"Semua sudah siap?"

"Sudah, Ve~!"

"Kini menunggu komando dari 「Artemis」dan misi bisa laksanakan sekarang juga."

Tiga pasang mata dengan warna yang berbeda-beda tersebut, kini memusatkan pandangannya kepada sang empunya iris emerald yang dipanggil 「Artemis」barusan dari balik layar. Sementara tiga orang yang sedari tadi menatap sang 「Artemis」dengan antusias dan tatapan serius –terkecuali si Italian yang berkata-kata "Ve" sejak tadi– menjalankan langkah terakhir dari misi mereka kali ini. Sesaat kemudian, sang pemuda blonde yang dimaksud di balik layar, yang berada ribuan mil jauhnya, menunjukkan seringai kecilnya yang memberi aura licik dan... mengintimidasi.

"Jalankan misi. Sekarang."


Checkmate

Chapter 0.1 – Aria

Hetalia : Axis Powers © Hidekazu Himaruya


"Jejak yang kau tinggalkan bagaikan Aria di malam hari. Mistis, mencekat, dan... Menarik."

Arthur Kirkland

.

.

"...haah..."

Sosok itu, berlari di tengah badai hujan yang datang tanpa diundang.

"Ah... Haah..."

Sosok itu, mendesah lelah. Wajahnya terlihat sangat kusut.

"..."

Sosok itu, menatap sesuatu. Sesuatu yang membuatnya tak mampu berkata-kata lagi.

"Sudah siap... untuk mati, Ve~?"

Iris hazel yang memancarkan kelembutan seperti biasanya, tak berkata demikian kali ini. Senyuman sehari-harinya tetap terpasang dengan lekat di wajahnya yang sangat manis.

"...tidak."

Sosok itu, menjawabnya dengan sarkasme yang sangat tak biasa keluar dari dirinya. Putus asa, tak tahu harus berbuat apa lagi.

"Kau tahu, Väinämöinen, biasanya target-targetku semua sudah tidak akan mampu bergerak lagi setelah kuserang seluruh bagian tubuhnya seperti dirimu saat ini, Ve~ tapi kuakui, kau memang sangat hebat, Ve~! Dan maafkan aku, tapi ini perintah langsung dari 「Artemis」dan 「Hero」untuk membunuhmu di tempat, Ve~ Saat ini juga, Ve~"

Sosok yang dipanggil Väinämöinen tersebut mengulum senyuman pasrah. Ia sudah tak tahu lagi harus berbuat apa. Mungkin memang ini takdirnya, dan bukankah ini sebuah konsekuensi yang harus ia tanggung karena pengkhianatan yang telah ia lakukan dari MI-6? Oh ya, sebuah konsekuensi yang harus ia bayar dengan nyawa. Parahnya, ia harus diburu oleh orang ini menjelang kematiannya. Satu dari sebuah tim yang paling menakutkan dan disegani dari organisasi-organisasi intel lainnya, sebuah tim yang paling tidak diharapkan oleh sosok bernama Väinämöinen ini menjelang kematiannya.

Sudah tak ada harapan lagi.

"Tentu saja kau tahu tentang ini, Vargas, 「Artemis」dan 「Hero」adalah sosok yang paling kuhormati di MI-6... Ah... tak kusangka bahwa merekalah... yang akan menyuruh kalian untuk membunuh kami. Dan kau untuk membunuhku."

"Begitukah? Kalau begitu, Ve~ aku tak mau dimarahi Ludwig karena 'bekerja' terlalu lama denganmu, Ve~ jadi tolong segera katakan kata terakhirmu~"

Sepucuk handgun yang sudah berada di tangan kanan sang Italian itu, menuju tepat di pelipis sang pemuda bernama asli Tino Väinämöinen yang sudah tak bertenaga di depannya. Dengan senyuman yang nyaris tak pernah absen dari wajahnya yang sangat manis ini, kini sudah bukan menyiratkan aura kelembutan ataupun perasaan manis lagi bagi Feliciano Vargas seperti biasanya. Sudah berubah, menjadi sebuah aura pembunuh yang sangat mematikan. Aura pembunuh yang tak akan ragu mencabut nyawamu, dengan sebuah senyuman, tanpa perasaan apapun.

"Pysyä Hengissä, Oxenstierna... [1]"

"Itu saja?"

"Kyllä, itu saja. [2]"

Dan di hari itu, hal terakhir yang dilihat oleh Tino Väinämöinen adalah senyuman sadis seorang Feliciano Vargas.

Pemuda Italian tersebut mencucukkan jari telunjuknya pada darah milik pemuda kelahiran Finland yang baru saja ia terbangkan nyawanya ke akhirat. Atas perintah, tentunya... eh? Bukankah Tino adalah sahabatnya ketika ia selalu berada di kantor, dan juga salah satu orang yang selalu ia ajak makan siang bersama dan melewatkan waktu dengan damai? Ah, tapi bagi seorang Feliciano Vargas, ia tak peduli. Perintah adalah perintah, sama saja, ketika saat ini ia harus membunuh seorang teman sepermainannya, apabila itu adalah perintah dari atasannya, ia tak bisa mengelak. Ia hanya bisa menurutinya, dengan hati dingin.

