"Naughty Cute Young Master" merupakan versi JaeYong dari manga "Naughty Cute Girl" ciptaan Selena Lin. Alur dari cerita di FF ini akan sama dengan manga tersebut, tapi pengaplikasiannya akan sedikit berbeda karena menyesuaikan karakter dan situasi.

Sebelumnya, cerita dalam FF ini sudah pernah Saya publish dengan judul "可愛くても、悪戯な男" (Kawaikutemo, Itazura na Otoko) namun dengan pairing dan Fandom yang berbeda. Pada kesempatan ini, Saya akan menyuguhkan kembali isi cerita FF ini dengan pairing Jaehyun dan Taeyong sebagai perwakilan dari NCT Hyung-Line. Tak hanya itu, Saya juga memutuskan untuk membuat versi dari NCT Dongsaeng-Line dengan pairing Mark dan Haechan yang berjudul "Naughty Cute Boy".


Awal kisah dimulai dari Dinasti Shin Ki, dimana pada dinasti tersebut dipimpin oleh Kekaisaran Shim, tepatnya pada tahun ke-7 bulan ke-8 kala itu.

Kediaman menteri di pagi hari tampak ramai. Para dayang-dayang berkumpul di halaman depan kediaman pun berjejer rapi, keluarga menteri sebagian juga tengah berada di sana.

Seorang dayang baru saja datang tampak tergopoh-gopoh lantaran merasa takut jika ia terlambat, maka ia tidak bisa menyaksikan kejadian apa yang terjadi. Semenjak tiga hari lalu dayang itu merasa bingung karena kediaman menteri mempersiapkan penyambutan tamu secara elegan dan terkesan penting, berbeda dari biasanya.

"Siapa yang datang?" tanya sang dayang sembari menyesuaikan diri dengan barisannya.

Melihat kedatangan temannya, dayang lain pun segera menoleh dan memberi jawaban.

"Kau tidak tahu? Dia putra sahabat Nyonya, datang dari ibukota untuk bertamu. Ayahnya seorang sarjana. Dikenal sebagai pemuda berbakat klan Lee. Namanya..."

Sebuah suara kereta kuda tampak membelah keramaian bisik-bisik para dayang, lalu berhenti tepat di halaman kediaman menteri keluarga Jung. Seseorang ber-hanbok layaknya dayang namun ber-gender laki-laki tampak turun dari kereta. Segera, ia membuka tirai agar tamu spesial yang tengah berada di dalam kereta kuda tersebut dapat turun dari sana.

"Wah~!"

Seluruh manusia yang berada di sana tampak tidak bisa menutupi kekagumannya pada sosok pemuda yang baru saja turun dari kereta kuda. Parasnya yang begitu menawan, kulit putihnya yang begitu mempesona, rambut coklat karamelnya yang tampak menggoda, dan tidak ketinggalan bola matanya yang begitu memukau.

"...Lee Taeyong."

Inilah tamu spesial keluarga Jung, Tuan Muda Taeyong dari keluarga Lee, dalam balutan hanbok yang berajutkan benang emas berkilau pada setiap inci serat kain sutera berwarna merah marun yang melekat pada tubuhnya.

Nyonya Jaejoong; sebagai pihak yang mengundang Taeyong sekaligus merupakan istri dari sang menteri Dinasti Shin Ki; Yunho, terlihat begitu berbinar ketika melihat sosok Taeyong yang lebih dari harapannya. Tanpa basa-basi Jaejoong langsung berjalan menghampiri Taeyong.

"Taeyong... Mari..." ucap Jaejoong usai memberi salam.

"Bibi Jaejoong, maaf mengganggu," ucap Taeyong sembari tersenyum lembut.


Naughty Cute Young Master

Chap. I

"Kecapi dan Panah"


"Jaehyun hyung! Ayo! Paman Yunho menyuruh kita berkumpul di Aula!"

Jung Jaehyun, 19 tahun, putra pertama klan Jung, suka memanah, mengarang, pembawaan tertutup, hanya menatap datar tanpa niat ke arah dua sepupunya; Jung Doyoung dan Jung Winwin.

Sang sepupu yang sudah hafal betul dengan sifat Jaehyun pun langsung bergidik ngeri.

"Ya-Yah! Kami berangkat duluan saja!"

Usai mengucapkan keputusan, mereka langsung kabur begitu saja.

"Mereka kabur. Tuan Muda Jaehyun, sungguhan tak ingin ke sana?" ucap Hansol yang merangkap sebagai pelayan pribadi Jaehyun.

"Tidak," balas Jaehyun singkat, padat dan jelas.

Hansol menghela napas, "Baiklah."

