Hello all~! Sorry for this late update. Hahahha, I've been so busy and have lots of homework to do. Anyway, this is my third fic, enjoy~ ^_^v *digeplak gara-gara sok pake bahasa inggris*
Warning: Gaje, OOC, menyebabkan kegilaan, dan penyakit orang gak waras yang lain…
Diclaimer:
Katekyo Hitman Reborn belongs to Akira Amano-san
Sakit by Caca27
Saat ku lihat kau bersamanya, dadaku terasa sakit…
kenapa?
Apa ada yang salah dengan tubuhku?
Rasanya sesak, seakan ditahan bernapas…
Pulang sekolah, adalah waktu yang sangat dinanti-nanti oleh semua murid sekolah. Ya, termasuk di sekolahku. Setelah bel pulang berbunyi, anak-anak segera memenuhi koridor. Aku ragu koridor sekolah yang sudah retak-retak ini dapat bertahan beberapa tahun lagi.
Dengan langkah gontai, aku keluar dari gedung sekolahku. Hufft. Berdesakan di koridor dapat membuatku menjadi seperti ini, apalagi kalau aku ikut pengantrian sembako? Bisa pingsan kali aku.
Aku berjalan dalam hening. Sesekali aku menatap langit yang berwarna oranye. Warna oranye kontras dengan warna ungu. Hmm, hari sudah sore. Aku mau capat-cepat pulang dan menyelonjorkan kakiku. Tapi, tiba-tiba saja jalanku terhenti. Aku melihat 2 orang yang kukenal. Mereka sedang duduk berdua di taman yang kosong. Aku pun segera mengambil posisi untuk bersembunyi. Bersembunyi untuk mengintip.
Aku mengendap-endap dan berhasil masuk ke semak-semak di belakang mereka. Kurasa mereka sedang berbicara serius sehingga tidak menyadari kehadiranku yang agak bergemerisik. Kutajamkan pendengaranku.
"A-aku, suka padamu, Kyoko-chan."
Hening. Jantungku serasa mau copot. Darahku memompa lebih cepat. Keringatku menetes. Dan tanganku bergetar. Dadaku sesak. Ternyata, selama ini rasa suka ku bertepuk sebelah tangan. Ternyata, Tsuna-kun… menyukai Kyoko-chan. Lidahku terasa kelu. Dan aku masih menunggu jawaban Kyoko-chan dengan tidak sabar.
Setelah keheningan yang cukup mencekam, Kyoko-chan pun angkat bicara, "U-um… aku juga."
Seperti menghantamku, kata-kata Kyoko-chan membuatku sesak. Sepertinya hari ini aku memang tidak enak badan. Keringat dingin terus mengalir di sekujur tubuhku dan keadaanku kacau.
Lalu, tak lama setelah jawaban Kyoko-chan, Tsuna-kun langsung memeluk Kyoko-chan. Aku tak sanggup bernapas. Napasku tercekat. A-apakah yang kulihat ini kenyataan?
Aku rasa aku tak sanggup melihatnya lebih lama. Ada perasaan tak nyaman di hatiku. Segera saja kupalingkan wajahku. Dan mencoba untuk pergi dengan tenang dan tidak membuat suara. Ya, untungnya berhasil pergi. Kalau tidak, aku tidak akan tahu apa yang akan kukatakan pada mereka berdua. Sejoli yang baru saja berpacaran.
Saat ku sampai di rumah, aku segera berlari ke kamarku yang berada di lantai 2. Dengan menahan air mata, aku segera menjatuhkan tubuhku di atas ranjang. Kupeluk gulingku dengan erat. Tak pernah kurasakan sakit yang seperti ini. Kurasa, aku akan mati. Tapi, tugas-tugas dari sekolahku bergentayangan dalam kepalaku. Kenapa disaat seperti ini malah tugas-tugas yang terpikirkan olehku? Ya, baiklah… lebih baik aku mengalihkan pikiranku ke tugas-tugasku daripada bersedih karena kejadian tadi.
Aku turun dari ranjangku dan aku mengambil tas sekolahku, dan langsung mengeluarkan tugas yang tadi di berikan oleh guruku di sekolah. mengambil tempat pensilku, dan mulai mencoret-coret kertas berisikan tugas itu. Tapi, hasilnya tetap saja, aku tidak bisa berkonsentrasi. Air mata merembes membasahi pipiku.
