senpai."

Suzuna menatapku dan mengangkat kedua alisnya seolah mempertanyakan apakah ia boleh pergi atau tidak.

"Pergilah, aku akan ke kelas sendiri nanti."

"Maaf ya, Koharu." Suzuna menepuk kedua tangannya meminta maaf sebelum akhirnya pergi dengan adik kelasnya.

Sekarang tinggal aku sendiri di kantin, aku mencoba menoleh kebelakang untuk melihat apakah Seijirou-kun masih ada disana atau tidak. Ternyata ia masih berada disitu bersama anggota klub yang lain. Setelah melihatnya aku pun memutuskan untuk kembali ke kelas, apalagi tidak banyak yang bisa kuperbuat meski dia berada di dekatku. Payahnya aku.

"Waaww, bagus sekali gambarmu." pujiku pada gambar buatan Sakuraba yang tidak sengaja aku lihat saat masuk ke kelas.

Sakuraba langsung memasukkan bukunya ke dalam kolong meja.

"Kenapa? Aku tidak boleh melihatnya, ya?" tanyaku masih berada dihadapannya.

"Ah bukan begitu, tapi ini hanya gambar biasa."

Aku duduk dibangkuku namun tetap menghadap Sakuraba yang masih memegang bukunya yang berada di kolong meja.

"Jadi aku tidak boleh melihatnya?" tanyaku lagi.

Sakuraba menoleh padaku beberapa kali, sepertinya dia ragu untuk menunjukkan hasil karyanya itu padaku.

"Gambar yang aku buat ini sangat istimewa untukku, karena didalamnya hanya ada orang-orang yang berarti bagiku." jawabnya.

Aku mengangguk tanda mengerti apa yang ia bicarakan. "Baiklah, tidak apa-apa. Tapi mungkin suatu hari bolehkah aku memintamu untuk menggambarku?"

"Tapi…."

"Hahahaa, tenang saja aku hanya bercanda. Kau 'kan hanya menggambar orang-orang yang berarti bagimu."

"Terima kasih."

"Oh ya, kenapa kau pindah di pertengahan semester seperti ini?" tanyaku memulai percakapan dengannya.

Sakuraba benar-benar memasukkan bukunya kali ini ke dalam kolong meja dan melipat kedua tangannya diatas meja dan memutar kepalanya kearahku.

"Ibuku meminta kami supaya pindah kemari, jadi mau tak mau aku harus ikut. Lagipula aku tidak ingin meninggalkannya sendiri disini." jawabnya dengan mengembangkan senyum. Senyumannya manis.

"Ayahmu tidak ikut pindah bersama kalian?"

Sakuraba menundukkan kepalanya dan kembali mengangkatnya pelan. Ia seperti menerawang seseuatu.

"Beliau sudah tidak ada. Jadi hanya kami berdua."

Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. "Maaf, Sakuraba-san. Aku tidak bermaksud seperti itu."

Ia kembali tersenyum kepadaku. "Tidak apa-apa. Tidak perlu merasa bersalah seperti itu."

"Tapi 'kan…."

"Sudah. Aku bilang 'kan tidak apa-apa." Tiba-tiba Sakuraba mengusap kepalaku. Jujur aku terkejut dengan tindakannya barusan, tapi sepertinya aku harus meralat karena efeknya adalah rambutku menjadi berantakan.

"Apa yang kau lakukan? Rambutku jadi berantakan 'kan?" aku dengan sedikit kesal merapikan rambutku yang berantakan. Ternyata Sakuraba orang yang jahil.

"Kalau begitu akan kulakukan sekali lagi." kali ini Sakuraba benar-benar mengacak-acak rambut yang baru saja aku rapikan.

"Kau ini!" aku menepis pelan tangannya yang berada dikepalaku.

"Hahaha…" Sakuraba tertawa puas melihat rambutku yang berantakan.

"Harusnya kau minta maaf, bukannya menertawakanku seperti itu." ujarku kesal seraya masih merapikan rambut.

