Rating: R
Genre: Humor, parody, slice of life ( Just want to make this once in a while) sorry it's not tooth-decaying fluff or dark angst story. I've had enough with the fool and the king.
Warning: Gaje, garing, M-preg without explanation (Soalnya ini fic humor apapun bisa terjadi)
.
.
パパが大好き!
Papa ga daisuki!
Kuroko no Basuke (c) Fujimaki Tadatoshi
PROLOGUE
.
.
Limousin mewah berwarna putih yang tampaknya mahal itu tengah menelusuri jalanan dengan kecepatan sedang. Disebelahnya tampaklah sebuah tembok putih tinggi. Dibalik tembok tersebut tampaklah sebuah manor seukuran istana bergaya Jepang tradisional. Bangunan tersebut jelas menarik perhatian pejalan kaki yang belum familiar dengan daerah tersebut karena ukurannya 30 kali lipat bangunan-bangunan lain disekelilingnya.
Siapapun pasti langsung menyadari, pemilik mansion tersebut bukan orang kaya biasa. Setidaknya dia seorang bilioner atau semacamnya.
Didalam limousin mewah tersebut terdapat berbagai macam benda yang hanya bisa dilihat diiklan oleh masyarakat kelas menengah atas, menengah, menengah bawah dan bawah. (Termasuk author sendiri)
Disamping kiri berjejer berbagai produk minuman beralkohol bermerk luar negeri dengan harga selangit dan juga kulkas mini. Disamping kanan tampaklah cerutu-cerutu mahal dan asbak yang sepertinya terbuat dari kristal (Atau bahkan permata?)
Dibagian langit-langit terpasang sebuah chandelier putih mengkilap. (CHANDELIER? Ada chandelier dalam limo?!)
Bagaimana perasaanmu bila kau duduk didalam limousin tersebut? Bagaikan tamu kehormatan kan? Mungkin ingin sedikit menyicipi produk-produk yang biasanya tidak ditemui di supermarket dekat rumah?
Apakah yang sedang berada dalam pikiran orang yang saat ini berada dalam posisi tersebut?
Saa- mari kita dengar pendapat Furihata Kōki-san!
Rasanya seperti perjalanan menuju neraka…
Ujar Furihata dalam hati. Dia menghitung detik demi detik merasakan limousin itu bergerak mendekati gerbang depan manor Akashi tersebut. Ia dapat merasakan keringat dingin membanjiri tubuhnya padahal di dalam limousin itu full AC. Kaki dan tangannya gemetar dan manik cokelatnya menatap kosong ke lantai berlapiskan karpet bulu yang halus berwarna krem.
Rasanya seperti perjalanan dari ruang tahanan ke panggung eksekusi. Meninggalkan kehidupannya, keluarganya, teman-temannya. Padahal baru kemarin dia mengikuti latihan seperti biasa, dimarahi Riko seperti biasa, melerai pertengkaran Kagami dan Kuroko seperti biasa, pulang sekolah dan bercanda ria dengan Fukuda dan Kawahara seperti biasa.
Semua itu bagaikan masa lalu yang terlampau jauh dibelakang. Sesuatu yang berada dibagian ingatannya yang terdalam.
Namun dia datang kesana bukan sebagai tahanan namun sebagai tamu.
Dia datang untuk menemui pria yang menghantui hidupnya dengan mimpi buruk selama seminggu terakhir.
"Ada apa Kōki? Kau tampak pucat." Akashi bertanya dengan nada khawatir.
MENURUTMU?!
Itu sebenarnya hal yang ingin Furihata katakan pada orang yang duduk dihadapannya. Namun dia memilih untuk tenang dan memberinya jawaban yang jelas. Remaja berambut cokelat itu menarik nafas sebelum berkata.
"Tidak…hanya sedikit tegang."
"Aku juga sedikit cemas, aku tidak menyangka Otou-sama akan setuju untuk bertemu denganmu. Biasanya dia takkan mau repot-repot datang untuk masalah sepele."
"Ah…" Aku masalah sepele? Pikir Furihata. Jadi menurut Akashi dia masalah sepele? Lalu kenapa memintanya datang untuk menemui sang ayah tercinta? Bukannya lebih baik membiarkannya supaya dia bisa bersantai sambil baca komik dirumah pada hari minggu begini?!