Akupun naik ke atas ranjangku dan merebahkan tubuhku lagi. Dadaku sakit. Sangat sakit. Membuat air mataku terus mengalir tak berhenti. Sampai akhirnya aku terlelap tanpa mengganti seragam sekolahku.
.
.
.
.
Pagi yang cerah dengan burung-burung berkicauan. Membuat orang-orang bersemangat menjalani hari-hari mereka. Tapi semua kicauan ceria burung-burung tidak membuat efek terhadapku. Aku masih syok atas apa yang terjadi kemarin. Peristiwa kemarin membuat dadaku sakit dan aku mulai meneteskan lagi air mataku.
Aku berjalan dengan kepala tertunduk. Menatapi jalan yang kutapaki. Sesekali ku naikan kepalaku untuk melihat kemana kakiku membawaku. Biasanya aku akan mengambil rute yang biasa diambil Tsuna-kun dan kawan-kawannya ke sekolah. Tapi tidak untuk hari ini. Aku tidak mempunyai tenaga sama sekali untuk pergi ke rute yang sama. Semua itu membuatku sangat frustasi. Membuat kepalaku berdenyut-denyut, membuat nafasku tak teratur, dan membuatku tidak nyaman.
Akhirnya aku sampai di sekolah dengan selamat tanpa menabrak tiang listrik karena aku berjalan menunduk. Aku segera mengarahkan langkahku ke kelasku. Dengan lesu kubuka pintu kelas yang tiba-tiba saja terasa sangat berat sejak terakhir kali aku melakukan hal yang sama (sebenarnya aku melakukannya setiap hari sebelum memasuki kelas. Tentu saja, membuka pintu. Tak mungkin kan aku yang seorang manusia normal menembus pintu?).
Aku menghampiri kursiku. Dan beberapa menit kemudian bel sekolah berbunyi. Membuat seluruh murid memasuki kelas. Dan pelajaran dimulai…
.
.
.
.
Pulang sekolah bukanlah waktu yang buruk. Semua orang tahu itu. Ya, dan itulah sebabnya dianggap sebagai waktu paling membahagiakan bagi sebagian besar siswa-siswi di sekolah manapun. Tak terkecuali di sekolahku. Suara riuh anak-anak membuat koridor-koridor di sekolahku sangat bising. Tapi waktu pulang juga bukan waktu yang bisa membuatku menyunggingkan senyumku. Hari ini aku tak bisa tersenyum. Bahkan jika ada guru aku hanya bisa menunjukkan senyuman dipaksaku, dan alhasil semua orang malah ketakutan. Wajahku juga lebih pucat dari biasanya. Semua orang mengatakan hal itu berulang-ulang. Dan terus menanyakan apakah aku lebih baik beristirahat di UKS dan bla, bla, bla.
Aku tak tahan lagi dengan semua kalimat pertanyaan yang terus diulang-ulang. Aku keluar dari gerbang sekolah dengan ekspresi yang sama seperti aku memasuki gerbang sekolah pagi tadi. Hawa hitam seperti membayang-bayang di sekitarku. Membuat orang-orang sedikit menjauh dariku. Aku sedikit lega karenanya. Setidaknya tidak akan ada yang bertanya tentang hal-hal yang sama berulang-ulang.
Tapi tak sengaja aku mengambil rute yang biasa kupakai. Rute yang akan membuatku bertemu dengan Tsuna-kun dan yang lain. Lalu, kupercepat langkahku. Takut Tsuna-kun dan yang lain ada di belakangku dan menyusulku. Aku tak tahu apa yang akan kukatakan kepada mereka. Lidahku sangat kelu dan terasa aneh.
Dan sialnya, nasib baik tak ada di pihakku saat ini.
"Haru!" Tsuna, Gokudera, Yamamoto, dan yang lainnya memanggilku dari belakang. Ku intip sedikit dari ujung mataku. Dan aku dapat melihat Tsuna-kun dan Kyoko-chan berdua berdekatan sedang bergandengan tangan. Sedangkan yang lainnya terlihat seperti biasa. Aku yang melihat Tsuna-kun dan Kyoko-chan bergandengan tangan langsung mempercepat langkah kakiku. Tangan kananku memegang dadaku yang tiba-tiba saja sakit. Kepalaku kembali berdenyut. Dan napasku kembali tak teratur. Apa yang baru saja terjadi pada tubuhku?
