Disclaimer: I own nothing but the story
Setitik note: tolong intip author note di bawah nanti setelah selesai baca cerita.
.
.
.
Past Present Future
Chanbaek pairing
WARN: Sho-ai, BL, Yaoi
Sorry for typo(s)
.
.
.
"Pssst." Pria dua puluh delapan tahun memegangi jeruji besi tempatnya ditahan. Untuk sementara. Karena beberapa jam lagi akan dipindahkan ke sebuah ruangan tanpa jendela yang setidaknya lebih layak dihuni. Matanya tertuju pada penjaga di sebrang sel.
"…" hanya diam yang didapatkan.
"Hey, hey, hey." Bibirnya dimonyong-monyongkan dengan manja memanggil si penjaga. Kaki dan mulutnya sama-sama tak mau diam di tempat.
"…" tidak ada jawaban.
"Baekkie~" nada genit dilancarkan. Bahu si penjaga yang bergidik tertangkap retina gelapnya. Membuatnya semakin uget-uget menarik perhatian.
Satu-satunya tahanan dalam ruangan itu berdeham membersihkan kerongkongan, "Ahem, Chanyeol kepada Baekhyun. Halo."
"Diam."
"Aw, galaknya."
Sipit tajam menusuk sama sekali tidak mencubit baginya. Malah imut. Chanyeol makin gencar menggoda penjaga yang mungkin sudah siap gumoh dengan sikap minta ampunnya.
"Ah, Baekhyun tidak asik. Aku sedang bosan di sini. Tidak bisakah kau berakting sesuatu di sana untuk tontonan gratisku?"
"Aku bukan pemain film. Tolong masukkan informasi itu ke dalam otak ratamu."
"Aku tidak merujuk pada film. Kau bisa melakukan stripping. Itu juga masuk hitungan sebagai pertunjukan." Mata berbinar karena sebuah bayangan melintas dalam pikiran. "Benar! Itu dia! Stripping dengan seragam NIS milikmu itu. Sounds like some kinky roleplay."
Baekhyun menatap jijik ke arah tahanan dengan surai pinkish yang jiwanya tengah melayang ke antartika karena membayangkan hal tak senonoh. Lihatlah mulut terbuka yang sebentar lagi menjatuhkan liur. Bisa-bisanya seorang tahanan menjadikan penjaganya sebagai objek fantasi liar. Minta dieksekusi di tempat, memang.
"Tunggu beberapa jam lagi dengan tenang. Kamar tahananmu sedang disiapkan sebaik mungkin." Pesan Baekhyun sebelum membalikkan badannya lagi. Tidak mau bertatap muka lama-lama dengan seorang penjahat.
Ada jeda keheningan selama semenit penuh. Baekhyun mengira Chanyeol tidak mendengar kalimatnya dan masih sibuk berimajinasi.
"Kalau sudah selesai, apa kau mau mampir ke kamar tahananku?"
Dahi berkerut, Baekhyun menoleh separo. "Untuk apa?"
"Di sana ada ranjang, kan?" alis naik turun mengkode sesuanu. Selain seorang kriminal, Park Chanyeol benar-benar makhluk ternista sepanjang masa.
Baekhyun membuang wajah lagi. Ia harus meratapi nasib sialnya yang kedapatan petuah langsung dari Direktur NIS untuk menjaga Park Chanyeol.
Bagan internasional, salah satu departemen dalam NIS tempatnya bekerja, menyelesaikan misi penculikan dari Camp No penjara bawah tanah dua hari yang lalu. Lebih tepatnya merebut kembali warga Negara Korea Selatan yang ditahan di sana.
Pasukan kecil yang terdiri dari tujuh orang, termasuk Baekhyun, berhasil membawa Chanyeol kembali ke Korea Selatan. Ada proses sulit yang dialami direktur mereka demi menjamin nama baik mantan tahanan CIA itu. Memakan waktu dua hari sampai izin diberikan.
