.
WARN! M Rated. Saya tidak menanggung akibat jika anda memutuskan membaca fanfic ini lebih lanjut. Jika tidak suka silahkan keluar dari laman ini. Tidak menerima bash karena unsur enaena tidak berfaedah ini hehe. Kritik dan Saran sangat membantu.
.
.
.
"Kau mabuk, idiot!" Jungkook mengguncangkan bahu Taehyung frustasi. "Ayo pulang!" desaknya dengan tidak tahu diri memukul punggung si Kim keras.
"Aku tidak mabuk, Jeon! Lihat, aku masih berjalan normal!" Si Kim yang mabuk itu tertawa sumbang. Lalu dia mengalungkan lengannya di leher Jungkook, menyeret yang lebih muda berjalan sempoyongan bersamanya.
"Dasar, sial―"
"Jungkook-ssi, ada yang bisa kubantu?" Suara lembut khas wanita memasuki indera pendengarannya. Lantas Jungkook menoleh, mendapati Kang Haneul―mahasiswi cantik angkatannya yang Jungkook ketahui dengan baik menyimpan perasaan khusus ke Kim Taehyung. Bahkan hampir menjurus obsesi untuk menjadikan Kim Taehyung sebagai ayah dari anak-anaknya kelak menurut kabar gossip yang terdengar. Ew.
"Ah, haneul-ssi. Tidak, tidak ada. Aku bisa sendiri." Kata Jungkook, memasang senyum sebaik mungkin yang dia bisa, mengabaikan fakta bahwa bahunya mulai pegal karena Taehyung kini menumpu seluruh bobotnya ke kalungan tangannya di leher Jungkook. Semuanya agar Kang Haneul kembali ke tempatnya, setidaknya tidak melakukan hal aneh ke Kim Taehyung sudah cukup.
"Tidak apa-apa, aku tulus membantu. Kupikir kau keberatan membawa Taehyung seorang diri." Wanita keras kepala itu terus mendekat, dan Jungkook separuh melotot saat Haneul berdiri di sisi satunya, tangannya mengusap lengan Taehyung yang berbalut mantel hitam sensual sebelum mengalungkan lengannya hingga dada wanita itu berjarak dekat dengan lengan si Kim yang mabuk. Berbahaya.
Secepat kilat Jungkook menarik Taehyung lebih mendekatinya hingga tangan lentik si wanita tersentak lepas, anak itu memasang raut polos tidak berdosa. Memandang teman-temannya yang masih berkumpul di depan kedai merencanakan ronde dua acara minum-minum mengabaikan Haneul yang memasang wajah kesal.
"Hei, teman-teman. Maaf aku duluan." Jungkook berujar cukup keras, melayangkan tatapan bersalah dan mengedikkan dagu ke Taehyung. "Aku akan mengantar Taehyung pulang." Lanjutnya. Teman-temannya mengangguk paham, mengerti sekali kedekatan Kim dan Jeon sebagai sahabat sehidup semati. Haneul membuka mulut ingin berkata sesuatu, dan sebelum wanita itu mengeluarkan suaranya Jungkook cepat-cepat melambaikan tangan dan berbalik. Secepat mungkin menjauh dari wanita berbahaya dengan Taehyung berjalan terseret di sebelahnya.
Ah terkutuk kau, Kim Taehyung.
.
Boy friend or Boyfriend
Taekook Fanfiction ― M Rated
© Celestaeal
.
Membawa Taehyung kembali ke apartemennya bukan hal yang mudah, omong-omong. Apalagi saat di bus Taehyung meracau memalukan dan menunjuk-nunjuk jendela separuh sadar. Untung saja busnya sepi. Dan yang lebih parah lagi ketika mereka turun, baru saja menginjakkan kaki di halte dan saat itu juga Taehyung memilih waktu yang tepat untuk muntah. Mengotori halte tujuan mereka dan bagian depan mantel serta kemeja Jungkook.