Yeah, Jaehyun memang tidak banyak bicara, sehingga membuat orang segan. Tapi di sisi lain, tuan muda punya banyak ketrampilan dan jenius. Hal ini yang membuat Hansol pantas menjadikan Jaehyun sebagai tuannya.

Yah, selain dari keluarga konglomerat, ada juga keluarga yang merangkap sebagai pelayan handal, dan salah satu dari mereka adalah Klan Ji, dimana kebanyakan dari anggota mereka berotak jenius, sehingga telah menjadi langganan Klan Jung dalam mengambil pelayan pribadi sejak zaman nenek moyang Jung.


"Kecapi dan Panah"


Suasana di aula kediaman Jung amatlah ramai, para dayang sibuk berbisik-bisik dalam rangka membicarakan sang Lee muda. Tampaknya para dayang tersebut telah terperangkap akan pesona menawan nun menggoda dari Taeyong yang memang parasnya terkesan teduh dan lembut.

Jung Yunho sebagai kepala keluarga sekaligus Menteri Dinasti Shin Ki pun hanya tersenyum tipis dari balik singgasananya. Ia begitu merasa tersanjung atas kedatangan putra dari teman lamanya; Lee Yoochun.

"Semoga Tuan Muda Taeyong senang selama di sini. Perkenankan dayang kami untuk memandumu," sambut Yunho sekaligus memberi penjelasan pada Taeyong yang tengah menunduk memberi penghormatan.

Taeyong kembali berdiri tegak sembari memberikan senyumannya, sukses membuat seluruh penghuni kediaman Jung yang kebetulan satu ruangan dengan Taeyong terlihat ingin pingsan saking terpesonanya.

"Terima kasih, Paman Yunho. Maaf jika kehadiran saya merepotkan keluarga Jung," ucap Taeyong kalem dan terkesan berwibawa.

Yunho mengangguk puas mendapati kesopanan dan keramah-tamahan yang dimiliki si sulung Lee tersebut.

Si dayang yang merasa diberi tugas oleh sang menteri pun segera mendekat ke arah Taeyong dan membungkukan badan tanda memberi salam, yang tentu saja dibalas Taeyong dengan santunnya.

"Perkenankan hamba, beliau berdua keponakan Nyonya Jaejoong," kata si dayang to the point usai memberi hormat.

Terlebih dahulu Taeyong melihat ke arah pemuda berambut hitam pekat dengan ikat kepala yang melingkar di sekeliling kepalanya, sehingga rambut pemuda itu tidak terjatuh seperti Taeyong.

"Beliau Tuan Muda Doyoung dan di samping beliau adalah Tuan Muda Winwin."

Penampilan Winwin memang tidak jauh berbeda. Hanya saja perbedaan Winwin terletak pada ikat kepala yang tidak melingkari kepalanya dan ekspresinya yang entah mengapa bagi Taeyong terkesan penuh misteri.

"Dan yang terakhir Tuan Muda Kecil Johnny."

Yah, lagi-lagi bercirikan sama. Yang membedakan adalah tubuhnya yang lumayan menjulang untuk seukuran anak seumurannya.

"Halo!" sapa Johnny senang.

Taeyong hanya tersenyum kikuk, 'Kenapa mereka melihatku dengan tampang begitu?'

Setelah tersadar dengan lamunannya, Taeyong menampilkan senyum terbaiknya, "Oh, senang berkenalan dengan ketiga Tuan Muda."

Mau tak mau hal ini membuat ketiganya terpesona lagi dan lagi.

"Wah! Tuan ramah sekali~!" ucap Doyoung dan Winwin dengan nada yang tak bisa dibilang wajar.

Sembari keringat menggantung di kepalanya, Taeyong membatin, 'Dua orang yang patut dicurigai!'


"Kecapi dan Panah"


Di jalan menuju Wisma Barat.

Suasana yang sepi namun tak begitu hening. Suara para hewan kecil layaknya jangkrik dan sekawan lainnya tanpa sungkan menyumbangkan nyanyian mereka sebagai pengiring sang Tuan Muda dalam menapakkan kaki selangkah demi selangkah, tentunya diikuti oleh sang pelayan pribadi yangmana sosoknya baru terlihat pada kesempatan kali ini. Sang pelayan pribadi alias Yuta, patuh berjalan di belakang Tuan Muda-nya. Sesekali ia tampak mengedarkan bola matanya hanya untuk menatap lentera-lentera yang berjejer rapi di sepanjang jalan yang mereka lalui.

"Tuan Muda," ucap Yuta pada akhirnya kala teringat akan sesuatu, "Kedua Tuan Muda Jung tadi..."

