Suikoden Destiny

Prologue

The Fading Wind

"Don't look back! Advance, and you may survive, son..!"

Cerita ini bermula sejak lima tahun yang lalu..

Tepatnya, karena akibat dari suatu peristiwa yang terjadi di Grassland..

Luc, seorang bishop Harmonia yang ingin menghancurkan True Runes agar penglihatan yang ia dapatkan lewat True Rune-nya tidak terjadi.

Luc melepaskan seluruh kekuatan True Wind Rune dengan memusatkan kekuatan keempat elemental Runes yang lainnya. Sebagai pusat, True Wind terus menerus menyedot energi angin yang ada di Suiko World. Errhean, sebagai kota melayang yang ditopang oleh energi angin yang amat besar, meskipun jauh dari Grassland, tempat ritual itu diadakan, pun mulai tersedot energi anginnya.

--------------------------------------------------

Tanah Errhean mulai bergoncang, seakan-akan terjadi gempa bumi. Penduduk yang panik segera menunggang Crysliknya dan terbang rendah di atas Errhean, mereka takut akan terjadi bencana seperti yang telah diramalkan oleh leluhur mereka. Tetua desa tetap tinggal di Tanah Errhean, mereka tahu, sekali waktu, fenomena ini pasti akan terjadi. Di mana energi angin tersedot oleh pusatnya, sumbernya sendiri, sehingga membuat Errhean tidak stabil lagi. Peristiwa tersebut tentu membuat kehidupan damai di Errhean berubah total. Tanah menjadi gersang, hutan yang hijau menguning bahkan danau pun mulai mengering. Maka dimulailah masa kekacauan di Errhean. Warga pun mulai meninggalkan Errhean, tapi sebagian tetap memilih tinggal dengan alasan Errhean adalah tempat kelahiran mereka juga tempat yang harus dilindungi. Sehingga yang tinggal cuma tetua dan penduduk desa senior, hampir semua anak muda pergi dari Errhean.

Selama 4 tahun, Errhean turun ke permukaan bumi secara bertahap, membuat tanah keramat itu menjadi semakin kering kerontang, air di danau pun sampai tak bersisa. Errhean sudah tampak melayang-layang di atas wilayah kekuasaan Soren. Maka kota yang sejak dahulu tersembunyi di kabut langit itu menampakkan dirinya. Penduduk Soren dan Heleison terkejut, kota yang hilang itu akhirnya muncul dihadapan mereka. Soren Parliamentary, negara yang terletak lebih dekat dengan Errhean mengambil tindakan untuk menguasai Errhean sebelum Heleison.

--------------------------------------------------

Enam bulan yang lalu, di Tanah Errhean..

"Ryan! Cepatlah kau pergi ke Tower of Cryslik.. Kita sudah kekurangan bibit Deudenum nih..", kata seorang ibu kepada putranya.

"Lho, Bu.. bukannya beberapa hari yang lalu aku sudah membawa sekantung?", sahut si anak.

Sang ibu pun lalu menjawab, "Ibu ceroboh nak.. Bisa-bisanya kantung itu ibu tinggal di tempat mencuci pakaian.. Malamnya.. ya dimakan tikus.. Sudahlah nak, pokoknya, kamu ambil lagi saja di Tower.."

"Baik Bu.. aku pergi dulu yah!!", jawab Ryan singkat.

"Roh angin besertamu nak..", ucap ibu itu sambil meneteskan air matanya

Ryan segera menunggang Crysliknya, Enhart, terbang menuju ke Tower of Cryslik yang jaraknya cukup jauh, membutuhkan waktu seharian penuh untuk sampai ke sana.

Sementara Ryan pergi, semua pasukan Soren dikerahkan untuk menyerang Errhean, mereka percaya bahwa Errhean, kota hilang itu adalah kota yang makmur dan sejahtera. Warga Errhean yang belum mengetahui tindakan Soren itu tetap hidup dengan tenang. Sampai ketika seorang pemuda terkena panah dari luar perbatasan Errhean. Pasukan Soren pun masuk ke dalam wilayah Errhean, membunuh warga yang membangkang mereka. Errhean tidak mungkin bisa menang melawan mereka, penduduk Errhean belum pernah berperang sebelumnya. Maka hanya ada satu cara yang dapat mereka lakukan yakni melarikan anak mereka dari Errhean secepat mungkin. Cryslik, tunggangan mereka, pun dipanggil, meskipun sebagian dari mereka telah dibunuh tentara Soren. Tentara Soren yang tidak punya belas kasihan itu terus membunuh warga bahkan tetua sekalipun dan membakar rumah-rumah penduduk.

Dua hari kemudian..

Ryan yang baru kembali dari Tower of Cryslik terkejut dengan keadaan tanah kelahirannya yang sekarang. Rumah-rumah penduduk sudah dalam keadaan hangus terbakar, banyak mayat penduduk Errhean yang berceceran di jalan setapak. Ryan bingung, air matanya mulai mengalir membasahi pipinya, ia memikirkan keadaan orang tua dan adiknya. Dengan berlinang air mata, ia mencoba mencari keluarganya itu dengan Enhart, dari udara. Berjam-jam ia terus mencari, tapi tak menemukan keluarganya. Pemuda itu kini putus asa, seakan-akan dunianya sudah hampa, terenggut oleh orang-orang yang bahkan ia tidak tahu mereka itu siapa. Dalam keputusasaannya itu, ia memutuskan untuk pergi ke Pact of Firestorm Cave, tempat Enhart pertama kali dilahirkan, tempat terakhir yang mungkin akan menjadi persembunyian penduduk Errhean.

