PinkuPinkuHunnie present
.
.
.
.
.
"Something about 30 years old Lady"
.
.
.
.
.
Main Cast :
Oh Sehun
Xi Lu Han
Kim Jongin (Kai)
Kyungsoo
Kim Minseok
Park Chanyeol
.
Zhuyi
.
.
Other Cast :
Other EXO's member
SM Ent artist
.
Gender Switch for all 'uke' Character
.
.
.
WARNING!:
RATE M! NC
Maybe full of Dirty Talk and Sorry for Typo(s), OOC, abal abal story and other
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa review ya :*
.
.
.
.
.
.
Chapter One
.
.
.
.
.
.
Memulai karir sebagai sorang fotografer jalanan saat masih kuliah tentu tidak mudah bagiku. Lika liku hidup seorang lelaki yang akan beranjak dewasa. Beberapa kali hasil jepretanku tidak dihargai. Mereka diinjak, dimaki dan tak berharga lagi.
Namun takdir tidak selamanya sama bukan? Bermodal tekad dan keberanian. Aku behasil masuk kedalam dunia Fashion Magazine. Minseokkie Noona yang membuka jalan untukku. Minseok Noona adalah seorang mantan model majalah Cosmopolitan di UK. Beberapa tahun lalu dia sedang berlibur di Korea kala itu. Dia memintaku memotret dirinya dengan bikini ungunya yang berkelap kelip dibawah matahari di sabtu pagi. Saat itu aku sedang melakukan tur di pulau Jeju. Dia melihat kamera dengan lensa tebal dileherku saat itu. Kami mengobrol banyak tentang dunia fotografi. Dan saat itu aku benar benar tidak tahu bahwa dia seorang model.
Yeah. Seperti kataku, Minseok Noona yang membuka jalan untukku. Dia meminta seluruh hasil jepretanku dicetak dalam ukuran F4 dan dikirim hari itu juga ke villa yang ia sewa di sekitar pantai. Kalian perlu tahu, kalau aku kabur dari rombongan wisata kampus. Hanya untuk mencetak foto wanita dengan bikini super nyentrik itu dan memberikan semua hasil cetaknya. Aku tidak menduga bahwa Minseok Noona memberikannya pada direktur majalah di tempat kerjanya. Minseok Noona bilang bahwa dia sangat menyukai hasil potretanku. Dan pak direkturpun menyukainya.
Aku menyelesaikan kuliahku dengan cepat dan memenuhi panggilan Minseok Noona. Tepat setelah wisuda, aku berangkat ke Inggris. Siapa sangka aku bisa menjadi satu dari ratusan fotografer fenomenal di jagat raya. Yeah, itu memang berlebihan. ELLE, BAZAAR, VOGUE dan InStyle berkali kali menawarkan lowongan dengan gaji fantastis padaku. Kupenuhi. Meski hanya satu kali pemotretan di tiap majalah. Biarkan aku menyombongkan diri. semua majalah dengan hasil fotoku sold out dalam waktu singkat. Kurasa itu cukup untuk mengganti kartu kreditku menjadi Black Card.
Dan kini adalah tahun ketiga aku berkecimpung didunia ini. Minseok Noona yang bekerja memimpin tim ku datang dengan tik-tak-tok high heelsnya yang mengganggu gendang telinga.
"Gila!"
"Wae Noona?" Aku bertanya sambil asyik dengan ponselku.
"Mana Kai?"
"Tidak tahu." Aku mengangkat kedua kakiku keatas meja.
Dia masih melihatku yang terlalu asyik dengan iphone 6 plus kesayanganku. "Jalangmu lagi? Iya kan?!"
"Yep."
"Demi tuhan! Kau tidak pernah berubah!"
"Ayolah Noona. Hanya satu malam aku menemani perempuan perempuan tolol itu."
Minseok Noona memijat dahinya. "Aku tidak bisa hidup tanpa seks Noona." Jawabku enteng
"Kau harus bisa! Dan lupakan jalang jalangmu itu! Karena Aku sedang dalam pembicaraan serius!"
Aku hanya menatapnya tidak berminat. Dan detik itu juga Minseok Noona memukul kakiku. "Turunkan kaki panjangmu itu!"
Aku menurunkan kaki tanpa berkata apapun, agak malas meladeni perempuan macam dia.
"Hello Everybody!" seseorang dengan rambut disisir kebelakang dan kacamata hitam sedang asyik bertengger didepan pintu. Sungguh Men-ji-ji-kan.
"Masuk stupid!" Kyungsoo memihak padaku! Dia menendang laki laki dengan kacamata hitam itu.
"Kalian berdua duduklah! Aku akan bicara serius."
Keduanya duduk dengan manis dan damai dikursi masing masing. Dan aku mematikan ponselku. Setelah berpamitan pada gadis dijauh sana yang sedari tadi sedang beradu pesan mesum denganku.
"Pekerjaan kalian?"
"Selesai." Ucap kami kompak. Seperti robot.
"Oke. Aku punya berita baik dan berita buruk. Yang mana yang perlu aku bicarakan terlebih dahulu?"
"Berita Baik." Kyungsoo berucap tegas.
"Kita dapat jatah berlibur kembali ke Korea selama satu bulan penuh!" Minseok Noona bertepuk tangan. Dan si kacamata hitam berdiri dimejanya sambil melepas dasi dan menutarnya. Dasar Gila.
"Dan berita buruknya?" tanyaku dingin.
"Kita dikirim ke Korea." Minseok Noona layu seperti daun sekarang.
"APA?!"
"Yeah. Bekerja untuk majalah baru disana untuk selamanya. SE-LA-MA-NYA!."
"Majalah baru?! Oh SHIT!"
Yeah karir kami baru saja merosot. Aku sendiri tidak mengerti kenapa. Dan ini memang benar benar buruk. Biarkan aku jelaskan keadaaannya. Aku, Oh Sehun yang fenomenal baru saja selesai menggebrak meja. Kim Jongin si editor mesum dengan kulit hitam legam baru saja melempar kacamata hitamnya. Kyungsoo, si penulis naskah sedang termenung meratapi nasib. Dan yang terakhir pemimpin kami, Minseok Noona yang sedang mengacak rambutnya frustasi.
.
.
.
Pesta perpisahan untuk team kami diadakan di kantor secara kecil kecilan. Dan di hari itu pula keberangkatanku dan Kyungsoo menuju Korea. Jongin dan Minseok Noona akan menyusul kami, dan sampai besok malam. Setidaknya kami mendapat tiket pesawat gratis dari pak direktur.
"Aku nyaris gila karena ini!" Kyungsoo duduk disebelahku.
"Aku lebih gila! Aku meninggalkan mereka!"
"Siapa?"
"Ah aku tahu! Pasti jalangmu kan?!" lanjut Kyungsoo emosi.
"Aku butuh mereka." Aku bersandar pada Kyungsoo. aku benar benar lemas dan stress hari ini.
"Kau tidak butuh mereka! Kau hanya butuh seks nya!"
"YEAH! Itu maksudku! Kau benar benar pengertian!"
"berisik! Lagipula kurasa mereka hanya one night stand saja." Dia melipat tangannya di dada.
"Berapa gadis dari Klub itu yang kau setubuhi?" Sambung si burung hantu itu.
"Tidak banyak. Hanya lima."
"Lalu sembilan lagi?!" Kyungsoo menatap tajam padaku.
"Ayolah aku bahkan tidak memasukan penisku kedalam gua seksi mereka. aku hanya bermain main dengan tubuh mereka. tidak lebih."
"Oh Sehun. Tidak pernah ada kata 'tidak lebih' dalam kamusmu."
Aku tidak menghiraukannya.
"Ngomong ngomong kita tidak ke Seoul,"
Barulah aku kembali memperhatikannya. "Apa Korea selatan sudah berganti ibu kota?" oke itu konyol.
"Kita ke Jeju."
"Untuk?"
