Title: Emotionless
Main Cast : Kim Taehyung and Jeon Jungkook
Suporting Cast: Sana, Kim Namjoon, Kim Sokjin
Genre: Drama, Romance, Lil bit angst
Warning: GS for Uke, Typo, bahasa tidak baku
Disclaimer: Everything is not mine but the story
.
.
.
.
.
Part 1
Ada satu hal yang selalu Taehyung sadari setiap membuka mata di pagi hari. Yaitu hatinya yang kosong dan terasa hampa. Hal itu ia rasakan sejak usianya masih tujuh tahun. Tepatnya sejak hari kematian kedua orangtuanya. Mulai hari itu Taehyung lupa bagaimana menunjukkan emosi diwajahnya. Ia hidup bagaikan tak bernyawa, dia enggan tersenyum karena memang tidak ada alasan lagi untuk bahagia. Ia tak Sudi menangis karena ia benci dianggap lemah. Sejak hari itu Taehyung benar-benar tidak berekspresi barang sedikitpun. Ia terlihat jengah sepanjang waktu, terlihat bosan dan seolah tak berminat dengan dunia seisinya. Seolah ia hidup hanya untuk menunggu mati.
"Ku denagr kau membuat masalah lagi di sekolah?" tanya sang kakek. Pemegang saham terbesar di Kim Group, perusahan yang berjalan di bidang otomotif terbesar di Korea Selatan.
Taehyung meletakkan garpu yang ia pegang sedikit keras,"Aku hanya berbesar hati mengirimnya ke Rumah sakit untuk pemeriksaan, harusnya bajingan itu berterimakasih padaku,"jawab Taehyung datar, sinar matanya begitu hampa dan dingin. Benar-benar tak terlihat emosi di sana.
"Taehyung!" bentak sang Kakek yang tahun ini sudah berusia 70 tahun.
"Aku tidak akan merusak reputasimu Direktur Kim, meskipun aku sudah mematahkan satu dua kaki dari para berandalan itu. Mereka tidak akan berani menuntutku, jadi bisakah sekali saja kau tidak bersikap berlebihan?" bantah Taehyung tak berminat, remaja berusia 17 tahun itu benar-benar tak tertarik dengan acara perdebatan di pagi hari.
"Dengarkan aku!" perintah sang Kakek saat melihat Taehyung bangkit dari duduknya.
"Kurasa aku sudah terlalu banyak mendengar ceramahmu tempo hari, aku harus pergi sekarang," hanya itu yang Taehyun katakan sebelum ia menyambar tas sekolahnya dan berjalan meninggalkan ruang makan.
Kakek Kim hanya bisa menghela nafas berat, ia merasa gagal mendidik cucu satu-satunya. Entah apa yang ia akan katakan pada anak dan menantunya nanti jika mereka bertemu di akhirat nanti. Kakek Kim benar-benar merasa malu.
.
.
.
.
Kadang Taehyung tidak mengerti, kenapa orang mudah sekali tertawa hanya karena lelucon tak bermutu. Atau sebaliknya menangis tersedu karena hal sepele. Setiap hari ia memperhatikan sekeliling , teman-teman sekelasnya begitu mudah merubah ekspresi dan nada suara. Taehyung berfikir bukankah itu sangat melelahkan. Taehyung seringkali menutup mata sambil menyenderkan punggungnya di kursi dan mendengarkan ocehan teman-temannya.
Tuk!
Taehyung mendengar sesuatu di letakkan di atas mejanya, lalu iapun juga merasakan sepasang tangan menutup kedua telinganya, hingga suara-suara bising dari teman-teman sekelasnya tak terdengar lagi. Perlahan Taehyung membuka mata, dan hal pertama yang ia lihat adalah senyum dari seorang gadis yang teramat familiar baginya. Jeon Jungkook, nama gadis itu teman sejak kecil Taehyung. Tak diragukan lagi, satu-satunya orang yang mengerti Taehyung setelah kedua orang tuanya meninggal.
