Author's Note : Hallo minna... XD akhirnya aku kembali setelah sibuk dengan kegiatanku di kelas tiga SMA. Ini adalah cerita Two Shot, Selamat Menikmati!
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Pairing : SasuNaru
Genre : Romance, Drama
Rate : T+ (for LIME)
Warning : Shounen-ai, YAOI, LIME, dll.
Summary : Siapa yang tidak tahu kalau Sakura itu menyukai Sasuke. Hal itu sudah sangat kentara, bahkan Naruto yang pada dasarnya bebal pun tahu. Sakura yang berniat menembak Sasuke membuat Naruto ambil tangan. Sebuah perjanjian tidak waras pun terjadi di antara Naruto dan Sasuke.
AGREEMENT
Apa nama dari hubungan ini? Kami bahkan bukan teman. Aku hanya mengenalnya secara tidak sengaja.
Di pagi hari yang cerah dengan langit biru dan awan putih yang berkumpul gemuk, aku membuka mata. Sebenarnya aku tidak terlalu senang dengan hari ini. Aku terbangun bukan karena kemauanku, tapi karena ponselku berdering, yang tentu saja mengganggu tidur nyenyakku.
Aku meraba-raba meja di sebelah tempat tidur. Tubuhku terasa tidak enak di pagi yang dingin ini, itu karena aku sama sekali tak memakai baju dan hanya terbalut oleh selimut bersama orang berambut hitam di sebelahku.
Akhirnya aku menemukan ponselku, ternyata yang menelepon adalah Hinata, pacarku.
"Ya, Hinata.." responku malas saat membuka telepon.
Mungkin sudah satu minggu lamanya aku berpacaran dengan Hinata. Dia sama sekali tidak berubah, selalu menjadi orang yang tidak banyak bicara. Dia memang terkadang meneleponku di pagi hari, tapi ada kalanya dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Untungnya, aku tipe orang yang banyak bicara, jadi aku bisa mengimbanginya.
Namun sungguh, hari ini aku benar-benar sudah lelah. Aku hanya bisa menjawab pertanyaan Hinata dengan "iya" atau "hn". Maafkan aku, Hinata.
Percakapan singkat di pagi hari pun berlalu dengan tidak menyenangkan. Bagiku, begitu pun bagi Hinata.
"Siapa sih yang meneleponmu sepagi ini?" tanya orang berambut hitam disebelahku.
"Oh, kau sudah bangun, Sasuke." kataku tanpa menghiraukan pertanyaannya.
"Ya, terimakasih kepada orang yang meneleponmu itu."
"Dia Hinata, katakan saja langsung kepadanya."
Sasuke memasang wajah tidak senang. Sepertinya bukan dering ponselku saja yang mengganggunya, mendengar nama Hinata pun sebuah gangguan baginya.
"Aku tahu kau tak punya perasaan kepada Hinata, lalu, mengapa kau masih mau berpacaran denganya, Naruto?"
"Simpel saja, itu karena Hinata menyukaiku."
"Jadi, singkatnya, kau akan menerima siapa saja selama orang itu menyukaimu?"
"Tentu saja."
"Walau disaat bersamaan?"
Pertanyaan yang bagus, pertanyaan itu berhasil membuatku bingung. Aku bukan playboy tapi kalau mengenai itu aku akan lebih cenderung ke 'iya' daripada 'tidak'. Aku tidak akan punya pilihan khusus karena hatiku tidak berada pada sesuatu yang khusus pula. Maksudku, aku tak bisa memilih orang ketika mereka sama-sama menyukaiku, dan aku tidak menyukai keduanya.
"Oh, well... kenapa kita jadi membahas ini?" aku kemudian tertawa aneh, mencoba melarikan diri dari pertanyaan itu.
Tapi tiba-tiba saja, Sasuke memegang tengkukku, menariknya mendekat kepadanya. Dia lalu menciumku dengan ganas. Aku tidak bisa menolaknya. Bukan karena aku lemah. Tapi karena kami sudah punya sebuah perjanjian sinting.