"Dua hari lagi ada pesta pertemuan dengan seluruh staff dan petinggi majalah baru itu."
"Demi Lucifer! Aku tidak tertarik!"
.
.
.
"Yak! Keparat si direktur buncit itu! Kenapa tidak memilih penginapan saja! Aku berjanji Ifreet akan mengutukmu pak tua!" sekarang Kyungsoo si burung hantu yang mengomel. Dan aku hanya mendengarkan ocehannya soal kutukan pada si pak tua.
"Ini sudah malam bodoh! Kau tidak lihat sudah hampir sepi disini?!"
"Aku kesal Sehun!"
"Sudahlah. Lagipula ini hotel bintang lima bukan?" Aku melangkah cepat mendahului si dada rata itu. Dan kurasa dia mengikutiku.
Kami sampai di depan meja resepsionis. Dengan koper ditangan kami. Biar ku komentari wanita ini. Dia seksi, cukup cantik dimataku. Tapi tidak cukup membuatku terangsang. Sekalipun dengan pakaian yang mengekspos belahan dadanya habis-habisan.
"Nona Minseok?" ucap si resepsionis cantik itu.
"Bu-bukan. Kami rekannya." Kyungsoo menggeleng cepat. Aku sih, hanya diam. Sambil memperhatikan si resepsionis itu tentu saja.
"Ah maafkan saya. Kamar untuk empat orang dilantai dua puluh empat. Kamar nomor 1220. Ini kartu untuk membuka kamarnya. Terima kasih. Selamat beristirahat."
"Ah iya terima kasih juga." Kyungsoo menarik kopernya sambil terus menghela nafas.
Aku berpamitan dengan memberi sebuah kerlingan untuk si resepsionis itu. Dan dia tersipu.
.
.
.
.
"Nomer 1220. Ah ini dia!"
"Kamar untuk empat orang? Apa tidak salah?"
"Benar juga."
Kyungsoo diam selama hampir tiga puluh detik. "Jadi—aku akan tidur denganmu malam ini?! Oh tidak tidak! Demi bikini kupu kupu milik Minseok Eonnie! Aku tidak sudi!"
"Kau pikir aku sudi tidur denganmu burung hantu?!"
"Apa kau bilang?!"
"Burung hantu! Mata lebar!"
"Diam kau albino keparat! Jahanam! Maniak seks!"
"Jangan bertengkar!"
Kami berdua sama sama mematung. Suara siapa itu? Itu jelas bukan suara Kyungsoo. dan itu juga bukan suaraku tentu saja. Lalu?
"Nuguseyo?" Kyungsoo berbalik kebelakang.
Aku mengikutinya. Berbalik kebelakang. Ada seorang anak laki laki dibelakang kami. Memeluk boneka panda.
"Jangan bertengkar!" wajahnya memerah.
"Kurasa dia sebentar lagi menangis." Aku menatap Kyungsoo. dia ikut menatapku juga.
Satu
Dua
Tiga
"Jangan bertengkar lagi.. huwee—" BINGO! Dia menangis!
Aku dan Kyungsoo terlonjak saat mendengar suara tangisannya. Dengan seluruh otak licikku. Dengan cepat aku mengambil kartu digenggaman Kyungsooo dan buru buru masuk kedalam kamar.
Yang bisa kudengar setelah masuk kedalam kamar adalah suara teriakan si burung hantu. Dan jangan lupakan sumpah serapahnya padaku.
.
.
.
.
.
Maksud dari kamar untuk empat orang adalah, satu ruangan dengan empat pintu didalamnya. Jadi kami memiliki kamar kami masing masing disini. Kurasa Hotel ini boleh juga.
Aku tidak mendengar suara si burung hantu masuk kedalam kamarnya. Kurasa dia masih berkutat dengan anak cengeng itu. Omong omong, anak kecil itu tampan juga. Dia seperti, orang asing. Maksudku bukan pribumi.
Setelah memastikan ada kamar mandi disini aku melepas kaos abu abu dari tubuhku. Ini hari kedua dimusim panas. Dan memang hobiku mandi setelah lewat dari jam sembilan malam. Aku terlalu lelah untuk berlama lama dikamar mandi. Setelah memakai kembali celana joggerku beserta tektek bengek didalamnya. Aku membanting diriku ke kasur. Sayup sayup aku mendengar si mata besar itu masuk ke kamarnya. Dan tentu saja dia marah marah dengan membawa namaku dalam amarahnya. Khas Kyungsoo, penuh emosi.
.
.
.
.
Jam menunjukan pukul sepuluh pagi saat Kyungsoo memukuli punggung telanjangku dengan boneka pororo jeleknya.
"Bangun Oh mesum Sehun!"
"..."
"Bangun bodoh!"
"..."
"Ayo makan!"
"..."
"SEHUN!"
"..."
"Oke! Jangan salahkan aku jika handphone kesayanganmu sudah tidak berbentuk lagi!"
Dan barulah aku bangkit. Sambil tersenyum bodoh pada Kyungsoo. "Menjijikan." Singkat dan menusuk ke ulu hati yang terdalam.
Aku mengusap wajah dan turun dari ranjang. "Bisakah kau memakai setidaknya kaus tanpa lengan di badanmu yang mengerikan itu?!" dia berteriak.
"Aku benci memakai apapun itu yang menutup bagian tubuh yang paling kubanggakan."
"Kenapa semua lelaki selalu bangga akan tubuh sixpacknya?! Bagiku itu sangat mengerikan!" dia membawa trolley makanan ke dekat meja.
"Aset."
"Apa?!"
"Ayolah, semua wanita akan terjerat pada keindahan tubuh seorang pria."
"Aku tidak begitu." Kyungsoo menghidupkan televisi.
"Apa Kai tidak bertubuh seperti ini? Kurasa dia sangat.." Aku memperhatikan wajah Kyungsoo yang semakin memerah "Seksi." Aku mendesah.
"Yak! Bagaimana kau bisa-?! Ah! Sudahlah! Lupakan!"
Aku tertawa terbahak bahak. Dia pikir aku se tidak peka itu? Maaf saja! Aku lelaki respect!
"Sejak kapan?" Aku bertanya sambil terus tersenyum menjahilinya.
"Apanya?!" dia pura pura tidak mengerti.
"Sejak kapan? Menyukainya?"
"Tidak penting!"
Aku kembali tertawa. Kurasa aku laki laki pertama yang bisa membuatnya menciut seperti ini.
"Berhenti menertawaiku! Atau kuambil makananmu!"
"Oke oke aku diam."
"Jangan beritahu siapapun! Soal Kai! Dan rasa sukaku!"
"Pfft—mengaku juga."
"Tutup mulutmu Oh Sehun!"
Aku mengunci mulutku. Seperti sedang menarik resleting. Dan dia memberi jempol padaku.
.
.
.
.
"Ayo!"
"Kemana?" Aku memperhatikan gerak gerik Kyungsoo.
"Pantai."
"Tidak mau. Malas."
"Ayo temani aku sialan! Bawa kameramu dan potret wanita wanita dengan bikini seksi itu! Cepat!"
"Kalau begitu Dengan senang hati." Aku tersenyum dan dia mendecih.
Kyungsoo memakai sweater pinknya. Aku tahu betul didalam sweater itu ia mengenakan satu set bikini. Dia akan membuka sweater itu setelah sampai dipantai. Lagipula pantai hanya beberapa belas meter dari hotel ini.
"Kau sudah selesai?" Ucapnya.
"Yep." Kamera dileher dan tasnya disisi kanan. Sempurna!
"Oke kajja!"
"Yep." Aku mengikuti langkah kecilnya.
Kami keluar dari kamar dan berjalan santai menuju lift. Dan disana kami bertemu dengan anak kecil yang menangis kemarin malam. Dia sendirian.
"Kau lagi." Ucapku dingin.
"Annyeong Zhuyi!" Kyungsoo melambaikan tangannya pada anak itu.