Tiba-tiba Taeyong menghentikan langkahnya. Dengan gerakan fast motion ia berbalik, lebih tepatnya menghadap ke arah Yuta yang agak terlonjak dari berdirinya lantaran terkejut dengan sikap Tuan Mudanya yang mendadak.

"Kuberi tahu sesuatu yang bagus, Yuu. Lebih baik kita agak menjaga jarak dengan mereka. Apa kau tidak melihat cara mereka memandangku? Sangat mencurigakan!" seru Taeyong meski tak terlalu keras.

Setelah memperingati pelayan pribadinya itu, Taeyong berbalik untuk melanjutkan langkahnya menuju tempat tujuan.

'Syukurlah, aku sudah terbiasa dengan kebiasaan Tuan Muda yang mengagetkan,' batin Yuta diam-diam mengelus dada.

"Kalau begitu, Tuan Muda harus lebih hati-hati, hamba jadi cem..."

BRUK!

Perkataan Yuta terpotong lantaran merasa dirinya menabrak punggung Taeyong.

"Hell yeah, baru saja aku mengatakannya malah sudah terbukti," ucap Taeyong sarkastik.

Taeyong memandang sinis ke arah dua orang pemuda yang berjarak beberapa meter di hadapannya. Ia mendecih ketika menemukan salah satu dari mereka sedang menggoda salah satu dayang yang tampak ketakutan sekali. Bukan, bukan karena ia cemburu atau ingin digoda juga (Taeyong mengernyit jijik atas kalimat sebelumnya), melainkan merasa terhina dengan dua pemuda itu lantaran tidak bisa menjaga martabat pria di hadapan wanita. Pria harusnya melindungi wanita kan bukannya malah melukainya?

Merasa ada yang menatap begitu menusuk pada dirinya, Winwin―salah satu pemuda yang mengganggu si dayang―mengalihkan pandangannya sejenak ke segala penjuru. Ia agak terkesiap saat mendapati Taeyong dan pelayan pribadinya tengah memandangi mereka dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Winwin pun lekas menepuk Doyoung yang masih gencar menggoda sang dayang. Doyoung yang merasa terganggu dengan tingkah Winwin langsung mendecih dan hendak memarahinya. Namun ia agak mengernyitkan kening ketika menemukan saudaranya tampak agak random saat menatap sesuatu. Lantas Doyoung pun menoleh ke arah titik tatapan Winwin.

Gasp!

Doyoung langsung melepaskan sang dayang dari cengkramannya lalu segera mengusirnya.

Taeyong hanya mendengus kasar mendapati adegan tersebut. Seolah tidak peduli, ia melanjutkan perjalanannya tanpa niatan menyapa dua Tuan Muda Jung itu. Yuta yang merasakan pergerakan tuan mudanya lalu segera merapat untuk mengekor di belakangnya.

"Wah, tidak kami sangka akan bertemu lagi dengan Tuan Muda Lee..." ucap Winwin diiringi senyuman tipis nan misteri.

Taeyong cuek, tetap melanjutkan perjalanannya.

"Tuan Muda Lee...?" panggil Doyoung, merasa ganjil dengan sikap Taeyong.

Taeyong cuek kuadrat, menganggap tidak pernah mendengar apapun.

"Tuan Muda Lee!" seru Doyoung dan Winwin bebarengan saat melihat Taeyong semakin menjauh.

Tap!

Taeyong menghentikan langkahnya. Sukses membuat Yuta yang setia berjalan di belakangnya menabrak punggung Taeyong. Yang bisa dilakukan Yuta hanya mengaduh, sedangkan Taeyong langsung menolehkan kepalanya sedikit ke belakang.

"Ada yang bisa aku bantu, Tuan Muda Jung?"

Butiran keringat dingin tampak menghiasi kepala Winwin dan Doyoung kala mendapati nada bicara Taeyong yang agak kesal tersebut. Namun demi menyelamatkan harga dirinya sebagai playboy, Doyoung segera memasang senyum menawannya, berharap agar Taeyong dapat terjerat pesonanya.

"Ah, hanya berpikir malam ini terlampau indah untuk dilewatkan begitu saja. Apa sekiranya, kami, kakak-beradik Jung dapat melewatinya dengan Tuan Muda Lee? Bersama-sama membagi kehangatan di cuaca yang lumayan menusuk kulit ini," ucap Doyoung.

Taeyong mendengus kecil sebelum membalikkan tubuhnya. Segera, ia memasang senyum termanisnya yang sukses membuat Doyoung dan Winwin meleleh, sedangkan Yuta meneguk ludahnya paksa dan segera mengambil jarak lantaran merasa senyum tuan mudanya itu mencurigakan.