Taehyung meraih kedua tangan Jungkook yang masih bertengger di kedua telinganya, menariknya turun hingga suara-suara bising itu berlomba-lomba memasuki alat pendengaran miliknya.
"Kenapa dilepas?" tanya Jungkook,"Kau pasti terganggu,"imbuhnya terdengar khawatir.
"Aku sudah terbiasa," jawab Taehyung datar.
Jungkook hanya tersenyum mendengarnya, ia sudah hafal betul bagaimana sifat Taehyung hingga ia tidak akan tersinggung dengan sikap dingin sahabatnya itu. Gadis itu lalu bergegas duduk di samping Taehyung dan meraih kotak makanan didepannya seraya membuka tutupnya.
"Makan siang~~ kau pasti lapar?" tebak Jungkook antusias.
"Wahh Jungkook kau memasak lagi?" tanya Namjoon yang entah datang dari mana,"Kau benar-benar sudah bisa dijadikan istri,"imbuhnya seraya mencomot irisan daging dari kotak makan itu sebelum Taehyung menampik tangannya.
"CK, dasar pelit," decak Namjoon jengah pada sikap Taehyung.
"Jungkook, bagaimana kalau kau jadi istriku saat usiamu sudah 20 rahun~?" Goda Jin yang datang juga entah dari mana dan langsung merangkul bahu sempit milik Jungkook.
"Apa, istrimu?" Jungkook terdengar tidak berminat.
"Iya istriku memang apa salahnya menjadi istriku?" imbuh Jin seraya memaju-majukan bibirkan seolah ingin mencium si gadis Jeon.
"Kyaa hentikan kau menjijikkan!" keluh Jungkook jengah namun Jin tetap saja menggodanya .
Tlak!
"Aww!" sentak Jin tiba-tiba, seraya melepas rangkulannya dibahu Jungkook dan refleks menutup ujung mata kanannya. Sepertinya Taehyung dengan sengaja melempar sumpit ke arah Jin.
"Taehyung kau-" geram Jin tak terima.
"Kau terlalu berisik, tutup mulutmu saat berada di dekatku," perintah Taehyung mutlak dan Jin hanya bisa memutar mata jengah.
Melihat ketegangan yang terasa, Jungkook segera memecahkan suasana,"Apa kau mau sumpit baru?"tanya Jungkook,"Aku masih membawa satu lagi didalam tas, kuambil dulu ya!"dan Jungkook pun meninggalkan ketiga sekawan itu.
Sepeninggal Jungkook kini giliran Namjoon yang duduk di sebelah Taehyung,"Bukankah Jungkook tumbuh menjadi gadis cantik?"pancingnya.
"Dia cukup populer dikalangan kakak kelas jika kau ingin tahu," imbuh Jin menimpali,"Akh, ini sakit sekali,"keluh Jin merasakan rasa perih di ujung mata kanannya
Taehyung masih diam tak menyahut.
"Aku mengenalmu bukan hanya kemarin sore, sekali ini saja dengarkan aku," lanjut Namjoon,"Cepat ambil dia sebelum keduluan oleh orang lain,"
"Cih, aku tahu egomu itu tidak akan mau melakukannya," tebak Jin begitu yakin,"Tapi aku tidak menjamin keselamatan jiwamu jika Jungkook benar-benar diambil orang lain, aku tidak bisa membayangkan kau lebih tidak bernyawa daripada ini,"
"Apa yang diambil orang lain?" tanya Jungkook tiba-tiba dengan sumpit ditangan.
"Aahhh bukan masalah penting," elak Namjoon yang diamini Jin sambil cengar-cengir.
"Jungkook-ie!" terdengar suara melengking dari arah pintu, membuat keempat pasang mata itu menoleh ke arah sumber suara.