Jungkook mengumpat, memukul kepala belakang Taehyung keras dengan wajah kesal dan jijik luar biasa. Taehyung sendiri tidak sadar, tapi untungnya Taehyung setelah muntah pemuda itu sedikit lebih baik; dia bisa berjalan lurus meski masih terhuyung-huyung dan masih meracau.
Apartemen Taehyung berada di lantai lima, dan Jungkook mati-matian menahan jijik selama di lift dengan Taehyung yang masih meracau dan menumpu kepalanya di bahu Jungkook. Jungkook sendiri sudah mengumpat-umpat kecil dari tadi hingga saat pintu lift terbuka di lantai lima, pemuda itu menggeret Taehyung dengan kasar dan segera memencet password pintu tidak sabar.
Jungkook menyeret Taehyung ke ruang tengah, menuntunnya duduk di sofa miliknya dan sempat mengambil segelas air putih untuk Taehyung. "Minum." Katanya dengan wajah galak. Setelah Taehyung menghabiskan segelas air, Jungkook bergegas ke ruang laundry. Melepas mantelnya dan berhati-hati melepas kemejanya. Wajahnya masam dengan hidung mengerut jijik. Jungkook sudah sering mampir ke apartemen Taehyung dan dia hapal letak barang-barang disana. Jadi bukan hal yang sulit baginya untuk menemukan deterjen dan pewangi pakaian. Pemuda itu menyiram bekas muntah Taehyung di wastafel hingga bersih sebelum memakai mesin cuci. Tidak mungkin Jungkook pulang ke apartemennya sekarang dengan baju terkena muntahan si Kim itu.
Jijik.
Jungkook memutuskan untuk menumpang mandi, setelah memastikan ada handuk baru yang selalu tersedia di laci kabinet daripada dia menunggu di ruang laundry dengan bertelanjang dada, melupakan si Kim yang mabuk di ruang tengah.
Usai mandi, masih dengan rambut basah dan air yang menetes dari poninya Jungkook berdiri di depan mesin cuci dengan sehelai handuk menutupi bagian bawahnya. Suara mesin cuci membuatnya melamun dan tidak mendengar suara langkah kaki. Dia tidak menyadari Taehyung menyusulnya ke ruang laundry, dan tersentak kaget saat si Kim yang mabuk itu memeluknya dari belakang.
"Tae!" Jungkook menengok, berkedip dua kali menyadari jarak wajahnya dengan Taehyung sangat dekat karena pemuda itu menumpu wajah di bahu telanjangnya.
Jungkook mengerjap―lagi, menyadari Taehyung memasang wajah serius. Matanya menatap tajam dengan poninya acak-acakan tersibak. Dahinya berkeringat dan pipinya memerah.
"Jeon―" Taehyung berbisik, suaranya serak dan begitu dekat dengan telinga Jungkook hingga dia merinding. Tangan Taehyung yang semula bertengger di perutnya beralih naik, memenjarakan Jungkook dengan pelukan erat sepanjang dada dan perut.
"T―tae?" Jungkook berbisik pelan, menggeliat pelan karena Taehyung mengecupi tengkuknya. "Taehyung!" Jungkook meringis, berusaha menghentikan tangan Taehyung yang mengusap-usap bagian depan badannya.
"Jungkook." Taehyung berujar lagi, mengecupi kulit lembab Jungkook di tengkuk, leher dan bahunya. Pemuda itu menyesap wangi harum sabunnya di belakang leher Jungkook kuat-kuat hingga Jungkook sendiri merinding merasakannya. Tangan kanannya mencekal kedua tangan Jungkook yang terus memberontak sementara tangan kirinya merambat berbahaya di tepi handuknya.
Jungkook meronta. Melepaskan diri sekuat tenaga dari pelukan Taehyung, entah sejak kapan si Kim itu mempunyai tenaga yang lebih besar dari dirinya. Jungkook berkelit, susah payah keluar dari pelukan Taehyung. Kemudian Jungkook berbalik, berhadapan dengan Taehyung dan sebelum dia berucap, Taehyung membungkam mulutnya dengan mulutnya sendiri.
