My Boy

Naruto by Masashi Khisimoto

Chapter 1 : Ice Man

Pairing : SasuSaku

.

.

Is it that hard to say "I Love You"? It's just three words.

(Sistar19 ~ Ma Boy)

.

.

Sumpah, menjalin hubungan dengan seseorang seperti Sasuke Uchiha adalah hal yang konyol. Pria yang cueknya minta ampun itu adalah salah satu dari banyaknya pria di dunia ini yang kelewat menguras kesabaran. Wajah temboknya begitu khas, meski aku mengakui jika kadar tampannya di atas rata-rata. Tapi... hei, memang kau bahagia jika memiliki pacar yang hanya bisa bilang 'hm' dan 'hn'. Dia tidak bisu kan?

.

.

Ku pikir, sepanjang 17 tahun aku hidup, baru kali ini aku menemukan seseorang seperti dia. Apalagi hingga menjalin hubungan serius semacam percintaan.

Pertama kali Sasuke mengatakan jika dia ingin menjadi pacarku sudah lewat 8 bulan lalu. Di bawah temaram lampu jalanan di musim semi. Wajah menawannya bak dewa-dewa Yunani, dan itu membuatku hampir tak bisa berhenti memujinya.

Ketika semua gadis di sekolah selalu menggaung-gaungkan nama pemuda itu. Dan seolah memujinya pada tiap kesempatan. Aku bahkan bisa mendapatkannya. Tak jelas juga bagaimana bisa begitu, konyol ya?

Awalnya, aku memang tidak pernah peduli alasan Sasuke menjadikanku pacarnya. Sebab, aku tak pernah butuh alasan, karena menikmati kalimat-kalimat iri dari para gadis-gadis kurang kerjaan itu adalah salah satu hal yang membanggakan.

Namun pada akhirnya, rasa kesalku yang sudah melebihi batas level mulai menuntut penjelasan. Jangan-jangan dia menjadikanku pacarnya hanya untuk dipermainkan? Atau dia memiliki pacar lain di luar sana yang lebih cantik dibandingkan aku? Mungkin saja dia itu playboy kelas kakap yang berkedok sebagai cowok bermuka tembok. Benarkah?

Kenapa sakit sekali membayangkan semua itu? Seolah hatiku telah diambil secara paksa dan aku tak bisa merebutnya kembali.

Lalu...

Siang itu ketika aku tengah makan siang di kantin bersama Sasuke, aku berusaha mengecek ponselnya. Ingin tahu dengan siapa saja dia berkomunikasi. Dan hasilnya... yah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua chat hanya berisi nama laki-laki, seperti Naruto, Kiba, Gaara, Neji, Sai dan semuanya nyaris membahas soal voli, pertandingan sepak bola, ulangan dadakan. Tak ada yang mencurigakan.

"Kau tidak menghapus percakapan rahasiamu kan?" Aku memicingkan mata, mencoba membaca ekspresinya, berusaha menemukan sesuatu yang disembunyikan di sana.

"Tidak." Dia kembali menyesap jus melonnya, tak begitu memperhatikanku yang heboh sendiri.

"Kau tidak bohong kan?"

Tidak ada jawaban, alih-alih mengangguk atau menggeleng, dia malah membalas tatapan tajamku. Oke, itu um... membuatku tak nyaman. Dan bisakah dia menghentikannya? Karena... tatapannya yang begitu dalam membuatku serasa meleleh seperti es krim terkena panas.

"O-oke. A-ak-aku tidak akan bertanya lagi." Pipiku memanas, dan jantungnku bertalu-talu tak terkendali. Semoga saja Sasuke tak mendengar suara mengerikan dari debaran organ vital itu.

Dia mengambil alih ponselnya, dan aku membiarkannya tanpa protes. Ya... aku memilih percaya saja, lagipula jika pria itu memiliki banyak pacar, maka... kabarnya akan terdengar sampai padaku. Dan kecurigaanku yang tak berdasar itu tidak pernah terbukti hingga kini.

.

.

