Ketika sang purna telah selesai dengan tugasnya mengawali malam yang telah berganti pagi, sang mentari mengawali tugasnya dengan menerbitkan diri dari ufuk timur. Cahaya kehidupan yang terlihat malu - malu itu menimbulkan efek bias berwarna ungu yang begitu menakjubkan. Hingga mahkluk – makhluk hidup yang menetap di permukaan bumi membuka kelopak mata mereka yang telah tertutup selama kurang lebih delapan jam itu terbuka untuk mengawali pagi mereka dengan hari yang baru.

Begitu juga dengan sosok manis yang masih betah meringkuk dalam pelukkan hangat sang kekasih. Mata rusa yang mengerjab perlahan itu tak membuat sang pemilik beranjak bangun dari posisinya saat ini. Pemandangan yang tersaji di hadapannya ketika ia membuka mata adalah alasannya untuk tetap tersenyum sepanjang hari. Betapa beratpun menit – menit yang ia lalui dalam satu hari, wajah tampan nan damai itu selalu mampu membuat asanya kembali sempurna.

Mata serupa rusa yang berpendar indah itu tak ingin mengalihkan tatapannya dari wajah tampan sang kekasih yang masih setia memejamkan matanya dengan damai. Alis tebalnya yang terlihat tegas, hidung mancungnya, kedua matanya yang dihiasi bulu - bulu mata pendek, bibir tipis yang terkatup rapat dan rahang tegas yang membuat sang kekasih terlihat semakin tampan. Ia hanya tak menyangka sosok sesempurna itu tengah terbaring nyaman di hadapannya. Merelakan salah satu tangan kekarnya sebagai bantalnya.

Luhan –pria bermata rusa itu- tak mampu menahan rona merah di kedua belah pipinya ketika ia merasakan sebuah tangan yang bertengger manis di pinggang rampingnya memeluknya semakin erat diikuti sebuah senyuman yang terpatri di wajah sang kekasih, sekalipun mata tajam itu masih terpejam dengan damai.

"Apakah kau sudah puas menatapi wajah tampanku Lu?" Rona merah akibat malu itu semakin manjadi – jadi manjalari wajahnya bahkan hingga ke telinganya. Suara serak khas seseorang yang baru saja bangun dari tidurnya itu entah mengapa terdengar selalu seksi baginya. Ketika mata tajam itu membuka secara perlahan, Luhan langsung menenggelamkan kepalanya ke ceruk leher sang kekasih sembari mengeratkan pelukkannya pada tubuh sang kekasih. Membuat pria pucat itu tertawa renyah melihat sikap malu - malu Luhan yang begitu menggemaskan.

Begitupun Luhan menyembunyikan wajah meronanya, sebenarnya ia tengah tersenyum senang merasakan kebahagiaan yang begitu meluap - luap di dalam hatinya. Sebuah nuansa romantis di pagi hari yang terlihat sederhana, cukup membuatnya mengucap sykur atas segala kebagaiaan yang tengah ia rasakan saat ini.

"Setelah kau mendapatkan tontonan wajah tampanku, bolehkah aku meminta banyaranku dengan sebuah morning kiss yang panas?" Kali ini sang kekasih mengeluarkan tawanya semakin lebar ketika Luhan langsung melepaskan dekapannya setelah memberikan 'pukulan kasih sayang' pada sang kekasih tepat pada dada bidangnya.

"Bangunlah Oh Sehun! Kau harus bersiap atau kau akan terlambat." Dengan wajah yang memberengut lucu, Luhan meraih selimut yang tadi malam mereka kenakan untuk ia lipat. Sebuah alibi yang bagus guna meredam rasa malunya sebab godaan Sehun yang selalu berhasil membuatnya merona hebat.

Sehun beranjak dari tidurnya dan berjalan mendekati Luhan yang berbalik membelakangi dirinya, masih berusaha menyembunyikan wajahnya yang masih terus merona. Sepasang tangan pucat itu bergerak melingkari perut rata Luhan yang hanya tertutupi kemeja putih miliknya yang Luhan gunakan asal pasca malam panas mereka.

"Apakah salah jika aku meminta sebuah ciuman panas di pagi hari sebagai mood booster-ku?" Bisik Sehun sedukatif di depan telinga Luhan; yang ia tau merupakan salah satu titik sensitif Luhan. Tangan pucat sebelah kirinya bergerak masuk ke dalam kemeja miliknya yang tengah digunakan Luhan, mengelus perut rata itu dengan gerakkan yang begitu menggoda. Membuat Luhan mengerang tertahan.

