Hati ini memang sering terpaut di segala tempat yang tepat di dalam tubuh. Seiring berjalannya waktu, hati sering berdetak kencang lalu berhenti saat itu juga. Hati menusuk jantung bagaikan angin dan danau seperti incaran mengada-ngadai. Jantung berdetak bukan karena tidak ada seseorang di dekatnya, tetapi di pandang matanya tertancap sosok sangat disukainya.

Jantung berhenti saat itu juga, setelah kehilangan sosok itu. Tetapi, kembali lagi berdetak karena membayangkan sosok itu, lagi. Apa ini sengaja atau tidak?

Kalimatnya tidak dimengerti. Ada yang bisa menafsirkan kalimat-kalimat bagus untuk hati?

.

Hold My Heart

.

.

DISCLAIMER: DETECTIVE CONAN/Case Closed © Aoyama Gosho

WARNING: typo's, Out Of Characters, dan deskripsi seadanya. Fanfic ini dikhususkan untuk diri sendiri.

.

"Yukiko!"

Gadis berambut pirang bergelombang di ujungnya, mengikat rambutnya kuncir kuda, membalik tubuhnya setengah dan menatap gadis berambut pirang berkacamata—berambut pendek. Dialah Eri. Saingan Yukiko Kudo.

"Eri?"

Eri memiliki tinggi semampai di atas rata-rata, menghampiri Yukiko. Setelah sampai, napasnya terputus-putus. Meredakan detak jantungnya di bawah normal, mengusapnya pelan. Peluh membanjiri dahinya kemudian diseka oleh Yukiko begitu lembutnya menggunakan sapu tangan. Eri mendengus melihat temannya yang benar-benar paham akan dirinya.

"Jangan berlari-lari kalau ingin memanggilku, Eri." Yukiko terus menyeka keringat di wajah Eri. "Takutnya kamu pingsan. Dasar, calon pengacara!" kekehnya geli.

"Diamlah, calon aktris." Eri memalingkan muka, membuat saputangan terhenti di udara. "Aku masih kuat untuk menjalaninya agar bisa menemuimu."

Yukiko mengangkat sebelah alis, bingung. "Buat apa?" tanyanya.

"Dia ingin bertemu denganmu."

"Lewat kamu?"

Eri terbahak. Merampas saputangan di tangan Yukiko, mengusap peluhnya. Dan memasukkan ke dalam kantung rok sekolahnya. "Biar aku cuci saputanganmu." Yukiko belum mengerti apa maksud Eri, memiringkan kepalanya. Eri tersenyum. "Tanpa dia bilang kepada aku pun, aku tahu apa maksudnya. Jadi, pergilah ke sana. Kasihan, dia menunggumu."

Yukiko bingung harus berbuat apa. Hatinya berdetak di angka yang normal, menghembuskan napas sangat berat. Napasnya jadi sesak. Khayalan membayangkan itu semua bikin jantung kedap-kedip. Tubuhnya jadi gemetar.

Eri sedari tadi tersenyum melihat Yukiko kelabakan. Ingin sekali menarik Yukiko ke tempatnya, mencari tahu apa maksud penjelasan misterius belum ditebak olehnya. Eri merasa waktunya akan terasa lucu, seperti dirinya dan Kogoro. Eh?

"Aku ..."

Sosok itu tersenyum, lalu mendekati Yukiko. Di raih lengan Yukiko yang gemetaran, dan ditariknya agar mengikutinya. Eri tersenyum lebar. Yukiko bersemu merah, melihat siapa yang menariknya. Hatinya yang tertahan ingin menyembul keluar. Rasanya sesak, gugup sekali.

Senyum terukir di bibir Yukiko bahwa ini menjadi akhir pengkisahnya. Bahkan jantung telah berdetak kencang sebesar arusnya. Listrik statis di pergelangan tangan di rangkulnya menyatakan hatinya di balas. Inilah di sebut apa?

"Kamu tahu apa aku pikirkan, Yukiko?" tanyanya.

"Sangat. Tanpa kamu bilang. Mungkin." Yukiko tersenyum tipis. Begitupun sosok itu, tidak lain adalah Yusaku dalam bentuk Shinichi waktu muda. "Terima kasih, Yusaku."

"Sama-sama."

Mereka berdua berjalan berdampingan seraya tertawa. Mereka akhirnya bertindak tanpa melakukan apapun. Inikah sebuah tindakan?

Oke, bahasanya agak kaku. Kembali ke pertama kali membahasnya.

[End]

.

.

A/N: Aku pulang! Maksudnya, saya sudah pulang ke fanfiction ini. Saya tidak perlu di tunggu. Toh, selalu bakalan pulang ke rumah ini. Ini adalah tempat pulang saya yang ketiga setelah rumah dan sekolah #Kick

Thanks ya XD

Sign,

Zecka Fujioka

Tuesday, 02 Desember 2014