"Kau benar-benar menyukai Sakura ya, Naruto." Katanya, setelah melepaskan ciuman ganasnya.
"Ya, kalau tidak, aku tidak akan mengorbankan tubuhku."
"Baiklah, baiklah, aku mengerti, aku tidak akan memutuskan Sakura. Aku akan selalu menjadi pacarnya. Dan kau akan selalu jadi bed partner milikku."
Ya, itulah perjanjian yang telah aku buat dengannya. Ini dimulai ketika Sakura mengatakan padaku bahwa dia akan menembak Sasuke. Aku takut dan tidak mau dia sakit hati sedangkan aku tahu bahwa Sasuke tidak menyukai Sakura sama sekali. Jadi aku meminta Sasuke untuk menerima Sakura sebagai pacarnya, dengan imbalan, aku harus menjadi bed partner miliknya. Ini perjanjian gila, tapi aku sangat menyukai Sakura. Rasanya jika Sakura sakit hati, aku pun akan sakit hati. Jadi aku menerimanya.
"Menurutmu, Sakura akan seperti apa jika dia tahu kita melakukan ini?" tanya Sasuke.
Aku tidak menjawab.
"Dia pasti sakit karena tahu orang yang disukainya melakukan hal ini denganmu. Tapi dia sendiri akan tahu bahwa kau melakukan ini justru demi kebahagiannya, dan dia juga akan tahu bahwa selama ini dia telah mendapat cinta palsu dariku. Ironis, bukan?"
Aku tahu tentang itu. Memang ironis, dan menyakitkan. Aku dan Sasuke melakukan ini semua tanpa cinta, dan justru itulah yang membuat semua hubungan ini menjadi lebih ironis. Aku juga tahu, bahwa hubungan ini tidak akan selamanya bisa disembunyikan. Suatu saat, hubunganku dengan Sasuke ini akan diketahui oleh seseorang. Karena di dunia ini memang tidak akan ada yang kekal.
Sebenarnya selama ini, aku bertanya-tanya, mengapa Sasuke menerima perjanjian sinting ini? Well, ya.. meskipun Sasuke-lah yang membuat perjanjian ini menjadi sinting.
Maksudku, bukankah dia pasti punya orang yang dia sukai? Tapi dia rela berpacaran dengan Sakura, dan melakukan semua kegiatan bodoh ini denganku? Apa dia tidak memandang jijik terhadapku? Aku telah membuang kehidupan bebasnya, mengekangnya dengan perjanjian ini, hanya untuk orang yang kusukai, hanya untuk permintaanku. Aku yakin dia pasti tidak menikmati semua ini.
"Ngomong-ngomong Sasuke, maafkan aku." Kataku lirih.
Aku dapat melihat wajah kaget Sasuke. Ekspresinya seolah mengatakan 'apa kau sedang sakit?'
"Apa kau sedang sakit?"
Well, dia benar-benar mengatakannya.
"Tidak, aku hanya berpikir, aku telah mengganggu hidupmu untuk berpacaran dengan Sakura." Jawabku.
Aku bilang, aku telah memaksa jalan hidupnya.
"Benar, aku harus berkencan dengan Sakura di hari sabtu dan minggu, meneleponnya di malam hari sebelum tidur, bilang padanya bahwa aku cinta padanya dan tidak mau kehilangannya padahal itu hanya sebuah kebohongan belaka."
Intinya, dia bilang, aku ini merepotkan. Haha.
"Baiklah... makanya aku minta maaf." Kataku. "Tapi, apa kau tidak mau komplain tentang kegiatan malam kita?"
"Mengapa aku harus komplain dengan kegiatan malam yang aku inginkan ini?" katanya.
"Aku tidak tahu harus bilang apa." Kataku apa adanya.
"Kau seharusnya bertanya, mengapa aku menginginkan ini?"
"Kau ada benarnya juga."
"Baiklah, maka aku jawab, karena aku menyukaimu."
Aku terbatu. Aku tidak mempercayai pendengaranku sendiri. Pasti ada yang salah dengan semua ini.