"Noona." Si anak kecil cengeng itu tersenyum pada Kyungsoo.
"Zhuyi mau ke pantai juga?"
"Nde Noona. Apa noona juga kepantai?"
"Tentu. Ayo pergi bersama."
"Ayo!" si kecil itu berjingkrak jingkrak. Cih, berisik sekali.
"Apa Ajusshi juga ke pantai?" sekejap Lift itu terasa penuh dengan tawa Kyungsoo yang meledak ledak.
"Aku tidak setua itu anak ingusan! Dia bahkan lebih tua." Aku menunjuk Kyungsoo sambil menunjukan senyum paling mengerikan pada si kecil itu.
Dia nyaris menangis lagi. Untung Lift berpihak padaku. Dia terbuka saat itu juga, membuat pandangan si kecil ingusan itu tertuju kedepan.
"Auntie!"
Mataku mengikutinya. Dia memeluk sesosok wanita disana. oh tidak! Aku hilang fokus. Wanita ini terlalu berani. Dia hanya mengenakan bikini berwarna merah muda dan hotpants yang aku yakin hanya membungkus bokong dan selangkangannya saja. Dia memakai sendal berhak cukup tinggi. Jangan lupakan rambut hazel keriting gantungnya dan point utamanya, payudara besar dan berisi. Biar kutebak. E atau F? Entahlah. Dia seksi. Sangat.
"Baekhyunnie?!" Kyungsoo memekik
Wanita itu membuka kacamata hitamnya. Dan bibir merahnya mulai berucap. "Kyungsoo!"
Mereka berpelukan, erat sekali.
.
.
.
.
.
Tidak ada satu katapun yang bisa kudengar dari duo perempuan disana. mereka berjalan cepat dan meninggalkanku dengan anak ingusan cengeng ini.
Kami sampai di pinggir pantai. Dan dengan malas aku membuka mulut.
"Berapa umurmu?"
"Lima tahun."
Aku berdecak sebal.
"Apa Zhuyi boleh tahu nama paman?"
"Sehun."
"Paman Sehun."
"Panggil aku Hyung!"
"Terlalu tua untuk dipanggil Hyung. Ajusshi cocok jadi pamanku."
"Persetan denganmu." Satu hal, aku tidak suka anak laki laki diatas tiga tahun. Menjengkelkan.
Dia cemberut. Dan aku terlalu malas menenangkannya jika ia menangis lagi. "Siapa perempuan itu?"
"Auntie Baekhyun."
Baru saja aku mau mengeluarkan pertanyaan dari dalam rongga mulutku, si mata lebar itu menghampiri kami.
"Zhuyi auntie Baekhyun memanggilmu. Sana pergi." Dan anak kecil itu berlari kearah si seksi Baekhyun.
Aku nyaris menjatuhkan air liurku saat menatapnya. "Heh mesum!"
"Jangan berani berani mengambil gambar kami berdua!"
"Mengambil gambarmu? Untuk apa memotret wanita dengan dada aspal sepertimu? Buang buang waktu."
"Maksudku gambar Baekhyun!"
"Kenapa? Ini profesiku."
"Akan kujelaskan nanti!"
Aku mendadak hilang nyawa. Lemas. Kalau bukan untuk memotretnya, untuk apa aku disini?
"Apa dia temanmu?"
"Yep. Temanku semasa SMA."
"Dia seumuran denganmu?"
"Tentu saja bodoh!" Kyungsoo menatapku kesal, "Jika kau tidak betah disini. pergilah, aku tidak membutuhkanmu lagi. Lagipula aku dengan Baekhyun disini." enteng sekali bicaranya.
"Aku akan tetap disini."
"Untuk?"
"Kau pikir untuk apa lagi jika aku membawa ini?" aku menarik kameraku. Dan dia terkekeh.
Aku berjalan menyusuri pantai dan disini cukup ramai. Aku berkali kali melihat si seksi Baekhyun itu menatapku sambil menggigit bibirnya. Menggodaku. Maaf saja aku sudah sangat kecewa mengetahui fakta bahwa dia adalah teman semasa sma Kyungsoo. bukan soal satu sekolahnya. Tapi soal usianya. Kyungsoo lebih tua dariku dua tahun. Itu berarti Baekhyun juga. Sama sama dua puluh tujuh tahun. Dan aku, bukan tipe laki laki yang menyukai wanita tua. Maksudku, yang lebih tua dariku. Berapapun jarak umurnya, selama ia lebih tua. Aku akan mundur dan hilang hasrat, entahlah aku benci 'berhubungan' dengan Noona Noona.
Jongin memberiku sebuah panggilan telepon. Aku mengangkatnya setelah merasa cukup bosan berkeliling disini. tak ada yang menarik.
"Mau apa kau menghubungiku?"
"Ayolah kawan! Aku hanya ngin bertanya bagaimana disana?"
"Bikini. Pantai. Seksi."
"Oh tidak! Jangan mengiming-imingiku keparat!"
"Aku melihat pemandangan paling fantastis!"
"APA?!" si hitam itu sepertinya sudah terjebak dalam pikiran kotornya.
"Aku bertemu dengan teman Kyungsoo. dan dia benar benar wow."
"Kirimi aku fotonya! Cepat!"
"Hei hei hei! Kau tidak sedang dikamar mandi kan?"
"Kau berfikir aku sedang bermin solo?!"
"Iya. Kau selalu begitu."
"Kali ini tidak Sehunku."
"Menjijikan. Sudah ya. Kututup."
PIP—Katakan aku kejam. Ya, hahaha. Aku membiarkannya penasaran tentang tubuh seorang wanita. Itu illegal bagi kaum adam.
Si hitam itu sepertinya benar benar masuk perangkapku. Dia mengirimiku banyak pesan setelahnya. Membuat handphoneku tidak berenti berkata Pip atau Bipp. Dengan agak kesal akupun akhirnya memberi apa yang dia mau. Foto Baekhyun. aku bisa dengan mudah mendapatkan gambarnya, tepat sedang melihat kearah kamera handphoneku. dan satu pesan terakhir dari Kai.
"SIAL! Keparat kau! Jangan hubungi aku!"
Aku tahu sindikat ini. Dia horny. Dan sedang bermain solo sekarang.
Kembali pada tujuanku. Entah kenapa kameraku tak mendapat hasil yang bagus. Sedikit frustasi. Akhirnya aku angkat kaki dari pantai itu. Setelah melambaikan tangan pada Kyungsoo.
.
.
.
.
.
Memang agak tolol tempat tujuanku sekarang. Yeah, di hotel pesisir pantai seperti ini aku malah memilih kolam berenang dibelakang hotel. Jujur tempat itu terlihat sepi. Dan karena itu pula aku memilihnya.
Lihat kan? Benar benar sepi disini. aku menaruh kamera beserta tasnya dikursi kayu dipinggir kolam. Dan membuka kaus bau keringat ini. Dan sesaat setelah membuka kaus lusuh itu, aku baru menyadari. Ada orang lain disini. dia terduduk dipinggir kolam diujung sana. dia memakai topi pantai yang sangat lebar. Dan dia memeluk lutut. Namun setelah sepoi angin menerpanya. Topi itu terbang dan jatuh kekolam. Dan dia menurunkan kakinya kedalam kolam. Aku bisa melihatnya dengan jelas kali ini.
Oh tidak.
Dia seperti malaikat.
Dengan gerakan tergesa gesa aku mengambil kameraku. Membingkai dirinya didalam layar kamera.
Dan bunyi ckrek berkali kali yang dihasilkan dari kameraku membuat wajahnya menengok kearahku. Ya tuhan! Dia benar benar sempurna! Dengan wajah meronanya dia mendekat kearahku sambil berlari kecil.
"Kau memotretku?" OH tuhan! Suaranya halus dan meluluhkan hati.
"Ya." Aku menjawab jujur.
"Maaf tapi Bisa kau hapus?" tangannya hampir meraih kameraku. Tapi aku mundur.