"Hm, memang benar malam ini begitu indah. Namun sayang Tuan Jung, hari ini aku melihat banyak sekali yang tidak indah. Bagaimana ya...?" kata Taeyong menggantung.

Doyoung dan Winwin saling bertukar pandang. Tak jarang mereka mengeluarkan seringai andalan mereka. Mereka sama-sama berpikir Tuan Muda Lee sedang berduka. Mungkin dengan menghiburnya sedikit mereka berharap bisa mencicipi Taeyong malam ini. Padahal...

'Dasar! Yang dimaksud Tuan Muda Taeyong itu kalian! Bodoh!' batin Yuta saat mengetahui apa yang dipikirkan kedua pemuda Jung tersebut.

"Benarkah? Kalau begitu tidak ada salahnya jika kami..."

"Maaf memotong perkataan anda berdua, Tuan Jung. Namun dengan segala kehormatan aku undur diri. Perjalanan dari kota menuju ke mari benar-benar melelahkan," kata Taeyong seraya membalikkan badan, "Ayo Yuu."

Yuta langsung mengangguk mantap.

"Tunggu Tuan Muda Lee..."

"Lagipula," Taeyong kembali menyela. "Hari sudah cukup larut, silahkan kedua Tuan Jung kembali ke Wisma Timur. Dayang-dayang di sana... mestinya tidak kalah cantik dengan dayang-dayang di Wisma Barat."

DEG!

Doyoung dan Winwin pun tertohok.


"Kecapi dan Panah"


Sinar mentari telah merambat perlahan menyinari bumi, awan penghias birunya langit pun tampak bertebaran bebas di atas sana, mengiringi bayangan pegunungan nan jauh di ujung, berbalutkan hijau segarnya rimbunan daun pepohonan. Yah, pagi sudah tiba di kediaman Jung. Apabila lebih memfokuskan diri untuk melihat ke arah taman di bagian Wisma Timur, tak heran bila menemukan Taeyong didampingi sang pelayan tengah berada di sana dalam keadaan menyapa Nyonya Jaejoong. Taeyong memang sengaja bangun pagi untuk bersiap-siap menemui Jaejoong yang punya kebiasaan menikmati suasana pagi hari tersebut. Tidak ada salahnya kan beretiket baik pada tuan rumah yang secara sukarela mau menampung Taeyong untuk sementara waktu?

"Selamat pagi, Bibi Jaejoong. Saya memberi hormat, apa Bibi semalam tidur nyenyak?" sapa Taeyong.

Jaejoong yang tak menyangka akan kedatangan tamu di tengah-tengah kebiasaannya itu pun lantas memberi senyum lembutnya tanpa lupa membalas sapaan Taeyong. Hah, sungguh bahagia rasanya ada Taeyong di kediaman ini, pikir Jaejoong, karena sebelumnya tak pernah ada orang yang secara langsung mengganggu kebiasaan Jaejoong, mungkin segan. Padahal, Jaejoong merasa biasa.

"Tentu. Bagaimana denganmu? Sudah betah? Aku sudah lama tak bertemu denganmu. Aku juga jadi merindukan Ibumu."

Yah, inilah alasan utama kenapa Jaejoong bahagia Taeyong ada di rumahnya, sebab Taeyong merupakan anak dari sahabat baiknya yang sangat ia sayangi: Lee Junsu, yang meninggal 10 tahun lalu karena sakit.

"O ya, seharusnya permainan kecapimu semakin bagus kan?" ucap Jaejoong melanjutkan, "Belakangan ini kudengar kau tengah berlatih lagu yang bagus. Boleh aku mendengarkannya? Aku ingin menyaksikan permainan kecapi dari satu-satunya pemuda yang berbakat dari Ibukota."

Mendengar permintaan Jaejoong, Taeyong berusaha memberikan senyum menawan miliknya, padahal malah terlihat tepaksa. Tanpa melirik secara terang-terangan ke arah Yuta, ia mengkode pada pelayannya itu kurang lebih seperti, "Pasti kau yang membocorkannya", yang dibalas gelengan kuat oleh Yuta; takut dimarahi.

"Bibi Jaejoong, mohon jangan anggap serius kabar itu. Kemampuan bermain kecapi saya masih banyak kekurangan, pastinya ada orang yang lebih mahir memetik kecapi dengan indah," balas Taeyong merendah.

Bukannya sok atau bagaimana, Taeyong hanya merasa sedikit tidak nyaman saja.

'Haaaaah, padahal kabar itu betul! Dasar Tuan Muda...' batin Yuta sembari diam-diam menghela napas.

