Hola Minna. Ada yang bosen ketemu fic baru (lagi-lagi) saya? Semoga nggak ya.
.
DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO
.
RATE : T
.
Warning : OOC (banget), AU, Gaje, Misstypo (Nongol mulu), Gak karuan, Mohon maaf kalau ada kesalahan dalam pengetikan nama karena dalam pengerjaannya saya memakai nama orang lain terlebih dahulu.
.
Attention : Fic ini hanyalah fiksi belaka. Apalagi terdapat kesamaan atau kemiripan situasi atau tokoh atau apapun itu dengan cerita lain dalam bentuk apapun itu, adalah tidak disengaja.
.
.
.
"Yah untuk hari ini sampai disini dulu…"
Semua mahasiswa yang ada di kelas itu pun perlahan menyerukan suara malas dan sebagainya. Ada yang menguap, ada yang meregangkan badan, ada yang memulai gosip, ada yang beranjak pergi, ada juga yang membaca buku―walau kelihatannya sangat jarang―dan terakhir ada yang duduk diam sambil menelengkupkan kepalanya di atas meja kursi itu. Rasanya satu hari sudah berlalu. Terbayang ya rasanya kuliah di tengah dinginnya hari begini?
Yah…
Berhubung sudah awal Desember, musim dingin pun sudah dimulai di Tokyo. Banyak mahasiswa yang bersiap untuk pulang dan kencan. Dingin begini apa enaknya kencan? Paling juga cuma nonton bioskop. Mana mungkin jalan disaat mungkin akan turun salju 'kan?
Haruno Sakura, gadis berambut pendek pink itu menopangkan dagunya di tangan kanannya. Sambil melirik ke arah jendela kelasnya saat ini. Semalam tiba-tiba turun salju. Meski sudah sedikit mencair kelihatannya jalanan akan penuh salju. Sebenarnya pagi ini Sakura juga malas ikut kuliah, tapi bagaimana lagi? Dia sudah terlalu sering bolos karena kerja sambilannya yang tidak seberapa itu. Sakura hidup sendirian di apartemen di pinggir Tokyo. Meski agak pinggir, tapi suasana di sana benar-benar indah. Apartemen kecil itu ada di lantai atas sebuah gedung berlantai tiga. Ada balkon yang cukup luas. Meski mungil tapi pemandangannya tidak kalah bagus seperti di hotel berbintang. Hidup sendirian memang enak. Tidak ada yang melarang dan mengatur. Tapi kebutuhan akan uang lebih, harus dicari dengan kerja sambilan.
Selama ini untungnya Sakura ikut kerja sambilan di restoran cepat saji. Meski harus pulang di malam hari, tapi demi mendapatkan uang apa boleh buat.
"Hei Sakura! Apa yang kau lamunkan pagi begini?" panggil Ino.
Yamanaka Ino. Gadis berambut panjang pirang dan lurus ini sebenarnya memiliki badan yang indah. Dia adalah gadis yang pengertian. Tapi tak disangka dia adalah mahasiswi pintar yang langganan beasiswa. Sakura juga ada beasiswa, tapi beasiswa itu jarang-jarang dia terima. Tergantung nilainya tiap semester sih. Dan karena nilai yang naik turun ini yang menyebabkan Sakura jadi malas kuliah. Apalagi kenyataan dia tak bisa membagi waktu antara kuliah dan kerja sambilannya. Ino adalah anak pemilik restoran daging yang cukup terkenal. Jadi mana mungkin Ino memikirkan begitu banyak masalah. Apalagi dia anak bungsu. Punya kakak yang sukses bekerja sebagai kontraktor. Dia sudah cukup bahagia. Apalagi wajahnya memang cantik. Berbeda sekali dengan Sakura yang wajahnya standar saja. Bahkan sampai berumur 20 tahun begini dia sama sekali belum punya pacar. Meski begitu, Sakura punya seseorang yang disukainya. Meski… sepertinya mustahil tingkat dewa deh.