Dan ketika ia telah mendapatkan beberapa tetes darah di telunjuknya, masih dengan senyumnya, ia menutup matanya, dan menjilati darah tersebut. Menikmati darah merah milik Tino Väinämöinen bagaikan tengah menikmati pasta kesukaannya, dengan komposur wajah yang tetap... tenang. Seolah tak terjadi apa-apa.

Seolah... ia tidak membunuh siapapun di saat itu.

"Ah, Ve~ Tino, darahmu itu memang sangat manis, Ve~"

Beberapa saat kemudian, terdapat reaksi sinyal dari transistor yang dibawa-bawa Feliciano yang ia simpan di kantongnya. Rupanya ada yang memanggilnya, jadi ia angkat dan jawab saja,

"Ve~?"

"Feli! Kalau sudah selesai dengan 'Tugasmu' cepat kembali ke titik temu sekarang juga setelah membersihkan area sekitar! Jangan bermain-main terlalu lama. Hujan ini saja sudah menghambat misi kita, jadi bergeraklah cekatan!" ah, itu suara Ludwig, sang Jerman yang mengatur keseluruhan secara lapangan dan memastikan dua temannya berada dalam waktu yang sudah dijadwalkan, "Aku tak akan mentolerir ketelatanmu kali ini jika kau terlambat dari jadwal lagi, cepat!"

"Ve~ Ludwig tak seru ah~ Nanti aku akan kesana, tunggu saja aku, Ve~"

"Sudah, cepat sana!"

Sambungan radio pun diputuskan sepihak. Merasa segan, akhirnya sang Italian melaksanakan sesuai perintah sang commander-in-chief mereka saat ini, disini. Dengan cekatan, Feliciano Vargas telah membersihkan area tempat ia baru saja mencabut nyawa sang pemuda Finland yang menjadi targetnya, atas dasar pengkhianatan ke MI-6 dan melarikan beberapa barang bukti mengenai skandal seorang jaksa korup yang sebentar lagi akan dihukum mati, agar jaksa yang dimaksud bisa terbebas. Namun rupanya pengkhianatan dan semua rencana sang pemuda asal Finland ini gagal. Pemuda inipun tewas dengan... cepat.

Untung saja hari ini Feliciano Vargas sedang tidak mempunyai waktu untuk 'bermain-main' dengan target-targetnya seperti biasa. Seorang Feliciano yang biasa, akan meluangkan satu-dua waktu untuk 'menghias' tubuh korbannya dengan menyayat, dan mengukir-ukir tulisan-tulisan di mayat yang menjadi targetnya. Menjadi intrik tersendiri bagi seorang Italian yang terkenal dengan wajah ramahnya dan ketidak-becusannya dalam masalah paperwork. Satu hal yang tak akan pernah ia lupakan setiap ia berhasil menuntaskan –yang berarti setiap kali– misinya, ia akan mencecap darah dari korbannya, entah untuk maksud apa.

Feliciano pun menyalakan kembali radionya,

"Ve~ Kiku! Apa kau sudah selesai dengan 'buruan' milikmu, Ve~?" Feliciano pun menyapa dengan menggunakan bahasa Itali, bahasa ibunya, kepada suara di balik receiver ini.

"Sudah, aku baru saja selesai menangani Okisensusheruna-san disini. Ah, Ferichiāno-kun, kau sudah selesai juga kah?" suara beraksen oriental yang sangat kental bercampur dengan bahasa Italia untuk berkomunikasi dengan pemuda Italian yang baru saja memanggilnya, "Ano... Ferichiāno-kun, Rūtovihhi-san memintaku untuk mengingatkanmu sekali lagi bahwa kita diharuskan membawa jasad-jasad ini dalam waktu lima menit lagi di tempat temu kita sebagai data forensik. Setelah itu kita pulang. Mengerti?"

"Ve? Kalau begitu… baiklah, Ve~! Sampai jumpa lima menit lagi, Ve~"

Komunikasi pun diputus sekali lagi. Dengan menggumamkan lagu dari tanah kelahirannya, Feliciano Vargas pun membawa tubuh Tino Väinämöinen di belakang punggungnya, yang sudah ia bungkus dalam tempat yang sudah ia khususkan untuk membawa tubuh tak bernyawa ini pergi dari kota kecil di penghujung dataran Vietnam ini dengan tenang. Masih menyanyikan lagu dari tanah tempat ia lahir, membasahi dirinya di tengah-tengah hujan yang tak akan pernah sanggup melunturkan senyumannya.

Melewati hujan, hujan yang tengah membersihkan tanah yang tadinya ternoda darah…

– ・–

"Hmm..."