"I'm morning erection looking you with my clothes in your fucking sexiest body without underware, you know?" Luhan memejamkan matanya nikmat merasakan jilatan lembut pada daerah bagian belakang telinganya.

Secepat kilat Sehun membalik tubuh Luhan hingga pria itu kini berhadapan dengannya, meraup bibir menggoda Luhan yang entah mengapa selalu terasa bagaikan candunya. Memagut bibir itu dengan penuh kelembutan dengan sensasi panas yang tak terbantahkan, membuat sang submissive mengalungkan kedua tangannya pada leher Sehun. Semakin memperdalam pagutan keduanya yang terasa semakin dalam dan intens.

Sehun meraih kedua pinggul Luhan, menariknya semakin mendekat pada tubuhnya. Menggesekkan ereksinya pada penis Luhan yang masih tertidur dengan nyaman di balik kemeja putih polosnya.

Luhan memiringkan kepalanya beralawanan dengan arah kepala Sehun, semakin memperdalam ciuman di pagi hari mereka. Lenguhan merdu Luhan semakin membuat biraihnya menggebu - gebu melumat habis bibir sang kekasih.

Sehun melepaskan pagutannya ketika Luhan berusaha mendorong dada bidangnya dengan kedua lengan rantingnya. Ketika pagutan itu terlepas, Luhan langsung menyandarkan kepalanya pada bahu tegap Sehun. Menghirup oksige secara rakus melalu sela bibirnya yang terlihat merah dan membengkak pasca ciuman panas mereka.

"Sehun?"

Kondisi Sehun yang tak jauh beda dengan Luhan membalas panggilan sang kekasih dengan napas yang terengah.

"Aku tau kau ereksi, tapi aku tak ingin keu terlambat hanya karena morning erection-mu. Mandilah!" Luhan menjauhkan tubuhnya dari sang kekasih. Mengelus rahang tegas kesukkannya dengan lembut, "Aku akan menyiapkan pakaianmu."

Sehun memejamkan matanya merasakan kenyamanan pada elusan lembut tangan Luhan. Kepalanya ia anggukkan pelan dan berjalan menuju kamar mandi ketika Luhan telah menjauhkan tangannya.

Luhan menghela napasnya dengan berat melihat punggung tegap Sehun yang menghilang di balik pintu kamar mandi. Tatapannya berubah sendu dengan bahunya yang menuruh lemah. Butuh sekitar dua atau tiga kali menghela napasnya hingga akhirnya ia kembali mengambil selimut yang mereka kenakan semalam yang terjatuh di sebelah kakinya.

.

.

.

Oh Zhiyu Lu

Present

.

.

.

Only You Who I Have

.

.

.

For

HunHan Indonesia

Big Event Part II

.

.

.

Author : Oh Zhiyu Lu

Main Cast : Sehun, Luhan

Main Pair : Hunhan

Light : Chaptered

Rated : Mature

Genre : Drama, Hurt & Comfort, Yaoi, M-Preg

Disclaimer : Certa, alur dan karakter tokoh asli milik author. Tokoh milik agensi dan jika terdapat kesamaan, bukanlah faktor kesengajaan.

.

.

.

Chapter 1

.

.

Luhan membawa segelas kopi hitam dengan kepulan asap di atasnya serta sebuah piring dengan beberapa roti bakar di atasnya. Ia berjalan menuju dapur dan kembali dengan semangkuk penuh berisikan nasi goreng dan sebuah piring berisikan beberapa telur goreng di tangannya yang lain. Saat ia akan berjalan kembali menuju dapur, Sehun menahan tangannya dan menariknya hingga ia terduduk di sebelahnya.

"Duduklah Luhan!0 Kau juga perlu sarapan."

Seorang wanita paruh baya yang duduk berhadapan dengan Sehun mengambil selembar roti dan meletakkannya di sebuah piring yang berada di hadapan Luhan. Menuangkan susu pada sebuah gelas dan meletakkannya di hadapan Luhan.

"Aku tak mau memiliki menantu yang kurus, hm?" Wanita paruh baya itu kembali duduk di kursinya setelah memberikan senyuman hangat pada Luhan yang membalasnya dengan senyuman dan anggukkan kecil.