Yang selalu terekam dalam memoriku, Sasuke bukanlah seseorang yang dengan mudah mengungkapkan apa yang dia rasakan. Apalagi mengungkapkan rasa sayang, tidak pernah sama sekali. Sikapnya kaku, nyaris tak tertarik dengan apapun. Oh hei... ini gila, aku bahkan pernah mengira bahwa dia mungkin mengidap sindrom asperger atau apalah itu sebutannya. Tapi... lupakan, dia seratus persen normal dan sikapnya yang dingin itu seolah sudah mendarah daging. Omong-omong, aku pernah bertemu kakaknya, bahkan ayahnya. Dan semuanya sama sepertinya, yang dingin, kaku dan susah sekali untuk dibuat senang. Oh Tuhan... bagaimana mungkin aku jatuh cinta dengan sosok yang menyerupai tembok seperti Uchiha Sasuke.

.

.

Itu adalah hari valentine. Aku berharap di atas keputus asaanku, bahwa Sasuke akan memberikan hadiah romantis untukku. Siapa tahu begitu kan? Namun aku kembali mengecap kenyataan pahit ketika menemukan setangkai krisan putih di dalam loker. Aku pikir itu tadi mawar. Oh tunggu dulu, ada secarik kertas. Mungkinkah itu sebuah surat cinta? Benarkah? Dengan semangat menggebu yang didominasi oleh kebahagiaan yang membuncah, aku membuka secarik kertas itu. Dan kecewa berat ketika hanya mendapati tulisan 'from Sasuke' di dalam sana. Tidak ada kata-kata lain semacam... 'selamat hari valentine, sayang' atau aku 'mencintaimu'. Oh demi Tuhan, apa yang dipikirkan si tembok es berjalan itu ketika menulisnya?

Dan apa ini? Krisan putih? Aku baru menyadarinya jika yang aku pegang ini adalah krisan. Otak Sasuke itu konslet ya? Aku ingin sekali menendang wajahnya dan melemparkannya ke bulan, andai saja dia berada di tempat ini dan tak sedang mengikuti turnamen voli tingkat provinsi.

Kupikir krisan putih hanya akan dibawa orang-orang pada acara pemakaman, bukan diberikan pada saat valentine. Dia membuatku kesal, dan tanpa sadar mataku mulai meneteskan air mata. Apa iya Sasuke berharap aku mati?

.

.

"Dia benar-benar menyebalkan." Kataku pada Ino yang tengah merangkai karangan bunga. Aku datang ke toko bunganya untuk menceritakan berbagai hal yang ku alami hari ini. "Bukankah mawar merah begitu identik dengan valentine? Harusnya dia tahu itu. Karena dia tidak sedang tinggal di dalam hutan, dan tidak tahu apapun soal tren."

Yang lebih menjengkelkannya lagi, sahabat dekatku itu mulai tertawa. Entah apa yang dia tertawakan, dan hei... berani sekali si Yamanaka itu, dia bahkan tertawa ketika aku tengah menceritakan bagian kelam kehidupanku, seolah dia bahagia diatas penderitaan yang tengah menimpaku.

Aku diam, memutar bola mataku kesal. Dan sesaat menyadari jika datang ke tempat ini bukanlah pilihan yang tepat.

"Oh ayolah Sakura. Kau dibutakan oleh keromantisan fana yang bersarang di otakmu itu. Masih bagus Sasuke ingat untuk memberikanmu sesuatu di hari kasih sayang."

"Dengan krisan? Oh lupakan Ino! Yang selalu ku tahu, krisan putih hanya digunakan orang-orang untuk seseorang yang meninggal." Aku menghela napas kacau. "Jadi... apakah dia berduka cita untuk hubungan kami? Atau dia ingin sekali aku segera mati?" Oh... konyol. Bagaimana mungkin Sasuke bisa kepikiran ide busuk itu.

Ino tampak mengernyitkan kening, berpikir serius. Dan sumpah, aku sama sekali tak tertarik dengan apa yang tengah berputar-putar di otaknya. "Berapa tangkai yang dia berikan?"

"Apa?" Aku menatapnya ragu. "Krisan?"

Ino mengangguk.

"Satu tangkai." Aku merutuk, malu sekali. Ino pasti mendapat mawar merah cantik untuk hari kasih sayangnya. Namun aku kelewat kesal dan tak ingin membahas apapun yang ia dapatkan hari ini. Itu hanya akan membuat kepalanya semakin membesar, tidak bagus jika membiarkannya meletus begitu saja.