Matanya mengedar, mencari ruangan yang tepat.

"Ah, Alfred F. Jones. Mungkin ini ruangan dimana berkas itu berada sekarang."

Tangannya meraih gagang pintu, kini memasuki ruangan yang mewah tersebut,

"Oh, sungguh ruangan yang mewah. Sekarang dimana berkas itu ya?"

Kembali, matanya mengedar kesana-kemari, mencari berkas yang dimaksud.

"Ah~ ini dia!"

Mengeluarkan secarik kertas kecil –berupa sebuah notes– lalu mengeluarkan berkas yang ia cari-cari tadi, dan menyelipkan kertas tersebut.

"Humm, humm~"

Bergumam, sembari menyelipkan kertas itu dan mengembalikan berkas di tempat yang seharusnya. Setelah itupun, seringai kepuasan tersirat dari bibirnya, menampilkan deretan gigi-gigi putihnya.

"Fufufu, dengan ini liburanku di Inggris sepertinya berakhir sudah~"

– ・–

"Hey, Artie!"

Seorang dengan kacamata rimless miliknya dan ahoge yang mencuat diatas kepalanya memanggil sesosok yang ia panggil Artie. Sementara sosok beralis tebah yang tadi dipanggil Artie, menatap dengan pandangan kesal kepada sang empunya iris sapphire dibalik kacamatanya.

"Kita masih ada di tempat kerja. Jangan memanggilku Artie, Jones. Memalukan sekali."

"Aw, Artie Kirkland yang bersungut-sungut, seperti biasa~"

"Namaku Arthur, bukan Artie, git."

"Ah, jangan katakan hero ini dengan embel-embel git, sangat tak cocok sekali, tahu~?" Sang pemuda bernama belakang Jones inipun hanya mampu memasang cengiran yang menunjukkan deretan gigi-gigi putihnya, "Ahahaha, Kirkland yang selalu kaku seperti biasanya, ngomong-ngomong, tim-mu belum kembali dari Vietnam? Apakah mereka gagal dan..." dan kali ini matanya mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan, lalu saat matanya tertuju pada sebuah jam dinding, "Oh, sudah jam setengah tiga sore. Bukannya ini waktu yang tepat untuk Afternoon Tea-mu?"

"Baru saja aku berpikir untuk pergi ke kantin." Sang pemuda dengan aksen British-nya yang sangat kental itupun berdiri dari tempat kerjanya, beranjak menuju café yang berada di lantai terbawah gedung tempat mereka bekerja ini, "Hmm, apa kau meragukan Axis Powers Team-ku, Jones? Rasanya pertanyaanmu itu sangat tak masuk akal sekali,"

"Hah! Aku pasti sudah mati sekarang kalau aku meremehkan dia. Biarpun aku ini hero, tetap saja, seorang hero tak akan bisa menumpas tiga orang terhandal disini! Itu namanya hero cari mati!" sosok yang kini kita tahu bernama Alfred F. Jones inipun berkata-kata dengan gelak tawa yang menarik perhatian banyak orang, "Oh ya, mereka pulang hari ini?"

"Yap, mereka kujadwalkan hari ini. Masalah waktu aku tak terlalu mempermasalahkannya, lagipula Ludwig adalah orang yang efisien dan selalu tepat waktu. Dan sudah berapa kali kubilang, git? Kecilkan suaramu! Suaramu itu terlalu besar! Geez... aku tak mengerti mengapa kau bisa menjabat sebagai Direksi Umum..." terlihat wajah seorang Arthur Kirkland yang menyiratkan wajah kelelahan. Kelelahan menghadapi atasannya yang besar dengan mental anak kecil semacam ini.

"Soalnya aku ini hero!"

Ah, jawaban yang sangat tak masuk akal namun sudah diduga sebelumnya. Arthur hanya mampu menggeleng-geleng tanda kecemasan dan tanda pasrahnya seperti biasa, tak tahu lagi bagaimana harus menghadapi atasannya yang memang lebih muda darinya ini... hei, biar lebih muda sekalipun, tapi tak sadarkah bahwa dirinya, Alfred F. Jones, adalah seorang Direksi Utama? Mana ada Direksi Utama yang tertawa-tawa sekeras Tarzan di hutan dan bertingkah seringkali seperti anak SD seperti ini? Nasib memang, punya atasan semacam ini...

"Faktanya Jones, aku akan jauh lebih respek padamu jika kau mau mengurangi sedikit sifat kekanak-kanakanmu yang sudah kelewat batas seperti ini..."

"Eh? Bukannya selama ini Artie sudah selalu respek padaku, hmm~?"