.
.
.
.
Sore hari. Saatnya pulang ke rumah. Aku menghampiri Kyoko-chan dan mengajaknya pulang bersama. dan dia menyetujuinya. Kemarin sore aku menyatakan perasaanku padanya. Dan yang terjadi setelah itu… kalian pasti sudah tau jawabannya. Ya, dia menerimaku. Entah kenapa saat kupulang sore kemarin, semua orang di rumah sudah tahu tentang aku dan Kyoko-chan yang sudah resmi berpacaran.
Seperti biasa, tentu saja aku tidak pulang sendirian. Ada Gokudera, Yamamoto, dan Oni-san. Kami semua berjalan dengan santai sambil bercanda sesekali. Tapi aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Sesuatu yang tak kutahu. Tapi aku merasakannya. Lalu sesampainya kami di pertigaan, aku melihat Haru berjalan dengan langkah terburu-buru di depan kami. Yang lainnya pun melihatnya. Saat kami panggil, anak itu sempat memperlambat jalannya. Dia tahu bahwa kami memanggilnya. Lalu dia mengintip dari balik bahunya. Dan kembali berjalan dengan langkah yang lebar dan cepat. Seakan dia tidak ingin kami menyusulnya.
"Hei! Kau! Beraninya KAU meng-ACUH-kan Juudaime! Tunjukkan sedikit rasa hormatmu!" teriak Gokudera-kun yang langsung mengeluarkan Dinamitnya entah dari mana.
"Maa, maa, kau mau main kembang api lagi? Tadi bukannya di sekolah sudah, Hayato?" tanya Yamamoto sambil menunjukkan senyum kebanggaannya.
"Diam kau! Baseball Freak!" teriak Gokudera ke Yamamoto yang masih tersenyum sambil tertawa.
"Sudahlah Gokudera-kun, tak perlu dipusingkan," kataku dengan wajah khawatir. Takut-takut kalau Gokudera-kun akan melemparkan dinamit-dianamitnya ke arah Haru. Aku pun memalingkan wajahku untuk melihat Haru. Tapi yang di kulihat hanya jalan yang kosong. Dimana Haru? Cepat sekali dia pergi?
.
.
.
.
Aku mencoba untuk menghirup udara. Paru-paruku sepertinya kosong karena aku berlari tadi. untungnya lariku tak mereka sadari. Sekarang aku mencoba untuk menenangkan detak jantungku. Lari sprint tadi benar-benar menguras energiku.
Aku pun mulai berjalan normal lagi. 1 blok lagi dan aku akan sampai di rumahku. Tapi aku melihat sesuatu atau tepatnya seseorang berdiri di depan rumahku. Dengan baju ala mafia-nya. Aku langsung mengenali anak kecil yang berdiri di depan rumahku. Itu Reborn!
Aku mendekati Reborn yang kemudian mengangkat kepalanya untuk menatapku.
"Ciao," sapanya.
"HAHIII? Apa yang kau lakukan di sini Reborn? Mana yang lain? Apa kau ditelantarkan oleh Tsuna-kun?" tanyaku yang langsung panik. Biar bagaimanapun aku tahu Tsuna-kun pasti yang mengajarkan gaya pakaian dan sikap mafia kepada anak kecil ini. Kalau tidak, mana mungkin anak sekecil Reborn dapat begitu mengenal hal-hal yang hanya pernah kulihat di TV?
Di depanku Reborn hanya diam. Dia tampak seperti sedang memikirkan sesuatu. Kira-kira apa yang akan dikatakannya?
"Ya, Dame-Tsuna menelantarkanku. Dia malah asik pacaran dengan Kyoko. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan," kata Reborn dengan begitu lancar.
"HAHII? Apakah itu benar Reborn? Baiklah kalau begitu, ayo kuantar kau kembali ke rumah Tsuna-kun," dalam hati aku terus menahan sakit. Entah kenapa sekarang aku tak sanggup mendengar nama Kyoko-chan dan Tsuna-kun lagi dengan normal.
Tapi saat sudah mau sampai di rumah Tsuna-kun, aku baru menyadari. Betapa bodohnya aku ini. Bagaimana aku akan menghadapi Tsuna-kun dan yang lainnya? Mungkin saja mereka akan menanyakan yang aneh-aneh. Lebih baik aku antarkan sampai depan blok rumahnya saja.