"Wae? Fotomu bagus."
"Ah bukan begitu." Dia mendekat kearahku sambil mencoba menggapai lenganku.
Aku mundur lagi. "Lalu?"
Dia maju lagi, lebih dekat denganku. "Aku tidak bisa memberi tahumu. Tapi kumohon."
Aku mudur lagi dan lagi. Dan diapun begitu, maju dan maju lagi. Sampai ia mulai menarik tangan kananku dan Bruk! Kami jatuh.
"Ah!" aku mendesah sedikit kesakitan. Sekaligus keenakan. Bagaimana tidak?! Salah satu lututnya menekan selangkanganku!
Dia diam mematung diatas tubuhku. "Mi-mianhae.."
"Kameramu.."
"Jatuh.."
Aku sadar. Kamera pertamaku, yang kubeli dari hasil jerih payahku sendiri. Jatuh membentur lantai disekitar kolam. Dan masuk kedalam sana. katakan selamat tinggal untuk si kamera itu.
"Kau pikir ini ulah siapa?"
Sepertinya nada dinginku terdengar seperti sedang marah ditelinganya. "Maaf.. salahku." Dia mulai menarik dirinya dariku.
Jangan pikir kau akan lolos sayang. Aku membalikkan keadaan. Kini aku diatasnya. Dan sama seperti apa yang ia lakukan padaku. Lututku menekan selangkangannya yang terbalut kain tipis merah tua.
"Ahn—" dia mendesah.
"Kuharap kau mau bertanggung jawab." Aku menggenggam kedua pergelangan tangannya. Dan membawa keduanya disisi kepalanya.
"Aku janji akan menggantinya." Suaranya berubah lirih.
"Bukan itu yang kumau."
"La—lalu?"
"Dirimu."
Aku mencium bibir merah muda miliknya. Kau tahu? Ini ciuman paling fantastis dibibirku. Aku mencium seorang gadis yang baru saja kutemui dan aku bahkan tidak tahu namanya. Dan parahnya lagi, ini ditempat umum dan terbuka.
Aku menutup mataku. Dan satu hal yang tidak kulupakan. Dia membuka mulutnya, memberi undangan pada lidahku secara tidak langsung. Dan dia membalas ciumanku. Dia mengabsen seluruh rongga mulutku dan menggigit bibir bawahku, oh tuhan, tidak kusangka dia semahir ini.
Aku melepaskan pergelangan tangannya dan menautkan jari jariku pada jari jarinya. Masih dengan bibir saling melahap satu sama lain. Entah kekuatan darimana dia berhasil mendorongku. Hingga aku dan dia terduduk. Masih berpagutan menukar saliva.
Kupikir setelah ia membalikkan keadaan, ia akan berlari sambil menangis dan melaporkan ini pada security. Tapi diluar dugaan. Dia melingkarkan tangannya pada leherku dan memperdalam ciumannya. dia menghisap lidahku, dan sebelum melepas pagutan kami, dia menjilat bibirku perlahan.
"Wow. Kau hebat." Aku tertawa kecil.
Dia merona hebat sambil menutup wajahnya. "Astaga. Itu bukan aku!"
"Tapi itu kau."
Dia memakai satu setel bikini merah tua dengan tali melingkar dileher. Rambutnya berwarna hitam. Sama seperti rambutku. Dia membuka wajahnya dan aku meneguk salivaku.
Mata jernihnya menengok kesana kemari. "Kumohon lupakan yang tadi."
"Tidak."
Dia menatapku dengan tatapan memohonnya. "Kumohon.."
"Tidak."
"Baiklah itu hakmu. Tapi bisa kita simpan ini berdua saja?"
"Kau malu?"
"Tentu saja!" dia menatapku dengan sedikit kilat amarah.
"Padahal kau juga menikmatinya. Untuk apa malu?"
Dia menutup matanya dan memijat pelipisnya. "Aku perempuan dan kau laki laki. Kita berbeda."
"Cukup jangan beritahu siapapun. Arraseo?"
"Ya ya ya. Terserah."
"Ah iya—"
Aku bergumam menyahut perkataannya.
"Aku akan menggantinya."
"Apa? mengganti apa?"
"Kameramu."
Aku mendelik padanya. Dan tertawa hambar. Kesal mengingat nasib kamera itu. Meskipun sebenarnya aku bisa membeli seratus kamera yang lebih mahal dari itu. Tapi tetap saja. Ini bukan soal harga! Tapi soal sejarahnya!
"haha.. " aku tertawa. Dan kedengaran seperti orang jahat ngomong ngomong.
"Jangan harap aku akan menerimanya."
"Wae? Ah.. aku benar benar meminta maaf."
Aku masih enggan menengok padanya. Aku hanya berdiri tanpa mengatakan apapun. Dan dia berjalan cepat, seketika berdiri dihadapanku.
"Kumohon maafkan aku. aku janji akan menggantinya."
"Tch. Terserah kau sajalah." Entah kenapa dia mengesalkan saat terus berkicau soal kameraku.
"Kalau begitu boleh ku tahu namamu? Dan apa kau menginap disini?" wajahnya berubah menjadi sedikit ceria. Jujur, aku tidak sanggup berlama lama mengacuhkannya. Dia terlau menggoda.
"Ya. Aku menginap." Tapi aku tetap pada pendirianku. Dingin dan ketus.
"Aku juga menginap disini. kamarku dilantai paling atas. Kamarku paling ujung."
Aku berjalan kearah kaosku, dan mengabaikannya. Wajahku bisa berubah warna kalau terus terusan melihatnya.
"Apa aku bertanya soal kamarmu?" jawabku dingin.
"Tidak.." dia berubah lemas.
"Ah.. kalau begitu siapa namamu?" dan nadanya kembali ceria. Wanita ini cepat sekali kembali moodnya.
Aku memakai kaosku menyisir rambutku kebelakang dengan jari. "Sehun."
Aku berbalik padanya. "Dan kau? Jalang dari Club mana?" Ucapku sambil menaikkan sebelah alis dan dengan nada yang merendahkan. Oke, ini terdengar keji.
Dia terbelalak. Senyum nya luntur. "Kau tidak mengenal wajahku?"
"Tidak. Makanya aku bertanya." Oke, jangan salahkan aku. aku selalu begini pada wanita.
"Jawab saja. Kau pelacur darimana? Kau kelihatan sudah berbakat." Aku tertawa sinis.
Dan dia meneteskan air matanya. Dia menunduk dan menutup mulutnya. Menutup isakan yang bisa keluar kapan saja dari mulutnya.
"Apa dimatamu aku terlihat seperti itu?" mata beningnya berkaca kaca. Yatuhan! Kenapa dia masih terlihat cantik saat menangis?! Sial! Keparat wanita ini!
Aku diam cukup lama . dan kembali pada prinsipku. "Ya."
Dia menyentuh dadanya dan benar benar menangis kali ini.
"Ah.. kurasa kau benar.." pandangan matanya kosong dan entah mengarah kemana.
"aku.. memang jalang."
"Maaf sudah mengganggumu. Aku pergi." dan dia berjalan mengambil cardigan tebalnya lalu pergi meninggalkanku.
Aku bisa mendengar tangisannya. Itu jelas. Tangisan sakit hati.
.
.
.
.
Kupikir setelah mandi dan memaksakan diri tidur siang aku akan kembali dengan pikiran segarku saat bangun. Tapi ternyata tidak. Buktinya malam ini Aku masih mengingat jelas bagaimana wanita cantik itu meneteskan air matanya didepanku. Singkatnya, aku menyakiti hatinya. Satu fakta yang perlu kau tahu. Saat tidak mau mengakui siapa dirinya, wanita jalang lebih memilih marah ketimbang menangis.
Aku beranjak dari tempat tidurku. Dan bergabung bersama Kyungsoo di sofa. Sambil menonton televisi. Meskipun tidak menarik bagiku.