"Oh ya? Sayang sekali." Jaejoong sedikit memasang raut kecewa, yang sebenarnya hanya untuk menutupi seringainya dalam bertaktik, "Padahal, kecapi itu alat musik kesayangan Junsu semasa hidup yang diberikan padaku. Tadinya ingin kuhadiahkan padamu, tapi..."

Mendengar pernyataan Jaejoong, manik Taeyong membulat.

"Sungguh? Kecapi yang dipakai Eomma semasa hidup?" Karena saking tertariknya, tanpa sadar Taeyong malah membuka alibinya sendiri, bahkan dengan semangatnya sampai berkata, "Baiklah aku akan memainkannya!"

Akhirnya seringai Jaejoong terlukis di bibirnya meski sedikit. Rencana berhasil.

"Ah? Berubah pikiran?" Jaejoong tersenyum manis penuh arti, "Jika begitu, kita bertemu di Paviliun Nada sore hari nanti. Taeyong tidak keberatan kan?"

Taeyong menggelengkan kepala cepat seraya berucap, "Tentu saja tidak, Bibi Jaejoong! Aku akan memetik kecapi itu dengan permainan jemari terbaikku!"

Jaejoong terkekeh geli sebelum menepuk pundak Taeyong pelan.

"Baiklah, jangan lupa nanti sore. Ah ya, aku pergi dulu. Silakan berkeliling jika ingin mengisi waktu luang, aku harap kediaman Jung bisa membuatmu senang."

Taeyong menganggukan kepala riang, sebelum akhirnya Jaejoong pergi.

"Jadi, Tuan Muda akan memainkan kecapi itu kan?" tanya Yuta usil, sengaja menggoda tuannya itu.

"Eh?"

Taeyong menatap Yuta bingung. Beberapa menit kemudian, Taeyong menepuk jidatnya kala menyadari suatu hal.

"Ah! Aku dijebak!"

Refleks Taeyong pundung di samping semak-semak, tak menyangka kebodohannya muncul di timing yang tidak tepat.

Yuta pun tergelak.

"Sudahlah Tuan Muda, jangan pundung begitu. Kedatangan Tuan Muda kemarin memicu rasa ingin tahu dayang-dayang di kediaman Jung. Siapa sangka Nyonya Jaejoong pun jadi tahu."

Taeyong lantas memincingkan matanya tajam ke arah Yuta yang langsung membekap mulutnya sendiri.

"Aku tahu pasti kau pelakunya." Taeyong mendengus.

Yuta hanya nyengir watados sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku hanya bilang kenyataan. Sebelumnya juga, waktu Tuan Muda memetik kecapi di rumah, semua tetangga ikut mendengar. Mereka bilang, Tuan Muda sungguh hebat!" puji Yuta.

Taeyong menghela napas.

"Oh ya? Sayang sekali senar kecapi kesayanganku sudah putus semua."


"Kecapi dan Panah"


Siang hari yang terik, Taeyong dan Yuta masih betah untuk berjalan mengelilingi istana. Taeyong akui, kediaman Jung memang indah dan memikat. Selain bersih, rumah dan lingkungan di sekitarnya pun tertata begitu apiknya. Tak khayal Taeyong merasa akan betah tinggal di sini meski hanya sementara waktu.

Tiba-tiba Taeyong melambatkan langkahnya kala melihat sebuah bangunan kayu minimalis bertiang empat. Di antara tiang-tiang berukir tersebut terdapat tirai putih semi transparan bermotif sulur emas berlapiskan gorden bambu dalam keadaan tergulung dan terikat dibagian atas. "Paviliun Nada" tampak tertulis di bangunan elegan tersebut.

"Wow, itu Paviliun Nada? Interiornya menawan, terkesan simple tapi mewah," puji Taeyong terkagum.

Yuta yang fokusnya sempat tak searah dengan sang Tuan Muda pun lantas segera menolehkan kepalanya menuju bangunan yang dimaksudkan Taeyong. Lantas Yuta turut terkagum dengan bangunan tersebut sebelum agak tersentak saat menyadari sesuatu.

"Tuan Muda! Di sana ada kecapi!"

"Benarkah?" Taeyong tersenyum lembut, 'Kecapi kesayangan Eomma semasa hidup ya...' batinnya melanjutkan, "Baiklah! Ayo ke sana!"


Di balik hutan kecil yang masih berada di wilayah kediaman Jung, tepatnya di area Wisma Timur, terlihat sosok gagah keturunan pertama klan Jung tampak sibuk memfokuskan pandangannya pada papan target panahan. Setelah merasa sudah tepat, tanpa ragu Jaehyun menarik anak busurnya yang tersangkut pada tali busur, kemudian melepasnya dalam hitungan detik. Anak panah tersebut melesat dengan kecepatan tinggi menuju papan target berbentuk lingkaran itu.