"Hei… keluar sajalah. Atau kau masih ada jam selanjutnya?" tanya Ino lagi.
"Ohh… ya kita keluar saja…" ujar Sakura lesu. Entah kenapa sejak pagi tadi sepertinya moodnya kurang beres.
Begitu mereka berdua keluar dari kelas, ada banyak teriakan, hmm… meski setiap hari mendengarnya, tapi memang patut diteriakkan. Pasalnya… mahasiswi mana yang tidak histeris kalau ada Super Star―bintang top papan atas ala Jepang―yang ada di kampusmu. Pasti banyak gadis terkapar di tengah jalan karena bisa bertatapan langsung dengan bintang top itu.
Baru saja keluar dari kelasnya, Ino dan Sakura langsung melongo tak jelas. Mendadak kelas sebelah mereka jadi begitu ramai dan membentuk barisan aneh. Ayolah. Ini kampus. Memangnya tempat pameran? Segala mahasiswa dari semua jurusan bahkan berkumpul cuma untuk melihat seorang Super Star!
Memang menakjubkan ada Super Star masih semuda itu. Tapi memang bukan mustahil. Apalagi karena Super Star itu memang memulai debut dari kecil dan bakatnya terus terasah, lalu job-nya banyak, dan mudah dikenal karena tampang dan penampilan yang mendukung.
"Begini dinginnya masih ada yang sanggup melihat Super Star itu ya?" celoteh Ino sambil geleng-geleng kepala memandang kerumunan aneh bin ajaib itu.
"Kenapa? Wajar saja 'kan begitu? Dia kan Super Star. Siapa juga yang tidak tertarik? Akui saja, ada bintang di kampusmu masa kau tidak deg-degan sih?" sambung Sakura.
"Hei… aku memang senang. Tapi kalau dia begitu… siapa juga yang tertarik. Hanya gadis bodoh yang mau-maunya memuja artis sombong itu!" rutuk Ino.
"Hei… kau mau bilang aku bodoh?" rutuk Sakura balik.
"Hah? Oh ya… aku lupa kau juga salah satu dari fans fanatik artis menyebalkan itu. Kenapa tidak gabung kesana? Siapa tahu bisa dapat tanda tangannya," kelakar Ino.
"Melihatnya saja sudah cukup. Tidak perlu tanda tangan. Kan aku bisa melihatnya setiap hari. Apalagi… besok aku ada kelas yang sama dengannya," ujar Sakura berbinar.
"Astaga. Astaga. Astaga. Temanku ini… jadi apa rencanamu? Mau duduk di sebelahnya, mengenalkan diri dan mengaku sebagai fansnya?"
"Tidak. Hanya duduk diam memandanginya," jawab Sakura singkat.
Ino memegang sebelah kepalanya dan kembali menggeleng.
"Dia sudah ada disini selama dua tahun dan kau juga begitu. Tapi sama sekali tidak pernah berniat berkenalan. Apa kau tahu dia itu jarang masuk kuliah karena… yah secara dia itu bintang yaa… masa kau tidak mau kenalan? Kan banyak gadis di luar kampus kita saja ikut-ikutan kenalan sok dekat lagi…"
"Tidak berani."
"Hah?"
"Kubilang aku tidak berani. Sudahlah… dia juga sudah pergi. Ayo pergi."
Siapa juga yang tidak mau kenalan dengan orang yang disukai? Apalagi Sakura adalah perempuan normal. Masa sih tidak mau?
Yah. Kenalan atau hanya memanggil namanya saja memang butuh keberanian tingkat dewa deh. Secara dia adalah artis dan Sakura adalah mahasiswa biasa. Siapa juga yang tertarik berkenalan dengan gadis biasa saja tanpa kelebihan apapun? Tidak ada. Jangankan bintang, pria biasa saja mana mungkin ada yang mau mengenalnya.
