Bumi Padam

A Fanfiction by Prominensa

Naruto credit to Masashi Kishimoto

[Tidak ada keuntungan yang diambil dari pembuatan fanfiksi ini]

((Uchiha family dan potongan cerita sebelum Bumi menghilang. Dibuat mulai hari Sabtu - Jumat. Terinspirasi dari film Melancholia))

Drama family dan sci-fi/Rate T

.

.

.

~Happy reading~

.

.

.

Ini bukan isu, juga bukan mitos. Akan tetapi, ini tentang kenyataan di mana Bumi akan segera padam. Tidak lagi dirindukan, tidak ada lagi berada di sistem tata surya. Tidak, tidak untuk selamanya.

Dan ini bukan lengkara. Jelas ini kemurkaan yang kita buat sendiri. Karena Bumi adalah fana, akhirat adalah akhir. Kali ini saja, menunduk dan bersujudlah. Kepada Dia, Pencipta Semesta Raya.


Sabtu

Dua pasang sepatu melangkah beriringan menelusuri trotoar sempit di pinggiran ibu kota. Bermacam-macam toko tampak berjejer rapi, dan jendela kaca mereka memantulkan cahaya matahari yang menyerang dari arah timur.

Dua pasang sepatu itu terus melangkah, sesekali berhenti di salah satu toko untuk melihat isinya. Kadang tanpa sengaja si Flat Shoes Pink menyenggol sneaker hitam, membuat si pemilik melirik dan menautkan satu alisnya.

"Ada apa, Sasuke-kun?" Suara lembut pemilik flat shoes pink.

"Tidak apa-apa, Sakura." Kini berganti suara pemilik sneaker hitam yang terlihat lebih berat dan kasar. Khas seorang pria dewasa.

Keduanya saling menarik kurva lengkung dan kembali menautkan jemari. Menyalurkan renjana dari dalam hati masing-masing. Wajah cendayam wanita bermahkota merah jambu itu, tampak berseri-seri hingga senyumnya menampilkan gigi yang persih.

Tautan jemari terasa semakin kuat. Namun, di detik kemudian terlepas karena bunyi cuitan gadis mungil yang duduk di pundak Sasuke. Kaki-kaki itu menggantung, tetapi tidak mengganggu sama sekali. Sedangkan kedua tangannya menjadikan rambut Sasuke sebagai pegangan agar ia tidak terjungkal.

Sakura mencubit sebelah pipi Sarada—nama gadis mungil itu, membuat Sarada mengaduh dan mengerucutkan bibir lucu. Sesekali Sasuke menggoda putrinya. Berpura-pura hendak jatuh dan membuat gelak tawa bagi Sarada.

"Papa, Sarada takut." Meski berucap demikian, air muka Sarada tidak bisa berbohong jika ada suka cita yang membaur.

Mereka bertiga tampak bahagia. Rona merah menghiasi kedua pipi masing-masing. Ibu kota seolah disulap menjadi taman bunga yang menyebarkan serbuk harmoni. Tidak ada rasa gelebah bersarang di hati. Hari ini, wajah mereka berpinar terang bagai matahari di bulan Juli.

Aroma takoyaki merasuki indra penciuman mereka. Sarada menunjuk salah satu restoran yang menyediakan aneka jajanan negeri Sakura. Karena hari ini merupakan hari libur keluarga, tak sedikit orang yang mengantre di depan pintu restoran. Dan begitu juga dengan keluarga Uchiha, ikut bersatu dengan barisan yang mengular.

[Tbc]