Jungkook terlonjak kaget.
Taehyung.
Kim Taehyung, sahabatnya menciumnya!
Lebih tepatnya―menciumnya panas.
Kedua pergelangan tangannya telak dicekal Taehyung, menahannya memberontak lepas. Dorongan dari Taehyung membuatnya perlahan mundur, mundur hingga belakangnya menabrak mesin cuci, dan Jungkook tersedak ludahnya sendiri karena getaran mesin cuci yang merambati tubuhnya.
Taehyung memutus ciuman mereka dan Jungkook terbatuk-batuk. Pemuda bermarga Kim di depannya tidak tinggal diam, dia beralih menciumi sepanjang leher Jungkook. Memberi ciuman basah dan meninggalkan ruam-ruam di sepanjang area yang bisa dijangkaunya. Tangannya berpindah memeluk pinggang Jungkook, memenjarakan Jungkook di antara mesin cuci dan dirinya.
"Tae―berhenti..." Jungkook meronta, mendorong bahu Taehyung menjauh. Namun semakin lama dorongannya melemah, salahkan mesin cuci yang tidak berhenti bergetar di sekitar bokongnya dan tubuh hangat Taehyung yang memerangkapnya.
Jungkook gemetar, berjengit kecil. Ciuman Taehyung terus turun hingga pemuda itu mengecupi dada Jungkook, bermain-main dengan pucuk dada yang perlahan mulai tegak mencuat itu.
Jungkook mengeluarkan desahan panjang saat Taehyung melingkupi pucuk dadanya dengan mulut, menghisap pucuk dada seperti bayi yang menyusu. Desah yang seketika keluar dari mulutnya itu membuat Jungkook tersadar. Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala berusaha menyadarkan diri. Jungkook kembali meronta, mendorong dan sebisa mungkin menjauhkan Taehyung.
Namun sepertinya itu tindakan yang salah. Karena Taehyung menggigit pucuk dadanya main-main dan saat Jungkook mendorong wajah Taehyung menjauh maka otomatis nipple yang terperangkap di antara giginya itu tertarik. Dan Jungkook mengerang ngilu tapi nikmat saat sensasi sakit yang menyenangkan itu menghujam telak ke kejantanannya.
Jungkook menggigit bibir, merutuki mulutnya yang kurang ajar mengeluarkan suara-suara laknat. Jungkook tidak tahu saja bahwa erangannya tadi membuat Taehyung semakin bersemangat. Tangan Taehyung menahan pinggulnya dan tangan lainnya mencekal bokongnya yang tertutup handuk. Jungkook memejamkan mata erat saat tangan Taehyung yang seenak hati meremas pipi pantatnya dan getaran mesin cuci tidak membuatnya lebih baik.
Jungkook merapatkan mata erat-erat hingga dia bisa merasakan matanya berair dan mulai berkunang-kunang. Jungkook tidak mengelak kalau ciuman dan remasan dan getaran itu membuatnya bernafsu. Meski dia menolak mati-matian, tubuhnya berkhianat dengan bereaksi dengan rangsang.
Lihat saja pada kejantanannya yang mulai keras dan tegak.
Taehyung tentu menyadari bahwa Jungkook mulai terangsang, pemuda itu tersenyum miring. Dia menegakkan tubuh; kembali mencium bibir Jungkook yang merah karena dari tadi terus digigiti. Jungkook mengerang kecil, refleks menutup mata saat Taehyung menciumnya. Mereka memagut bibir satu sama lain dan Jungkook mendecap rasa blueberry bercampur alkohol dari mulut Taehyung. Nafas keduanya berantakan tapi mereka tetap berciuman panas yang melibatkan lidah.
Jungkook tahu ini salah. Tidak seharusnya sahabat melakukan hal seperti ini, tapi pikirannya terlalu pusing dan berkabut untuk menolak sekarang. Jungkook hanya bisa memekik terkejut saat tangan Taehyung menangkup kedua bokongnya dan mengangkatnya ke atas mesin cuci.