Tapi, hal itu menjelaskan semua ketidak-logisan hubungan ini.
"Kau tahu, Naruto. Kau adalah alasan mengapa aku mengambil perjanjian ini." Dia memegang pipiku dengan lembut. Kemudian dia mengecup bibirku, mengecup pipiku, lalu leherku.
Tak lama dari itu, bel berbunyi. Aku dapat melihat wajah kesal Sasuke. Dia terpaksa menghentikan aktivitasnya yang sedang menelusuri tubuhku. Entah mengapa aku bersyukur untuk itu.
"Itu mungkin Sakura." Kataku.
"Ya, merepotkan." Katanya. Ia segera turun dari tempat tidur, kemudian memakai baju dengan asal.
"Sepertinya aku harus segera bersembunyi." Ucapku. Karena memang, yang aku tempati ini adalah rumah Sasuke, akan aneh jika aku berada di rumah Sasuke di pagi seperti ini. Dan lagi, Sakura hanya tahu bahwa aku dan Sasuke adalah musuh yang tak pernah akrab.
"Tidak perlu, kau diam saja."
Sasuke pun keluar dari kamar. Aku menatap punggungnya yang lama-lama menjauh dari penglihatanku dan kemudian menghilang ketika pintu kamar ditutup olehnya.
Sasuke menyukaiku? Lelucon macam apa ini?
Selama dua bulan aku berhubungan dengannya, aku tak pernah menyadarinya.
[Dua bulan yang lalu]
Bau kopi tersebar dimana-mana, canda tawa terdengar di setiap sudut cafe. Tempat ini memang sangat cocok untuk bersantai dan mengobrol.
Aku melihat jam tanganku, angkanya menunjukkan jam sembilan kurang lima menit. Aku akan bertemu seseorang di lima menit kemudian. Walaupun sebenarnya, aku sudah berada di cafe ini selama lima belas menit.
Well, sepertinya aku terlalu bersemangat hari ini. Er, tepatnya terburu-buru.
Aku kembali melihat jam tanganku, sebenarnya daritadi aku selalu melihat jam tanganku. Kenapa disaat seperti ini, waktu terasa lama?
Aku melihat ke arah pintu utama cafe. Aku melihat seseorang berambut hitam berada disana hendak membuka pintu. Aku menghela nafas, akhirnya dia datang juga.
Sebenarnya aku tidak begitu mengenal orang yang akan aku temui sekarang. Kami berdua memang berada pada satu jurusan yang sama. Tapi, aku tak pernah menyapanya. Ketika berpapasan kami hanya saling melihat satu sama lain. Kami berada di kehidupan yang berbeda, aku dan kehidupanku, dia dan kehidupannya. Kami berada di dua sisi yang berbeda.
Ketika dia memasuki cafe, para wanita yang ada di cafe berteriak-teriak histeris. Dia memang populer, pantas saja Sakura menyukainya.
Aduh, memikirkannya saja membuat hatiku sakit. Kenapa bukan aku saja yang populer, sih? Padahal aku juga keren, kan?
Aku melihat matanya menelusuri setiap sudut cafe untuk mencariku. Maka aku pun melambaikan tanganku padanya.
"Hoi Uchiha, aku disini!" teriakku.
Dia pun menghampiriku, dan duduk disebrang mejaku.
"Tumben sudah ada disini, kupikir kau akan telat seperti biasa." Katanya menyindirku.
"Asal kau tahu saja ya, aku sudah disini selama dua puluh menit. Ini sama sekali berbeda dengan keseharianku di kampus."
"Begitu, sepertinya penting sekali apa yang akan kau bicarakan padaku ini."
"Well, begitulah, seperti yang kau duga."
"Kau akan menembakku ya?"
"Ngaco! Emangnya aku perempuan!"
"Ya.. biasanya cewek yang akan menembakku mengajakku kesini."
"Dan aku bukan cewek!" teriakku. "Tunggu.. berarti.. kemungkinan besar Sakura pun akan mengajakmu kesini juga.."