"Di sini masih ada bibi Kim yang bisa menyiapkan sarapan untuk kita Luhan. Jadi kau tak perlu repot – repot disini. Kau adalah kekasih anakku, dan tak seharusnya kau bersikap selayaknya asisten rumah tangga." Seorang pria paruh baya yang memiliki wajah serupa Oh Sehun menimpali.

Sehun tertawa kecil sambil mengusak rambut Luhan ketika pria itu menganggukkan kepalanya patuh. Hal apapun yang dilakukkan Luhan, entah mengapa terlihat begitu menggemaskan baginya. Dan hal itulah yang membuat rasa cinta Sehun semakin bertambah pada sosok menggemaskan di sampingnya ini.

.

HHI

Big Event Part II

.

Sehun berjalan menuju mobil mewahnya yang terparkir apik di halaman rumah, diikuti dengan Luhan yang berjalan di sampingnya dengan membawa tas kerja miliknya.

Di depan pintu penumpang bagian belakang sudah ada Lee ahjussi yang menjabat sebagai supir pribadi Sehun sejak pertama kali ia berkerja di perusahaan sang ayah. Pria paruh baya itu membukakan pintu untuk sang majikkan yang tengah berjalan ke arah mobilnya dengan sang kekasih.

Keduanya berhenti ketika mereka telah berdiri di depan pintu mobil yang terbuka. Luhan menyerahkan tas yang berada dalam genggaman tangannya kepada Sehun.

"Aku ingin kau banyak istirahat Lu. Entah kenapa aku melihatmu semakin kurus dari hari ke hari. Bahkan beberapa kali aku melihat wajahmu pucat ketika aku pulang berkerja. Aku tak ingin kau sakit. Aku begitu susah jik-" Sehun menghentikan ucapannya ketika tiba – tiba Luhan memeluk tubuhnya dengan erat. Sehun terkekeh kecil melihat tingkah Luhan yang begitu menggemaskan.

Pria pucat ini tak tau saja jika Luhan tengah menyembunyikan setetes air mata yang berusaha keluar dar kedua sudut matanya. Sehun yang gemas dengan tingakah Luhan yang begitu menggemaskan memeluk tubuh kurus sang kekasih dengan erat. Menghirup aroma memabukkan dari rambut sang kekasih yang terasa begitu lembut.

Di sisi lain, Luhan yang mendapatkan perlakuan hangat dari Sehun, berangsur mampu membendung perasaan sesak yang mengukung hatinya. Membuatnya kembali tegar dengan menahan tangisannya pada dada bidang Sehun.

Dengan senyuman lembut yang terukir begitu indah di kedua belah bibir tipisnya, Luhan berucap, "Aku mengerti tuan Oh. Apa kau tau? Ibumu selalu mencekokiku berbgai masakkan lezatnya hampir setiap hari. Bahkan kakakmu itu sampai rela singgah ke toko obat terbaik ketika liburan di Amerika sebulan yang lalu untuk membelikanku vitamin penambah berat badan. Hanya saja, aku pun bingung kenapa berat badanku tak pernah bertambah. Itu membuatku setres memikirkannya.

Sehun sungguh tak mampu menahan tawanya ketika memperhatikan bagaimana menggemeaskannya Luhan ketika ia menceritakan tantang ibu dan kakaknya. Kedua alis itu akan berkerut, matanya yang berpendar kesal dan bibirnya yang mengerucut lucu. Dalam hati ia benar – benar bersyukur memiliki Luhan sebagai kekasih; yang akan berubah menjadi pendamping hidupnya hingga akhir. Bahkan ia berjanji dalam hatinya untuk selalu membuat Luhan bahagia dan tak akan pernah meninggalkannya dalam keadaan apapun. Seperti janji yang ia ucapkan pada mendiang ibu Luhan beberapa tahun yang lalu.

"Sehunie kau tau? Bahkan adikmu itu sampai repot – repot membeli bubble tea di perempatan dekat sekolahnya untukku. Uhhh! Kau harus lihat bagaimana menggemaskannya Yeri ketika ia menggerutu tentang berat badanku sambil memberikan bubble tea yang ia beli untukku."

Sehun mengusak rambut Luhan dengan lembut, "Aku senang sampai sekarang keluargaku benar – benar menerimamu bagaikan keluarga mereka sendiri." Luhan langsung menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat mendengar ucapan Sehun.