Memandang dari jauh saja itu sudah lebih dari cukup.
Meski Sakura sudah mengagumi Super Star itu lebih dari dua tahun, atau tepatnya sejak mereka masuk ke kampus dan jurusan yang sama. Tapi sampai sekarang tidak ada sama sekali kata-kata atau panggilan apapun diantara mereka.
.
.
*kin*
.
.
"Bukannya sudah kubilang aku menolak proyek itu! Jangan memenuhi jadwal dengan proyek yang sederhana begitu! Aku tidak mau terima proyek kecil seperti itu. Sampai nanti!"
Uchiha Sasuke menutup ponselnya dengan kasar. Hari ini juga kuliahnya sungguh membosankan. Meski sudah mengambil sedikit mata kuliah karena jadwal yang selalu bertabrakan dengan jadwal kerjanya, masih saja menyebalkan. Bukannya tidak suka didatangi fans-nya. Hanya saja ini adalah kehidupan pribadinya. Sekarang ini dia mahasiswa, bukannya artis. Bagaimana mungkin dia masih saja didatangi fans fanatiknya?
Yah. Dia sudah tahu. Ketika memilih kehidupan jadi artis yang tidak mudah ini mana mungkin bisa berjalan mulus. Sejak kecil dia sudah tahu ini memang tidak mudah. Ditambah lagi kenyataan bahwa dia memang adalah Super Star yang banyak dikagumi oleh hampir seluruh gadis di Jepang. Semua yang berkaitan dengannya sudah pasti akan ditonton oleh jutaan orang. Dan salah satunya adalah ini.
Kehidupan pribadinya.
Uchiha Sasuke sudah mati-matian menolak tawaran kecil dari managernya. Jika proyek besar, dia baru mau turun tangan. Karena sebenarnya Sasuke tidak mau semua waktu berharganya dibuang percuma.
Karena sebenarnya…
Ada sesuatu yang selama ini dirahasiakannya pada semua orang.
Tidak ada seorangpun yang tahu.
Bahkan keluarga, manager-nya dan teman terdekatnya tidak ada yang tahu. Rahasia pribadi yang amat berharga untuknya.
.
.
*kin*
.
.
Gadis berambut biru gelap itu duduk di kursi rodanya sambil memandang jendela di kamarnya. Udara memang sudah berubah dingin. Tapi bagaimana lagi? Dia tidak butuh yang lainnya. Meski sebatang kara, dia tidak peduli. Hidupnya memang sudah tidak pernah ada kebahagiaan sejak 10 tahun yang lalu. Dan untungnya selama ini ada malaikat penyelamat yang datang padanya. Malaikat yang selalu ada untuknya kapanpun dia butuh. Meski… dia tahu…
Hidupnya tak mungkin bisa sesempurna dulu. Karena ulahnya sendiri. Tidak pernah bisa sempurna. Tubuhnya lemah. Penyakit mulai menggerogoti tubuhnya perlahan. Mungkin ada beberapa harapan untuk bisa sembuh kembali. Meski kecil rasanya itu bukan masalah. Tapi sekarang…
Bisakah kemungkinan kecil itu berubah jadi harapan untuknya. Menyesal memang selalu datang belakangan. Tapi tidak apa.
Dia tidak menyesal sendirian. Paling tidak ada orang yang masih mau menerima apapun keadaannya. Tidak peduli apapun yang mungkin akan terjadi padanya.
"Hinata?" panggil seseorang yang membuka pintunya.
Yah… nama gadis itu adalah Hyuuga Hinata. Wajahnya berbinar penuh bahagia saat itu. Orang yang sudah lama ditunggunya datang padanya. Gadis berambut panjang itu mencoba berlari dan menghampiri tamunya. Tapi… tubuhnya masih lemah. Karena itu dengan gerakan cepat, tamunya menangkap tubuh lemah gadis itu yang tiba-tiba nyaris limbung.