Itu membuat Jungkook refleks mendongak dan meremat pinggir mesin cuci. Getaran mesin bekerja berada tepat di pantatnya dan Jungkook bahkan bisa merasakan twinsball juga penisnya ikut bergetar.
Jujur saja, ini enak sekali―sialan.
Taehyung terkekeh kecil mendapati Jungkook di atas mesin cucinya―bersandar lemah pada dinding, tangan dengan buku-buku jari memutih karena rematan pada pinggir mesin cuci terlalu keras, kepala mendongak dan hampir telanjang―ditutupi selembar handuk yang tidak terlalu menutupi lagi karena kejantanan Jungkook yang sudah benar-benar tegak membuat handuknya tersibak―pemandangan erotis yang menjadi fantasi liar setiap pria.
Pemuda di atas mesin cuci itu hampir kehilangan kewarasannya, bibirnya mengeluarkan desahan-desahan kecil dengan suaranya yang lembut. Tubuhnya bergetar seirama dengan mesin cuci. Kesadarannya terombang-ambing antara nyata dan maya. Taehyung menjilat bibir, menarik kaki Jungkook mendekat dan membuka kakinya. Kedua telapak tangan Taehyung yang lebar berada di atas pahanya; merasakan paha kencang yang bergetar dibatasi selembar handuk. Kemudian jemarinya meraba simpul handuk Jungkook pelan, lalu membukanya hingga Jeon Jungkook sekarang telanjang bulat di atas mesin cuci Kim Taehyung dengan kaki mengangkang terbuka.
Jungkook tidak memberontak, kesadarannya sendiri sudah di ujung tanduk dan terlalu pening untuk memberontak.
Taehyung mendecap bibir, dengan berat hati menjauh dari Jungkook. Pemuda itu membuka salah satu laci kabinet, meraih sebotol aloe vera gel―mengeluarkan gel banyak-banyak melapisi jemarinya.
"Jungkook." Taehyung berbisik, menarik dagu Jungkook untuk kembali menciuminya lagi. Refleks mata keduanya menutup, meresapi pagutan bibir untuk kesekian kalinya. Tangan Taehyung yang lengket oleh gel merambat sepanjang kaki, menurun sebelum masuk dan bergerilya berbahaya di sepanjang lipatan pantat Jungkook. Jungkook mengerang, jemari lengket yang dingin itu menyibak belahan pipi pantatnya, menusuk pelan dan bermain-main di lubang bawahnya.
Perlahan salah satu jari Taehyung mencoba masuk, teramat pelan dan berhati-hati membuka lubang anal yang amat sangat rapat itu. Jungkook bergidik, mengerutkan kening di sela ciumannya. Jungkook belum pernah merasakan ini sebelumnya, merasakan bagaimana bagian bawahnya yang dibuka dan dimasuki. Apalagi orang pertama yang melakukan semua ini kepadanya adalah Taehyung―sahabatnya yang melakukan ini! Jungkook merasa sangat malu sekaligus bersemangat; dan gelombang rasa itu membanjiri Jungkook, bergerak dengan cepat dari tengkuk hingga sumsum tulang belakangnya.
Jungkook tidak bisa menahan erangan tertahan yang keluar dari mulutnya, ciumannya dengan Taehyung berantakan. Sangat berantakan, terburu-buru dan tidak beraturan. Jari Taehyung yang berada di dalamnya juga tidak membantunya untuk menahan diri. Dan anehnya semua itu membuatnya sangat terangsang. Jungkook juga tidak bodoh untuk merasakan selangkangan Taehyung yang keras karena jelas sekali itu menusuk-nusuk lututnya dari tadi.