"Tentu saja! Mereka sangat menyayangiku. Hahh~ Aku bersyukur wajah imutku ini mampu membuat siapa saja menyayangiku." Sehun terbahak mendengar kenarsisan sang kekasih.

"Apa yang salah eoh?" Sehun segera menggelengkan kepalanya merasa rusa betina di hadapannya ini akan segera mengamuk. "Tidak. Kau memang benar. Wajahmu ini selalu berhasil membuat siapa saja menyayangimu."

Sekali lagi Luhan menganggukkan kepalanya memebenarkan ucapan Sehun dengan raut wajah yang begitu yakin. Tanpa ia sadari, pria berkulit pucat itu mendekatkan wajahnya pada telinga Luhan, "Bahkan aku sampai bertekuk lutut karena dirimu. Jika ada kata yang lebih dalam daripada aku mencintaimu, maka aku akan mengatakan itu padamu setiap hari. I Love you Oh Luhan. Wo ai ni."

Wajah Luhan benar – benar semerah tomat busuk. Apa lagi mendengar tawa Lee ahjussi yang berusaha ia tahan karena tak ingin mengganggu kemesraan sang majikkan dan kekasihnya.

"Sudahlah! Lebih baik kau sekarang pergi berkerja Tuan Oh!" Luhan mendorong Sehun masuk ke dalam mobilnya. "Cari uang yang banyak dan segera nikahi aku."

Luhan benar – benar bersikeras mendorong Sehun masuk ke dalam mobilnya. Namun ia berhasil mencuri sebuah kecupan pada bibir tipis Luhan sebelum ia masuk ke dalam mobil dan di tutup oleh Lee ahjussi. Setelah membungkukkan tubuhnya pada Luhan yang tengah terdiam kaku pada posisinya, Lee ahjussi segera masuk dan mendudukkan tubuhnya pada kursi bagian pengemudi.

Luhan mengangkat tangannya dan mengarahkan lambaian tangannya pada mobil Sehun yang telah berjalan keluar dari perkarangan megah milik keluarga Oh dengan tatapan yang sulit di artikan. Pada dasarnya bibir tipis itu memang tersenyum dengan lebar, namun sepasang mata indah serupa rusa itu tak menggambarkan arti yang singkron dengan senyuman yang ia ukir pada kedua belah bibirnya. Mata itu terkesan redup. Mengambarkan kesedihan, kerapuhan, keputus asa-an dan kelelahan yang begitu kentara. Binar itu seolah tak merelakan Sehun jauh dari sisinya barang beberapa meter saja. Namun dirinya tak mampu bersikap egois dengan terus meminta Sehun selalu berada di sisinya selama dua puluh empat jam sehari.

Pria yang menjabat sebagi kekasihnya itu juga memiliki tugas yang ia emban sebagai Ceo dari perusahaan yang telah dibangun sang kakek Oh dari nol hingga menjadi perusahaan terbesar kedua di Korea Selatan dan memasukki deret sepuluh besar perusahaan besar di kawasan Asia.

"Apa dengan kau terus berdiri di sini, pakaian – pakaian kotor di belakang bisa terlipat bersih di dalam lemari?" Luhan tersentak kaget ketika mendengar sebuah suara yang terasa begitu sinis dan tajam terdengar dari arah belakangnya.

Ketika ia membalikkan tubuhnya, ia melihat ibu Sehun tengah melipatkan kedua tangannya di depan dadanya dengan tatapan merendahkan yang ia arahkan pada Luhan. Berusaha membuat Luhan merasa seperti individu paling rendah dalam kasta masyarakat. Dan ya, apa yang tengah dilakukan wanita paruh baya itu memang berhasil. Luhan selalu merasa benar – benar menjdi manusia hina dengan hanya tatapan tajam itu, yang ia wariskan pada anak lelaki satu - satunya yang merupakan kekasih Luhan.

"Oh! Jangn lupa untuk membersihkan meja makan dan cuci semua piring kotor. Bibi Kim akan menemaniku belanja sehingga tak ada yang melakukan perkerjaan rumah kecuali dirimu. Apa kau mengerti?" Dengan kepala yang tertunduk, Luhan menjawab perintah wanita paruh baya itu dengan anggukkan pelan. Tanpa menunggu wanita paruh baya itu mengeluarkan umpatannya, Luhan segera berlalu pergi untuk masuk ke dalam rumah. Mengerjakan apapun yang harus ia kerjakan di rumah ini.