"Eh apa, Sakura?"
"Ok, gini, kita mulai dari awal, Uchiha. Kita sebelumnya tidak pernah akrab, jadi aku perkenalkan diriku. Aku adalah Uzumaki Naruto, salam kenal."
"Ya, aku tahu namamu, dan kau tahu namaku. Jadi tak masalah."
"Ini hanya untuk formalitas. Aku tidak mau dikenal sebagai orang yang sok kenal sok dekat."
"Tapi nyatanya kau orang yang seperti itu."
"Aku tidak tahu kau se-menyebalkan ini. Baiklah, kita sampingkan hal itu. Uchiha, walaupun ini adalah pertama kalinya kita saling berhadapan dan berbicara. Tapi aku yang tidak tahu diri ini punya permintaan untukmu."
"Silahkan."
"Sakura menyukaimu."
"Lanjutkan."
"Ya, aku tahu, kau tak akan peduli tentang itu. Maka dari itu, aku mohon terima pernyataan cinta Sakura."
"Apa?"
"Aku akan melakukan apapun untukmu. Seperti mengantarmu ke kampus, membuatkanmu bekal makanan, dan lain sebagainya."
"Aku bukan anak kecil."
"Ya, maksudku, apapun yang kau mau."
"Terlepas dari itu, mengapa kau melakukan ini semua?"
"Karena aku menyukai Sakura."
"Ha? Aku tidak mengerti, tapi yang kau lakukan ini benar-benar nekat."
"Bukankah seharusnya memang begitu? Demi orang yang kau sukai, kau akan rela melakukan apapun, bukan?"
"Oke baiklah, aku akan menerima permintaanmu, tapi, sebagai gantinya, kau harus jadi bed partner milikku."
"B-Bed partner?!" aku berteriak keras. Teriakkanku memenuhi seluruh isi cafe. Semua pengunjung cafe melihat ke arahku. Dan aku langsung diam, kemudian melihat lurus ke arah Sasuke.
"Kau sedang bercanda ya? Walaupun sebenarnya, kau bukan orang yang cocok untuk bercanda.."
"Aku tidak sedang bercanda."
"Omong kosong!"
"Ya sudah, jika kau tidak bisa memenuhinya, tidak ada artinya juga aku disini." Sasuke beranjak berdiri, dia hendak pergi.
Tunggu, apa-apaan ini, bagaimana aku bisa menerimanya. Ini terlalu tidak masuk akal.
Aku hanya bisa terduduk diam, sementara Sasuke semakin menjauh. Aku tahu aku tidak bisa terus begini, aku mencintai Sakura. Aku ingin Sakura bahagia.
Aku pun berdiri, dan menyusul Sasuke.
"Aku menerimanya, Uchiha." kataku. Sasuke sedikit membulatkan matanya. Dia mungkin sedikit tidak percaya aku akan menerimanya.
"Oh, baguslah. Kalau begitu, ayo sekarang ke rumahku." Ajaknya.
"Eh? Sekarang?!"
"Ya, sekarang, kau pikir kapan?"
{Rumah Sasuke}
"Ini pertama kalinya bagiku, Uchiha."
"Ini juga pertama kali untukku. Selain itu, panggilah aku 'Sasuke', aku tidak mau hubungan yang canggung antara kita berdua. Dan aku pun akan memanggimu 'Naruto'."
"Sebenarnya dari tadi kau hanya memanggilku dengan sebutan 'kau' atau 'kamu'."
"Itu karena aku tidak mau memanggilmu 'Uzumaki'."
Sasuke menyentuhku lembut, aku merasa malu, nyatanya ini memang sangat memalukan.
Aku berada di kamar Sasuke, tepatnya di atas tempat tidurnya, ditambah, Sasuke berada di atasku, mendominasiku. Apa yang lebih memalukan dari ini?
"Kau akan menikmati semua ini, Naruto."
Tidak, Sasuke! aku tidak mau menikmati ini semua.
Aku justru akan takut jika aku menikmati ini semua.