"Haha.. iya maaf… maaf… hahaha…" tawanya lagi dan kali ini dia memegang perutnya. "Adududuhhh, perutku sakit."

"Rasakan!" seruku merasa puas atas akibat yang ia terima karena menertawakanku.

Sakuraba masih memegang perutnya dan mencoba menghentikan tawanya. Aku merasa kita sudah menjadi teman karena Sakuraba terlihat sebagai sosok yang menyenangkan meski sedikit jahil menurutku.

"Apa yang terjadi padamu Koharu? Kenapa rambutmu berantakan seperti itu?" tanya Suzuna menghampiriku, sepertinya Suzuna sudah selesai dengan urusannya.

Aku hanya menunjuk Sakuraba dengan daguku sebagai jawabannya. Dan kulihat Suzuna bingung dengan jawabanku.

"Sakuraba-san yang melakukannya." jawabku akhirnya.

"Ah, ternyata kalian sudah saling ngobrol, ya. Aku Suzuna Taki. Salam kenal." Suzuna memperkenalkan dirinya pada Sakuraba yang berada disampingnya.

"Salam kenal." balas Sakuraba.

"Sini kurapikan rambutmu." Suzuna mengambil sisir yang berada dalam tasnya dan mulai menyisir rambutku yang kusut.

Suzuna memang perhatian padaku. Dia adalah teman disaat susah maupun senangku dan aku tidak akan menemukan seseorang sepertinya lagi disini. Walaupun terkadang Suzuna sering berkata seenaknya, tapi semua itu tidak aku anggap serius kecuali jika memang sedang marah.

"Terima kasih Suzuna." kataku padanya. "Awas kau, jangan coba-coba berbuat seperti itu lagi!" ancamku padanya, sebenarnya tidak serius sih.

Sakuraba hanya tersenyum dan berkata, "Aku tidak bisa janji seperti itu." jahilnya dengan menjulurkan sedikit lidahnya padaku.

"Sakurabaaaa-saann!" aku berseru seraya mengerutkan kening.

"Hahaha, kalian ini seperti anak kecil saja." Suzuna menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Yah, sesekali bersikap seperti anak kecil tidak apa-apa 'kan?"

"Memang tidak apa-apa, tapi jika anak kecilnya sebesar kalian 'kan mengerikan juga."

Kami semua tertawa mendengar ucapan Suzuna barusan, sungguh lucu rasanya membayangkan anak kecil yang sebesar kami. Aku membayangkan sebesar apa orang tuanya jika anaknya saja sebesar kami.

Teeeettt tteeeetttt Ttteeetttt

Tawa kami perlahan berhenti ketika bel masuk istirahat telah berbunyi. Kami mulai membetulkan posisi duduk kami dan siap menerima perlajaran selanjutnya, tapi sebenarnya kami dipaksa untuk siap karena semuanya demi kebaikan kami juga-para murid kelas tiga.

Saat kami sedang mencatat tulisan dari papan tulis tidak sengaja aku melihat Seijirou-kun melintas didepan kelasku dengan membawa setumpuk buku. Dia membawa buku-buku tersebut dengan tenang seolah buku-buku tersebut tidak berat dibawa olehnya. Aahh, aku semakin menyukainya saja…..

Saat aku menikmati khayalanku tiba-tiba secarik kertas mendarat dimejaku. Sejenak aku menatapnya dan mencari-cari siapa yang melemparkan kertas ini. Dan ternyata itu kertas dari Sakuraba karena kulihat ia mengangkat kedua alisnya padaku. Kubuka kertas tersebut dan disitu tertulis sesuatu.

Dilarang berkhayal dikelas :P

Aku tersenyum membacanya, apa sejelas itu ya aku berkhayal tentang Seijirou-kun?

Aku membalas tulisan tersebut dibawahnya dan kulempar kembali pada Sakuraba-san saat guru tidak memperhatikan.