Benar, pria yang menghantuinya dengan mimpi buruk itu adalah ayah dari Akashi-kunnya tercinta.
Untuk memperjelas cerita ini mari kita mundur seminggu untuk mengetahui kisah lengkapnya.
.
.
1 Minggu lalu…
"Hey! Pass! Pass!"
"Oper kemari!"
Suara bola basket yang dioper kesana kemari serta decitan sepatu memenuhi lapangan street basket ball tersebut.
"Haah? Akashi mau memperkenalkanmu pada ayahnya?!" Fukuda, Kawahara dan Kagami berseru disaat yang bersamaan.
"Yah…dia mengatakan padaku untuk mempersiapkan mentalku untuk minggu depan, tapi sebanyak apapun waktu yang diberikan rasanya takkan cukup! Aku akan tetap takut pada saat hari itu tiba!" Furihata menarik nafas sambil memandang lantai dibawah kakinya, ingin rasanya ia menenggelamkan diri kebawah agar terbebas dari semua ini.
"Bertemu dengan orang tua? Memangnya hubungan kalian sudah sampai ke tahap seserius apa sampai dia mau memperkenalkanmu pada orang tuanya?" Tanya Kagami sambil menaikkan sebelah alisnya. "Di Amerika banyak yang menikah tanpa mengetahui asal-usul pasangannya. Bagi mereka itu masa lalu yang tidak perlu diungkit-ungkit lagi."
"Ini Jepang, jelas hal tradisional macam ini dipegang teguh oleh banyak keluarga tahu." Kawahara menjelaskan sambil mendesah.
"Masuk akal bukan? Akashi-kun berasal dari keluarga terpandang, kupikir ayahnya takkan melepaskanmu begitu saja kalau dia tahu kau melakukan xxxx dan xxxx pada anaknya." Kata Kuroko dengan nada datar sambil menatap kearah Furihata.
"Apa artinya xxxx itu?! Bilang saja hal-hal berbau R-18 nggak perlu disensor pakai bunyi piip segala!" Seru Furihata dengan kesal.
"Bagaimana kalau menggunakan perumpamaan? seperti menyodokkan bola masuk ke dalam lubang." Saran Koganei.
"Kedengarannya malah seperti biliard." Hyuuga menautkan kedua alisnya. Pernyataan barusan memang rada memiliki arti ambigu, tapi siapapun yang mendengarnya bakal mengira Furihata sedang main biliard.
"Ah! aku paham sekarang!" Sahut Izuki tiba-tiba sesaat setelah mencerna kata-kata Koganei.
"Apanya?" Tanya Hyuuga dengan nada malas sementara yang lain langsung menoleh kearahnya, berpikir dia mungkin menemukan solusi untuk permasalahan mereka.
"Kalau disusun jadi mirip haiku kan!" Seru sang pemilik Hawk eye vision tersebut dengan lantang. Membuat yang lain langsung menatapnya dengan pandangan jengkel.
"Diam Izuki!" Komentar Hyuuga dengan kesal.
Izuki memang hebat! Disituasi genting begini masih sempat-sempatnya membuat lelucon.
Dalam keremangan malam…
Bola bergulir…
Masuk ke lubang…
Izuki menuliskan haiku buatan sendiri tersebut diatas secarik kertas.
Kagami membuka mulutnya memberikan usulan yang lain. "Kalau begitu bilang saja sejujurnya, mempenetrasi lubang an-hek!"
Kata-katanya terhenti berkat sikutan Kuroko tepat ditulang rusuk.
"Tolong jangan lupa Kagami-kun, fic ini masih rating T, pembicaraan berbau seksual tidak tergolong didalamnya." Remaja berambut biru muda itu mengingatkan partnernya yang sudah terkapar dilantai sambil guling-guling mengaduh kesakitan.
"Oi! Serius sedikit dong! Pembicaraan ini makin melenceng dari topik utama! Bukan itu masalahnya kan?! Aku benar-benar dalam masalah serius nih!" Furihata berseru dengan frustasi, merasa telah meminta bantuan pada orang-orang yang salah.
"Ano…sebenarnya aku punya ide, tapi apa kau mau mendengarkan?" Mereka semua berbalik kearah Tsuchida yang memberi saran. Mereka menatapnya dengan pandangan datar selama beberapa detik sebelum memalingkan wajah mereka dan kembali berdiskusi.