"Kapan Kai tiba?"
"Bukankah kau yang bilang sendiri mereka akan sampai malam ini?"
"Oh iya."
"Mungkin beberapa jam lagi."
"Kau merindukannya?" sambungku.
"Ti—tidak. Aku hanya bertanya." Dia mengelak.
"Cih. Pembohong."
"Berisik!"
Aku mulai ingat sesuatu. "Ah! Wanita itu! Siapa dia ? kenapa ada disini?"
"Baekhyun maksudmu?"
"Memang siapa lagi, idiot?"
"Dia model di majalah baru kita nanti."
"Wow. Daebak."
"Seksi kan?"
"Sangat. Kurasa kalau kau tidak memeritahu bahwa dia teman SMA mu. Mungkin dia sudah ada diranjang bersamaku."
"Jadi salahku?"
"Ya. Kupikir dia lebih muda dariku."
"Seleramu tidak berubah."
Kami larut dalam diam selama beberapa menit. "Dia bertanya padaku siapa kau."
"Lalu apa katamu?"
"Aku bilang kau rekanku yang akan menjadi fotografer di majalah baru kita."
Biarkan aku berfikir sejenak. "Lalu?"
"Dia bilang kau tampan. Kau tipenya. Aku bisa merasakan nafsu yang menggebu gebu saat ia bertanya soal dirimu."
Lihat kan? Aku bahkan sudah menaklukan hati seorang model hari ini. "Berarti dia dan aku akan semakin dekat kan?"
"Percaya diri sekali kau!"
"Tentu saja! Aku akan memotretnya setiap saat. Iya kan?"
"Bu—"
Perkataan si burung hantu itu terhenti setelah bunyi nyaring dari handphoneku. itu Minseok Noona.
.
.
.
.
Aku menekan tombol menuju lantai dasar di lift. Si nyentrik Minseok Noona itu memintaku membawakan barang barangnya. Perlu kalian tahu bahwa Minseok Noona adalah orang paling melankolis soal penampilan. Jadi tidak heran kalau dia membawa barang tiga kali lipat dari barang barang wanita lainnya.
Pintu lift di lantai dasar terbuka. Aku keluar dari sana. didepan pintu kaca otomatis itu. Aku bisa melihat si malaikat yang tadi pagi kugores hatinya sedang berjalan masuk. Aku berjalan sehingga saat pintu terbuka aku tepat berada didepannya. Dia terlonjak kaget. Dan aku menatapnya sama seperti tadi pagi.
Dia menunduk. "Maaf aku sedang terburu buru." Dia melewatiku begitu saja. Aku sempat menarik tangannya, tapi saat tahu ia gemetar aku melepaskannya. Kurasa aku menggores luka sangat dalam dihatinya.
.
.
.
.
"Eonnie!" Kyungsoo menyambut Minseok Noona dengan pelukan super erat.
"Kau baik baik saja disini?"
"Tentu saja. Kita punya kamar masing masing disini, jadi aku tidak takut diterkam srigala albino itu."
"Sialan! Siapa yang mau menerkam gadis sepertimu burung hantu?!"
"Sudahlah! Kalian ini bertengkar terus!" Minseok Noona merebahkan dirinya disofa.
"Mana Kai?" Ucap si mata pinguin itu.
Dan yang dibicarakan datang. "Merindukanku Baby Soo?"
"Tidak. Aku hanya bertanya." Kyungsoo duduk di sofa lainnya. Cih, hebat sekali dia berpura pura.
"Besok akan ada pertemuan di ballroom. Sekaligus menjelaskan semua pekerjaan kalian nantinya."
"Jadi Noona juga tidak tahu apapun soal pekerjaan kita disini?" Aku kembali buka mulut.
"Tidak. Yang kutahu kita tetap bekerja sebagai team disini."
"Hanya itu?" Kyungsoo membesarkan diameter bola matanya. Dan matanya makin kelihatan besar saja.
"Yep."
"Hancur sudah karirku! Dari Jepang ke Inggris. Dan dari Inggris ke Korea. Dari editor majalah ternama, dan sekarang menjadi bagian dari majalah yang bahkan belum mempunyai nama!"
"Namanya akan diresmikan besok." Minseok Noona menutup matanya.
"Rasanya aku lupa bagaimana menulis hangeul. Terlalu lama menulis dengan huruf latin." Kyungsoo mengacak rambutnya.
"Sebegitunya?!" Minseok Noona membuka kembali matanya.
"Aku di Inggris semenjak sekolah menengah pertama. Lima belas tahun di Inggris."
"Aku percaya kau tidak sebodoh itu Kyungsoo. aku mengandalkanmu." Minseok Noona mencoba menghibur si belo itu.
"Biarkan aku tidur selama dua jam. Dan tepat jam dua belas malam. Bangunkan aku."
"Mau apa?" tanyaku heran.
"Night Club."
"Mabuk lagi?" Kai meninggikan suaranya.
"Ayolah aku butuh pesta!"
"Club mana kali ini?"
"Diatas."
"Hah?!" kami bertiga sepertinya mulai semakin mirip.
"Kalian tidak tahu? Dilantai paling atas adalah tempat kita bisa mabuk mabukan dan menari denga dentuman musik kencang dan lampu remang remang sepuasnya. Itu surgaku."
"Dasar wanita gila." Spontan Minseok Noona melempar stiletto dua puluh lima sentinya ke kepala Kai. Akibat ucapan ceplas ceplosnya.
"Aku mau tidur! Berisik kalian semua!" dia kembali pada tidur manisnya.
Kami bertiga saling pandang.
"Ah iya! Seluruh kamar dilantai ini disewa oleh majalah baru kita."
"Semua orang yang bersangkutan dengan majalah baru kita ada dilantai ini."
"Kecuali CEO."
"Dimana orang keparat yang sudah memindahkan pekerjaan kita?!" Kai menarik lengan bajunya.
"CEO baru kita tidak bersalah. Si gembul itu yang salah. Ah sudahlah!" Dan dia kembali memejamkan mata.
Kyungsoo tertawa kecil. "Kurasa aku juga akan tidur."
"Perlu kutemani?" Kai tersenyum nakal.
"Tidak perlu. Terima kasih."
"Kalau begitu selamat malam."
"Selamat Malam Kai. Selamat tidur." Dan Kyungsoo tersenyum pada si hitam itu.
Aku tertawa dalam hati saat Kyungsoo menatapku dengan tatapan intimidasi sebelum akhirnya masuk ke kamarnya.
Kai menarik kerah bajuku, dan menyeretku ke salah satu kamar yang akan menjadi kamarnya.
Aku tertawa menggelegar saat melihat wajahnya. "Biar kutebak. Kau pasti bermain solo saat kuberikan foto si Baekhyun itu. Iya kan?!"
"Kau memang Jenius sahabatku!" Kai tertawa juga.
"Kau tahu? Dia model majalah kita."
"Model kita?! Astaga! Pantas saja!"
Jongin berdecak kagum sambil terus memandangi sesuatu dilayar handphonenya. Dan aku yakin itu foto Baekhyun.
"Kalau dia model kita. Berarti dia dilantai yang sama dengan kita?! Yatuhan aku tidak tahan lagi!"
"Jangan melampiaskan hasratmu padaku, oke?!" Jujur, aku paling geli melihat Kai menahan nafsunya.
"Tentu saja tidak akan tolol!"
"Tapi ada yang mengecewakan."
"Apa?"
"Dia lebih tua dari kita."
"Kurasa tidak masalah selama masih perawan."
Aku tertohok mendengar perkataan Kai. "He hei hei! Sejak kapan kau tidak mempermasalahkan itu?! Seingatku kau punya tipe yang sama denganku!" aku merasa dikhianati sekarang.
"Apa aku pernah bilang bawa tipeku selamanya sama?"
"Berengsek kau."
Dan dia tertawa jahat. "Aku sempat mencari cari namanya di Internet."