Ya,,, inilah kehidupan seorang Luhan yang sebenarnya. Jauh dari ekspektasi yang membayangkan kekasih yang mencintainya, hidup bahagia, keluarga sang kekasih yang menerimanya dengan tangan yang terbuka, perlakuan istimewa yang diberikan keluarga kekasihnya ataupun hidup tenang bersama sang kekasih; walaupun yang pertama ia dapatkan dengan penuh dari Sehun yang teramat sangat mencintainya.

Luhan hanya seorang pria yang hidup di bawah garis kemiskinan sebelum ia bertemu dengan seorang Oh Sehun. Ia tak pernah membayangkan drajat hidupnya akan meningkat naik ketika ia bertemu dengan sosok kekasih yang mencintainya dengan tulus. Ia hanya berharap memiliki seorang kekasih dari kasta yang sama, menikah dan hidup bahagia. Itu saja sudah mampu membuatnya bahagia.

Namun yang tak ia duga sama sekali adalah, ketika sosok pria tampan dengan segala kesempuranaan yang melekat pada dirinya, datang ke dalam hidupnya yang terkesan datar dan melelahkan. Menawarkan sebuah cinta yang tulus, kenyamanan dan kebahagiaan kepada dirinya, hingga ia melupakan nasihat sang ibunda yang mengatakan dunia ini kejam hanya karena kasta, kedudukkan dan harta.

Dan ya, Luhan menyesal tak mengindahkan perkataan mendiang ibunya. Cinta yang ditawarkan pria itu begitu tulus, kenyamanan yang diberikannya begitu menjanjikan hingga ia terbuai. Tenggelam semakin dalam hingga sesakit apapun balasan yang ia dapatkan karena mencintai pria itu tak ia hiraukan. Tanpa ia sadari kapan semuanya dimuali, ia telah benar – benar menggantungkan hidupnya pada pria itu. Yang ia tau, semuanya semakin jelas ketika pria yang begitu ia cintai itu berjanji akan menjaganya, melindunginya, menyayanginya dan mencintainya hingga akhir hayatnya ketika ibunya memasukki detik – detik komanya dan pergi menuju kedamaian, meninggalkan Luhan tanpa sanak saudara yang tersisa.

Beberapa hari setelah kepergian ibunya, usaha Sehun membuat Luhan kembali berjuang dalam hidupnya membuahkan hasil. Senyuman yang membuat ia mencintai pria itu kembali tersemat di kedua belah bibir tipisnya. Binar yang begitu memabukkan dari sepasang netranya kembali bersinar. Dan tak ada apapun yang membuat Sehun lebih bahagaia daripada itu semua.

Namun yang tak Luhan sangka adalah, Sehun memintanya untuk pindah ke rumahnya dan berjanji akan menanggung seluruh kebutuhan hidupnya. Luhan langsung menolak tawaran itu sebab ia pun tau siapa dirinya. Saat itu mereka baru menginjak tiga bulan masa pacaran mereka. Dan Luhan tak menaruh harapan besar untuk berakhir dengan pria nyaris sempurna itu. Ia sadar kedudukkannya di kasta masyarakat di bandingkan keluarga Sehun yang benar - benar di hormati di manapun mereka berada.

Mereka sempat bertengkar dan bahkan Luhan memutuskan untuk mengakhiri hubungan keduanya. Tentu saja Sehun langsung menolak keras hal itu. Ia tak pernah merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna selain bersama Luhan. Bahkan ia benar - benar merasa kehilangan sepauh jiwanya ketika Luhan berusaha untuk menghilangkan sosok Sehun dalam hidupnya.

Benar. Tanpa ia sadari, ia benar – benar telah menggantungkan hidupnya pada sang kekasih. Cintanya tak terbantahkan lagi. Ia benar – benar membutuhkan Sehun dalam hidupnya. Hingga di sinilah ia berada, di rumah megah nan mewah milik keluarga Oh.

