Disclaimer : Masashi Kishimoto


Kata siapa menjadi remaja itu mudah? Bagi Hinata, menjadi seorang remaja adalah mimpi tidak mengenakkan—bukan buruk, lho—yang terjadi pada siang bolong.

Ada tiga alasan bagi Hinata untuk mengatakan bahwa masa remaja itu adalah masa yang sulit baginya. Pertama, Hinata tidak punya pacar! Tidak perlu berpanjang lebar menjelaskan, yang pasti Hinata sudah putus asa mengharapkan cinta Naruto.

Semua teman Hinata juga tahu, Naruto naksir Sakura. Padahal, Sakura ngidam Sasuke. Sementara Sasuke main mata dengan Kabuto-senpai... Salah! Tidak ada yang tahu, siapa gadis yang menarik hati Sasuke. Yah, mungkin saja Sasuke memang tidak tertarik pada perempuan. Lihat saja kulitnya yang putih mulus seperti kulit perempuan itu...

Stop! Cukup. Berhenti membicarakan pria yang terkenal itu atau kau akan menjadi sasaran kemarahan para penggemar fanatiknya. Lebih baik menyebutkan alasan kedua mengapa Hinata kurang menikmati masa remajanya. Alasan itu adalah kepribadian Hinata. Dia terlalu pemalu. Setiap kali Naruto meminta diberi contekan di kelas, wajah Hinata langsung memerah layaknya gadis yang mendapatkan pernyataan cinta dari pria yang disukainya.

Ah, mengapa semua menjadi sangat rumit hanya karena Hinata terlalu takut untuk menyampaikan perasaannya pada Naruto? Akan lebih mudah jika Naruto langsung saja menjadikan Hinata sebagai pacarnya. Sedangkan Sakura untuk Sasuke saja. Sederhana, bukan? Kalau kasihan pada Kabuto-senpai, pemuda berkacamata itu bisa kita suruh untuk memilih : Orochimaru-sensei yang suka mencari alasan agar Kabuto-senpai membantunya di laboratorium kimia atau Danzou-jiisan penjual es krim yang suka memberikan es krim gratis—tapi yang paling murah—untuk Kabuto-senpai. Hehehe.

Jangan pergi dulu, ya. Masih ada alasan ketiga. Alasan itu adalah...

"Hinata-chan! Tolong bantu aku melayani pembeli!"

Suara Neji membuat Hinata tersentak. Ugh, jangan lagi... Ke mana sih, Asuma dan Kurenai? Dua orang pegawai ayah Hinata itu belum masuk kerja juga. Padahal seharusnya mereka sudah bekerja sejak setengah jam yang lalu. Jangan-jangan mereka asyik pacaran dan membiarkan Hinata tersiksa karena harus menggantikan sementara tugas mereka. Menyebalkan!

Dengan agak tergesa, Hinata melangkah turun ke lantai bawah tempat tinggalnya, tempat di mana toko milik keluarga Hyuuga berada. Sebelumnya toko itu adalah milik Jiraiya-sama, seorang novelis khusus cerita dewasa yang sangat terkenal. Namun sejak dua tahun lalu, kakek berwajah mesum itu menjual bisnisnya pada keluarga Hyuuga. Sejak saat itu juga, Hinata terpaksa menambahkan satu alasan lagi, mengapa ia tidak bisa menikmati masa remajanya...

"Aku jadi kasir saja," kata Hinata, mengambil alih sementara tugas Kurenai. Neji hanya mengangkat bahu, lalu kembali menjelaskan fungsi sebuah benda pada sepasang pria dan wanita yang menunjukkan minat pada benda tersebut.

Benda yang dijelaskan oleh Neji tersebut bentuknya mirip sekali dengan apel. Tentu saja, 'apel' itu tak bisa dimakan karena benda itu bukan buah sungguhan, melainkan...

"Ini vibrator yang cukup banyak diburu pembeli. Lebih unik daripada yang berbentuk pisang, bukan? Dijamin puas, deh" ucap Neji, berusaha membujuk pasangan tersebut.

Wajah Hinata memerah saat mendengarkan kata-kata Neji. Itu sebabnya Hinata memilih bekerja sebagai kasir, agar ia tak perlu menahan malu saat menjelaskan pada calon pembeli mengenai kegunaan benda-benda yang dijual di toko milik keluarga Hyuuga tersebut, seperti yang sedang dilakukan oleh kakak sepupunya itu.

Malu. Sekali.

Itulah yang Hinata rasakan jika berbicara mengenai alasan ketiga mengapa ia tak merasa nyaman dengan masa remajanya ini. Gara-gara toko yang menjual sex toys ini, Hinata tidak berani mengajak teman-temannya main ke rumahnya. Jangankan mengundang Naruto, untuk mengundang Sakura dan Ino saja Hinata akan berpikir seribu kali dulu.

Lagipula...