Memang pemuda American satu ini teramat misterius. Kisah bagaimana seorang Alfred F. Jones yang memiliki lagak bagaikan kanak-kanak ini bisa menjadi seorang Direksi Utama dari MI-6, sebuah organisasi intel dan agen rahasia di Britania Raya ini. Memang, dibalik semua tingkah yang terlampau kanak-kanak dan suka tak bisa membaca suasana ini, Alfred F. Jones adalah seorang dengan banyak taktik dan mampu memanfaatkan kondisi-kondisi genting menjadi sesuatu yang menguntungkan. Seorang yang sangat cerdik, dan lagi, kecerdasannya yang tergolong diatas rata-rata, menopangnya untuk mencapai pangkat sebagai Direksi Utama.

"Narsis sekali. Aku tak pernah bilang bahwa aku sepenuhnya respek padamu,"

Membuat sang Englishman bernama Arthur Kirkland stress menjadi bawahannya. Bawahan kepercayaan pula.

Pasangan American-English inipun tiba di café yang mereka hendak tuju. Suasana café yang tenang dan tak terlalu banyak pengunjung di waktu-waktu seperti ini, membuat seorang Arthur Kirkland mampu menikmati waktu bersantainya. Kondisi taman di depan café yang amat terawat dan memiliki variasi bunga-bunga, memberi nilai plus dalam suasana, dan menjadikan salah satu tempat terfavorit Arthur di tanah Britania Raya ini, setelah rumahnya sendiri.

"Good Afternoon, Sir. Adakah yang hendak anda pesan?" seorang pelayan wanita berkacamata dan berambut pendek menyambut mereka, hendak mengambil pesanan customer-nya siang menjelang sore hari ini.

"Apa hari ini ada stok untuk Ceylon Tea?"

"Ada, jadi Ceylon Tea dengan...?"

"Ceylon Tea dengan Chocolate Scone akan terasa cocok untukku. Jones, apa yang kau mau pesan?" pemuda berlogat British inipun memalingkan pandangannya ke arah pemuda berkacamata yang berbicara dengan aksen English American yang kini duduk di hadapannya,

"Apa disini menjual donat?"

"Ah, maaf sekali, sir, kami tak menjual donat disini. Tapi sebagai gantinya, kami menjual berbagai macam cakes serta biskuit-biskuit dari berbagai penjuru dunia. Mungkin ada yang anda hendak coba?"

"Hmm... kalau begitu, waffle saja. Aku ingin Ice Tea sebagai minumannya."

Sang waiter itupun beranjak dari tempat itu, dan mulai menyiapkan pesanan duo ini, setelah mengucapkan terima kasih.

"Sudah mulai mencoba hidup sehat, eh, Jones?"

"Sial, kau kan yang sengaja membawaku kemari agar aku tak bisa memesan hamburger ataupun soft drinks... disini kan memang tidak ada yang menjual soft drinks atau makanan fast-food..." gerutuan sang American mampu membuat sang pemilik iris emerald tersebut tertawa-tawa dengan gaya bangsawan Inggris, benar-benar ciri khas seorang Arthur.

"Sudah saatnya beralih ke hidup sehat, Al. Junk food sampah seperti itu tak akan membuatmu hidup panjang," Arthur berbicara dengan nada santai, tak setegas sebelumnya, biarpun kata-kata sarkasme Arthur meninggalkan kekesalan tersendiri bagi Alfred karena Arthur telah mengatakan makanan favoritnya sebagai sampah, "Nah, sekarang saatnya jam makan siang, jadi lepaskan formalitas kita untuk sesaat dan nikmati waktu yang ada. Oke, Al, hari ini sangat tak biasa bagimu untuk ikut denganku dalam snack sore-ku semacam ini, jadi kuasumsikan ada yang mau kau katakan, hmm?"

"Ah, sebenarnya hero yang keren disini ingin meminta pada bawahan seorang hero yang paling dipercaya untuk menuliskan rekap laporan kejadian untuk tiga bulan terakhir atas semua misi-misi yang sudah kuberikan padamu. Kuharap tak begitu merepotkanmu, sebab setelah kau selesai meng-update data dan merekap laporan mereka, ada pekerjaan besar yang akan kuberikan padamu lagi." Alfred pun mulai menjelaskan perihal-nya. Sementara Arthur pun ber-facepalm ria, menyesali atasannya yang senang sekali memberikan tugas-tugas tak penting seperti ini... hello? Setelah ia membuat rekap laporannya pun belum tentu si American selengehan ini akan membacanya.

"Dasar, kau mempekerjakanku hanya untuk hal tak penting semacam ini, git?"

"Yah, kalau bisa kumpulkan data secara soft copy dan hard copy."

Di saat seperti ini, seorang Arthur pun juga sedang memiliki hasrat untuk menjambak dan mencukur habis rambut si atasannya yang terkadang kelewat narsis dan kerjanya hanya mensubjek-kan dirinya sebagai hero atau hal-hal berbau fiksi-fiksi komik Amerika yang memang kebanyakan karakternya tak jauh-jauh dari superhero yang bercerita menghantam villain hingga tewas dan berakhirlah cerita sang villain dan para superhero dipuji satu kota.

