A Small Blueberry : Endless Mini Stories

Chara : Worker!Hinata Shouyou & Shota!Kageyama Tobio

Original Story : Haikyuu! By Furudate Haruichi

.

.

.

Story 1 : 'Hinata'

Tobio muntah berkali-kali. Perutnya sampai kosong dan dia tidak punya sesuatu yang harus dimuntahkan lagi. Pundaknya diguncangkan batuk yang juga tak kunjung berhenti. Air matanya mengalir perlahan dari ujung mata. Tubuhnya sudah lemas tak bertenaga. Ia melihat tangannya yang sedang menempel di dinding toilet bergetar hebat. Ia mengumpat dengan dibarengi nafas yang naik turun dengan cepat. Keringat tetap membasahi keningnya meskipun tubuhnya kedinginan.

Entah sejak kapan ia begini, ia sendiri tidak tahu. Apa penyebabnya pun ia tidak tahu. Dia tidak ingin bibi dan pamannya tahu ia sedang sakit dan memaksanya lagi untuk tinggal bersama mereka. Ia sudah muak dengan topeng manis mereka saat mereka bertemu dengan orang lain. Tobio sudah lihat mereka yang sesungguhnya.

Tobio harus berpegangan pada dinding untuk berjalan mengambil tempat duduk terdekat. Ia ingin segera membaringkan tubuh. Meskipun kerongkongannya masih bersikeras untuk memuntahkan sesuatu, ia berusaha menahannya sekuat tenaga, karena ia sudah tidak mampu bertahan di toilet lebih lama.

Lalu mendadak semua pandangannya menghitam. Ia ambruk. Rasa sakit menjalar seketika begitu seluruh tubuhnya bertabrakan dengan lantai.

Dengan tertatih, Tobio berusaha bangkit, tapi bahkan ia sudah tidak punya tenaga lagi untuk menggerakkan kaki dan tangannya. Di antara kesadarannya yang sudah separuh hilang, mulutnya menggumam.

"Okaa...san... "

Sebuah gumaman yang sia-sia. Ia seratus persen tahu akan hal itu. Berapa kalipun ia berusaha menggumamkan hal yang sama, sang Ibu tidak akan datang. Tidak akan pernah datang. Dia sudah pergi untuk selamanya. Dadanya sesak, air matanya mengalir.

Wajah dan senyum sang Ibu menyerang benaknya. Ia merindukan masa-masa dimana sang Ibu selalu ada untuknya. Selalu tersenyum meskipun ia sedang diserang oleh masalah secara bertubi-tubi. Ia merindukan pangkuan hangatnya. Ia merindukan suara lembut sang Ibu ketika memanggilnya. Semuanya sudah menghilang. Takdir sudah berlaku kejam padanya, tanpa ampun. Kesadarannya menurun perlahan.

Dan di antara sejumput pikirannya yang masih tersisa, ia menggumamkan nama itu.

"Hi... nata.."

Dan, dia pun tak sadarkan diri.

.

.

.

.

Yang pertama dirasakannya adalah badannya terangkat dan sebuah suara berteriak memanggilnya.

"Tobio?! Tobio?! Apa yang terjadi?!"

Ia kenal betul suara itu.

Lalu sebuah tangan yang hangat sekaligus sejuk menyentuh kening dan lehernya berulang kali.

"Astaga! Panas sekali!"

"Dia demam?!" ada suara lain yang dia kenal, tapi dia lupa siapa pemiliknya.

"Iya, panas sekali badannya."

"Bawa ke rumah, akan kupanggilkan dokter!"

Tobio ingin sekali melihatnya, melihat wajah pemilik suara itu. Wajah yang secara diam-diam dirindukannya. Yang pemiliknya kini sedang mendekapnya dengan erat, seperti sedang memeluk sesuatu yang begitu berharga. Ia mengumpulkan segenap kekuatannya untuk membuka mata. Cahaya mulai berpendar. Sosok Hinata tertangkap oleh matanya, sedang melihat entah ke sekelilingnya dengan raut wajah yang begitu khawatir. Dia menggerakkan badannya sedikit agar pria itu menoleh. Manik mata orange melebar dengan segera.

"Tobio?" Pria itu tersenyum, telapak tanganya yang besar menempel di pipi Tobio, "Ini aku. Hinata. Aku akan membawamu ke rumah sebelah. Tadi Hajime-kun sudah memanggil dokter."

Sesak dada dan ketakutannya menguap begitu saja setelah ia melihat manik mata itu. Akhirnya dia bisa melihat wajah Hinata. Setelah berusaha mencerna kalimat Hinata,Tobio kembali menutup matanya. Tenang. Dalam diam, ia mengandalkan Hinata untuk menolongnya.

Sejurus kemudian ia merasa badannya kembali terangkat. Hinata menggendongnya dengan berlari. Meskipun terselingi oleh guncangan badannya, Tobio masih merasa tangan yang mendekapnya tengah bergetar kecil. Begitupun jantung Hinata, benda itu berdetak kencang, dia bisa merasakannya dengan jelas karena pipi Tobio menempel pada dadanya. Tobio meremas kemeja Hinata, meminta perlindungan.

"Sial!" Pria itu mengumpat dengan suara yang serak, seperti ada emosi dan penyesalan di dalamnya. "Kenapa kau sampai begini sih, Tobio?!"

Di saat itu lah, dia sadar kalau Hinata memang benar-benar menyayanginya.

.

.

.

.

.

Note :
Haloo.. ketemu lagi dengan smol Tobio :3

Kali ini bikin kumpulan penggalan cerita tentang mereka berdua (lagi).

Kayaknya chapternya bakal bener2 endless? Uhm... pokoknya tiap kepikiran penggalan cerita baru tentang mereka bakal langsung tulis dan tambahin chapternya, dan ceritanya bisa bagian dari cerita atau bisa bener2 lepas dari cerita inti.

Ya pokoknya isinya bakal pendek2.

Okeh terima kasih sudah membaca :3