"Anakku!!!", teriak ibu Ryan sambil berlari lalu memeluk anaknya dengan erat.

"Ibu? Ayah? Eric? Semuanya? Kalian baik-baik saja...?", seru Ryan, seperti orang yang khawatir.

Ayahnya menjawab, "Mana bisa kami mati semudah itu! Dasar anak bodoh..! Hahahaha.. Tentara-tentara bodoh itu tidak akan mungkin menemukan tempat persembunyian kita ini, nak!"

Tiba-tiba, seorang penduduk bertanya kepada Ryan, "Nak, bagaimana keadaan di luar sana?"

"Banyak rumah yang hangus dan mayat penduduk yang tergeletak begitu saja di jalanan..", jawab Ryan lirih.

Penduduk itu memperjelas pertanyaannya, "Bukan itu nak.. Bagaimana dengan tentara-tentara itu? Apa kau melihat mereka?"

Ryan sedikit merasa aneh, ia kemudian menjawab, "Tidak.. mereka sudah tidak ada.."

Eric, adik Ryan, ikut bertanya, "Apa tadi kakak tidak diikuti oleh tentara yang kejam itu?"

Ryan tampak pucat.. ia sadar bahwa bisa saja ia diikuti dan tentara itu akan mengetahui tempat persembunyian mereka ini..

Belum sempat Ryan menjawab pertanyaan adiknya, tiba-tiba saja tentara Soren masuk ke dalam gua itu.

"Kalian telah dikepung! Serahkan diri kalian baik-baik atau mati!", bentak seorang tentara.

Warga Errhean yang bersembunyi di dalam gua itu pun panik, sesegera mungkin mereka menunggangi Cryslik mereka dan menerobos kepungan tentara Soren. Ayah Ryan mengangkat senjata, sebuah pedang yang baru ia beli di kota dekat Tower of Cryslik, ia membantu warga Errhean lainnya untuk melarikan diri. Ibu Ryan pun menyuruh kedua anaknya untuk melarikan diri dengan Enhart. Ryan menyadari keadaan ini, ia pun mendengarkan perkataan orang tuanya, percaya bahwa keduanya akan baik-baik saja. Ayah dan ibu Ryan melarang mereka agar sama sekali tidak boleh melihat ke belakang dan terus terbang menjauh dari Errhean. Tapi di tengah perjalanan adik Ryan yang masih kecil itu tidak mau mendengar perkataan kakaknya, memaksa Enhart terbang kembali ke Errhean yang sedang dilahap api perang. Ryan berusaha menghentikannya, mengejar adiknya kembali ke Errhean.

Di sana, mereka berdua melihat warga Errhean yang tersisa dibantai dengan kejam, Eric melihat orang tuanya dilukai, langsung menyerbu ke arah tentara Soren. Tanpa pikir panjang tentara itu langsung membunuhnya. Ryan tercengang sebentar melihat kejadian itu dan langsung menyerang tentara Soren dengan flail yang baru saja diberikan oleh ayahnya, tapi bagaimanapun mereka lebih kuat dalam pertarungan. Ryan kalah dalam pertarungan itu dan kehilangan kesadarannya. Tentara itu lalu bersiap mengibaskan pedangnya pada Ryan tapi dihentikan oleh Enhart, ia menyerang tentara itu. Ayah Ryan dengan badan penuh luka dan kesadaran yang tinggal sedikit lagi menaikan Ryan ke punggung Enhart dan menyuruhnya membawa Ryan pergi dari Errhean. Dengan suara lantang, ia berkata, "Jangan melihat ke belakang! Berjalanlah terus ke depan, dan engkau akan dapat bertahan hidup nak!". Tentara Soren yang geram mengayunkan pedangnya dan dalam sekejap Nado, ayah Ryan, jatuh bersimbah darah. Ryan yang pingsan tidak tahu bahwa itu adalah hari terakhir kemakmuran Errhean yang tetap terjaga selama ratusan tahun, hancur di tangan Soren.

Dalam keadaan tidak sadarkan diri Ryan menangis, ia teringat akan masa bahagia yang dihabiskannya bersama dengan keluarganya yang tercinta, yang kini sudah tinggal kenangan saja. Seketika, Ryan terbangun dan mendapati dirinya terbaring di bawah pohon apel, tak seberapa jauh dari Errhean. Enhart yang tampak kelelahan tertidur pulas di sebelah penunggangnya itu. Ryan menyadari, pasti ayah dan ibunya telah meninggal pula, menyusul adiknya. Sebagai penghormatan terakhirnya, Ryan menanamkan Deudenum yang diminta ibunya. Dalam tradisi Errhean, Deudenum merupakan makanan pokok yang dapat tumbuh meskipun dalam keadaan kekurangan air, karena konon, arwah nenek moyang mereka terus hidup dan menumbuhkan tanaman itu.

Malam itu, Ryan dan Enhart beristirahat di bawah pohon apel itu, sambil memikirkan pula langkah apa selanjutnya yang harus ia lakukan setelah tragedi hari itu. Ada juga perasaan bersalah dalam dirinya, "Seandainya waktu itu aku tidak masuk ke dalam Pact of Firestorm Cave dengan terburu-buru tanpa memperhatikan situasi...", katanya pelan dalam hati. Ryan sangat ingin membalaskan dendamnya, namun tidak sedikitpun yang ia ketahui tentang dunia di luar Errhean...

to be continue...

Cerita ini dibuat berdasarkan cerita dari RPF Suikoden Destiny, saya harap para pembaca menikmatinya. Untuk cerita yang lebh lanjut, dapat Anda lihat secara langsung ke Suikoden Destiny.

Next Chapter : Shimmering Hope

Please enjoy reading it