Dilarang mengganggu orang yang sedang berkhayal :P

Kulihat dengan sudut mataku Sakuraba-san tersenyum membaca balasan dariku dan ia menuliskan kembali sesuatu dibawahnya.

Kasihan. Sepertinya aku harus menghilangkan satu kata itu dari dirimu hahaaa

Sakuraba-san melemparkan kembali padaku kertas tersebut.

Kubuka kertas tersebut. Apa maksud dari kata-katanya? Aku tidak mengerti sama sekali.

Aku tidak membalas tuisan di kertas tersebut, namun aku menoleh kearah Sakuraba-san dan mengucapkan kalimat "Apa maksudnya?" tanpa suara.

Kulihat Sakuraba-san menuliskan kembali sesuatu di kertas dan dilemparkannya kembali padaku.

Jangan hanya berkhayal, tapi wujudkan supaya kau merasakan hal tersebut sesungguhnya.

Aku membenarkan apa yang dituliskan oleh Sakuraba. Kulihat ia menatap kearahku, dan kujawab tulisan darinya hanya dengan anggukan tanda setuju atas kata-katanya barusan.

Kumasukkan kertas kertas tersebut kedalam saku seragamku dan kembali menulis namun kurasakan ada senyum yang mengembang dari bibirku.

Selama menulis aku tidak henti-hentinya memikirkan tulisan dalam kertas terakhir yang diberikan oleh Sakuraba tadi. Memang selama ini aku hanya bisa berkhayal untuk bisa dekat dengan Seijirou-kun tanpa berani mewujudkannya. Sakuraba memang tidak tahu apa yang kukhayalkan, tapi kata-katanya itu seperti memberi semangat padaku supaya jangan menyerah dan tentu saja aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan cinta Seijirou-kun.


Bel pulang yang dari tadi kami tunggu akhirnya berbunyi juga. Lega rasanya setelah seharian belajar kami pulang kerumah dan untungnya hari ini tidak ada kegiatan klub, jadi aku bisa langsung pulang ke rumah.

"Aku pulang duluan." pamit Sakuraba padaku dan Suzuna.

"Ya." ujar kami berdua bersama.

"Ano, Koharu hari ini kita tidak pulang sama-sama tidak apa-apa?" tanya Suzuna padaku saat keluar kelas.

"Memang ada apa?"

"Tadi pelatih menyuruhku menemuinya lagi setelah pulang sekolah dan aku khawatir ini akan lama, jadi sepertinya kau pulang lebih dulu saja tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa Suzu, kau pikir aku ini anak kecil yang harus selalu ditemani?"

"Loh, kau 'kan memang anak kecil yang besar." cetusnya padaku dengan tawa kecilnya.

"Suzu, sudahlah. Itu 'kan Sakuraba-san bukan aku." gerutuku padanya.

"Hahaha… iya iya aku tahu. Ne, sankyu Koharu. Aku langsung pergi, ya. Hati-hati." Suzuna melambaikan tangannya dan berlari kecil menggunakan in-line skatenya meninggalkanku yang masih berada di depan kelas.

Aku melangkahkan kakiku menuruni tangga dua lantai. Kulangkahkan pelan-pelan kakiku menuruni tangga, lebih kepada malas sebenarnya namun akhirnya aku sampai pada lantai dasar yang langsung berhadapan dengan lapangan.

Disana aku melihat Seijirou-kun sedang melempar bola amefuto kearah Takami-kun yang kemudian ditangkap olehnya dan dilempar kembali dilempar oleh Takami-kun pada Seijirou-kun. Mereka memang dekat dan sering melakukan latihan ringan seperti itu jika tidak ada latihan. Kulihat sesekali mereka melakukan percakapan yang tentu saja tidak bisa kudengar. Senang rasanya bisa melihat Seijirou-kun yang rajin berolahraga.

Saat sedang memperhatikan Seijirou-kun dan Takami-kun bermain amefuto kulihat seseorang dari arah kiriku berlari kencang dan segera naik ke tangga dibelakangku dengan terburu-buru. Sakuraba?