"Lalu?"
"Tidak ada satupun hasil yang benar. Kurasa dia bukan model kawakan."
"Menurutku dia model baru."
"Kurasa begitu."
Aku mendadak teringat kejadian tadi pagi di kolam berenang. "Kau tahu. Aku mertemu dengan gadis lain disini."
"Astaga betapa beruntungnya dirimu Oh Sehun!"
"Tapi yang ini lebih indah."
"Maksudmu?" Kai antusias.
"Matanya bening, bulu matanya panjang dan lentik. Kulitnya putih, rambutnya panjang, dan dia tipe idealku."
"Persetan dengan itu! Bagaimana payudaranya?!"
"Tidak sebesar milik Baekhyun. tapi sempurna untuk tanganku. Dan suaranya benar benar indah saat mendesah."
"Fuck!" Kai mengacak rambutnya.
"Aku bahkan berciuman dengannya. Dan dia memelukku."
Kai menatapku horror. "Kau meremas payudaranya?"
"Tentu saja tidak bodoh!"
"Kau payah!" Kai menendang lenganku. "Kau menghancurkan kesempatan!"
"Memang iya."
"Maksudmu?"
"Aku menyakiti hatinya."
Aku menceritakan semua yang terjadi tadi pagi. Dimulai dengan Baekhyun dan berakhir pada pertemuanku dengan si malaikat.
"Kau bodoh! Seharusnya kau jerat hatinya!" Kai melemparkan bantal pada wajahku.
"Dan bawa dia ke ranjangmu!"
"Lalu meninggalkannya?"
"Ya! Tinggalkan saja dia! Selama kau sedah mendapatkan apa yang kau mau!"
"Tapi aku merasa dia tidak pantas diperlakukan seperti itu."
"Wae?!"
"Kau akan mengerti jika bertemu dengannya secara langsung."
"Kalau begitu aku akan bertemu dengannya!" Kai bangkit dari duduknya.
"Hei jangan konyol!"
"Kau tadi bercerita soal dia memberitahu kamarnya kan?! Ayo datangi dia!"
"Lalu bersetubuh dengannya? Bertiga?!" aku meneguk salivaku.
"Tentu saja tidak! Kau harus minta maaf padanya albino!"
"Tch.. untuk apa."
Dan kai memberikan tatapan paling mengerikan padaku.
.
.
.
Kami sedang menahan hasrat sekarang. Aku yakin kita berdua sama sama tegang sekarang. Niat kami awalnya ingin meminta maaf pada si malaikat. Tapi pada dua belokan terakhir menuju kamar kamar terakhir. Kami melihat pemaandangan yang benar benar membuat air liur jatuh kelantai.
"Ungh—sajangnim." Dia mendesah hebat.
Kalian tahu dia siapa? Ya, dia si seksi Baekhyun. sedang disudutkan ke tembok oleh seseorang. Aku bisa melihat tank topnya melorot, dan tangan si lelaki masuk kedalam bajunya.
"Kenapa Sayang?" suara laki laki ini berat.
"Bagaimana kalau ada yang melihat kita?"
"Kau malu hmm?"
Oh keparat si lelaki itu! Lihat sebelah tangannya lagi! Dia dengan berani memasukkan tangannya kedalam hotpants si seksi itu! Sedikit lagi, kami bisa melihat kemaluannya.
"Aku malu. Bisa lanjutkan ini dikamar saja?"
"Apa dengan melanjutkannya dikamarmu aku bisa mendapatkan yang aku inginkan?"
"Ah!" dia merintih.
"Ya! Ya! Oh! Lakukan apapun yang kau mau, sajangnim. Setubuhi aku. ah—"
Mereka masuk kedalam salah satu kamar. Dan sialnya aku tidak bisa melihat dengan jelas si lelaki itu karena dia memunggungi kami. Yang kutahu, tubuhya tinggi besar dan rambutnya hitam rapi.
Jongin yang berjongkok didepanku menggeram kesal. Dan aku ikut menggeram. Aku bisa merasakan seseorang menarik narik bajuku dari belakang.
"Ajusshi sedang apa?"
"AAAA!" Kami berdua berteriak setelah menengok kebelakang.
Itu si cengeng! Dasar anak kecil keparat! Mengagetkan saja!
"Mau apa kau disini?"
"Kau kenal anak ini?" Jongin menatapku kaget.
"Zhuyi mau bertemu Auntie Baekhyun. Zhuyi bosan sendirian dikamar." Dan dia berjalan menuju kamar si seksi. Tapi kami menahannya.
"Jangan!"
"Kenapa?"
"Auntie Baekhyun sedang ada urusan didalam!" ucapku asal.
"Urusan apa?" Cerewet anak ini!
"Urusan masuk memasuki. Dan gesek menggesek." Detik itu juga aku memukul otak sinting Jongin.
"Bicara apa kau ini!"
"Maaf, aku lupa dia anak kecil." Dan dia terkekeh, dasar idiot!
"Sudahlah jangan temui Auntie Baekhyunmu! Lebih baik kau tidur saja."
"Tidak mau! Zhuyi bosan sendirian!"
Aku nyaris memberi bogem mentah pada anak kecil ini. Untungnya seseorang memanggilnya.
"Zhuyi!"
Kami semua menengok kearah suara. "Auntie!" dan dia lari kerah suara itu.
Jongin menarik bajuku, dan berbisik. "Apa dia malaikat yang kau bicarakan?"
Aku melihat wanita itu baik baik. "Aku tidak yakin."
Wanita itu cantik, cukup tinggi dan kulitnya putih. Sama seperti si Malaikat. Tpi aku tidak bisa melihatnya dengan jelas.
"Terima Kasih sudah menemani Zhuyi. Aku permisi."
"Ajusshi Annyeong!"
Dan dia pergi. Meninggalkan kami yang maih mematung disana. kami saling melirik sampai akhirnya memutuskan untuk kembali kekamar.
.
.
.
.
.
Aku keluar dari kamarku dengan setelan rapi dan necis. Diluar Minsseok Noona sedang memakai sepatunya. Sejak tadi pagi dia marah marah karena kemarin malam tidak satupun dari aku dan Kai yang membangunkannya pukul dua belas. kami memang ke Klub sekitar pukul satu dini hari kemarin.
Omong omong soal ke Club kemarin malam, aku tidak bisa melupakan wajah sedihnya. Ya, kemarin aku bertemu dengan si Malaikat di Club. Dia sendirian dan wajahnya sangat sedih. Sesekali aku melihat dia menghapus air matanya. Aku tidak yakin apa yang ia tangisi. Yang jelas dia hanya meneguk segelas minumannya kemudian pergi. Sayangnya itu bukan waktu yag tepat untuk muncul dihadapannya. Dan Kai sudah mabuk berat disebelahku.
"Sampai jam berapa acaranya?" aku duduk disamping Minseok Noona.
Minseok Noona menatapku sinis. "Tidak tahu."
Aku membalas tatapannya tak kalah sinis, dan dia terkekeh. "Kau tampan sekali nak! Tapi mana jasmu?"
"Apa ini pesta? Bukankah hanya rapat pertemuan biasa."
"Tapi setelahnya kita akan berpesta. Apa aku tidak mengatakannya padamu?"
"Tidak sama sekali, Noona."
"Maaf. Hehe." Dia merangkulku. "Setidaknya kau tampan memakai kemeja ini."
Maaf saja aku bukan laki laki yang bisa diremehkan soal penampilan.
Kami masuk kedalam Ballroom malam itu. Sebenarnya aku ingin sekali mengabadikan momen ini, namun kalian ingat nasib kameraku? Tololnya adalah, aku hanya membawa satu kamera. Karena sisanya sudah aku kemas kedalam kardus kardus besar untuk dikirim ke Seoul bersama seluruh barang barangku.