Tentu saja, itu hanya ada di komik-komik.

"Ah, lalu katakan saja soal misi selanjutnya. Kau bilang satu pekerjaan besar, memang sebesar apa?"

"Sebesar penangkapan Neo."

"Heh? Neo? Memang tugas semacam apa ini?"

"Penangkapan Neo."

Sepertinya atasannya satu ini tak jemu-jemu membuat bawahannya harus facepalm terlalu sering. Atasan yang terlalu carefree dan terkadang sulit dimengerti ini, dan jika ada pemilihan umum untuk Direksi Utama, Arthur pun bertaruh ia tak akan memilih pemimpin yang biarpun di mata orang lain seorang Alfred F. Jones sangatlah oh-you-are-so-awesome, tapi di matanya terlihat seperti oh-damn-why-should-this-stupid-git-is-my-boss ini. Tapi mari kita kembalikan topik yang mulai melenceng ini kembali ke jalan yang benar, dan membahas inti permasalahan yang ada saat ini.

Neo.

Tiga huruf yang membentuk sebuah nama –tepatnya alias– untuk seorang yang merupakan dalang dari pembunuh yang akhir-akhir ini sedang marak karena telah membunuh seorang agen dari Interpol. Kini sedang dicari-cari dengan gencar oleh pihak Interpol, dan para organisasi-organisasi intel dunia seperti FBI, CIA, FSB, dan sebagainya tengah meningkatkan warning alert mereka apabila terjadi teror atau ancaman.

Permasalahan yang ada, siapa aslinya Neo inipun, tak ada yang tahu. Daerah TKP yang ada, terlalu bersih hingga tak ada barang bukti yang bisa dijadikan acuan. Tak ada jejak mencurigakan ataupun yang memberikan petunjuk siapa sebenarnya Neo. Apakah Neo ini adalah nama untuk komplotan, atau individual? Bagaimana dengan gendernya? Umurnya? Kewarganegaraannya? Tak ada yang jelas.

"...dan salah satu temanku –munch– dari Interpol juga meminta tolong kepadaku agar kita dari pihak MI-6 juga mau memberikan –munch– bantuan sehubungan dengan kasus ini untuk mencari –munch– tahu siapa Neo ini." Masih mengunyah waffle miliknya dengan sedikit berantakan, Alfred pun lanjut menjelaskan, "Dan berhubung hanya dirimu yang bisa kupercaya –munch– untuk menangani tugas –munch– semacam ini, jadi mohon bantuannya untuk yang kali ini. Aku –munch– mengandalkanmu dan Axis Powers Team-mu."

"Oh begitu..." Arthur menggumam pelan, menatap Alfred dengan pandangan illfeel dan perasaan tak enak, "Dan sudah berapa kali juga kukatakan padamu, bloody git... habiskan makananmu sebelum berbicara! Tak sopan sekali kau berbicara sambil mengunyah seperti itu!"

"Humm? Tapi waffle ini enak juga,"

"Dasar kau, tak punya etika sama sekali, damn git."

Yang dikatai git semenjak tadi kembali tertawa-tawa renyah, "Sepertinya kau sejak tadi tak ada kosakata baru lagi, hanya git dan git saja sejak tadi. Rupanya 「Artemis」kita yang satu ini telah kehabisan kosakata, ahahahaha~" pada momentum seperti ini, Arthur Kirkland sedang dalam hasrat puncak untuk memangkas rambut sang bos-yang-hobinya-ngaku-ngaku-jadi-hero-padahal-seringan-Cuma-asal-ngomong-doang ini hingga botak plontos seperti salah satu karyawannya dari Tibet itu, kalau ia tak salah.

"Cih..." sayangnya, pemuda beraksen British ini hanya mampu mendecak, "Ada-ada saja... aku tak bisa menolak kan?"

Tak ada jawaban, hanya seulas senyuman.

– ・–

"Ve~ Arthur! Kami pulang~!"

Suara yang ceria dan familiar di telinga Arthur Kirkland terdengar dari kejauhan, tepat saat sang Englishman ini baru saja menyelesaikan Afternoon Tea miliknya.

"Oh, Feliciano! Halo, halo~" Alfred yang dengan semangat langsung memeluk Feliciano, segera menyambut yang lainnya pula dengan senang hati. Menyambut kepulangan tim ini bagaikan sedang menyambut seorang saudara yang baru saja pulang ke kampung halamannya, "Ah, halo juga Kiku, Ludwig. Misinya berjalan dengan lancar, eh?"

"Begitulah." Ludwig menjawab. Datar.

"Setidaknya bisa kami atasi dengan baik, 'Barang Bukti' juga sudah kami bawa seperti permintaan anda, Jōnzu-san..." sang pemuda dengan watak dan logat orientalnya yang kental, yang tadi dipanggil Kiku, menjawab dengan seulas senyuman lembut, "Beruntunglah tak ada yang terluka ataupun tak sesuai rencana. Kami semua bisa menjalankan pekerjaan kami dengan baik dan tuntas kemarin."