Aku menyusulnya menaiki tangga dan kulihat mimik diwajahnya menunjukkan kekhawatiran. Ada apa dengannya?

"Ne, Sakuraba-san? Ada apa?" tanyaku ikut berlari mengikutinya. Ia tidak menjawab dan hanya terus berlari hingga memasuki kelas kami.

Aku berhenti di depan pintu kelas melihatnya berlari terus hingga menghampiri bangku tempat ia duduk. Sakuraba-san berhenti di samping bangkunya, ia membungkuk dan mengambil sesuatu dari dalam kolong meja. Perlahan aku menghampirinya, kubayangkan bahwa ia sudah berada jauh dari sekolah namun kembali lagi kemari dengan berlari hanya untuk mengambil itu, sketchbooknya yang tertinggal. Wajahnya berkeringat karena berlari, tapi itu terbayar karena ia berhasil menemukan apa yang ia cari.

Aku hanya menggambar orang-orang berarti bagiku.

Benar-benar sangat berarti baginya, ya.

Sakuraba masih belum menyadari keberadaanku, ia memeluk sketchbook itu di dadanya. Seberharga itukah sketchbook itu baginya?

"Wakana-san…hhhh….." ujar Sakuraba terengah-engah dan tiba-tiba saja-

GREP

-Sakuraba-san memelukku erat sementara sketchbook tersebut sudah berada ditangan kanannya. Bisa kudengar hembusan napasnya yang cepat didekat telingaku. Bisa kurasakan pula dadanya yang berdegup kencang. Dan tentu saja aku masih shock saat ia memelukku seperti itu, tapi tidak ada niatku untuk melepaskannya. Entah kenapa akupun tidak mengerti.

"Haahhh… kupikir…. Buku inih… akan hhilaangghhh…." ujarnya lagi masih terengah-engah.

Aku tidak bisa membalas pelukannya yang tiba-tiba seperti ini, jadi yang bisa kulakukan hanyalah mengusapkan satu tanganku ke punggungnya yang sedikit basah karena keringat.

"Tidak apa-apa, tapi bukumu masih ada disana 'kan dan tidak hilang." kataku akhirnya mencoba bersikap tenang sebisa mungkin. "Begitu berartikah buku itu untukmu?" tanyaku padanya pelan.

Yang bisa kurasakan adalah anggukkan dari Sakuraba sebagai jawaban dan kemudian ia mulai melepaskan pelukannya.

"Maaf Wakana-san aku tiba-tiba memelukmu seperti barusan. Aku… hanya merasa senang buku ini tidak hilang." Sakuraba kembali melihat sketchbook tersebut.

"Ya. Tidak apa-apa, aku hanya terkejut saja kau tiba-tiba memelukku seperti itu. Jika boleh kusarankan sebaiknya sketchbook tersebut kau simpan di rumah supaya tidak hilang nantinya." sebenarnya aku memang masih terkejut sampai sekarang karena tindakannya barusan.

"Yah, mungkin sebaiknya begitu. Aku tidak mau kalau sampai sketchbook ini hilang. Terima kasih."

"Sama-sama."

Kami segera keluar kelas dan berjalan bersama menuruni tangga. Kami masih terdiam dalam kata karena tidak tahu apa yang harus dibicarakan. Setelah berada di lantai dasar aku merasakan ada yang terlupakan, tapi aku menepisnya karena mungkin itu bukanlah hal penting. Akhirnya kami tetap berjalan bersama hingga menuju gerbang sekolah.

"Wakana-san sekali lagi aku minta maaf atas perbuatanku tadi. Aku benar-benar tidak bermaksud untuk bersikap tidak sopan." ujarnya sekali lagi padaku. Sepertinya Sakuraba-san masih merasa tidak enak dengan tindakannya sendiri barusan.

"Iya, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." kataku tersenyum mencoba meyakinkannya.

"Kalau begitu sebagai balasan karena kau telah memaafkanku, aku akan mengantarmu pulang. Bagaimana?" tawarnya padaku.