"Reborn, aku mengantarmu sampai disini saja ya? Aku punya segudang tugas yang harus kukerjakan hari ini," ucapku mencoba untuk pulang secepatnya.
"Tapi, kita belum sampai rumah Dame-Tsuna. Aku mau kau mengantarku sampai ke dalam rumah…" kata Reborn dengan wajah sedih (A/N: Aku tak tahu kenapa, tapi aura Reborn tidak menunjukkan bahwa dia sedih? =.="). Aku pun tak tega. Aku memutuskan untuk mengantarnya sampai dalam! Baiklah! Akan kuantar kau Reborn! Kataku dalam hati untuk menyemangati diri.
"Y-ya baiklah," kataku sebelum melanjutkan jalanku sambil menggandeng tangan kecil Reborn.
.
.
.
.
Aku sampai di depan rumah Tsuna-kun. Aku menatap bangunan yang terlihat kokoh itu dengan keraguan. Lalu akupun mengetuk pintu.
"Permisi!" seruku. Suaraku terdengar serak dan…gugup? Di sampingku Reborn hanya menatap pintu. Kami menunggu pintu terbuka. Dan beberapa detik kemudian, setelah suara gedubrak dari dalam, pintu pun terbuka lebar. Memperlihatkan 4 sosok yang ku kenal. Tsuna-kun, Gokudera-kun, Yamamoto-kun, dan…Kyoko-chan? Apa yang Kyoko-chan lakukan disini? Oh ya, aku baru ingat, dia kan "pacar" Tsuna-kun sekarang. Untuk apa aku bertanya lagi? Jelas-jelas mereka akan terus bersama. Aaargh! Bodohnya aku ini!
Aku masih terdiam mematung sedangakan pikiranku mengutuk diri. Reborn yang di sebelahku dengan gayanya berkata, "Ciao!"
Aku pun tersadar dari pikiranku. Sekarang 4 orang di depanku menatap Reborn. Yamamoto langsung tersenyum.
"Halo pria kecil!" katanya riang kepada Reborn. Gokudera hanya menatapku dan Reborn bergantian. Khususnya untukku, dia menghadiahiku tatapan ter…tersadisnya? Oh baiklah! Aku akan mengembalikan Reborn dan pulang secepatnya!
Tsuna-kun menatapku lama. Lalu mulai membuka mulutnya untuk berkata, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Dia pun menutup lagi mulutnya, seakan ragu untuk berbicara.
"U-um, Haru-chan, tadi saat di jalan kok tidak menyahut?" tanya Kyoko-chan tiba-tiba. Membuat aku teringat akan kejadian tadi. Saat aku tidak menggubris sahutan Tsuna-kun.
"U-u-um… A-ah? Ma-masa? Kalian tak salah orang? A-aku tak mendengar kalian menyahut," kataku gugup. Tsuna-kun kembali menatapku. Sekarang dengan pandangan bingung. Aku yakin dia tahu yang sebenarnya. Bahwa aku hanya pura-pura tak mendengar.
"Cih, alasan," kata Gokudera-kun yang berdiri di samping Tsuna-kun. Apa sih yang sebenarnya dia inginkan? Apa dia ingin aku mati berdiri disini karena tingkahnya itu? Aku pun menarik napas dalam-dalam. Membuangnya dari mulut. Untuk memperlambat debar jantungku.
"Kau tidak boleh begitu, Hayato. Mungkin saja Haru memang benar tidak mendengar," kata Yamamoto sembari menatapku lagi dengan senyuman khasnya.
"Lalu, untuk apa kau kesini, hah?" tanya Gokudera kasar.
"O-oh iya, aku baru ingat, aku mau mengantarkan Reborn. Tadi dia menungguku di depan rumahku. Jadi, kuantar saja kesini," jawabku apa adanya.
Tsuna-kun masih belum membuka mulut. Dia masih terdiam. Menatapku lama. Hanya menatap. Tanpa ada emosi yang pas. Kira-kira apa yang sedang dipikirkannya ya? Apakah dia menyadari keanehanku? Yah, terserah lah, yang pasti aku mau cepat-cepat pulang sekarang. Bersama dengannya di saat seperti ini membuatku tidak nyaman. Tapi baru saja aku mau membuka mulut untuk permisi pulang, Kyoko-chan memotongku.