Minseok Noona membawa kami duduk di salah satu meja bundar didalam sana. dan beberapa menit kemudian acara dimulai. Sambutan dari beberapa pak tua membuatku ngantuk. Sampai akhirnya kantukku hilang karena suara riuh dari semua audiens. Tak terkecuali Minseok Noona dan Kyungsoo. seseorang yang naik keatas podium alasannya.
"OMO! Dia tampan sekali! Kyungsoo-ya! Kaulihat dia? Astagaa!"
"Eonnie! Lihat dahinya! Ahh menggodaa!"
Aku menyikut Minseok Noona dan dia menengok kearahku. "Noona. Siapa dia?"
"Dia pendiri majalah kita! CEO Park."
"Park?"
"Park Chanyeol. Lajang berusia dua puluh delapan tahun. Dia tampan kan? Astaga!"
"Tidak juga. Kurasa dia sudah punya kekasih."
"Berisik Sehun! Jangan hancurkan fantasiku!"
"Noona terlalu tua untuknya."
"Apa kau bilang?! Tiga puluh satu tahun bukan umur yang terlalu tua bagiku."
Aku tertawa sambil terus mencibirnya. Dan dia mencubit perutku dengan jari dan kuku kukunya yang panjang.
"Selamat Malam semuanya." Suara si CEO Park itu membuat Kai menyikutku dan menarik kemejaku.
"Sehun! Dia yang kemarin!"
"Apa maksudmu bodoh?! Lepaskan bajuku! Bisa kusut nanti!"
"Dia yang kemarin bersam si seksi Baekhyun itu." Kai berbisik padaku.
"Apa iya? Aku tidak yakin."
"Dengar suaranya baik baik."
Dan aku mulai terbelalak saat mendengar suaranya. "Kau benar, sama beratnya."
Setelah acara sambutan itu, dimulailah rapat penting yang sesungguhnya. Tidak ada yang penting bagiku. Tidak ada yang menyangkut soal pekerjaanku. Sepanjang rapat itu aku hanya memainkan Handphoneku. setelah kurang lebih dua jam. Makan malam dan pesta dimulai. Minseok Noona meminta kami tetap dimeja ini saat makan. Dan dia pergi entah kemana.
"Kita tetap seperti biasanya. Satu tim."
"Hmm.." Aku manyumpit makananku.
""Namun ada tambahan anggota." Lanjut Kyungsoo.
"Mwo? Nugu?"
"Apa kalian tidak mendengar CEO Park berbicara?"
"Tidak sama sekali." Aku dan Kai ber high five setelahnya.
"Kalian sama saja." Kyungsoo menatap kami malas. Dan kami? tentu saja hanya tertawa.
"Kalian harus tahu kalau dia benar benar sempurna saat memimpin rapat tadi. Ah sepertinya aku akan menyukainya." Kyungsoo tersenyum sendiri.
"Pfft—" Aku menahan tawa.
"Wae?!"
"Mimpimu terlalu tinggi pororo."
"Yak! Setidaknya dia lajang kan?!"
"Lajang?" Kai menyahut.
"Minseok Noona bilang begitu tadi."
Aku dan Kai saling lirik, kami merasa ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahu Kyungsoo apa yang kita lihat kemarin. Kalau memang si Park itu lajang. Lalu Baekhyun?
.
.
.
Udara diluar ruangan memang yang terbaik. Aku menghirup udara diluar sebanyak banyaknya. Aku terlalu penat didalam. Saking jenuhnya aku memutari Ballroom ini dari luar.
Awalnya kurasa ini menarik. Sampai di pintu kanan aku terhenti. Apa yang membuatku terhenti? Ya. Dia lagi. Si CEO Park. Namun bukan dengan Baekhyun saat ini. Tetapi dengan si cantik. Malaikatku yang aku cari sejak kemarin malam. Dan sialnya, si tinggi itu sedang berpagutan dengan si Malaikat. Aku naik pitam. Itu secara tidak langsung menghapus jejak ciumanku pada bibirnya. Keparat! Dimataku mereka seperti kakak adik yang sedang bercumbu dibelakang orang tuanya. Jujur saja, si Malaikat sangat manis, wajahnya inosen dan polos seperti bayi (walau aku yakin pikirannya bertolak belakang). Aku lebih dari yakin, soal umurnya. Menurutku dia baru menginjak usia dua puluh tahun. Atau mungkin dua puluh dua tahun. Sementara si Park itu sudah dua puluh delapan tahun. Aku geli melihat tingkah playboy si Park. Sebenarnya bisa saja aku menghentikan acara mereka. tapi maaf saja. Aku masih sayang pekerjaan.
Aku memutuskan untuk memutar balik. Kembali kearah sebelumnya. Sampai di pintuu bagian kiri ada yang menarik perhatianku. Entah tuhan menakdirkan aku harus selalu bertemu dengannya atau bagaimana. Untuk kesekian kalinya aku melihat si cengeng. Zhuyi. Sedang memetik bunga mawar tidak jauh dari halaman. Aku mendekat kearahnya.
"Hoi."
Dia menoleh kearahku dengan wajahnya yang datar.
"Sedang apa kau?"
"Zhuyi memetik bunga mawar."
"Kau bisa ditangkap oleh Security bodoh!"
"Zhuyi sudah minta izin. Katanya boleh. Jadi Ajusshi diam saja." Apa dia bilang?! Berani sekali gaya bicara anak ini?!
"Terserahlah." Aku hampir meninggalkannya saat dia menarik lenganku.
"Tunggu Ajusshi!"
"Apa?" Aku menengok kearahnya lagi.
"Bantu Zhyui petikkan bunga ini. Banyak durinya. Zhuyi takut terluka."
"Kalau begitu kenapa memetik mawar bodoh?!"
"Mama suka bunga mawar. Kumohon Ajusshi, bantu Zhuyi."
"Zhuyi ingin Mama tersenyum melihat Zhuyi membawa ini."
"Baik baik, akan kubantu."
Ini pertama kalinya aku membantu anak kecil. Dalam hal apapun, aku terlalu malas meladeni anak anak. Aku memetikkan bunga mawar untuknya. Meskipun beberapa duri harus menusuk kedalam daging di jari-jariku. Lebih baik terluka dibandingkan membiarkan anak kecil terluka. Masalahnya, bukan hanya melukai anak kecilnya. Tetapi meladeni ocehan orangtuanya.
"Berapa tangkai yang kau mau?"
"dia menghitung dengan jarinya. Dua puluh."
"Jangan gila! Itu terlalu banyak!"
"Kalau begitu sepuluh."
"Cih. Habis sudah jari jariku."
"Ajusshi sudah dapat berapa?"
"Enam."
"Zhuyi dapat satu."
"Lalu?"
"Sudah saja. Zhuyi tidak mau tangan Ajusshi terluka."
Uh, anak baik. Tapi maaf saja jari jariku sudah terluka sebelumnya. Terima kasih atas perhatianmu anak cengeng.
"Oke. Sebentar."
Aku mengambil sapu tangan dari saku celanaku. Aku melebarkan saputangan itu untuk membungkus tangkai tangkat mawar.
"Ini. Pelan pelan ya."
"Terima kasih Ajussi."
"Ya."
Dia tersenyum, entah angin darimana akupun ikut tersenyum padanya. Aku mengusap kepalanya. "Pasti mama mu senang melihatnya."
"Mama selalu berwajah sedih. Mama selalu menyembunyikannya dari Zhuyi."
Dia menunduk dan sepertinya, mau menangis. "Mama selalu ceria didepan Zhuyi. Tetapi Zhuyi tahu mama sedih."
Aku memeluknya. "Kenapa Zhuyi tidak bilang saja pada Mama?"
"Zhuyi tidak mau mama sedih."
"Iya, aku tahu."
Dan dia menangis. Aku menggendongnya, dia membenamkan wajahnya di pundakku. "Zhuyi tidak bilang pada Papa? Bilaang pada Papa kalau Mama selalu berwajah sedih."
"Papa?"