"Nona, apakah toko ini menyediakan mouth gag yang seperti ini?" tanya seorang pria muda, membuyarkan lamunan Hinata. Pria bertubuh jangkung dengan rambut berwarna putih dan mencuat itu menunjukkan sebuah gambar mouth gag ball di tabletnya, membuat Hinata kembali memerah wajahnya. Betapa tidak, foto yang terpampang di sana adalah foto seorang gadis yang sedang mengenakan mouth gag ball dengan bola berwarna merah mencolok!

"Ne-Neji-nii, tolong bantu kakak ini," pinta Hinata panik.

Neji dengan sigap membantu calon pembeli tersebut. Sementara Hinata hanya menghela napas lega di balik mesin kasir.

Tapi, sampai kapan Hinata akan merasa lega? Sebab, bisnis keluarganya masih berjalan dan mau tak mau, Hinata masih akan terus membantu di toko!

Yeah, masa remaja memang berat. Kalian setuju, bukan?***


Dengan langkah berat, Iruka menyusuri pedestrian. Ia sebenarnya merasa enggan—dan takut—meneruskan perjalanannya menemui Kakashi. Tapi janji telah terucap dan Iruka tak bisa mengingkarinya.

Kata siapa berpacaran dengan sesama pria itu menyenangkan? Barangkali jika pria yang menjadi pacar tersebut adalah pria berkepribadian 'normal' layaknya Iruka, maka Iruka tak perlu setakut ini. Tapi di sini kita berbicara mengenai Hatake Kakashi!

Ya, terus? Apa istimewanya dia?

Oke, Kakashi memang tampan sekali. Tapi dia... aneh? Juga... sadis!

Setelah dua kali menunjukkan video BDSM pada Iruka yang berhasil membuat Iruka menangis ketakutan, Kakashi malah memunculkan ide gila, "bagaimana kalau kita praktek?"

Iruka menjadi slave demi memuaskan Kakashi? Oh yang benar saja! Itu tidak akan terjadi. Sama halnya dengan Danzou-jiisan membagi-bagikan es krim mahal untuk seluruh siswa SMA Konoha, Iruka tidak akan mempraktekkan apa yang pernah ia lihat bersama Kakashi! Tidak akan... sampai ia merasa lemah menghadapi bujuk rayu—dan paksaan—Kakashi.

Penolakan Iruka hanya berumur dua hari. Pada hari ketiga, Iruka akhirnya menyerah dengan berbagai syarat. Salah satu yang utama adalah : tidak ada BDSM. No bondage, no discipline (kecuali di sekolah, tentu saja), no slave, no master and absolutely, no wild things!

Tapi, sekali lagi, kita membahas Kakashi. Dia tidak bisa dipercaya! Kakashi, kemungkinan besar akan tetap pada rencananya tanpa mengindahkan syarat-syarat Iruka.

Oleh sebab itu, demi ketidakpercayaan Iruka pada Kakashi itulah, Iruka memutuskan untuk tetap menemui kekasih gila... eh tampannya itu di Paradise Shoppe, toko 'khusus' yang menyediakan berbagai macam alat bantu seks. Kakashi berkata akan membeli beberapa barang di situ. Iruka hanya memastikan bahwa Kakashi tidak akan membeli benda-benda 'aneh' dan 'liar'. Mengawal agar Kakashi tetap berpegang pada kesepakatan mereka sebelumnya.

Maka, inilah Umino Iruka. Siswa kelas tiga SMA Konoha. Baru berusia delapan belas tahun tapi sudah nekad mengunjungi sebuah toko 'terlarang' bagi remaja. Maka tak perlu heran jika di ambang pintu masuk, ia sempat terpaku beberapa menit dengan wajah memerah.***


"Silakan masuk," sapa Neji ramah saat melihat seorang pemuda berkulit cokelat yang termangu di ambang pintu masuk.

Sapaan Neji tak hanya menimbulkan reaksi dari pemuda berkulit cokelat tersebut, tetapi juga pemuda yang sedang dilayani oleh Neji. Pemuda itu tampak gembira saat melihat si kulit cokelat.

"Iruka-chaaan! Ayo, ke sini! Lihat apa yang sedang kupersiapkan untuk malam istimewa kita," seru pemuda tersebut sambil menarik tangan pemuda yang ternyata bernama Iruka tersebut agar masuk ke dalam toko.

Iruka?

Giliran Hinata yang bereaksi. Ia menoleh dan melihat sosok yang cukup familiar dengannya. Sosok dengan nama yang tak biasa itu tampak kikuk saat pipinya dicium oleh pemuda berambut putih mencuat itu.

"I-Iruka-senpai?"

Iruka menoleh. Detik berikutnya, wajahnya memucat saat mengenali Hinata sebagai kohei-nya di SMA Konoha.

Oh, tidak! Ini bisa menjadi lebih buruk daripada keinginan Kakashi untuk menghabiskan malam berdua dengan Iruka. Seorang kohei yang mengetahui rahasia besar Iruka. Ini gawat!***


Tenanglah, Hinata... Dia tidak akan mengatakan pada siapa pun mengenai Paradise Shoppe. Dia 'kan tidak mau jika kabar tentang orientasi seksualnya yang 'menyimpang' itu tersebar di sekolah?