Jadilah NIS memiliki wewenang penuh atas hidup seorang Park Chanyeol. Di luar sana, identitasnya dikenal sebagai Richard, hacker yang berurusan dengan CIA. Dan direktur NIS bermaksud memanfaatkan kemampuan meretasnya atas nama kebaikan dan keamanan demi Negara.
Park Chanyeol. Pria dua puluh delapan tahun. Lulusan matematika dan fisika teoritis di Universitas Cambridge. Dikenal sebagai penganut tetap aksi sosial selama masa kuliah, seorang aktivis. Tesis kelulusannya adalah 'Revolusi Informasi di Masyarakat'. Tidak lama setelah kelulusan, ia membangun Jaringan Revolusi Informasi dan mengganggu dunia online di Timur Tengah. Meretas dan membocorkan beberapa sumber rahasia. Tanpa jejak sama sekali. Karena itu ia ditahan di Camp No yang penjagaannya lebih ketat dari Camp Delta.
Baekhyun memandangi tahanan yang sibuk bermain ayam-ayaman dengan jempolnya sendiri. Helai rambut berwarna permen kapas bergoyang ke kanan dan kiri. Bibirnya maju beberapa senti untuk menggumamkan nada lirih. Batang permen lollipop mencuat dari belah bibir, pipinya menggembung satu sedang mengemut manis. Ini bocah TK apa kriminal buruan CIA?
Hacker, aktivis, lulusan magister, semua itu tidak ada nilainya di mata Baekhyun. Baginya, Chanyeol itu idiot, pembawa bencana, tukang bicara—dan mantan teman sekolah.
Hanya karena latar belakang yang berhubungan, Direktur Choi menunjuk Baekhyun sebagai pengawasnya. Mengobrol ringan untuk menjinakkan si hacker, katanya. Hidup Baekhyun sedang dipermainkan di sini.
Padahal Baekhyun sudah cukup sengsara tiga tahun bersama pria itu di masa SMA.
"Baekkie, aku lapar. Juga mengantuk."
Helaan napas dihembus pelan-pelan. Kaki diputar, badan menghadap jeruji besi. "Kau bisa menunggu—"
"Permen lollipop tidak membuatku kenyang. Aku ingin kasur."
"—beberapa jam lagi—"
"Aku butuh sekarang. Oh aku tahu. Kalian tidak bermaksud untuk menyelamatkanku dari penjara bawah tanah itu, kalian juga tidak melindungiku dari CIA. Tujuan sebenarnya adalah membuatku mati kelaparan di atas lantai keras sehingga bisa melenyapkan semua jejak hidup dan identitasku." Chanyeol menunduk dengan tangan saling mengait di jeruji besi.
"Drama Queen. Sejak dulu tidak berubah." Baekhyun mendecih.
Chanyeol mengangkat kepala, mengubah sorot matanya menjadi main-main. "Anjing penjaga. Sejak dulu kau juga tidak berubah." Lalu tersenyum mengejek.
Sebelum darah mendidih ke kepala, Baekhyun memutus kontak mata. Tidak bisakah ia meminta tukar pekerjaan dengan seseorang? Ia butuh pertolongan sebelum kehilangan kendali headbang ke dinding terdekat sampai amnesia.
Dua jam berlalu, penderitaannya segera berakhir. Seorang sipir memasuki ruangan untuk memberitahu letak kamar yang akan dihuni Chanyeol. Baekhyun menunduk, membuka jeruji besi, kunci bergemerincing mengisi keheningan. Chanyeol berdiri di depannya, menunggu pintu kebebasan terbuka—meski mengarahkannya pada kurungan yang lain.
Baru saja tangannya hampir melepas gembok, Chanyeol menahannya tetap di sana. Baekhyun mendongak. Manik hazel bertemu obsidian. Terkunci beberapa detik. Chanyeol tersenyum, di bawah sana ibu jarinya mengelus permukaan kulit punggung tangan anggota NIS itu sambil menggumamkan patah kata.
"Terima kasih, Baekkie."
Baekhyun sempat kosong, fungsi tubuhnya macet.
"Hei, kalian. Cepatlah."