"Haru-chan, kau sekalian makan malam di sini saja. Nanti pulang bersama kami setelah makan, bagaimana? Aku dan Nana-san sedang memasak di dapur, mau membantuku?" tanya Kyoko-chan.
"U-um," aku bingung mau menjawab apa. Kata-kata berterbangan di benakku. Tapi aku bingung harus menjawab apa. Sebagian dari diriku ingin agar aku pulang saja. Tapi sebagian lagi berkata tidak baik menolak ajakan orang. Dan akhirnya aku memutuskan, untuk menerima ajakannya. "Ba-baiklah."
.
.
.
.
Langit sudah gelap. Piring-piring sudah di tata rapi di rak piring. Dan semua orang sudah kenyang. Aku sebaiknya cepat pulang, kataku dalam hati. Aku pun pamit pulang duluan dengan alasan mempunyai segudang tugas di rumah. Mereka semua percaya saja. Tapi seseorang jelas sedang menatapiku karena belum mempercayai alasanku. Yup, tak lain dan tak bukan, Tsuna-kun.
Aku pun segera mengambil dan memakai sepatuku. Melangkah keluar rumah Tsuna-kun dan mulai berjalan dalam kesunyian. Tapi beberapa menit setelah berjalan, aku mendengar suara langkah kaki yang berlari di belakangku. Aku pun menoleh, dan apa yang kudapati membuatku pucat…
.
.
.
.
Aku terus menatapnya curiga. Aku yakin ada sesuatu yang di sembunyikannya. Terlihat jelas di wajahnya. Setelah dia pergi, aku pun beralasan ingin mengembalikan barang Haru yang tertinggal untuk mengejarnya.
Aku berlari sekuat tenaga untuk menyusulnya. Setelah beberapa menit, aku dapat mengenali sosok yang ada di depanku. Wajah tertunduk. Seakan-akan dia berjalan melihat ke bawah, tapi memang seperti itu benar. Mungkin karena mendengar langkah kakiku, dia menoleh. Wajahnya diliputi oleh rasa kaget dan…takut? Aku pun mempercepat langkahku, menghampirinya. Aku memanggilnya dan dia berhenti.
"Hosh, hosh, hosh," napasku masih tersengal-sengal karena berlari. "Ini, kau meninggalkan sesuatu," kataku sambil menyerahkan sebuah kantong. Dia menatapku bingung.
"Ini…?"
"Itu kado, untuk ulang tahunmu beberapa hari lalu, maaf ya, Haru, Aku baru sempat memberikannya sekarang. Kuharap itu cukup," sekarang dia menatapku dengan tatapan aneh. Mengamati ekspresiku.
"Oh," katanya datar. Tapi mimiknya masih sama seperti tadi. Kaget dan sedikit…takut? Dia mulai berjalan pergi. Tapi sebelum dia melangkah lebih jauh, aku menangkap tangannya. Hei? Apa yang kulakukan?
"U-um, Ha-haru, sebenarnya, aku ingin bertanya tentang kejadian tadi siang," kataku agak ragu. Sekarang wajahnya mulai mengeras. Aku menatap matanya. Mencoba untuk mencari suatu ekspresi dalam dirinya.
"U-um… ta-tadi… si-siang? A-aku benar-benar tidak mendengar kalian kok, la-lagi pula untuk apa aku tidak menjawab kalian? M-mungkin kalian salah orang kali, mungkin saja itu bukan a-aku," katanya agak terbata-bata.
Aku masih tak percaya dengan kata-katanya, tapi… mau apa lagi? Aku bukan orang yang bisa memaksa orang. Tidak mungkin kan aku memaksanya mengakui bahwa dia berbohong? Aku pun terdiam. "Oh, baiklah. Sampai nanti," kataku akhirnya.
Dia masih berdiri diam di tempatnya semula saat aku berlalu pergi.
.
.
Aku menatap barang yang ada di tanganku dengan emosi yang tak terbaca bahkan oleh diriku sendiri. Lalu aku memasukkannya ke dalam saku bajuku dan berlalu pergi pulang ke rumahku.
.
.
To be continue
Hehehe, Saya minta maaf untuk keterlambatan update, btw, fic saya yang dua lagi belum dilanjutkan, malah buat fic baru… *digeplak* okay, I hope you'll be patient to wait for the next chapter~! See ya~ ^O^