Jungkook tahu―amat sangat tahu akan berakhir kemana semua ini. Seharusnya Jungkook menolak, menghentikan ini semua sebelum terlambat. Tapi ciuman Taehyung dan panas tubuh Taehyung terasa sempurna. Gairah panas antara keduanya itu terasa sangat baik dan Jungkook bukanlah orang munafik yang akan menolak semua ini padahal jelas sekali dia sangat menikmati. Jungkook menyukai rasa lembab dan basah yang ditinggalkan ciuman Taehyung di tubuhnya. Jungkook tahu ini salah, tidak seharusnya dia menyukai ini. Tapi tatapan tajam Taehyung dan bisikan namanya saat pria itu mengukungnya membuat Jungkook membuang jauh segala kewarasannya.
Kepala Jungkook terasa pusing karena ledakan gairah dan dia menggeleng kecil tak terima saat ciuman keduanya terputus. Taehyung terkekeh, suaranya serak dan berat. Dia sedikit menjauh, mengusap pinggang telanjang Jungkook dengan tangan kanannya yang bebas. Tiga jari di tangan kirinya sudah berada di dalam Jungkook, bergerak amat pelan membuat Jungkook sesekali berjengit.
Gerakan Taehyung dalam Jungkook statis. Dia menatap Jungkook dalam, seratus persen sadar atas apa yang dia lakukan, melakukan hal tidak senonoh ke sahabatnya sendiri. Tapi tadi dia memang mabuk, dan mendapati Jungkook yang bertelanjang dada di kamar mandi rasanya membuat mabuknya hilang dan berganti menjadi rasa panas yang menyerang selangkangannya.
"Ta―tae?" Suara Jungkook lirih, matanya yang sayu memandang balik Taehyung yang terdiam. Di bawah sinar lampu badannya yang putih berkilat basah dan Taehyung melihat dengan jelas ruam merah samar yang nantinya akan berubah lebih pekat. Pipinya yang putih merona kemerahan dan Taehyung tidak bisa menahan senyum melihat kerjapan mata basah Jungkook yang tampak bingung.
Jungkook menelengkan kepala dan sebelum dia kembali bertanya, Taehyung bergerak. Tangan kirinya menghujam rectum Jungkook cepat dan mesin cuci yang beberapa detik lalu sudah berhenti kini kembali bergerak, bergetar dengan intensitas yang lebih tinggi dan Jungkook hampir merosot jatuh dari atasnya karena menggelinjang. Tangan Taehyung yang bebas menahan pinggulnya dan Jungkook hampir menangis merasakan lubangnya dimainkan dan getaran yang lebih intens ini membuatnya gila.
Tubuhnya beberapa kali menggelinjang di atas mesin cuci. Dia mendesah dan mengerang di antara deguk tangisnya. Ya―Jungkook menangis. Jungkook merasa dilecehkan tapi sialnya ini sangat nikmat hingga dia sendiri tidak bisa menolak. Napasnya tersendat-sendat dan bibirnya tidak berhenti merintih. Tangannya mencekal tangan Taehyung di pinggulnya. Air matanya tidak berhenti turun karena sentakan rasa yang luar biasa enak dari jari Taehyung di dalamnya.
Taehyung menjilat bibir menatap Jungkook dengan kepala mendongak, bertumpu pada dinding karena tubuhnya sendiri telentang di atas mesin cuci dengan kaki yang lemas terbuka lebar. Dan di antara kedua kakinya ada tangan Taehyung yang melecehkan bokongnya. Bokong Jungkook rapat dan hangat dan tidak berhenti bergetar. Taehyung suka sekali melesakkan jarinya masuk dalam-dalam di titik yang pas, karena Jungkook akan menjeritkan namanya lantang dengan badan kelojotan.
Semua dalam diri Jungkook erotis. Parasnya yang merona dan badannya yang terus menggelinjang juga segala rintihan nama Taehyung yang keluar dari bibirnya.
Taehyung tidak bisa berhenti.
"Tae―Taehyung! Taehyung!" Jungkook menjerit, matanya tertutup rapat dan badannya melengkung cantik di atas mesin cuci. Kejantanannya yang sedari tadi merah dan terabaikan mengeluarkan isinya dan tidak berhenti di satu kali tapi beberapa kali mengeluarkan sperma sambil berkedut-kedut.