Suara seorang sipir di ambang pintu menyadarkannya. Ia cepat-cepat melepas gembok dan menarik tangannya menjauh dari sentuhan Chanyeol. Beruntung posisinya memunggungi pintu keluar sehingga aksi tadi tidak perlu menjadi tontonan.
"Jalan di depanku."
Tubuh tinggi Chanyeol didorong untuk berdiri di antara apitan penjaga depan-belakang. Sipir itu memimpin jalan mereka. Menyusuri lorong, masuk ke lift, beberapa lorong lagi. Chanyeol sesekali menghitung langkahnya, sengaja diloncat-loncat, bersiul tanpa beban. Baekhyun menatap punggung tegap pria itu. Merasa sedang mengawal bocah TK sedang tamasya di taman hiburan. Hingga akhirnya sampai pada sebuah pintu bercat putih. Ada jarak sangat lebar dari satu pintu ke pintu lainnya.
Sipir itu memberi sebuah kartu yang digunakan sebagai kunci ruangan pada Baekhyun. Menyerahkan sisanya untuk tanggung jawab si anggota NIS lalu meninggalkan mereka berdua.
Kartu digesek, sidik jari diterima, pintu terbuka.
Chanyeol tidak perlu didorong masuk, pria itu sudah melompat ke dalam dengan semangat berlebih. Baekhyun mengikuti di belakangnya dengan satu decakan. Ruangan bernuansa putih dan merah muda.
Setiap sudut ruangan diintai CCTV. Ada satu meja besar dipenuhi set komputer. Terdapat tiga buah pc dengan seperangkatnya. Tampak seperti mainan baru untuk Chanyeol. Bahkan ranjang berukuran queen yang terlihat sangat empuk diabaikan. Padahal tadi merengek minta kasur.
Pria tinggi itu mendaratkan bokongnya pada keempukan kursi bos. Menekan tombol power dan menunggu monitor itu menyala. Matanya sudah berbinar, tangannya gatal ingin mengetik di atas keyboard mahal.
"Tidak jadi tidur?" sindir Baekhyun.
"Nanti saja. Ada mainan yang harus kucoba."
Baekhyun berniat mendudukan diri di sofa letter L, memanjakan tubuh letihnya sesaat. Tapi ia tidak seharusnya berada di sini lebih lama lagi. Ia harus segera mengisi kekosongan ruang CCTV yang memantau ruangan ini. Benar-benar penjahat kelas kakap, ruangan pengintainya saja dipisah dari yang lain.
Tapi sofa beludru itu seolah memanggilnya, tiduri aku.
Baekhyun membuang semua logikanya demi menenggelamkan diri di sana. Wajahnya menekan bantal empuk berwarna abu-abu. Sayup-sayup didengarnya suara ketikan berentetan. Tapi itu menjadi lullaby untuknya. Perlahan, matanya menutup. Tertidur dalam posisi telungkup.
.
.
.
"Baekkie~ selamat ulang tahun."
Baekhyun mendongak. Posisinya yang duduk mengharuskannya mengangkat kepala untuk melihat Chanyeol yang menjulang berdiri di belakang kursinya. Melihat wajah lelaki itu secara terbalik entah kenapa membuatnya mual berkali lipat dari biasanya.
"Ini tanggal lima Mei."
"Oh, kalau begitu happy early birthday. Dengan begini, aku yang pertama mengucapkan." Chanyeol menetapkan seenak jidatnya.
Baekhyun memutar mata.
Chanyeol menempati kursi di depan meja Baekhyun. "Jadi, karena aku mendapat posisi spesial sebagai yang pertama. Bisakah kau membuat bulgogi untuk bekal besok? Aku mau makan daging."
"Dalam kamusku, tidak ada hadiah maka tidak ada traktiran."
Wajah Chanyeol dilempari segumpal tisu. Jam istirahat membuat kelas cukup sepi sehingga mereka tidak menarik perhatian karena membicarakan hal ini. Terutama para siswi. Mereka sangat gencar bagai wartawan haus berita. Mengorek segala hal yang ada. Menanyakan semua yang terpikirkan sampai ke bagian tidak penting demi mengetahui ada hubungan apa diantara Park Chanyeol dan Byun Baekhyun.