Berkali - kali Sehun menggenggam tangannya dengan erat, meyakinkan dirinya bahwa keluarganya pasti akan menerimanya dengan tangan terbuka. Selama perjalanan itu Sehun menceritakan ibunya yang begitu lembut dan penuh kasih sayang, ayahnya yang tegas dan berwibawa namun menyayangi ketiga anaknya, kakaknya yang dewasa dan adiknya yang manis. Sejenak itu mampu membuat Luhan tenang dan berpikir positif akan reaksi keluarganya.

Dan ya, Luhan benar - benar mengucap syukur. Keluarga Sehun menerimanya dengan tangan terbuka. Membuatnya seolah – olah ia adalah bagain inti dari keluarga Oh. Namun yang tak ia sangka adalah, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat ketika Luhan berada jauh dari jangkauan pandangan Sehun. Seluruh keluarga Sehun; terutama ibunya, mengingatkannya soal kasta dan kedudukkannya yang tak lebih dari sampah masyarakat melalui tindakkan dan ucapan mereka padanya.

Mereka memang tak mengancam Luhan untuk tak mengadukannya pada sang kekasih. Namun sekali lagi, Luhan sadar diri. Melihat bagaimana harmonisnya keluarga ini, Luhan tak sampai hati mengatakan apa yang sebenarnya terjadi ketika pria nyaris pucat itu tak berada di sampingnya.

Hingga menginjak tiga tahun hubungan percintaan keduanya, semuanya masih terasa sama bahkan perlakuan mereka semakin menjadi – jadi. Ingin berkata menyerah, namun ia telah bergantung semakin banyak pada Sehun. Wajah tampan dan ucapan - ucapan penuh cinta yang pria pucat itu rapalkan setiap pagi padanya membuat Luhan mempu menghadapi beratnya cobaan cinta merka dan tak mampu beralih darinya.

.

HHI

Big Event Part II

.

"Luhan?" Luhan meraih pakaian terakhir yang tergantung di jemuran sebelum membalikkan tubuhnya menghadap bibi Kim yang berdiri di belakangnya.

"Bibi sudah pulang? Di mana eomma?"

"Nyonya Oh sedang di ruang tengah dengan beberapa barang belanjaannya." Luhan menganggukkan kepalanya dan tersentak ketika Bibi Kim menahan pergelangan tangannya yang sedang mengambil sebuah ember berisi pakaian pakaian kering lainnya.

Bibi Kim tersenyum lembut ketika Luhan memberikannya tatapan penuh tanda tanya. "Istirahatlah! Kau terlalu banyak melakukan pekerjaan hari ini. Biar aku yang melanjutkan sisanya. Jika kau tak bisa mengatakan yang sebenarnya pada tuan muda Sehun, setidaknya kau memiliki istirahat yang cukup agar kau tetap sehat. Apa kau tau betapa tirusnya pipimu ini?"

Luhan terkekeh kecil sambil menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Sehun sangat menyayangi keluarganya, begitu juga dengan mereka yang begitu menyayangi Sehun. Keluarga mereka sangat sempurna dan penuh dengan kebahagiaan. Bagaimana mungkin aku bisa setega itu untuk merusak hubungan mereka? Lagi pula aku bosan ahjuma. Sehun tak mengizinkanku untuk berkerja dan aku tak mau terkena diabetes karena selalu tidur di kamar."

"Kau tak bisa menyembunyikan apapun dariku anak muda. Istirahatlah! Usahakan agar Nyonya Oh tak melihatmu atau Ia akan menyuruhmu mengerjakan hal - hal yang tak seharusnya kau kerjana. Mengerti?"

Luhan menganggukkan kepalanya dengan patuh dan segera berlalu menuju mansion utama keluarga Oh. Sesuai intruksi Bibi Kim, Luhan memutuskan untuk menjulurkan kepalanya melihat situasi ruang tengah yang menjadi jalan satu - satunya menuju lantai dua. Di sofa ada Nyonya Oh yang sedang sibuk dengan beberapa kertas di tangannya. Tubuh Nyonya Oh yang membelakanginya, membuatnya yakin jika ia tak akan ketahuan oleh wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu.

Luhan menghela nafasnya terlebih dahulu kemudian membuat langkah berjingkatnya menuju tangga tanpa melibatkan suara apapun.

"Luhan?" Luhan mendelikkan matanya mendengar panggilan Nyonya Oh. Masih dengan gaya berjingkatnya, Luhan mengalihkan pandangannya pada sosok Nyonya Oh yang masih pada posisi awalnya sembari memperhatikan beberapa kembar kertas di kedua tangannya.