"Ah, itu sebuah kabar baik, team." Arthur menyunggingkan senyumannya, sementara itupun Alfred langsung menyambung perkataan Arthur, "Tapi kita tak punya banyak waktu bersantai. Kita ada pekerjaan lagi. Penjelasannya akan kujelaskan lebih rinci di kantorku, jadi ayo."

Lima orang inipun memasuki ruang kerja Alfred yang sangat mewah. Di balik kemewahan ruangan ini, ini adalah salah satu ruangan dengan penjagaan paling ketat yang ada di gedung. Tentu saja kan? Siapapun bisa menjadi musuh seorang Direksi Utama, biarpun sang Direksi bisa saja tak pernah bertemu dengan orang yang akan segera membunuhnya. Keamanan menjadi prioritas nomor satu untuk seorang Direksi Utama.

"Ve~? Jadi tak bisa istirahat setelah ini?" Feliciano memulai pembicaraan dengan statement yang agak 'normal' entah mengapa,

"Maaf sekali ya, Feli~ tapi pekerjaan yang kali ini terlalu mendesak~" dengan menepuk-nepuk kepala Feliciano, Alfred pun mencoba meyakinkan dan menyemangati Feliciano yang sudah kelelahan. Memang, ia sebenarnya tak tega pada Team pimpinan Arthur yang paling ia banggakan jika harus memberikan tugas baru secepat ini, sebab semenakutkan apapun reputasi mereka, mereka juga masih manusia yang butuh istirahat. Namun apa mau dikata? Pekerjaan kali ini terlalu mendesak, sehingga membuat dirinya yang biasanya hanya mengurus laporan-laporan saja, kali ini harus ikut turun tangan, biarpun sebisa mungkin tidak membuat kekacauan, secara seorang Alfred F. Jones tak pernah bekerja langsung dengan Axis Powers Team biarpun ia sudah mengenal Arthur Kirkland, sang atasan mereka, dengan sangat baik.

"Lalu bagaimana dengan masalah 'Barang Bukti' yang kami bawa?" Ludwig mempertanyakan tentang 'Barang Bukti' yang mereka bawa, yang tak lain tak bukan adalah tubuh tak bernyawa seorang Tino Väinämöinen dan Berwald Oxenstierna yang mereka buru sebelumnya, "Tak mungkin kami terus tinggalkan di bagasi kan?" di saat yang sama, Alfred memberikan sebuah berkas tipis kepada bawahan yang paling ia percaya ini, berupa sebuah map berwarna kuning-orange.

"Akan kuminta pada Sey untuk mengurus 'Barang Bukti' kalian. Aku juga baru saja menyelesaikan laporan tentang misi kali ini, jadi anggap saja misi ini sudah selesai, hanya tinggal mengurus laporan saja, tak banyak." Sang pemuda beralis tebal tersebut kini mengambil seberkas yang tak terlalu tebal –setidaknya tak setebal berkas lainnya– yang berlabelkan 「Neo – Very Classified」 yang baru saja ia dapat langsung dari boss -nya, "Sekarang mari kita bicarakan ini, misi selanjutnya kita. Nah, silakan duduk, saudara-saudara."

"Neo, Ve~?" Feliciano bergumam kebingungan. Merasa familiar dengan nama tersebut, tapi entah siapa gerangan.

"Apa ini tentang kasus seminggu yang lalu yang tentang..." sang pemuda Jerman mempertanyakan pada atasannya sehubungan dengan isi berkas yang baru saja dikeluarkan, terdiam sebentar, mencoba mengingat kasus yang benar, "Tentang pembunuhan seorang agen Interpol oleh pembunuh tak terlacak dengan alias Neo?"

"Benar," sang atasan Kirkland kini membolak-balik halaman berkas yang hanya berisikan sekitar 10 halaman itu, "Kau tahu, ini adalah berkas tertipis dan paling sedikit yang pernah kutangani. Tapi jangan anggap remeh berkas yang tipis ini, sebab kasus ini akan menjadi cukup susah dan pelik. Apa kalian tahu bahwa tak hanya kita, MI-6 dan Interpol, yang tengah mencari-carinya? Bahkan sepertinya saat ini FBI, CIA, dan FSB sudah bersiaga kalau-kalau mereka merasa terancam karena Neo kita yang satu ini... well, untuk membuat mudahnya, dia adalah 'Buruan' kita selanjutnya."

Suasana ruangan terjebak dalam keheningan, tak tahu hendak mengutarkan apa. Terlihat Kiku yang tengah membolak-balik berkas tersebut, Feliciano yang segera tertidur di sofa yang ada di ruang kerja Alfred ini dan terlihat benar-benar tak peduli pada misi baru mereka, serta Ludwig yang tengah asyik mengamati foto-foto hasil korban pembunuhan yang dibunuh Neo ini dengan amat teliti dan seksama, sebagaimana seorang Ludwig akan bertindak apabila ada misi baru yang diberikan untuknya.

