Ada kata-kata yang ingin Dazai sampaikan pada Akutagawa, tapi dia tidak tahu bagaimana cara mengatakannya tanpa merusak ikatan mereka. Ikatan pelik yang berbelit-belit dan kusut oleh ketidakjujuran masing-masing.
Ada juga hal-hal yang Dazai ingin Atsushi pahami. Tapi lagi-lagi dia gagal menemukan pernyataan yang tepat. Dazai terlalu biasa berpura-pura sampai dia ragu bisa tulus pada orang sepolos bawahan barunya.
Dazai bukannya tidak melihat kegigihan Akutagawa terus mencarinya selama empat tahun sejak dia menghilang. Bagaimana anak itu tumbuh lebih kuat dengan sendirinya. Menjadi salah satu senjata terkuat Port Mafia seperti prediksi Dazai.
Saat pada akhirnya mereka bertemu, Dazai ragu apakah Akutagawa masih membutuhkan pengakuan darinya. Itu anggapan paling egois kalau mengingat usaha Akutagawa. Di sisi lain, Dazai hanya tidak ingin menganggap dirinya terlalu tinggi.
Lalu apa dia berhak untuk memberi pengakuan saat kini mereka berbeda jalur? Haruskah dia menjadi orang jahat lagi untuk bisa mengakui kekuatan Akutagawa? Ataukah kriteria kebaikan yang secara kurang adil diterapkannya pada anak itu? Semakin dipikir semakin ribet. Kadang-kadang Dazai ingin bisa bergerak sesuai kata hati saja seperti hal nya Chuuya, tapi pendidikan dari Mori membuatnya biasa terlalu banyak berpikir untuk mengambil keputusan paling rasional.
Kemudian ada Atsushi yang punya kebaikan hati begitu bertolak belakang dengan mereka. Namun kondisi jiwanya tidak stabil akibat tekanan masa lalu. Sedikit guncang akan membuatnya histeris. Kepercayaan dirinya mudah dikikis perasaan bahwa keberadaannya tak bernilai.
Kemudian muncul satu anak bermasalah lainnya, Izumi Kyouka. Dia pernah berada di dunia penuh cahaya, jadi wajar dia merasa Atsushi seperti menariknya ke rumah lama. Dia juga pernah jatuh ke dunia gelap layaknya Akutagawa, jadi Kyouka tidaklah naif masalah pekerjaan kotor yang kadang harus dilakukan tapi semuanya angkat tangan.
Atsushi ingin menyelamatkan Kyouka seperti Dazai dulu memberinya tempat di Agensi. Sementara Akutagawa ingin memberikan alasan hidup pada gadis itu dengan cara serupa dengan yang dijanjikan Dazai padanya di antara tumpukan mayat. Keduanya hanya meniru apa yang mereka lihat pada Dazai, dan di situ Dazai jadi dilema.
"Penderitaanmu di masa lalu tidak ada kaitannya dengan dirimu yang sekarang."
Ketika Dazai mendengar kata-kata Akutagawa dari intercom yang agaknya sekarang telah berpindah tangan itu, dia dalam hati berterima kasih pada muridnya yang telah mengutarakan hal serupa dengan yang ingin disampaikannya pada Atsushi.
"Kupikir Dazai-san sudah mengakuimu sejak lama."
Atsushi mengatakan itu bukan tanpa dasar. Dia melihat kemiripan cara pandang mereka.
("Jangan mengasihani dirimu sendiri. Kalau kau lakukan itu, hidup akan berubah jadi mimpi buruk tanpa akhir.")
Itu pertama kalinya Atsushi melihat kegelapan di mata Dazai. Membuatnya bertanya-tanya apa nasehat itu berdasar dari pengalaman masa lalu.
Sementara itu Dazai tidak bisa menyimpan senyumnya, meskipun dia tahu situasi sekarang tidak mengizinkannya menumpahkan haru. Jadi dia beralih ke komputer lagi. "Kyouka-chan, kalau kamu ingin, aku bisa saja memberikan hidup sebagai pembunuh padamu. Tapi penderitaanmu bukanlah milikmu sendiri. Apa yang bisa dilakukan manusia ketika hal yang dia inginkan berbeda dengan yang bisa dilakukan? Semua orang berjuang, mencari-cari cara terbaik menghabiskan hidup."
Kyouka diam cukup lama setelah mendengar penjelasan Dazai. "Ajari aku." Pada akhirnya dia bersedia diberitahu cara mengendalikan drone.
Tidak sampai sepuluh menit, ujian berakhir. Kyouka menyerahkan hidupnya untuk menyelamatkan kota, itu lebih dari cukup untuk menjadikannya anggota agensi. Lalu Atsushi dan Akutagawa juga berhasil lompat dari Moby Dick sebelum pesawat itu jatuh. Tidak ada korban jiwa baik dari pihak agensi maupun Port Mafia, ini hasil yang ideal.
"Dazai," Fukuzawa tahu-tahu sudah berdiri di belakang kursinya. "Ayo keluar," ajaknya. Dazai mengedipkan matanya heran. Dia merasa si pimpinan sendiri sudah cukup untuk memberikan penjelasan. Fukuzawa masih menatapnya lurus. "Ini strategimu, jadi bertanggung jawablah."
"Ini idenya Ranpo-san ... lho?" sangkal Dazai.
"Sudah, ikut saja." Fukuzawa menyentuh pundak kanan Dazai dengan sebelah tangannya. "Lagipula, ada sesuatu yang hanya bisa diselesaikan olehmu, kan?" Dan itu benar. Secara kasat mata, ini adalah ujian masuk Kyouka. Tapi khusus bagi sang detektif agensi, ini juga untuk menguji kepantasan Akutagawa memperoleh pengakuannya. Lalu keduanya lulus dengan satu skenario, ini sungguh menghemat tenaga.
"Baiklah, Shachou." Dazai menekan beberapa tombol sebelum melepas benda yang dari tadi menggantung di telinganya, meninggalkan ruangan dengan Fukuzawa beberapa langkah di depannya.
Dia harus mulai membereskan masalah yang ditinggalkannya, bukan lagi menghindar. Sesekali ada waktunya Dazai merasa gugup, tapi tidak pernah dia membiarkan orang lain menyadari itu. Namun Fukuzawa diam-diam cukup peka bahwa ada sesuatu yang dipendam bawahannya. Dia memilih tidak berkomentar. Karena bahkan sejak awal bergabung, Dazai selalu menyimpan semuanya dari permukaan. Masa lalu, harapan, emosi.
Dazai memang begitu, dan sebagai pemimpin, Fukuzawa hanya bisa percaya bahwa pemuda itu sedang berusaha keras. Jika tidak ada yang bisa dilakukannya meskipun tahu, biarlah Dazai menyimpan rahasia dan merasa lega dengan itu.
Atsushi yang melempar intercom trus Akutagawa yang spontan ngejar dan nangkap benda itu, lalu Dazai langsung mutus sambungan ... itu salah satu hal paling kejam yang dilakuin Dazai kalau menurutku.Silahkan kritik saran untuk fanfic gaje ini ... kalau mau diabaikan juga gak apa sih. Mungkin bisa jadi motivasi untukku berhenti lebih cepat.