"Kau masih lemah. Kenapa tidak sabar sih?" bisik pria itu.
Hinata tersenyum lebar mendengar bisikan lembut pria-nya.
"Karena aku sudah tidak sabar bertemu dengan Super Star-ku. Uchiha Sasuke," ujar gadis itu.
"Oh ya? Kau suka dengan julukanku ya?" pria itu membopong tubuh lemah gadis itu. Hinata mengeratkan pelukan di leher Sasuke yang perlahan meletakkannya di atas tempat tidurnya. Rasanya memang menyenangkan.
Sudah hampir sembilan bulan gadis ini berada di rumah sakit. Seluruh biaya dan pengobatan gadis ini Sasuke yang bertanggungjawab. Umur mereka sama. 20 tahun. Tapi sejak tamat dari SMA, gadis ini mulai sakit dan tidak bisa melanjutkan sekolahnya lagi. Apalagi kenyataan jika dia memang sebatang kara. Keluarganya hancur. Sebagai anak tunggal dia tak punya siapapun lagi setelah kematian orang tuanya karena kecelakaan. Hidupnya memang sangat menyedihkan. Tapi itu tidak seberapa bila dibandingkan dengan orang yang kini mau menerima dan mencintainya sepenuh hati. Pria baik dan mau menerima apa adanya sudah jarang ada saat ini. Mana mungkin ada lagi. Dicaripun tak akan bisa ketemu.
Sebenarnya, ini adalah rumah sakit di pinggir kota yang sedikit pasien. Jadi… meskipun Sasuke si Super Star selalu kemari, tidak akan ada yang peduli. Karena kebanyakan pasien di sini adalah orang yang sudah lanjut usia. Dokternya juga tidak begitu muda. Dan ditambah lagi perawatnya yang meskipun muda, tidak pernah menyadari bahwa ada artis yang selalu datang kemari. Karena Sasuke selalu memakai kacamata hitam, topi, dan syal tebal.
Setelah meletakkan gadisnya di kasurnya, Sasuke mengambil tempat duduk kecil dan menempatkannya di sisi kasur gadis itu. Lalu menggenggam sebelah tangan gadis itu. Saat paling membahagiakan untuk Sasuke adalah menatap wajah gadisnya.
"Kenapa? Ada sesuatu yang bagus?" tanya Hinata.
"Ya. Aku bisa memandang wajahmu sedekat ini. Rasanya setiap haripun tidak akan bosan. Aku janji," ujar Sasuke.
"Astaga. Apa julukanmu sudah berubah jadi bintang gombal? Rasanya aneh mendengarmu bicara begitu. Bagaimana kuliahmu? Apa ada yang menarik?" tanya Hinata.
"Tidak menarik sedikitpun."
"Kenapa?"
"Karena tidak ada kau."
Hinata tersenyum lebar lagi. Tiba-tiba sebelah tangan Sasuke yang bebas bergerak perlahan dan menyusuri lekuk wajah gadis itu. Meski wajahnya kecil dan pucat, tapi Sasuke sangat mencintai wajah itu. Wajah yang selalu tersenyum cerah padanya. Meskipun Sasuke tahu, gadis ini mungkin tidak bisa hidup normal kembali. Tapi dia begitu mencintainya. Mencintainya sepenuh hati. Dia adalah cinta pertama Sasuke.
"Kenapa Sasuke?" panggil gadis bermata lavender itu.
"Tidak apa-apa," Jawab Sasuke singkat.
"Oh ya! Bagaimana kalau kita keluar? Aku ingin keluar…" lirih gadis itu lagi.
"Apa? Tapi… tubuhmu…"
"Aku sudah mati kebosanan di sini. Tidak bisa keluar dan tidak boleh kemana-mana. Aku hanya ingin melihat Tokyo saja. Memangnya tidak boleh ya?" rengek gadis itu pula.