Mereka seperti berteman tapi bukan teman. Menempel ke mana-mana tapi saling melempar jari tengah. Sering skinship tapi juga sering barbar. Saling menanyakan kabar jika tidak ada orangnya. Saling mempermalukan jika ada orangnya.
Jadi, mereka itu apa?
Kata Baekhyun, Chanyeol cuma orang idiot yang mengikutinya kemana-mana bagai anak ayam. Kata Chanyeol, Baekhyun cuma sasaran empuk untuk dikerjai habis-habisan.
"Nih, syarat terpenuhi."
Baekhyun mengalihkan fokus dari buku di tangannya ke atas meja. Ada sebuah kotak berwarna merah tua berpita kuning. Ikatan pitanya benar-benar terbentuk sempurna seolah dilakukan oleh tangan seorang pro. Buku paket diletakkan ke atas pangkuan.
"Ini bom bunuh diri?" Baekhyun memberi tatapan menyelidik.
Gumpalan tisu dilempar balik oleh Chanyeol. "Sekarepmu. Tadi katanya minta hadiah."
Apa?
Park Chanyeol menyiapkan hadiah untuknya? Apa tadi pagi matahari terbit dari barat?
Baekhyun menerka hal-hal yang berkaitan dengan fenomena janggal dalam kepalanya. Siapa tahu kalender menunjukkan keterangan bahwa hari ini ada jadwal Malaikat untuk meniup terompetnya. Alias akhir dunia. Sikap Chanyeol yang seperti ini membuatnya merinding. Tidak bisa diterima akal sehat. Mustahil orang menyebalkan itu bisa peduli pada ulang tahunnya—meski salah tanggal.
Merasa bahwa dirinya terlalu berburuk sangka, Baekhyun mengusap dada. Mencoba melapangkan diri menerima kebaikan cecunguk itu. Siapa tahu Chanyeol sungguh ingin memulai perdamaian dengannya.
"Kau menyiapkannya sendiri?" tanya Baekhyun selagi jari-jarinya membuka ikatan pita. Ah, warna kuningnya bagus, ia membatin. Warna kesukaan, wajar.
Chanyeol menopang wajah dengan satu tangan di atas meja. "Beli dengan uang tabunganku. Dijamin, benda itu cocok sekali untukmu."
Entah karena sudah lama tidak menerima hadiah dari orang lain, Baekhyun merasa matanya memanas dan jantungnya bertalu. Barangkali efek perubahan iklim, pikirnya melantur. Pita ditarik dengan jemari gemetar, kotak dibuka perlahan. Isinya diintip sampai terpampang sepenuhnya.
Satu detik.
Dua detik.
Benda yang disebut sebagai hadiah itu berwarna hitam dan diganjal bantalan lembut di bawahnya. Sebuah choker kulit bertekstur halus, aman bagi kulit leher. Terlihat modis.
"Benar, kan? Itu pantas untukmu?"
Seketika wajah Chanyeol diberi hantaman buku paket yang dibaca Baekhyun sebelumnya.
"Fuck, Baek! Hidungku sakit!" ia mengusap kulit yang memerah dan nyeri.
Baekhyun menudingnya di tengah hidung, membuat mata si korban hantaman menjuling. "Aku bukan anjing peliharaanmu!"
Yeah. Siapa yang tidak marah diberi choker—berbandul tulang platinum bertuliskan hangul namanya sendiri. Tinggal dikaitkan dengan leash maka kalian sudah bisa mengajak Byun puppy Baekhyun berjalan-jalan ke taman.
"Kau itu terlalu penurut pada orang lain! Makanya benda itu cocok untukmu."
"Dasar idiot! Dalam kepalamu itu sebuah otak atau pabrik pembuangan limbah, hah?!"
Dan pembicaraan itu diakhiri dengan adu mulut serta acungan jari tengah ketika pertengkaran harus dihentikan karena bel masuk menggema.
.
.
.