Disana berdiri seorang gadis yang tak kalah cantik dan manis daripada Jungkook, Sana namanya teman mereka berempat yang berada di kelas sebelah. Gadis yang memakai hairpin berbentuk pita berwarna pink itu berlari riang menuju meja Taehyung .
"Jungkook, kenapa kau tidak memeberi tahuku jika kau sudah jadian dengan Bogum oppa?!" tanya Sana merajuk sambil memeluk lengan sahabat perempuannya itu.
Bagai ada petir disiang bolong, ketiga pemuda yang berada disitu membatu seketika mendengar apa yang baru saja Sana katakan.
"K-kenapa beritanya sudah sampai padamu?" gugup Jungkook sambil bersemu merah.
"Jadi semua itu benar?" tanya Sana antusias.
"Ssttt jangan keras-keras," keluh Jungkook sambil merah padam.
"Jadi benar ya?!" Sana masih saja berisik dan Jungkook tetap malu-malu untuk mengakui.
Saat kedua gadis itu sibuk dengan dunia mereka sendiri Namjoon dan Jin memandang Taehyung cemas. Memang benar ekspresi wajah Taehyung tidak berubah tapi mereka berdua yakin pasti akan terjadi hal buruk setelah ini.
Krak!
Tanpa seorangpun sadari, tanpa sengaja Taehyung mematahkan sumpit yang ia pegang, rasa asing menjalari hatinya hingga naik ke ubun-ubun dan sorot matanya menajam. Tanpa sepatah katapun Taehyun bangkit dari duduknya.
"Tae, kau mau kemana?" tanya Jungkook
"Toilet," hanya itu jawaban Taehyung dan pemuda itu melanjutkan langkahnya, menyisakan Namjoon dan Jin dalam kecemasan.
.
.
.
.
.
Rasa ini tidak sepenuhnya asing bagi Taehyung, karena ia tidak akan lupa rasa sakit di hari itu. Hari dimana kedua orang tuanya direnggut dari hidupnya. Ya, rasa yang ia rasakan saat ini begitu mirip dengan saat itu, rasa sakit yang seolah membunuh dan menggerogoti pertahanannya. Rasa sakit saat apa yang berharga bagimu direnggut paksa. Berharga? Benarkah seorang Jeon Jungkook begitu berharga bagi Taehyung? Begitulah?
Ingin rasanya Taehyung berkata tidak, tapi hati kecilnya berkhianat. Hati kecilnya tahu bahwa ia menginginkan Jungkook sekeras apapun ia mengelaknya selama ini. Bukankah itu menyedihkan saat hatimu sendiri sudah tidak mau berdetak sesuai keinginanmu, dan saat Taehyung tersadar semuanya sudah terlambat, hatinya hanya mau berdetak untuk Jeon Jungkook. Sepertinya apa yang ditakutkan Jin akan menjadi kenyataan, bahwa sebentar lagi Taehyung akan semakin tak bernyawa setelah ini.
Taehyung menatap pantulan dirinya sendiri di dalam cermin yang terpasang didinding toilet sekolah. Bayangan itu masih Taehyung yang sama seperti biasa, namun keadaan hatinya sudah tak sama lagi. Hatinya begitu sakit dan ia tidak tahu harus berbuat apa lagi.
"Taehyung, berhentilah menangis karena kau tidak sendirian, mulai sekarang aku akan terus disampingmu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu seperti orang tuamu, aku berjanji Taehyung jadi kumohon berhentilah menangis,"
Sekelebat bayangan masa lalu terngiang lagi di benak Taehyung, yang membuat hatinya semakin berdenyut sakit.
"Pembohong..." gumam Taehyung lirih namun sarat akan luka "Dasar Pembohong!"
KRAAAANGG!
Dengan penuh amarah Taehyung meninju cermin didepannya hingga hancur, ia benci pada pantulan dirinya di dalam cermin sebelum ia memecahkannya. Pantulan air mata yang lancang menetes disudut matanya.