Namun sayang, ternyata kekuatan lesatan anak panah tersebut tidak sampai pada tempatnya. Mungkin karena Jaehyun mengambil jarak yang tidak seperti biasanya. Ia memang mengambil jarak dua kali lipat lebih jauh dari sebelumnya.

'Belum cukup jauh,' batin Jaehyun seraya meratapi kegagalannya, 'Baiklah, coba sekali lagi.'

Jaehyun kembali menafsir jarak. Lagi, tangannya menarik anak panah tersebut sampai penuh dan...

"Jaehyun hyung! Aku bawakan teh! Mumpung masih hangat!"

Tiba-tiba suara cempreng sang adik masuk ke telinga Jaehyun, namun Jaehyun tanpa sengaja mengabaikannya karena terlalu fokus pada kegiatannya.

Sang adik alias Tuan Muda Kecil Johnny pun dengan riang mengantarkan teh tersebut ke arah Jaehyun. Namun naas, langkah Johnny tertahan saat tak sengaja menginjak hanbok bagian bawahnya. Tak khayal adik Jaehyun itu pun terjatuh dengan kondisi secangkir teh yang melayang ke arah Jaehyun dan... Klak! Cangkir berisi teh itupun menabrak pantat sang sulung Jung. Jaehyun yang terkejut pun refleks melepaskan anak panahnya tanpa persiapan yang matang sehingga...

'Gawat meleset! Arah itu... Paviliun Nada Eomma!' batin Jaehyun.

"GYAAAA!"

Terdengar teriakan heboh dari tempat melesetnya anak panah, lantas saja Jaehyun panik jika sampai anak panahnya melukai orang. Ia pun hendak bergegas ke Paviliun Nada sampai...

"Hyu-Hyung..." panggil Johnny lirih masih dalam kondisi menempel di tanah, merasa bersalah.

Jaehyun yang merasa dipanggil pun menoleh dan langsung menghela napas saat menemukan adiknya masih nyungsep di sana. Segera, ia menghampiri adiknya dan membantunya berdiri.

"Ck, kau..." Jaehyun mengacak rambut Johnny yang nyaris mewek, "kemana Hansol? Kenapa kau yang mengantarkan teh padaku?"

"Hansol hyung sedang menghadap Abeoji, makanya aku di sini."

Kembali, Jaehyun mengacak helaian rambut adiknya gemas.

"Ya sudah. Sekarang kau bereskan ini. Aku akan melihat sebentar ke asal teriakan tadi."

Johnny mengangguk pelan.

"Dan, terima kasih untuk tehnya, meski yang minum malah pantatku," ucap Jaehyun hendak bergurau untuk menghibur adiknya yang masih murung, namun malah tidak lucu sama sekali dan semakin membuat Johnny merasa bersalah.

Jaehyun pun bergegas pergi, meninggalkan Johnny yang merana.

'Lagi-lagi aku mengganggu latihan Hyung,' batinnya terpuruk.

Hah, dasar bocah.


Jaehyun agak terengah ketika sudah sampai di depan Paviliun Nada yang tertutupkan tirai semi transparan. Suara ribut seseorang sukses membuatnya berhenti.

"Tuan Muda! Anda tidak luka, kan? Tolong Tuan Muda jangan tinggalkan aku dan menghadap-Nya!"

"Berisik! Kau berharap aku mati hah?"

"Tu-Tuan Mudaaaa!"

Jaehyun sweatdrop.

"Cukup! Kenapa kau yang berteriak? Yang kena kan aku! Cepat bantu aku melepasnya! Ugh, kenapa susah dicabut sih?"

'Tunggu, suara ini...' batin Jaehyun menyelidik, 'Suara siapa?'

Tanpa ragu Jaehyun pun langsung menyibak tirai putih yang sedikit transparan tersebut. Ia terkejut ketika menemukan sosok pemuda terduduk dalam keadaan anak panah menembus kain hanbok di tengkuknya hingga tertancap ke sandaran kursi di belakang itu, turut menatap dirinya dengan raut wajah yang terkejut pula. Tanpa terhalang apapun, manik Jaehyun bertemu dengan manik Taeyong. Entah kenapa tiba-tiba suasana menjadi hening. Mereka berdua sama-sama terpaku atau... terpesona?

"Siapa kau?" tanya Jaehyun setelah sadar lebih dulu.

Taeyong yang masih syok pun terdiam, entah mengapa suaranya tiba-tiba tercekat di tenggorokan.

'Tunggu dulu...' batin Jaehyun menengahi, 'Anak panahnya!'