"Ano, apabila saya diperbolehkan berkomentar," aksen bahasa Inggris Kiku yang terdengar sedikit aneh [3] namun teramat sopan terdengar, memecah keheningan, "Mengapa ini menjadi misi kita selanjutnya? Apabila tidak keberatan, saya hendak mendengarkan penjelasan rinci tentang siapa Neo ini, sebab rasa-rasanya saya tak bisa mengerti dengan kurangnya informasi dalam laporan ini..." dan matanya pun masih tertuju pada laporan-laporan yang kebanyakan berisi narasi ini.

"Jelas saja kau tak mengerti, sebab hanya ini bukti-bukti yang telah kami dapat. Dan tak ada lagi selain dari ini. Menarik sekali kan, Neo kita yang satu ini?"

"Hanya ini saja?" terdengar nada tak puas dari Ludwig, "Maksudku... ini sedikit sekali! Hampir tak bisa menunjukkan jejak-jejak apapun, pula! Seperti hantu saja orang ini..." dan ini adalah sekali dari sekian waktu dimana kita bisa mendengar nada putus asa seorang Jerman yang biasanya selalu yakin dengan apa yang dikatakannya. Sepertinya ini adalah satu dari sekian kasus tersulit dan akan menjadi yang paling melelahkan dari semua kasus yang pernah ia hadapi. Mungkin karena sudah dalam tahap "Lelah-sebelum-dimulai" ini, saat ini Ludwig hanya mampu membangunkan Feliciano yang masih tertidur pulas.

"Tunggu, ada kertas kecil yang terselip di ujungnya..."

Ludwig, yang menangkap sebuah wujud berupa selembar kertas kecil yang berada di selipan berkas tipis inipun, segera menariknya. Berharap itu akan menjadi bukti yang baru, namun apa daya isinya hanya...

.

"Untuk dirimu, yang selalu menginginkanku. Apalagi yang harus kulakukan agar kau mau melihatku?"

Tertanda, Neo–

.

...semacam surat tantangan?

"Eh? Rasanya aku tak melihat kertas ini terakhir kali?" Alfred mulai bergumam kebingungan, kini membenarkan letak kacamatanya, "Aku ingat dua hari yang lalu ketika berkas ini tiba di kantorku kertas ini tak ada, dan kemarin ketika aku hendak merapikannya, kertas ini juga tak ada. Kenapa sekarang ada disini ya?"

"Mungkin kau tak sengaja memasukkan kertas ini ke kotak barang bukti, git."

"Ah, bisa jadi," sang atasan berkacamata inipun menjawab, setengah yakin, "Kurasa kau benar..."

"Lalu darimana kami harus memulai, Jōnzu-san?"

"Jangan tanya aku, akupun juga tak mengerti~" sang atasan-rada-rada-tak-bertanggung-jawab inipun sama sekali tak menjawab pertanyaan Kiku sebelumnya.

"Haah... apa boleh buat, atasan yang tak bisa diandalkan, seperti biasanya..." Arthur pun langsung facepalm kembali untuk kesekian kalinya di hari ini, "Sudahlah, kita mulai saja pencarian dari bawah. Kita cari perlahan-lahan dan coba memanfaatkan hasil serinci apapun yang bisa kita dapatkan." Arthur Kirkland menutup berkas kuning tersebut, satu-satunya data yang mereka punya tentang Neo ada di dalam, dan hanya inilah clue sekaligus start point yang bisa dimiliki oleh tim ini.

"Oh ya, jangan khawatir saudara-saudara. Aku baru saja mendapat kiriman pagi ini dari temanku di Interpol untuk barang bukti yang mereka dapat. Kalian beruntung loh, bisa mendapat barang-barang bukti serta berkas-berkas terbanyak dari semuanya~" sang Direksi pun berucap dengan riang, "Memang tak terlalu banyak, tapi kuharap berguna. Akan kuberikan pada Arthur nanti apabila aku sudah selesai mengecek semuanya. Ah, kabar baiknya, hero ini akan turun tangan untuk langsung membantu dalam kasus kali ini, jadi bergembiralah~"

Dalam hatinya, seorang Arthur Kirkland sudah berkata-kata bahwa 'Aku tak merasa kalimat yang paling terakhir itu kabar baik...'

"Dan kita kerja sekarang, Ve~?"

"Yes. It's time for work, Team. Get ready."

Dan demikianlah, empat orang itupun pergi berlalu, meninggalkan ruangan sang Direksi Utama.

– ・–

Ludwig, seorang berdarah Jerman. Sosok tegas yang sangat handal dalam hal-hal taktikal dan teknologi. Kemampuannya dalam modifikasi mesin serta pengoptimalan baik dalam berbagai senjata, membuat Ludwig ahli dalam berbagai macam jebakan. Jangan pernah bermain-main dengannya, apalagi jika sudah menyangkut soal waktu. Efisiensi dan rasa sensitifnya terhadap waktu dan target yang sudah dipasang sebelumnya harus ditepati olehnya.