"Ah, itu tidak perlu Sakuraba-san. Aku bisa pulang sendiri." aku menolaknya dengan melambaikan tanganku ke kiri dan ke kanan.

"Tidak apa-apa. Aku akan mengantarmu. Ya?"

Aku mencoba memikirkan tawarannya. Apa tidak apa-apa jika ia mengantarku?

"Baiklah. Antar aku saja sampai halte bus di depan sana. Bagaimana?"

Sakuraba mengangguk semangat saat aku berkata seperti itu. Dan kami pun berjalan kembali menuju halte bus yang tidak jauh dari sekolah. Mungkin hanya 10 menit dengan berjalan kaki.

"Sepertinya aku akan betah bersekolah disini." kata Sakuraba seraya menatap langit sore yang cerah.

"Oh ya? Baguslah kalau begitu, aku senang mendengarnya." Aku pun ikut menatap langit sore ini bersamanya.

"Kau adalah teman pertamaku hari ini. Aku senang bisa mengenalmu." kali ini Sakuraba menoleh padaku dan mengeluarkan senyum serta gigi putihnya.

"Kau itu berlebihan."

"Tapi itu benar Wakana-saaannnn." rengeknya seperti anak kecil.

"Iyaa iyaaa, aku mengerti Sakuraba-saaaaannn." rengekku kali ini padanya.

Perjalanan kami akhirnya terhenti karena halte bus sudah ada di depan kami dan tepat setelah beberapa detik kami menunggu akhirnya bus datang.

"Terima kasih sudah mengantarku." ujarku sebelum naik bus. "Ja, Ashita."

"Sama-sama. Ja, Ashita." Sakuraba melambaikan tangannya padaku dan akupun membalas lambaian tangannya.

Aku duduk di kursi baris ketiga dekat jendela dan kulihat Sakuraba masih berdiri di halte bus sampai bus yang kunaiki pergi menjauh darinya.

Murid baru yang unik. Dia ramah dan menyenangkan, tapi sepertinya ada yang kulupakan. Apa, ya? Kembali kumengingat hal apa yang kulupakan itu.

Selama beberapa detik aku memikirkannya hingga akhirnya kuteringat Seijirou-kun.

Kutepuk dahiku keras. Bagaimana aku bisa lupa pada Seijirou-kun? Apa aku terlalu menikmati kesenanganku bersama Sakuraba? Tapi 'kan tadi itu hanya sebentar, lagipula kami tidak melakukan apa-apa. Ya, kecuali pelukan dari Sakuraba. Oh tidak, maafkan aku Seijirou-kun. Maafkan aku( padahal aku sendiri tahu mana mungkin Seijirou-kun tahu apa yang kulakukan. Diapun mungkin tidak peduli)

Kusandarkan kepalaku ke jendela dan hanya berharap esok akan ada harapan. Harapan supaya aku bisa menyapa Seijirou-kun, selama ini aku tidak pernah berani menyapanya meski kami berada di klub yang sama. Setiap hari aku selalu membuat harapan namun tetap mendapatkan hasil yang sama. Nihil.

Seijirou-kun, aku ingin kau tahu perasaanku ini. Aku menyukaimu…


To Be Continue

Yeah yeah yeah~~

Chap pertama akhirnya selesai juga#usapkeringatyangbercucuran

Sebenernya fic yang saya buat ini terinspirasi dari True Story seseorang dan ingin saya angkat menjadi fanfic melalui fandom Eyeshield 21, tentu dengan karakter dan jalan cerita yang sedikit(banyak) berbeda dari kisah aslinya. Semoga tidak mengecewakan para reader, ya~~

Dan maaf ya untuk istriku Mayou Fietry, aku tidak membuat pair HiruMamo disini#bungkukbungkuk

Tapi aku harap hunny suka dengan ficnya :D sankyu juga udah membantu suamimu yang ga jelas ini :*

Ditunggu reviewnya yaa dari para reader :D/

DianaMogami