Setelah menyadari kesalahannya, tanpa ragu Jaehyun pun berjalan ke arah Taeyong yang masih membeku.

'Eh? Kenapa dia jalan ke sini?' batin Taeyong panik, 'A-Apa yang kupikirkan? Kenapa aku malah diam? Siapa dia? Tidak sopan sekali main nyelonong begitu saja!"

"Eh!" Taeyong syok saat Jaehyun dengan lancangnya mendekatkan wajah ke arah wajah Taeyong, "Si-Siapa kau? Mau apa?! Kau..."

"Jangan bergerak!" titah Jaehyun datar.

Jaehyun lantas mengamati anak panahnya dengan serius. Sungguh ia tak menyangka keterpelesetan anak panahnya bisa nyasar ke sasaran yang tidak elit begini, terlebih lagi...

'Perpotongan leher dan bahunya sedikit tergores hingga luka seperti itu,' batin Jaehyun agak bersalah.

Segera, dengan satu tangannya Jaehyun pun mematahkan anak panah tersebut. Kemudian setelah membuangnya, Jaehyun sedikit menarik hanbok di bagian bahu Taeyong sebelum melakukan tindakan yang berhasil membuat Yuta sebagai penonton yang entah keberadaannya disadari Jaehyun atau tidak, berteriak syok dengan ababilnya.

Yah, Jaehyun, dalam keadaan memerangkap Taeyong di pohon berbekal kedua tangan, dengan watadosnya melumat leher Taeyong hingga membuat sang Tuan Muda Lee kehilangan fokus.

"Berhenti!" Yuta yang sadar pun langsung menarik Jaehyun, "Apa-apaan kau ini? Memangnya siapa kau? Beraninya memperlakukan Tuan Muda Taeyong seperti itu! Lancang!" bentak Yuta mencak-mencak.

Belum sempat Jaehyun membalas, terlebih dahulu sebuah hantaman keras menghampiri kepalanya. Dan yeah, itu dari Taeyong.

"Brengsek! Siapa kau? Main masuk main cium seenak jidatmu! Minta maaf sekarang atau kubunuh kau!" seru Taeyong emosi.

Jaehyun hanya mendengus sebal sebelum melangkahkan kaki hendak melenggang pergi.

Taeyong dan Yuta pun cengo.

"Tunggu!" Taeyong menghentakkan kakinya kesal.

Jaehyun menoleh sembari memasang poker face andalannya.

"Apa?"

Taeyong tertohok.

"Kau... Apa kau tak mendengar ucapanku tadi?"

"Aku dengar. Aku pergi," balas Jaehyun pura-pura bodoh sebelum kembali melangkahkan kaki.

"Kau! Dasar brengsek! Berani-beraninya kau! Argh! Kubunuh kau!" seru Taeyong marah hendak mengejar Jaehyun, namun entah kenapa malah ditahan Yuta.

Sedangkan Jaehyun hanya terkekeh geli mendengarnya walau seiring jejak telah berlalu.

"Kenapa kau menahanku, Yuu! Kau lihatkan tadi dia melecehkanku!" bentak Taeyong gagal paham dengan pelayannya.

Yuta hanya menghela napas.

"Sudahlah Tuan Muda, kau bisa membalasnya lain kali karena kuyakin dia pasti anggota Klan Jung. Lagipula, sebentar lagi sore, sebaiknya Tuan Muda mengganti hanbok dulu sebelum bertemu dengan Nyonya Jaejoong."

Taeyong pun berusaha meredam amarahnya.

"Kau benar, Yuu," kata Taeyong sembari meraih hanbok dibagian tengkuknya yang bolong, akan tetapi, "Eh?" Taeyong segera menarik kembali tangannya dan melihat jemarinya, dimana terdapat sedikit darah di sana.

"Gyaa! Tuan Muda berdarah! Ayo segera kita obati!" seru Yuta panik seraya menyeret Taeyong.

Sedangkan yang diseret, entah mengapa malah tertegun sembari menyentuh bekas lumatan Jaehyun yang ternyata terluka.

'Jadi... dia tadi tidak bermaksud melecehkanku?' Taeyong berpikir keras, 'Ah! Tapi tetap saja dia itu brengsek karena tidak mau minta maaf atas kelancangannya! Sekali brengsek tetap brengsek!'

Pada akhirnya Taeyong tetap teguh terhadap kekeraskepalaannya.


"Kecapi dan Panah"


Sore hari, semburat merah tampak mengiringi persiapan sang matahari untuk berpulang ke ufuk barat. Ah, mungkin tak hanya semburat merah saja, akan tetapi juga suara merdu dari kecapi yang Taeyong petik juga turut serta meramaikan keindahan suasana kala itu. Bahkan sepoi-sepoi angin yang berhembus juga menggoyangkan ranting pepohonan hingga meninggalkan kesan bila pepohonan itu ikut menari menikmati alunan bak nyanyian surga tersebut.