"Tunggu! Kalian bahkan sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskan?! Oi! Yang benar saja! Teman-teman?" Seru Tsuchida terkejut dan kecewa di kacangin oleh yang lainnya.
"Ukh…" Pemuda bermata cipit itu menggertakan gigi dan tubuhnya gemetar menahan air mata.
"Aku tahu keberadaanku memang tipis sebagai karakter! Tapi ini terlalu kejam!" Tangisan Tsuchida pun pecah dan dia berseru sambil berlari menyongsong matahari terbenam.
"Naa…Kuroko." Ujar Furihata membuat perhatian remaja laki-laki yang paling pendek disitu menoleh kearahnya."Kau yang paling lama mengenalnya, apa kau bisa memberitahu padaku ayah Seijūrō-san itu orang yang seperti apa?" Kuroko adalah satu-satunya orang yang bisa diandalkan saat ini.
"Aku memang pernah sekali pergi kerumahnya bersama anggota first string Teiko tapi kami tidak bertemu dengan ayahnya." Gumam remaja berambut biru muda itu. "Tapi…sejauh yang kuingat, dia amat protektif pada anaknya, setiap kali pulang sekolah Akashi-kun selalu dijemput mobil pribadi."
Protektif…protektif…protektif….kata-kata itu terngiang-ngiang dalam kepala Furihata.
Definisi protektif adalah sifat menjaga dan melindungi sesuatu atau seseorang secara berlebihan. Ayah Akashi sangat protektif pada anaknya, itu berarti…itu berarti…
"Berarti kau harus mempersiapkan diri kehilangan satu atau dua bagian anggota tubuhmu. Berharap saja kamu nggak dikebiri." Fukuda menyelesaikan kata-kata yang tidak sanggup diselesaikan oleh Furihata dalam pikirannya.
"Jangan mengatakan hal sadis seperti itu dengan gamblang dong!" Meskipun Furihata tahu kemungkinan dia akan berakhir seperti itu, tetap saja terdengar kejam bila keluar dari mulut orang lain.
"Tapi itu benar," Kagami menganguk. "Mengingat dia orang yang membesarkan Akashi Seijūrō…jelas dia bukan orang sembarangan."
Kagami menarik nafas panjang sebelum melanjutkan.
"Kurasa tidak aneh membayangkan dia memerintahkanmu untuk memotong perutmu, memenggal kepalamu dan membuang jasadmu didasar laut teluk Tokyo kalau mengetahui kau menyentuh anaknya."
"Kagami-kun, kurasa kematian cepat tanpa rasa sakit seperti itu masih mending daripada dia di tangkap dan disiksa secara fisik dan mental selama berbulan-bulan kan?" Kuroko berkomentar tentang bentuk penyiksaan alternatif yang mungkin akan dialami Furihata.
"Tolong jangan katakan hal seperti itu! Kalian berdua membuatku makin takut!" Seru remaja berambut cokelat itu dengan tatapan memelas.
"Kami hanya mengatakan kemungkinan yang masuk akal, karena aku benar-benar tidak yakin kau akan selamat tanpa cedera sedikitpun kalau bertemu dengannya. Perbandingannya." Ujar Kagami berbaik hati menjelaskan alasannya.
"Aku juga tidak yakin! Karena itu aku meminta bantuan pada kalian untuk menguatkan mental bukannya malah menjatuhkan!" Teriak Furihata sambil memegangi kepalanya dengan air mata komikal mengalir deras dari kedua matanya.
"Tenang saja Furihata! Mungkin dia bukan orang seburuk yang kita kira! Jangan berprasangka negatif dulu!" Kiyoshi mencengkram pundaknya dengan erat, memberinya semangat.
"Kiyoshi-san…" Kata-kata semangat dari Kiyoshi seolah memberinya harapan baru. Diantara semua anggota Seirin, papi Kiyoshi memang orang favorit Furihata. Dia selalu tahu kata-kata yang tepat untuk diucapkan di setiap situasi. Sosoknya adalah sosok yang menguatkan dan memberi harapan pada semuanya.
"Mungkin dia akan bermurah hati memberimu pilihan cara bagaimana kau mati nanti!" Sambung Kiyoshi dengan senyuman lebar.
Kecuali untuk satu kali ini.
"Sama saja kan?! Ujung-ujungnya aku mati juga! Kalian segitu yakin ya aku bakal mati?!" Seru Furihata penuh keputus asaan, air mata yang tadi sempat berhenti kini mengalir deras sekali lagi.