Dia menarik napas dalam-dalam. Seolah menata bagian dari dalam dirinya untuk mengungkapkan sesuatu. Yang membuatku heran adalah... kenapa dia tidak tertawa untuk cerita mengenaskan mengenai nasibku? "Dasar bodoh."

Aku semakin heran dibuatnya. Apa itu tadi? Bodoh? Dia menyebutku bodoh? Oh yang benar saja. "Berani sekali kau mengataiku begitu."

Dia mendecak. Menghentikan gerakan jemarinya yang semula merangkai bunga-bunga menjadi bentuk yang cantik. Iris biru lautnya menatap tepat ke mataku, seolah mengunci penglihatanku. "Kau yang tidak tahu artinya bunga, dan marah-marah seolah kau tahu segalanya."

Aku melebarkan mataku, apa maksudnya ini? Tidak tahu artinya bunga? Yang benar saja. Dan hei... orang-orang benar-benar membawa krisan pada acara kematian. Apa Ino tidak tahu itu?

"24 tangkai krisan mewakili ungkapan 'aku memikirkanmu 24 jam dalam sehari.' 13 tangkai mewakili ungkapan 'aku adalah pemuja rahasiamu.' 12 tangkai berarti dua hati yang saling menyatu. Dan... satu tangkai krisan memiliki makna 'cintaku hanya milikmu seorang'." Ino mencebikkan bibirnya di akhir kalimat.

Dan apa itu tadi? Setangkai krisan berarti 'cintaku hanya milikmu seorang'? Apa itu yang coba diungkapkan si pangeran es? Benarkah? Tapi... tapi... bukankah krisan itu berarti...

"Mungkin itu yang coba disampaikan Sasuke. Dan kau bahkan berpikiran yang aneh-aneh tentangnya." Decakannya membuat telingaku sakit.

Oke... terserah. Ino menang. Aku baru menyadari jika dia seorang florist dan kemungkinan besar mengetahui makna dari tiap-tiap bunga. Aku pasti terlihat bodoh sekali ketika meragukannya. Pikiranku mulai dipenuhi nama Sasuke dan beberapa hal yang tak kupahami tentangnya. Tanpa sadar aku mulai tersenyum, merasakan jantungku berpacu dua kali lebih cepat. Bahkan otakku yang kadang bebalnya minta ampun ini mulai membayangkan jika dengan mulutnya yang irit bicara itu, Sasuke mengatakan jika ia benar-benar mencintaiku.

Tapi... um... kapan dia pernah berkata jika dia mencintaiku?

Wajahku kembali masam.

.

.

Usai sekolah sore itu, Sasuke membawaku ke sebuah kafe dengan tampilan klasik. Kafe itu sangat minimalis, namun membuatku merasa nyaman hanya dengan sekali lihat.

Tidak biasanya dia mau repot-repot datang ke tempat semacam ini. Apalagi dengan membawa gadis sepertiku yang selalu ia nilai merepotkan. Oke, kejam sekali jika pacarmu bahkan baru mengajakmu kencan ketika hubungan kalian telah menginjak 8 bulan, dan itulah yang ku alami. Bukannya aku tidak bahagia, aku sangat bahagia, bahkan rasanya ingin berteriak sembari tertawa keras sekali, sampai pita suaraku serasa lepas. Tapi tetap saja, ada apa dengan pria itu? Apa dia... oh tidak, tidak. Aku tidak bisa membayangkan jika alasannya membawaku ke tempat ini ternyata untuk memutuskanku. Itu tidak mungkin kan?

"Sasu..." aku berucap lirih ketika kami telah duduk di salah satu meja yang terletak paling ujung. Dekat dengan jendela kaca yang berhadapan langsung dengan taman bunga.

Pemuda itu memperhatikanku, memasang kerutan di dahinya sebagai respon.

"Kenapa kita kemari?" Aku mengakhiri pertanyaanku dengan ekspresi takut. Tentu saja, bagaimana tidak? Bagian dari diriku yang paling pesimis tak henti-hentinya mengomporiku bahwa Sasuke akan memutuskanku saat ini juga. Itu menakutkan, mengingat Sasuke begitu tampan menawan dan aku? Aku hanya gadis biasa yang entah mendapat keberuntungan dari mana hingga bisa menjalin hubungan dengan orang sepertinya.

Dia diam beberapa saat, membuatku gemas dan ingin memotong pita suaranya sekalian. "Kemarin, timku menang."