Aku kemudian menutup wajahku dengan lenganku. Aku benar-benar tidak percaya. Aku dan Sasuke yang baru saja saling berbicara, kini langsung berada di pada hubungan yang lebih intim dan hubungan tak wajar antar laki-laki.
"Apa yang kau lakukan, Naruto? Kau harus melihatku."
"Aku tidak bisa, Sasuke."
Namun, setelah itu, aku dapat merasakan Sasuke menarik tanganku, menciumnya.
"A-apa yang kau lakukan, Sasuke?"
"Lihat aku, Naruto. Kau hanya perlu melihatku."
[Sekarang]
Aku menggelengkan kepalaku dengan keras, aku tidak mau mengingatnya. Tapi nyatanya, sangat kentara sekali bahwa Sasuke menyukaiku. Kenapa aku baru menyadarinya?
Ah, yang terpenting saat ini, aku harus segera memakai bajuku.
Aku pun turun dari tempat tidur, memakai bajuku dengan lengkap walaupun masih terlihat berantakan.
Namun, sedetik dari itu, seseorang memasuki kamar, dan dia adalah bukan yang lain selain Sasuke.
"Eh, Sakura sudah pergi ya?" tanyaku heran.
"Ya, aku menyuruhnya pergi. Dia datang terlalu pagi."
"Begitu, kalau begitu, aku pun harus pergi." Kataku, sambil hendak membawa tas gendongku. Tapi tiba-tiba saja, Sasuke memegang pergelangan tanganku dengan erat.
"Bukankah, aku menyuruhmu untuk tetap diam disini?" katanya.
"Tapi, Sakura sudah pergi kan? Kenapa aku tak bisa pergi?" aku berbalik menghadap kepadanya.
"Karena kau milikku." Dia bilang. Lalu dia menarik tanganku yang daritadi ia genggam, dan mencium bibirku.
Entah mengapa, aku punya firasat buruk tentang ini.
Dan ternyata firasat burukku itu bukan tidak berarti apa-apa. Ketika Sasuke mencium bibirku, Sakura memasuki kamar secara tiba-tiba.
"Sasuke, ada barangku yang ketinggalan jadi-" kata-katanya pun terputus oleh kekagetan yang ia alami saat ini.
Aku segera mendorong tubuh Sasuke untuk menjauh dariku. Aku melihat Sakura dengan mata yang membulat tak percaya.
"Sakura, ini tidak seperti yang kau pikirkan.." kataku. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya berkata apa yang harus kukatakan. Kata-kata yang diucapkan ketika seorang pacar ketahuan sedang selingkuh. Walaupun faktanya aku bukan pacar Sakura.
"Na-Naruto? Mengapa kau ada disini? Ja-jadi, selama ini kalian berpacaran?" kemudian mata Sakura dipenuhi air mata, wanita cantik itu pun berlari keluar dari rumah Sasuke. aku tidak bisa mengejarnya, aku tidak punya hak untuk mengejarnya. Tapi hatiku saat itu terasa remuk. Aku tidak kuat melihat Sakura menangis. Ini salahku, semuanya salahku.
"Naruto?" sebuah suara menyadarkanku, aku kemudian menolehkan kepalaku ke arah suara.
"Sudahlah, lagipula apa yang bisa kita berdua jelaskan, bukan?" kataku. Aku mencoba untuk tersenyum kepadanya.
Sasuke tidak merespon apa-apa, dia hanya melihatku. Untuk waktu yang singkat, kami saling memandang dalam kebisuan.
Maka aku membuka mulutku. "Sasuke, aku rasa, hubungan kita hanya sampai disini."
Aku dapat melihat wajah protes Sasuke. Dari ekspresinya, aku mengetahuinya.
"Aku akan pergi dari kehidupanmu, Sasuke. Terimakasih untuk selama ini, karena telah menerima permintaanku." Aku berjalan ke arah pintu kamar Sasuke hendak keluar. "Dan, selamat tinggal."
To be Continued
Mind to Review?