"Furihata-kun, Akashi-kun pasti menaruh harapan besar padamu sampai ia yakin ingin mempertemukanmu dengan ayahnya." Kata Kuroko dengan ekspresi serius.
"Dia memang tidak pernah mengatakannya, namun kami mengerti bahwa dia sebenarnya sangat menghormati ayahnya, karena itu bila ia ingin kau bertemu dengan ayahnya maka itu berarti dia sudah mempercayaimu hingga tahap tertentu dimana ia yakin kau takkan mengkhianati ekspetasinya."
Furihata terdiam sesaat setelah mendengar kata-kata Kuroko. Memang benar, Akashi bukan tipe orang yang mudah membuka diri pada orang lain terutama menyangkut masalah keluarga. Namun kali ini, ia tiba-tiba ingin Furihata datang menemui ayahnya.
Apapun alasannya, Furihata yakin ini adalah hal yang penting untuk Akashi.
"Kau benar, sejak awal aku menyanggupi permintaannya karena aku tidak ingin mengecewakan Seijūrō-san. Sudah terlambat kalau mau mundur sekarang." Furihata mengucapkan pernyataan tersebut dengan penuh determinasi.
Seketika itu juga, seluruh anggota Seirin yang berada disekitarnya bertepuk tangan dengan riuh. Mereka semua ingin menyemangati Furihata.
"Semangat yang bagus Furihata-kun, ingatlah apapun yang terjadi kami akan selalu mendukungmu. Kami ada di pihakmu." Kuroko mendekat ke arah Furihata dan menepuk pundaknya. Memberinya senyuman yang mengatakan 'Kau masih punya Seirin!'
"Kuroko…" Furihata balas menatap Kuroko sebelum melihat kearah yang lain."Semuanya…terima kasih." Ucapnya penuh rasa haru.
Aku benar-benar bersyukur menjadi anggota tim Seirin!
Ucap Furihata dalam hati.
Sayangnya rasa syukur tersebut hancur dalam sekejap setelah mendengar pernyataan Kuroko yang selanjutnya.
"Kalaupun terjadi sesuatu padamu kami akan siap membantu dengan mendoakan arwahmu agar tenang di alam baka." Kuroko menyelesaikan kata-katanya dan seluruh anggota Seirin yang lain mengangguk serempak.
"Kalian!" Urat segitiga muncul dipelipis Furihata saat ia menghardik teman-teman setimnya."Aku akan kembali! Aku pasti akan kembali meski dalam wujud arwah sekalipun dan aku akan menghantui kalian semua! Ingat itu!" Ancamnya penuh dengan kemarahan.
End of flash back
.
.
"Kōki? Kau melamun lagi." Akashi memperingatkan.
"Eh…ah…" Furihata yang tersadar dari lamunannya langsung salah tingkah.
"Apa kau sebenarnya…tidak ingin bertemu dengan ayahku?" Remaja berambut merah itu bertanya. Ekspresinya tampak sedikit kecewa melihat gelagat Furihata.
"Tidak, tidak, tidak, bukan begitu!" Furihata menggeleng dengan panik. "Aku hanya sedang memikirkan apa yang harus kukatakan saat bertemu dengannya nanti!" Tentu saja aku tidak ingin bertemu dengannya! Tidak ada anak SMA normal yang ingin bertemu atau berurusan dengan ayahmu! Kalau bisa aku ingin kabur sekarang juga andaikan aku punya pintu ke mana saja atau baling-baling bambu!
Pikiran Furihata saat ini dipenuhi oleh idola masa kecilnya yang memiliki kantong ajaib yang berisi berbagai peralatan yang dapat menolongnya dari situasi saat ini. Dia bahkan menyanyikan lagu pembuka serial Doraemon dalam kepalanya untuk meringankan rasa takutnya.
Tolong aku Doraemon! Nobita benar-benar tidak adil memonopoli Doraemon sendirian padahal aku lebih membutuhkannya saat ini!
"Aku…bisa mengerti kalau kau merasa takut. Banyak orang menghormatinya bahkan organisasi Yakuza-pun segan terhadapnya. Disini tidak ada seorangpun yang berani mencari masalah dengannya secara terang-terangan." Akashi menjelaskan dengan nada datar. Keringat dingin yang mengalir dari dahi Furihata makin deras.