Kelopak mata membuka, retina ditimpa cahaya remang. Baekhyun mengusap mata dengan jari-jari lentiknya, perlahan bangun dari posisi berbaring miringnya. Selimut putih susu jatuh ke paha. Ia memandang sekeliling, mengumpulkan nyawa. Mimpi akan kejadian masa lalu merenggut kesadarannya. Suara ketikan menyapa telinga. Kepalanya menoleh ke sumber suara. Surai pinkish terlihat dari puncak kursi hitam yang membelakanginya. Cahaya monitor menjadi satu-satunya penerangan di sana.
Baekhyun sadar, berdiri cepat. Tangannya menekan saklar, ruangan menjadi lebih terang seketika.
"Ouh, silaunya." Kursi berputar, Chanyeol menghadap ke arahnya. "Tidur nyenyak, Baekkie?"
Baekhyun duduk kembali ke atas sofa, menerima serangan pusing akibat berdiri terlampaui cepat. Ia mengucek mata, "Berapa jam aku tertidur?"
"Hanya tiga jam. Dan ssshh," Chanyeol mendesis, menyela Baekhyun yang siap menyemprotnya. "tenang saja. Tidak ada yang mencarimu. Jadi kau tidak perlu takut diberi konsekuensi karena melenceng dari pekerjaan."
"Seharusnya kau menendangku keluar saat jatuh tidur tadi." Baekhyun menatap tajam.
"Tugasmu mengawasiku, bukan?"
Baekhyun mengangguk, "Dan lagi, seharusnya aku berada di ruang CCTV."
Chanyeol menggeleng sambil tersenyum, "Mendingan menjagaku langsung dari pada melalui kamera pengintai itu. Lebih efisien. Kalau aku bertindak mencurigakan semacam ingin meretas keamanan ruangan ini atau kabur, kau bisa langsung mencegahku."
"Aku tidak sudi satu ruangan denganmu."
Ada beberapa bungkus snack di sekitar kaki pria itu. Baekhyun teringat dengan perut keroncongan si bayi besar Park.
"Kau sudah makan?"
Chanyeol memutar kursi lagi. Berfokus pada layar monitor. "Belum. Keripik kentang tidak masuk hitungan. Kulkas mini cuma menyimpan snack dan minuman saja."
Baekhyun meringis, entah kenapa merasa bersalah. Ia bangkit dari sofa dan menyadari sebuah selimut kusut tergeletak yang membungkus tubuhnya tadi. Seingatnya, ia jatuh tertidur sambil memeluk bantal sofa dengan seragam utuh melekat di tubuh. Kepala menunduk, pakaiannya saat ini minus jas, dasi, dan sepatu pantofel.
Pandangannya beralih pada meja kayu di depan sofa. Di sana lah barang-barangnya berada. Apa Chanyeol yang melucuti dari tubuhnya? Dia juga yang menyelimutinya? Park Chanyeol melakukan itu semua untuknya?
Desiran halus berseliweran di dalam dada. Baekhyun menepuk pipi, merasa malu. Kaki yang tinggal berbalut kaus kaki melangkah mendekati si hacker.
"Hei, Chanyeol."
Lidahnya terasa aneh ketika menyebut nama itu. Tapi perasaan yang tertinggal usai berucap terasa familiar. Sudah lama sekali.
"Ohoo, akhirnya kau memanggil namaku."
Chanyeol melepaskan pegangan pada mouse. Ia baru memutar kursi separo lalu terhenti karena Baekhyun berdiri terlalu dekat dengannya. Kepala agak mendongak untuk bertatap muka. Ada tarikan napas terkesiap yang dilakukan oleh si hacker.
"Selamat datang kembali ke Korea Selatan. Aku belum mengucapkan ini secara resmi padamu."
Tangan Chanyeol diraih Baekhyun, membuat telapak tangan itu dalam posisi meminta. Baekhyun merogoh saku, tangannya mengepal ketika keluar, membawa sesuatu. Chanyeol diam. Sangat bertolak belakang dengan pribadi mengocehnya sedari tadi.