Itulah yang selalu Hinata katakan dalam batinnya. Sejak pertemuan dengan Iruka di Paradise Shoppe pada Sabtu sore itu, Hinata berusaha meyakinkan dirinya bahwa Iruka tidak akan membuka rahasia Hinata. Iruka akan tutup mulut karena Hinata juga memegang kartu truf-nya : orientasi seksual Iruka. Jadi, selama mereka saling menjaga rahasia, tidak akan ada yang tahu rahasia besar mereka berdua.

Pertemuan Sabtu sore itu berlangsung nyaris tanpa dialog di antara Hinata dan Iruka. Sebab, sesaat setelah melihat wajah Hinata, Iruka bergegas meninggalkan toko. Ia tak mengindahkan panggilan si rambut putih mencuat yang sama bingungnya dengan Neji.

Dan sekarang hari Senin. Saatnya bersekolah. Hinata mungkin akan bertemu dengan Iruka. Tapi, apa yang harus ia lakukan? Apakah harus bersikap biasa seolah tak pernah bertemu dengan Iruka—bersama pacar lelakinya—di Paradise ShoppeI? Atau mengatakan sesuatu pada Iruka yang intinya meminta agar Iruka menjaga rahasia Hinata? Tapi, pilihan kedua tampaknya tak perlu diambil, kecuali jika Hinata memang ingin berbicara banyak dengan senpai—ya yang pendiam itu.

"Hinata-chan, sudah sampai," tegur Neji setelah menghentikan mobil di dekat gerbang SMA Konoha. Setelah mengantar Hinata, remaja berambut panjang itu kemudian meneruskan perjalanan menuju sekolahnya di Konoha sebelah utara.

"Eh? Baiklah. Terima kasih. Sampai nanti, Neji-nii."

Hinata turun dari mobil dengan langkah berat. Sama sekali tidak bersemangat. Kebingungan mengambil keputusan membuat Hinata seolah kehilangan tenaga.

Dari sebuah arah, sebuah sepeda motor bermesin besar muncul dan menepi di dekat gerbang sekolah, tak jauh dari tempat Hinata berdiri. Sang penumpang yang mengenakan seragam sekolah SMA Konoha, bergegas turun sambil melepaskan helmnya.

Hinata tercekat saat mengenali siapa penumpang motor keren itu.

"I-Iruka-senpai..."

Meskipun nama si penumpang yang disebut oleh Hinata, rupanya yang menyadari keberadaan Hinata justru sang pengendara motor. Ia membuka kaca helmnya, lalu melambai pada Hinata. Masih mengenali Hinata meskipun baru sekali bertemu sebelumnya.

"Hai, Nona!"

Hinata kembali tercekat. Si pengendara itu ternyata pemuda berambut putih mencuat itu! Kekasih Iruka!

Iruka akhirnya menyadari bahwa seseorang yang ia kenal sedang berada tak terlalu jauh darinya. Ia menoleh dan wajahnya kembali memucat seperti saat ia bertemu dengan Hinata di Paradise Shoppe dua hari sebelumnya.

Hinata tak peduli jika ia disebut tak sopan. Apa yang ia inginkan adalah pergi secepatnya, meninggalkan Iruka yang setiap saat bisa membuka kartunya. Maka, Hinata bergegas memasuki gerbang, meninggalkan Iruka dan si rambut putih mencuat.***

"Temanmu itu pemalu, ya," komentar Kakashi setelah melongo melihat tingkah Hinata.

"Tentu saja dia malu setelah ketahuan bekerja di toko mesum itu," sergah Iruka, "makanya dia menghindari kita."

"Oh ya? Sama seperti dirimu, bukan? Kau juga malu saat ketahuan pacaran denganku," sindir Kakashi.

Wajah Iruka memerah. Ia menutupi rasa malunya dengan mendengus, lalu beranjak meninggalkan kekasihnya.

"Tidak ada ciuman untukku?" goda Kakashi terkekeh.

Jawaban Iruka adalah lemparan helm yang nyaris mengenai kepala Kakashi jika saja ia tak sigap menangkap helm tersebut.

"Heh, dasar remaja..." Kakashi menggeleng-gelengkan kepala perlahan. Masa remaja memang tak mudah, Kakashi-san!

Sementara itu, Iruka telah melewati gerbang sekolah, berjalan cepat dengan mata yang liar mencari-cari sosok Hinata di antara para siswa yang berdatangan. Tapi sosok yang dicari tak ada lagi di halaman sekolah mau pun di luar gedung utama sekolah.

Iruka menghembuskan napas keras. Ia dengan sengaja melewati kelasnya, terus berjalan hingga tiba di depan kelas X-3. Kelas Hinata.

Ada yang harus Iruka bicarakan dengan Hinata. Tak bisa ditunda lagi.***


TBC

A/N:

Untuk Freeya Lawliet (kalau tidak mengganti nama lagi), hadiah 17 Desember. Tenang, ending-nya akan sesuai selera kamu, kok*wink*