Honda Kiku. Seorang keturunan samurai dari Jepang. Kemampuannya dalam close-ranged combat termasuk tinggi. Ahlinya dalam mempergunakan senjata-senjata sederhana sepertii pentungan baseball hingga pisau yang tak terlalu tajam untuk makan biasa menjadi sangat menakutkan hingga membunuh. Sosok yang selalu menyandang sebuah katana kemanapun ia pergi. Terkenal karena "hasil kerjanya" yang amat rapi, membuat laki-laki pendiam dan terlihat agak kikuk ini dijuluki "Silent Killer"

Feliciano Vargas. Katakanlah dia seorang Italian yang paling tak berkompeten dalam hampir di setiap aspek pekerjaan. Tetapi kemampuannya dalam long-ranged combat dan kesadisannya jangan pernah diremehkan. Julukan "Innocent Liar" yang ia sandang bukanlah sekedar nama kosong. Julukan yang menggambarkan betapa menyeramkan dirinya karena mampu membunuh dengan tersenyum dan persona kesadisan yang sukses ia sembunyikan dibalik senyumnya.

Arthur Kirkland. Kini seorang ex-deliquent yang pada masa-masa karir awalnya di MI-6 terkenal dengan code name 「Artemis」dan merupakan seorang sniper yang tak pernah meleset dari targetnya. Keturunan Bajak Laut dan masih memiliki garis darah bangsawan. Jangan pernah menyinggung ataupun bermulut kasar di depannya, sebab hanya ajal yang akan menanti apabila kau melawan Leader dari Team yang berisi tiga orang berdarah dingin.

Itulah tentang tiga orang dalam sebuah tim ter-elit di MI-6. Konon sebelum bekerja di bawah Arthur, mereka tak pernah mau tunduk pada perintah siapapun. Tak ada yang bisa menandingi mereka sejauh ini kecuali Arthur Kirkland sendiri, yang berhasil menundukkan mereka sekaligus dan menjadikan tiga orang paling menakutkan ini tunduk pada perintahnya. Dengan segala yang ia bisa untuk semakin memperkukuh tim terbaiknya, Arthur pun selalu berusaha menekankan tentang "Taking Orders Without Any Reluctance" pada tim yang diberi nama berdasarkan sejarah aliansi Jerman-Itali-Jepang pada Perang Dunia ke Dua. Biar selalu dididik sedemikian rupa pada setiap misi yang akan mereka jalani, mereka juga diajak untuk lebih "manusiawi" pada hal-hal di luar misi.

Tiga orang yang dilatih sejak kecil untuk menjadi agen. Dilatih untuk menjadi "produk" terbaik yang pernah ada. Dibesarkan dengan darah dingin tanpa perasaan.

Itulah tim ini, Axis Powers Team.

.

.

To Be Continued–


Yosh, fanfic pertama di Fandom Hetalia :3 dan ini akan jadi multichap yang cukup panjang. Sebelumnya saya beritahu bahwa ini OOC sekali, anda-anda sudah melihat buktinya pada chapter kali ini kan? :3 *malah bangga #digaplok* Ini masih prolog, nanti prolognya saya belah [?] jadi dua, jadi ini masih prolog part 1 sementara part 2 masih on progress.

NB : Cerita ini adalah AU, biarpun menggunakan istilah-istilah yang ada di dunia kenyataan. Jadi anggap saja settingnya ini semacam parallel world. Betewe ini bukan historical.

[1] Pysyä Hengissä ( Finnish ) : Stay Alive.

[2] Kyllä ( Finnish ) : Yes. Alternatif lainnya bisa menggunakan Juu.

[3] Setting yang saya gunakan pada cerita ini adalah setting di daerah Inggris, dan sudah jelas kan, bahwa semua orang harus berkomunikasi dalam bahasa Inggris disana? Oh ya, bagi yang kurang jelas, rata-rata, orang Jepang memang kurang lancar berbicara dalam bahasa Inggris. Aksen dan pelafalan mereka memang tidak begitu bagus, jadi saya asumsikan yang sama saja untuk Kiku... *digaplok*

.

Q : Neo itu OC?

A : Neo itu bukan OC. Saya gak masukin OC disini.

.

Apabila ada kesalahan dalam istilah-istilah di cerita serta bahasa-bahasa diatas dan para readers mengetahui adanya kesalahan baik fatal ataupun tidak, mohon bantuan untuk perbaikannya, soalnya saya Cuma bergantung pada kamus-kamus onlen dan dari perpustakaan terdekat untuk masalah bahasa dan waktu research saya nggak terlalu banyak, saya Cuma orang yang kebanyakan nonton film, Merci :D

RnR-nya akan sangat saya hargai untuk perbaikan di waktu kedepan x3