"Atau perlu kubilang…"
Kepalan lima jari lentik membuka, menjatuhkan sebuah benda di atas telapak tangan Chanyeol.
"…selamat datang kembali ke rumah, Park Chanyeol."
Sebuah bandul platinum berbentuk tulang anjing dengan ukiran nama. Baekhyun.
"Aku akan mengambil makanan dan memberitahu mereka untuk membawakannya rutin ke kamar ini mulai besok."
Baekhyun melangkah pergi. Keluar ruangan. Meninggalkan senyuman ramah, sorot mata bersahabat, dan pemandangan choker hitam melilit lehernya yang terekspos karena dua kancing teratas kemeja terbuka. Choker yang tersembunyi dari tadi oleh kerah tinggi kemeja dan simpul dasi. Pantas saja Chanyeol tidak menyadari kalau benda itu dipakai Baekhyun.
Chanyeol melihat bandul tulang di tangannya tanpa berkedip. Jantungnya berdebum keras. Berpacu bagai kuda berlari. Darah naik ke wajah dengan signifikan, membuat warna semu yang kontras dengan surai kapasnya.
Baekhyun memakainya.
Selama ini Baekhyun mengenakan hadiah darinya. Menyimpan hadiahnya. Menerima hadiahnya. Selama bertahun-tahun.
Chanyeol menggenggam erat bandul. Dengan gaduh memutar kursi lagi. Lengannya bertumpuk di atas meja, hampir menimpa keyboard. Wajahnya melesak ke sana. Merasakan panas berlebih. Ia salah tingkah dengan senyuman lebar menampilkan deretan gigi.
"Aku tidak akan pernah kabur dari sini."
.
.
.
.
END
a/n: HALO. Saya mau kasih sekedar info, kayaknya bakal susah update atau publish cerita di waktu sekarang ini. Dua minggu yang lalu itu akhir masa PKL, artinya udah masuk sekolah lagi. Dan karena kelas 12 itu jadwalnya padet banget nget nget, saya ga sempet buat ngetik. Ga bisa apdet perminggu lagi huhu /seketika rindu masa PKL/
Fanfic ini selingan juga permintaan maaf karena bakal terlambat update cerita tbc lainnya juga karena saya anak smk, ujian prakteknya bener-bener mantep, lebih banyak dari tertulis. Fokusku jadi dobel, praktek buat kepentingan kerja, tertulis buat kepentingan pendidikan.
Jadi maaf sebesar-besarnya karena saya bakal semi-hiatus.
Ada beberapa fanfic tbc yang udah jadi setengah jalan, kalo udah selesai bakal saya apdet cepet disini. Review kalian bakal jadi pengingat sama penyemangat, bukti ada yang nungguin cerita hehe:D
Terima kasih atas perhatiannya~
Regards and love, LFH.
.
.
Extra
Chanyeol melepas sepatu pantofel di kaki Baekhyun dengan gerakan sangat pelan. Tapi sepertinya Baekhyun kelihatan terlalu lelah untuk sekedar terbangun dari tidurnya. Jadi ia lebih percaya diri ketika memapah punggung Baekhyun sementara satu tangannya sibuk melepaskan jas dan dasi. Wangi si anggota NIS menusuk indera penciuman. Chanyeol menghirupnya kesenangan.
Baekhyun bergumam pelan dalam tidurnya, merasa terusik dengan area telinga dan lehernya dibaui seseorang.
Chanyeol menyudahi kegiatannya sebelum lepas kendali. Tubuh yang lebih pendek dibaringkan kembali. Selimut dihamparkan, menyelimuti dengan hati-hati.
"Senang bisa bertemu denganmu lagi, Baekhyun."
Rambut hitam diusap sayang.
"Aku merindukanmu."
Lalu diberi kecupan. Chanyeol tidak mau dicap sebagai pria pengecut yang mengambil kesempatan dalam keadaan lengah. Jadi ia tidak merebut kepolosan bibir Baekhyun. Untuk saat ini, ciuman di dahi lebih dari cukup.
Yeah. Untuk saat ini.
.
.
Terima kasih sudah membaca~!