Dengan nafas naik turun karena emosi yang meluap-luap Taehyung memandang pecahan kaca yang berserak dan darah segar yang mengalir dari buku tangan kanannya. Sakit memang, namun tentu saja tak sesakit hatinya saat ini.
.
.
.
.
.
Jungkook memandang sedih pemuda yang duduk di tepian ranjang ruang kesehatan dengan perban putih di tangan kanannya. Gadis itupun segera mengambil duduk di sebelah Taehyung, Dengan lembut ia raih wajah pemuda itu dengan kedua tangan dan menariknya kesamping hingga kini mereka menatap satu sama lain.
"Katakan padaku, apa kau bertengkar lagi dengan Kakek?" tanya Jungkook namun sepatah katapun tak keluar dari mulut Taehyung.
"Ada apa denagnmu, kenapa kau tidak cerita padaku?" Jungkook tak menyerah, karena ia tahu bagaimana sifat Taehyung.
"Taehyung jangan diam saja, ayo katakan sesuatu," pinta Jungkook sambil menempelkan dahi mereka. Sebuah gesture yang selalu berhasil membuat Taehyung sedikit membuka diri.
Taehyung menatap kedua mata Jungkook dalam, masih tak bersuara sepatah katapun. Pandangan matanya turun ke hidung bangir milik si gadis Jeon dan berhenti di bibir penuhnya.
"Taehyung, ayo katakan sesuatu. Kau membuatku khawatir," bujuk Jungkook tak mau menyerah.
"Apa kau sudah berciuman dengan pacarmu?" tanya Taehyung datar.
"Apa?" sentak Jungkook terkejut, refleks ia menarik wajahnya menjauh dari Taehyung. "K-kenapa tiba-tiba" rasa panas tiba-tiba menjalar di wajah Jungkook.
"Jawab saja" lanjut Taehyung sama dinginnya.
"K-kenapa aku harus-" gagap Jungkook
"Jungkook!" ada aura dingin merayap saat Taehyung memanggil nama teman kecilnya itu.
Jungkook menghela nafas pasrah sambil menggeleng frustasi,"Tentu saja belum, kami baru jadian kemarin,"
"Bagus," hanya itu yang Jungkook dengar sebelum ia menyadari Taehyung meraup bibirnya dan menciumnya paksa. Seolah otaknya berhenti bekerja, Jungkook hampir tidak tahu apa yang kini tengah menimpa dirinya. Kenyataan baru menampar dirinya saat ia merasa Taehyung memagut bibirnya kasar.
"Taehyung apa-apaan ini!" sentak Jungkook saat ia berhasil mendorong tubuh sahabatnya itu. Namun bukannya berhenti Taehyung justru kembali memaksa Jungkook. Gadis itu mengkerut ke belakang namun Taehyung menahan tengkuknya. Lidah Taehyung ingin masuk namun Jungkook menutup rapat mulutnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sebisa mungkin menghindari serangan Taehyung.
Taehyun lepas kendali ia mendorong Jungkook ke belakang hingga gadis itu terbaring di ranjang ruang kesehatan. Taehyung mulai menindih Jungkook dan menahan pergerakan gadis itu, ia masih sadar betul saat ia menyusupkan tangan kirinya ke dalam seragam Jungkook, meraba kulit perut gadis itu yang membuat Jungkook memukul-mukul pahu Taehyung membabi buta ingin dilepaskan. Tangan kiri Taehyung semakin meraba naik dan menyusup lebih dalam lagi ke balik bra yang dikenakan Jungkook dan meremas buah dada gadis itu. Jungkook mengerang dan saat itu Taehyung memasukkan lidahnya kedalam mulut Jungkook. Jungkook meremas kuat kerah seragam Taehyung sebagai pelampiasan, air mata menetes di sudut matanya dan wajahnya merah padam.