"Dia salah satu pemegang kendali terbesar dalam bidang ekonomi dan politik dalam negara ini, dan namanya juga sudah tersebar luas di luar." Lanjut Akashi membuat Furihata sedikit menunduk dan tetesan keringat terus berjatuhan bagaikan hujan ke lantai beralaskan bulu itu.
Aku juga sering mendengar tentang banyak hal buruk yang dilakukannya dibalik layar yang melibatkan kasus internasional…" Akashi mengakhiri kata-katanya dan menoleh kearah Furihata dan mendapatinya meringkuk di lantai dalam posisi fetal menutup kedua kupingnya. Seolah menolak mendengar lebih banyak lagi fakta tentang ayah Akashi.
"Eeeh…begitu ya…?" Furihata memaksakan tersenyum dengan ekspresi super gugup.
Uhhh….dia kedengarannya amat berbahaya….tunggu, kau serius ingin mempertemukanku dengan orang seperti itu Seijūrō-san?
Masa aku benar-benar akan menjadi sejarah setelah hari ini?!
Siapa saja! Kumohon selamatkan aku!
Furihata berharap akan ada keajaiban yang terjadi dan dapat melepaskannya dari seluruh permasalahan ini. Dia terus memanjatkan doa dalam hati semoga ada meteor jatuh dan menghantam mansion disampingnya hingga hancur lebur sehingga ia tak perlu berhadapan dengan mimpi buruknya.
"Tapi…" nada serius dari arah Akashi membuat Furihata kembali menatapnya. "Biar bagaimanapun dia adalah ayahku, satu-satunya anggota keluarga yang kumiliki."
Remaja berambut merah itu mengangkat telapak tangan kanannya dan mengusap cincin pemberian Furihata yang terpasang di jari manisnya.
"Aku ingin dia menemui dengan orang yang akan menjadi bagian dari masa depanku." Akashi menatap kearah Furihata dan memberinya senyuman terlembut yang dimilikinya.
Pemandangan itu seolah membuat petir menyambar dalam pikiran Furihata yang hitam blank.
Menyadari seberapa besar kepercayaan yang dberikan Akashi padanya, dia tak mungkin mengatakan hal yang egois dan menolak permintaannya.
Uwaah…kau curang Seijūrō-san! Kalau kau mengatakan kata-kata seperti itu dan menatapku dengan tatapan seperti itu kau tahu aku pasti akan mengabulkan apapun permintaanmu meski harus berjalan telanjang kaki diatas bara api!
"…Seijūrō-san…sebenarnya aku merasa ragu. Aku terus memikirkannya sampai hari ini…bagaimana kalau ayahmu memiliki impresi yang buruk tentangku? bagaimana kalau aku dinilai tidak memenuhi standar kriterianya? Aku terus merasa khawatir…kalau aku mengecewakanmu dihadapannya." Furihata akhirnya mengakui kegundahannya.
Mata Furihata melebar saat merasakan jemari Akashi yang hangat menggenggam tangannya.
"Kōki…tenanglah…aku jamin Otou-sama tidak akan punya alasan apapun untuk menyakitimu." Ujar Akashi menyakinkan remaja berambut cokelat itu.
"Eh?" Furihata memberinya tatapan penuh kebingungan.
"Percayalah padaku, kau akan tahu alasannya nanti." Akashi menganguk sebelum menoleh ke arah kaca jendela limo dan merasakan mobil itu berbelok masuk hendak melewati gerbang utama kediaman Akashi. "Ah, kita sudah tiba di gerbang utama."
Pintu gerbang kayu itu tertutup secara otomatis setelah limo tersebut masuk ke dalam, Furihata-pun berteriak dalam hatinya.
NOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO!
Bagaimanakah nasib Furihata Kōki, setelah ini? Biarlah jawabannya kita serahkan dalam tangan takdir.
.
To be continue?
.
A/N :
Kok kayaknya title-nya misleading ya? Kedengarannya malah kayak Akashi punya Father complex gitu~
Kalo yang The Fool and the king ch. 9 itu pengenalan mertua dari pihak Furihata maka yang ini versi pengenalan mertua dari pihak Akashi.
Supaya menghayati aq ikut menyanyikan lagu Doraemon no uta sama2 Furihata pas menulis fic ini ^^
An an an tottemo daisuki DORAEMON!