Sasuke menatapnya serba salah. Tentu saja bosan. Siapa juga yang sanggup berada berbulan-bulan di rumah sakit sendirian dan tanpa teman. Sasuke hanya bisa datang jika dia tidak ada jadwal. Dan tentu saja, kekosongan jadwal itu, Sauke yang lakukan agar bisa bertemu dengan Hinata. Jika tidak begitu, jadwal Super Star yang padat ini tak akan pernah bisa dikosongkan sampai tahun depan.
Sasuke juga ingin mengajaknya keluar… tapi…
Ini sungguh dilema.
.
.
*kin*
.
.
Hari sudah beranjak malam. Dan sepertinya…
Sudah mulai dingin! Bagaimana ini? Ramalan cuaca memang tidak pernah beres!
Sakura terus merutuk dalam hatinya. Benar-benar deh! Ditambah lagi besok ada jadwal mata kuliah yang tidak bisa ditinggal. Apalagi kalau bukan karena dosennya sadis bin sangar! Sakura masih merutuk kesal di dalam restoran itu.
Ino pasti sedang senang di dalam kamarnya yang hangat itu. Seragam restoran ini memang cukup hangat sih, tapi udara dingin di bulan Desember lebih kuat dari dugaannya!
"Sakura," panggil supervisor restorannya.
Sakura segera menyahut dan menghampiri supervisornya itu.
"Kau tidak ada kerjaan lagi kan? Kalau begitu buang sampah yang ada di dapur. Sampahnya cukup banyak, jadi hati-hati membawanya ya…"
Sakura melongo luar biasa. Membuang sampah diudara dingin begini?
Yang benar saja!
.
.
*kin*
.
.
Hinata terus memeluk lengan Sasuke yang asyik menyetir. Mereka sudah berkeliling cukup lama. Udaranya memang dingin, tapi demi bisa melihat keindahan malam di Tokyo, Hinata rela kedinginan begini. Kesempatan langkah yang sering ada begini sangat sulit didapat. Jadi bagaimana mungkin dia bisa menolaknya?
Sasuke menghentikan mobilnya di jalan yang agak sepi. Lalu melihat restoran yang tak jauh dari sana.
"Kau mau makan dulu?" tawar Sasuke.
"Hmm? Memang tidak apa-apa kita turun?" tanya Hinata.
"Tidak apa. Ini kan sudah malam. Aku yakin tidak terlalu banyak orang yang mengenal kita. Kau tenang saja," ujar Sasuke.
Hinata tak bisa menolaknya. Setelah memastikan keadaan aman, Hinata mengenakan penutup telinga dan memakai penutup kepala jaket bulunya. Orang-orang biasa memang tidak akan mengenal siapa dia. Dan tidak akan ada seorang pun yang tertarik untuk ingin tahu siapa dia. Tapi jika orang-orang melihat Sasuke yang di sampingnya sudah pasti mereka akan jadi sasaran empuk media manapun. Tapi Hinata tak mau ambil resiko itu. Jika orang tahu, maka lebih baik Hinata berhenti menemui Sasuke. Hinata hanya akan jadi penghambat untuk kesuksesan Sasuke selanjutnya.
Mereka berjalan layaknya sepasang kekasih. Berpegangan tangan dengan mesra. Tentu saja ini adalah kesempatan mereka yang jarang ada. Jadi bagaimana mungkin bisa dilewatkan?
Baru akan berjalan masuk ke restoran itu, seorang gadis menabrak tubuh Hinata. Hampir saja Hinata limbung ke belakang kalau tidak ditangkap Sasuke.
"Oh… maafkan kami! Kami benar-benar tidak sengaja!" ujar gadis itu. Mungkin gadis itu masih SMA karena memakai seragam yang sama dengan dua gadis lainnya.