Benarkah wanita paruh baya itu memanggilnya tadi? Melihat posiss wanita paruh baya itu yang tak berubah sedikitpun, membuatnya ragu; apakah itu hanya alusinasinya semata atau memang benar ia memanggilnya.

"Apa kau tak dengar aku memanggilmu Luhan?" Namun ketika ia memutuskan untuk melanjutkan langkahnya, ia melihat Nyonya Oh menghadap padanya dengan tatapan mata yang cukup menusuk. Luhan menganggukkan kepalanya pelan dan mulai berjalan menghadap Nyonya Oh.

"Kau pilih!" Wanita itu menjejerkan kertas - kertas yang sedari tadi ia genggam di atas meja yang memisahkan keduanya. "Mana menurutmu yang paling cantik?"

Luhan memperhatikan deretan kertas tersebut yang berisikan gadis - gadis dengan wajah mereka yang begitu sempurna. Namun satu hal yang menjadi pertanyaannya, untuk apa Nyonya Oh melakukan ini semua.

"Foto ini; untuk apa saya memilih di anatara mereka?"

"Mereka adalah anak gadis dari teman - temanku dan rekan kerja suamiku. Dan aku ingin salah satu dari mereka menikah dengan Sehun. Pilihlah yang mana menurutmu paling cantik."

Luhan mampu merasakan dengan jelas udara di sekitarnya kian menipis hingga ia pun merasakan sesak yang teramat sangat pada paru - parunya. Hatinya bergetar perih hingga tanpa sadar pandangannya menjadi buram.

"Wae? Kau berpikir aku akan setuju kau menikah dengan Sehun?" Kedua belah bibir tipisnya bergetar ingin mengatakan sesuatu. Namun ia pun sadar, ia tak memiliki sebaris kalimat apapun yang pantas ia gunakan untuk menjawab pertanyaan wanita paruh baya di hadapannya. Alhasil, ia hanya mampu menundukkan kepalanya, menghindari tatapan wanita itu yang terasa begitu merendahkannya.

"Sehun adalah anak laki - laki satu - satunya di keluarga ini. Ia akan menjadi pewaris tunggal Oh Cooperation dan ia pun memerlukan seorang anak untuk meneruskan usaha keluarga ini. Kau laki - laki dan kau pikir kau bisa memenuhi itu semua, huh?"

Luhan semakin menundukkan wajahnya, berusaha tetap mengunci pandangnnya pada bulu bulu karpet yang begitu lembut membalut kaki telanjangnya. Bukan hanya untuk menyembunyikan air matanya, namun ia tak akan mampu melihat tatapan penuh kebencian, penghinaan dan rasa jijik yang begitu menusuknya. Sepasang mata tajam itu tau benar bagaimana menghinanya bagaikan ia seekor anjing rabies.

"Ada apa lagi? Pilihlah! Aku bingung memilih yang mana. Mereka begitu sempurna."

Luhan mengalihkan pandangannya pada deretan foto tersebut. Namun sialnya, genangan air matanya membuat pandangannya menjadi buram, di tambah lagi dengan dadanya yang terasa begitu sesak. Dan Luhan tak perduli lagi, ia hanya memilih secara acak.

"Oh! Krystal Jung. Ku akui pilihanmu sangat bagus. Dia cantik dari keluarga terpandangan dengan keluarga yang lengkap. Dia pintar dal-" Luhan berusaha mengalihkan fokusnya pada apapun hingga ia tak mendengarkan apapun yang Nyonya Oh ucapkan.

"Pergilah. Aku muak meliahtmu terus berdiri di hadapanku." Luhan membungkukkan tubuhnya dan segera berlalu pergi menuju kamarnya bersama Sehun di lantai atas, meninggalkan Nyonya Oh yang tengah menyeringai menang atas apa yang ia lakukan pada pemuda malang itu.

To Be Continue

.

.

.

Astagaaaaa... Ini fanfic sinetron bangeeeettt. Ga kukuuu ..

Tapi apa mau di kata, ga tau lagi mau bikin alur yang gimana lagi. Cuma mentok sampe di sini. Jadi harap maklum kalau rada aneh, mainstream dan ga greget. Ada yang punya saran gimana caranya biar Luhan tetap laki (ga menye - menye) walaupun ditindas?

.

.

Review, Folow & Favorite, pleaseee...