Taehyung menciuminya seperti orang kesetanan dan Jungkook tidak bisa lari dari kungkungan sahabatnya itu. Kedua kakinya menendang-nendang sprei ranjang ruang kesehatan itu tak beraturan saat tangan Taehyung mulai menggerayangi bagian tubuhnya yang lain. Jungkook membungkam mulutnya sendiri dengan kedua tangan kuat-kuat saat Taehyung memasukkan puting payudaranya ke dalam mulutnya yang basah. Ia tudak mau suara desahannya keluar barang sedikitpun. Isak tangis, nafas yang memburu dan keringat bermunculan membuat Jungkook terlihat begitu kacau.
Gadis itu menggeleng keras saat Tanhyung ingin membuka rok sekolahnya,"Taehyung, janganh, kumohon!"sekuat tenaga Jungkook menahan tangan Taehyung, namun tiba-tiba genggaman tangan Jungkook mengendur saat ia melihat emosi di wajah Taehyung. Wajah yang sarat akan luka, rasa sedih yang mendalam.
"T-Taehyung..." Jungkook terdengar terbata seraya mengulurkan tangannya untuk meraih wajah Taehyung yang kini tengah menggagahinya."kau...ekspresi wajahmu..."
"Apa sekarang itu penting?" tanya Taehyung terlihat marah, Jungkook membelalakkan mata saat ia melihat denagn mata kepalanya sendiri Taehyung mengubah-ubah ekspresi wajahnya sesuai denagn emosi yang ia rasakan.
"Yang paling penting bagiku sekarang adalah menagih janji," Taehyung merendahkan wajahnya hingga ujung hidungnya menyentuh ujung hidup Jungkook."Kau berjanji padaku untuk berada di sisiku selamnya, beraninya kau berhubungan dengan orang lain tanpa sepengetahuanku,"Taehyung meraba bagian dalam paha gadis itu dan Jungkook mulai gemetaran.
"Taehyung, hentikan-" Sekuat tenaga lagi Jungkook berusaha menahan tangan Taehyung yang kini berada di selangkangannya, membuat tubuhnya sedikit bangun namun Taehyung menekan lagi pundak Jungkook hingga gadis itu terkunci di atas ranjang.
"Aku mau kau mengakhiri hubunganmu dengan anak kelas tiga itu!" perintah Taehyung tajam.
"Kau tidak bisa memerintahku seenaknya Taehyung, aku memang menyayangimu tapi tidak begini caranya!" Jungkook membela dirinya sendiri .
"Aku bilang putus darinya," ulang Taehyung mutlak.
"Kau kekanakan.." desis Jungkook.
"Kau hanya milikku,"
"Dewasalah sedikit," balas Jungkook
"Kau akan menyesali ini Jeon Jungkook!" suara Taehyung meninggi dan itu membuat Jungkook semakin menggigil.
"Kau tidak akan berani melakukan ini padaku," suara Jungkook terdengar bergetar takut.
"Apa kau menantangku?" Taehyung terdengar marah.
"Karena kau menyayangiku, kau tidak akan mampu menyakitiku Kim Taehyung!" Sentak Jungkook keras, dia tidak boleh terlihat lemah di depan Taehyung di saat seperti ini.
Taehyung sadar betul gadis di bawah kungkungannya itu tengah menggigil ketakutan walaupun dari ekspresi wajahnya terlihat seolah Jungkook tidak punya rasa takut.
"Berterima kasihlah karena aku menyayangimu," itulah hal terakhir yang Taehyung katakan sebelum ia bangkit dari atas tubuh Jungkook dan langsung keluar dari ruang kesehatan itu tanpa menoleh kembali. Meninggalkan Jungkook yang terbaring sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil menangis terisak. Gadis itu ketakutan yang teramat sangat.
TBC
Reviews please, buat kelangsungan hidup FF ini :)
Hmm sebenernya kemarin aku udah post FF ini cuma ternyata ada masalah di akun aku. Jadi terpaksa aku bikin akun baru and direpost deh :(