Ya, ya aku tahu. Tapi kenapa dia kembali diam dengan kalimat menggantung menyebalkan seperti itu. Dan apa-apaan itu? Kenapa dia seolah mengamati ekspresiku dengan sangat teliti. "Kau selalu menjadi yang terhebat. Dan aku bangga padamu." Kataku, berusaha memuji.

Pemuda itu tersenyum, senyumannya hanya singkat. Namun, mampu membuat jantungku melompat-lompat acak seolah ingin keluar dari rongganya. Ya Tuhan... dia mungkin benar-benar jelmaan dewa. "Aku ingin merayakannya denganmu."

Ugh... romantis. Batinku berteriak keras sekali. Kau benar-benar makhluk terindah di bumi ini Sasuke. Dan aku bahkan rela tidak mendapatkan hadiah apapun di hari valentine demi bisa selalu melihat wajah tampanmu tersenyum sedemikian menawan. Aku yakin wajahku pasti merona karena begitu tersanjung.

"Kau bawa peta?" Tanyanya serius.

Aku sontak berhenti tersenyum, menatapnya sembari bertanya-tanya, untuk apa peta? Kita tidak sedang mengerjakan tugas geografikan? "Tidak, kenapa kau butuh peta?"

"Karena um..." dia kelihatan ragu untuk mengucapkannya. Sementara itu, iris jelaganya menatap lekat tepat pada kedua mataku. "Kurasa aku tersesat di kedua tatapan matamu."

Oh demi Tuhan, apa yang barusan dia katakan? Dia tersesat dikedua tatapan mataku? Itu sangat, sangat, sangat romantis dan kupikir aku perlu lem untuk merekatkan memori ini di dalam otakku supaya tak memudar dengan cepat. Rasanya aku meleleh seperti bongkahan es padat di gurun pasir. Memang siapa yang tidak meleleh jika pacarmu yang dingin dan kaku mendadak menggombalimu dengan kalimat tak biasa seperti itu?

"Itu keren Sasu..." aku tak bisa berhenti tersenyum. Apalagi ketika melihatnya yang tampak bangga karena berhasil membuatku terlena.

"Ku rasa... aku... mencintaimu."

Seseorang cubit aku, katakan padaku jika ini bukan mimpi. Dan pangeran tampan di hadapanku ini bukanlah orang lain yang mendadak mirip si bungsu Uchiha. "Aku juga mencintaimu." Aku nyaris memekik karenanya, membuatnya tertawa untuk pertama kalinya. Oh berhenti Sasuke, kau hampir membuat jantungku berhenti berdetak.

Katakan reaksiku terlalu berlebihan, aku tidak akan menampiknya. Karena selama berbulan-bulan ini, aku selalu mempertanyakan perasaan pemuda itu padaku. Dan hari ini, tanpa aba-aba, semuanya terjawab sudah. Dia... juga mencintaiku.

"Bagaimana? Bagus tidak?"

Aku memicingkan mata, mencoba fokus pada pertanyaannya. Barangkali dia tengah menanyakan kombinasi jeans biru dan kemeja yang tengah ia kenakan saat ini. "Apanya?" tanyaku berusaha memupus rasa ingin tahuku.

"Aku tadinya hanya berusaha mempraktekkan dialog untuk drama yang akan dipentaskan saat acara perpisahan kelas tiga." Oke, itu adalah kalimat terpanjang yang pernah dia ucapkan.

Dan apa tadi? Dialog drama? Ya Tuhan... seseorang tolong tembak kepalaku. Aku terperangah dan hanya bisa diam menatapnya terkekeh pelan. Harusnya aku tahu, pria di hadapanku ini bukanlah orang yang romantis. Dan tidak akan pernah menjadi seseorang yang romantis.

END

Oke, oke... jalan ceritanya emang diluar rencana awalnya. Ya entahlah, bisa menghibur atau ngga. Ini juga cuma asal tulis aja gara2 denger lagunya sistar19 yang judulnya 'ma boy', hehe... ada yang tahu lagu itu? :D

soal arti dari bunga krisan, itu hasil dari googling, jadi... entah bener atau engga.

Cerita ini bakal terdiri dari 3 chapter. chap 2 Naruhina dan chap 3 KibaIno.

Tinggalin kritik dan sarannya...