Plok! Plok!

Namun sayang melodi tersebut harus terhenti ketika suara tepukan meriah terdengar dari sisi lain di Paviliun Nada. Lantas kelopak mata Taeyong yang sempat tertutup pun terbuka dan refleks melihat ke arah suara tersebut,

"Ah, Bibi Jaejoong," kata Taeyong sembari berdiri dari duduknya.

"Kau sangat hebat, Taeyong!" puji Jaejoong seraya mendekat, "Benar-benar suara langit."

"Bibi Jaejoong terlalu memuji," balas Taeyong sembari tersenyum manis.

"Tidak, itu benar, kau benar-benar mahir," ucap Jaejoong lebih meyakinkan.

"Ini sekadar salam pada kecapi kesayangan Eomma dan Bibi," kata Taeyong, "Kemampuan memetik kecapi saya masih dangkal, mohon bimbingannya," lanjutnya sembari membungkukkan badan tanda hormat.

Mendapati kesopanan Taeyong tak khayal membuat Jaejoong merasa begitu bahagia. Sungguh sosok Taeyong ini benar-benar mengingatkan dirinya pada Junsu. Oleh sebab itulah, Jaejoong menggerakkan tangannya untuk membuat Taeyong berdiri kemudian mengelus wajah Taeyong penuh sayang.

"Ah, sayang Junsu sudah meninggal, dia jadi tidak bisa melihat putranya tumbuh dewasa," ucap Jaejoong sendu.

Taeyong hanya tersenyum lembut sembari menikmati sentuhan hangat Jaejoong.

"O ya Bibi Jaejoong," potong Taeyong tiba-tiba, teringat akan sesuatu, "boleh saya menanyakan sesuatu?"

Yuta yang sedari tadi hanya menjadi penonton pun kini sedikit menampilkan seringaiannya. Ah, ternyata Tuan Muda sudah mulai, pikirnya senang.

"Eh? Ada apa?" ucap Jaejoong refleks melepaskan sentuhannya.

Taeyong berdehem kecil sebelum berkata, "Apa ada Tuan Muda keluarga Jung yang belum pernah saya temui?"

Mendengar pertanyaan Taeyong, Jaejoong terdiam sebentar, berusaha mengingat-ingat sesuatu.

"Hm? Siapa ya..." gumam Jaejoong pelan, "Ah! Jaehyun! Iya pasti Jaehyun! Dia tidak hadir hari itu."

Taeyong tertegun.

'Jaehyun? Namanya...'

"Ada apa? Dia putraku," kata Jaejoong menjelaskan lagi, "Jangan-jangan, kau sudah berjumpa dengannya?"

Deg!

Taeyong jantungan mendadak, begitu pula Yuta.

"Be-belum, benarkah Yuu?" balas Taeyong agak terbata.

Yuta menganggukkan kepala kaku.

"Anaknya lebih penurut daripada yang lain, mungkin karena dia anak pertama keluarga Jung, jadi banyak yang menyayangi dan menaruh perhatian besar padanya," jelas Jaejoong, "Syukurnya, dia termasuk orang yang tahu diri."

Seperti ada petir yang menyambar, Taeyong pun speechless seketika, sedangkan Yuta cengo.

Serius Jaejoong berkata begitu?

"Anaknya juga menggemaskan!" kata Jaejoong lagi sambil tersenyum-senyum gaje membayangkan sosok unyu anaknya.

Kini giliran Taeyong yang cengo maksimal, sedangkan Yuta gantian speechless.

"Taeyong, bertemanlah dengannya! Nanti aku kenalkan," ucap Jaejoong riang.

Mau tak mau Taeyong mengangguk kaku sembari berkata, "Ba-Baik, kami akan berteman baik, Bibi jangan cemas."

Jaejoong tampak senang mendengar perkataan Taeyong, sedangkan Taeyong sendiri...

'Baiklah Jung Jaehyun! Siap-siap dengan pembalasanku...' batinnya menyeringai.


"Kecapi dan Panah"


Disamping itu...

"HATCHIIII!"

Jaehyun bersin mendadak.

Hansol yang sedang menemani Jaehyun latihan memanah pun mengernyitkan dahi bingung.

"Tuan Muda Jaehyun? Apa Anda sakit?"

Jaehyun hanya menggeleng kepala singkat.

"Entahlah, hanya saja aku merasa akan mendapat kesialan."

Hansol speechless.


To be continue...


Mind to Review? :)