"Jalan itu harus hati-hati agar tidak mencelakakan orang lain. Lagipula… gadis SMA seperti kalian kenapa masih ada di luar jam seperti ini! Kalian tidak takut dicelakai orang!" rutuk Sasuke kesal karena kekasihnya ditabrak anak kecil.
"Sasuke, sudahlah… tidak apa-apa. Dia tidak sengaja," lirih Hinata.
"Apa? Sasuke? Apa kau… Sasuke-sama?" tanya gadis itu antusias begitu mendengar suara berbisik yang menyebut nama Sasuke.
"Bukan! Bukan! Aku bukan Sasuke!" bantah Sasuke. Kali ini dia benar-benar bisa gawat!
"Ahh tidak! Sepertinya benar! Aku kenal suaranya! Kau pasti Sasuke-sama! Kyaa! Boleh minta tanda tangannya?" seru gadis satu lagi.
Saat itu kekacauan sudah terjadi. Mereka mengerubungi Sasuke dan hampir membuat Hinata kembali jatuh. Karena tak mau membuat heboh, akhirnya Sasuke memilih melarikan diri. Maksudnya untuk berlari ke arah mobilnya, tapi dari arah yang sama malah ada segerombolan gadis lain yang ikut-ikutan karena gadis SMA itu meneriaki namanya. Akhirnya Sasuke menggenggam tangan Hinata dan berlari mencari tempat yang aman.
.
*kin*
.
.
"Hei Sakura! Pegawai lain sudah banyak pulang, aku juga mau siap-siap. Kau bereskan sisanya yaa..." ujar seorang pegawai yang sudah membereskan dapurnya. Lagi-lagi dia yang kerja terakhiran. Beginilah jadi pegawai kerja sambilan. Selalu merana. Sudah disuruh membuang sampah malah ditambah kerja lain lagi!
Sakura hanya bisa mengatakan ya dan kembali membuang sampahnya. Mengangkat empat plastik besar sampah memang berat. Menyebalkan sekali sih hari ini. Sudah bad mood. Malah ditambah yang beginian lagi! Astaga naga!
Ketika Sakura membawa sampahnya keluar dari pintu belakang restorannya, Sakura melihat kerumunan gila gadis-gadis entah darimana yang berteriak memanggil Uchiha Sasuke-sama sambil berlarian. Astaga… malam-malam begini ada yang mengigau begitu ya? Dasar sarap!
Sakura melanjutkan buang sampahnya setelah kerumunan massal itu lewat. Sudah tahu jalan kecil malah beramai-ramai mengigaunya. Tempat sampah restoran ada di depan restoran ini sendiri. Di sana ada sebuah gang buntu yang dijadikan tempat buang sampah restoran yang perumahan sekitarnya. Sakura berjalan dengan santai dan bersiap melempar empat kantong raksasa menyebalkan itu. Tapi baru akan melemparnya, tong sampah di sana bergerak kecil dan mencurigakan. Sakura langsung bergidik ngeri. Astaga! Apa hantu? Tidak mungkin! Kenapa bisa ada hantu di tempat sampah? Bukanlah! Jangan berpikiran horror. Sakura kembali bersiap melemparnya. Kali ini bukan gerakan mencurigakan. Tapi seorang pria yang keluar dari balik tong sampah besar itu. Mendadak Sakura menjatuhkan semua kantong sampahnya dengan gerakan dramatis.
"Uchiha… Sasuke?" gumamnya tanpa sadar.
Dan Super Star itu menatapnya dengan pandangan terkejut.
.
.
*kin*
.
.
Holaa minna… kembali datang memenuhi fandom ini dengan fic gaje heheheh
Ah ya, ini juga salah satu cerita yang udah lama saya bikin. Waktu itu masih pake nama korea-koreaan gitu. Dan akhirnya saya edit dan sesuaikan ama karakter Naruto. Gimana senpai? Hancurkah?
Bolee review? Saya butuh saran dan kritiknya…
Jaa Nee!