"Iya Papa."
"Papa itu apa?"
.
.
.
Aku tidak memberi jawaban apapun pada si cengeng. Setelah menurunkannya dari gendonganku. Aku meninggalkannya. Masa bodoh dengan dirinya. Kepalaku terlalu sakit memikirkan apa yang kulihat di menit menit lalu. Aku masuk kembali kedalam ballroom itu.
"Sehun!" Minseok Noona memanggilku dari kejauhan. Tempat ini terlalu riuh oleh suara orang orang. Aku hanya mendekat begitu tahu Noona memang benar benar memanggilku, bukan Sehun yang lain.
Aku berdiri disebelahnya. Dan kulihat ia sedang berbicara dengan seorang wanita. Berambut hitam, berkulit putih dan matanya jernih. Seklias dia terlihat seperti si Malaikat, tapi ini bukan dia.
"Kenalkan. Ini Yixing. Dia juniorku di Universitas dulu."
"Zhang Yixing imnida." Wanita itu mengulurkan tangannya dan aku menyambutnya sambil tersenyum kecil.
"Sehun."
"Sehun, Yixing akan menjelaskan semua pekerjaanmu barumu. Kutinggalkan kalian ya."
Dan dia meninggalkan kami berdua. Aku sedikit canggung dengan wanita ini. Jujur saja, dia lebih dewasa dariku. Bagiku, wanita yang lebih tua itu untuk dihormati dan yang lebih muda itu untuk dinikmati.
"Ah, Sehun. Bisa kita bicara dimeja sana? diujung?"
"Boleh saja, Noona."
Kami sampai dimeja tujuan. Kurasa alasannya memilih meja ini karena jauh dari riuh pesta. Dia membuka tas tangannya. Dan mengeluarkan kartu namanya.
"Ini kartu namaku."
Aku mengambilnya, dan melihat profil singkat yang tertera disana. hmm. Usianya dua puluh sembilan. Pantas saja, wajahnya keibuan.
"Begini Sehun. Sebelum memulai semua pekerjaan kita. Aku tahu kau dapat waktu liburan selama satu bulan. benar kan?"
"Yep." Aku mengangguk.
"Kau dari Inggris kan? Apa kau sudah menemukan tempat tinggal di Seoul?"
"Entahlah. Aku sudah terlalu lama meninggalkan Korea."
"Orang tuamu?"
"Tidak ada."
"Ah jadi begini. Biar aku jelaskan. Kita memiliki tiga model utama dan beberapa fotografer. Namun karena kau yang paling berpengalaman. Jadi aku memilihmu." Aku tidak mengerti apa yang ia bicarakan.
"Apa selama di Inggris kau mengikuti perkembangan dunia modeling Korea?"
"Tidak."
Dia mengangguk. "Aku adalah manager dari salah satu model utama kita. Dan aku memilihmu sebagai fotografernya."
"Maksudmu?"
"Modelku ini, adalah salah satu model paling digilai kaum pria selama empat tahun terakhir. Dan di majalah ini dia memiliki hak istimewanya sendiri."
"Hak istimewa?"
"Ya. Dia akan menjadi satu satunya model yang kau potret. Dan kau menjadi satu satunya fotografer untuknya."
"Maksudmu aku harus mengurusnya seorang diri?!"
"Ya."
"Majalah apa yang memberikan hak istimewa pada modelnya?! Gila!"
"Sepertinya kau tidak mendengarkan apa yang CEO Park katakan ya?" dia tersenyum. Dan tebakannya memang benar.
"Tidak ada yang kudengar sama sekali."
"Khas anak muda." Ucapnya.
"Ini majalah dewasa. Kau tahu? Lebih dari Cosmopolitan tempatmu dulu."
"Tapi tidak separah Playboy."
Astaga! Aku hampir melayang dari tempat dudukku. Aku memang maniak seks dan selalu mencabuli wanita. Tetapi menjadi seorang fotografer dari majalah dewasa, terlebih lagi aku adalah satu satunya fotografer untuk salah satu model utama. Itu sama sekali tidak pernah terlintas diotakku.
"Aku tidak bisa menjelaskan banyak hal padamu. Biar modelku itu yang bicara sendiri padamu."
Aku memijat pelipisku. "Dimana dia?"
Yixing Noona menengok kesana kemari. Dia terus mencari seseorang. "Aku tidak bisa menemukannya sedari tadi. Mungkin dia sudah dikamarnya. Dia benci keramaian."
"Kalau begitu boleh kulihat fotonya?"
Dia mengambil barang lain dari tasnya. Dan belum sempat memberikannya padaku, handphone nya berdering. Dia menatap layar handphonenya. "Aku harus permisi. Ini telepon dari suamiku."
Dia bangkit dari duduknya. "Boleh kuminta nomor teleponmu? Atau apapun itu."
Aku merogoh saku dan menemukan dompetku. Memberikannya secarik kertas berisi nomer telepon yang entah kenapa selalu kusimpan. Takut takut kalau aku lupa nomorku sendiri. "Ini."
"Ah terima kasih. Kupastikan modelku akan menghubungimu paling lambat satu minggu lagi. Aku permisi ya!"
Dia tersenyum dan berjalan dengan terburu buru. Tapi beberapa detik kemudian dia kembali dengan wajah kikuknya. "Ini fotonya. Aku yakin kau belum mengenalnya sama sekali." Dan dia kembali berbalik. Kali ini benar benar pergi. Wanita bodoh, pikirku.
Aku melihat foto itu. Itu bukan foto resmi seperti di ktp. Tetapi foto fullbody dengan pakaian minim yang menggiurkan.
Dan Kalian tahu apa yang kulakukan setelah melihat foto calon modelku itu? Aku meremas fotonya. Aku tidak yakin bisa bertahan dalam pekerjaan ini.
Ini lebih buruk dari yang kubayangkan. Dia memang bukan Baekhyun si seksi yang sukses membuat Kai bermain solo selama hampir seharian. Bukan juga jalang jalang diluar sana. tapi dia si Malaikat. Gadis yang sudah kutusuk hatinya dengan perkataan yang sepertinya menyakitkan.
Aku hampir gila. Bayangkan saja. Aku menjai satu satunya fotografer untuknya. Itu berarti kita akan lebih sering bertemu dan berkontak fisik. Terlebih lagi, ini majalah dewasa. Dimana dia akan mengekspos seluruh lekuk tubuhnya padaku. Ya. Hanya padaku.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continue
.
.
.
.
Now Playing : Ariana Grande-Into You
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Maafkan aku malah memberi ff baru (lagi). Tadinya ini mau diupload bareng sama yg speak now. Tapi fantasi gue malah tambah liar :'). Jadi aja begini.
Yeah nikmati aja deh ya ff ini. Aku yakin lebih dari 70%, bahwa ff ini bakal banyak yadongnya.
Tapi yaudah lah yhaa gapapa. Wkwkwk. Toh kalian juga seneng kalao yadongnya banyak kan?
.
.
.
.
Buat kalian yg gatau Zhuyi itu kaya gimana. Bisa search di google. Wkwk.
Info aja buat yg gatau. Zhuyi itu salah satu ulzzzang kids yang mukanya mirip banget sama Kris.
.
.
.
.
Oh iya aku mau minta doanya, buat selasa nanti. Tanggal 31 Mei aku ujian SBMPTN. Aku pertaruhin semuanya cuma pada satu jurusan di satu universitas. Emang cari mati banget ya. Tapi kalau kata babeh kaya gitu, ya aku gabisa nolak. Jadi aku mohon doa dan supportnya ya. Makasih udah mau baca ff aku ^^. Aku janji bakal update cepet kalau lulus di ujian ini.
Dan ff yg Between two heart & two lips chapter 6 bakal aku update setelah ujian sbmptn.
.
.
.
.
Makasih ya semuanya. Jangan lupa review. ^^
.
.
.
.
.
PinkupinkuHunnie
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