Taehyung terkejut sebenarnya, apalagi muka Jungkook sangat erotis saat sampai. Tapi itu semua tidak bertahan lama karena setelah itu tangan Taehyung yang bebas mengambil alih kejantanan Jungkook.
Jungkook terengah. Orgasme paling memuaskan selama dia hidup dan itu semua ulah Taehyung. Dan dia baru sampai beberapa detik yang lalu dan itu membuat tubuhnya sangat sensitive, jadi Jungkook memekik kaget saat tangan Taehyung menggenggam kejantannya. Jungkook merintih menolak saat Taehyung mengusap kepala kejantanannya main-main.
"Janganh―" Jungkook mencekal pergelangan tangan Taehyung berusaha membuatnya berenti, tapi tenaganya seolah habis dan dia lemas luar biasa. Taehyung terkekeh, Jungkook merengut kesal dengan wajah seksi membuat Taehyung gemas. Taehyung bermain dengan kepala penisnya, tahu sekali itu bagian yang sangat sensitive pasca-orgasme. Respon Jungkook seperti yang dia duga, seksi sekali tapi juga menggemaskan.
"Ah―jangan… disitu―ngh" Jungkook mengerang tertahan, penisnya masih super-ultra sensitive! Harusnya Taehyung tidak bermain-main apalagi kepalanya yang sedari tadi masih berkedut-kedut. Jungkook bergerak gelisah kemudian memejamkan mata erat dengan desah puas saat spermanya kembali keluar beberapa; mungkin sisa yang tadi? Entahlah Jungkook tak tahu tapi yang pasti lama kelamaan Taehyung memainkan kepala penisnya membuatnya keenakan juga.
"Mmh―" Jungkook mendesah lirih karena jari Taehyung yang masih di dalamnya bergerak keluar. Dia membuka mata, bertatapan langsung dengan Taehyung yang ternyata mengamatinya sedari tadi. Jungkook merona―kalau pipinya bisa lebih merah lagi. Malu sekalii.
Taehyung mencondongkan tubuh, mencium bibir Jungkook; menarik bibir bawahnya yang tebal gemas. "Tentu kau tidak berpikir semua akan selesai disini, kan?" Jungkook mengerjap, mengolah ucapan Taehyung barusan. Belum sempat dia membalas, Taehyung sudah terlebih dahulu menciumnya kembali.
.
.
Taehyung terbangun dengan badan luar biasa pegal.
Dia berkedip-kedip pada posisi telentang. Matanya masih mengatup sayu dan dia sesekali menguap. Taehyung memalingkan wajah, meraih bantal di dekatnya dan memeluknya. Taehyung menguap―lagi, merasa gerah dan badannya lengket tapi terlalu malas untuk beranjak dari ranjang.
Beberapa detik Taehyung terkantuk-kantuk sebelum kesadarannya perlahan naik; dan saat dia sadar sepenuhnya Taehyung terbelalak. Dia duduk secara tiba-tiba dan mengumpat karena tingkahnya membuat kepalanya terasa dipukul batu. Dia menoleh kesana kemari, menjelajahi kamarnya yang kosong. Tidak ada siapapun, hanya ada onggokan pakaiannya semalam di lantai dan sprei yang berantakan. Kemudian dia melompat turun, bergegas menyusuri apartemennya melupakan keadaan dirinya yang telanjang bulat. Dia mendapati dapur dan ruang tengah kosong, dengan kondisi panik dia menuju kamar mandi. Untuk kemudian terdiam karena kamar mandi pun kosong.
Astaga―kemana Jungkook?
Taehyung ingat, ingat sekali apa yang diperbuatnya semalam dengan Jungkook; dan bangun di pagi hari tanpa kehadiran Jungkook membuatnya panik. (Taehyung juga ingat semalam dia sempat muntah dan Jungkook mencuci pakaiannya, tapi mesin cuci juga kosong)
Taehyung berlari menuju kamar, meraih celananya. Seingatnya dia terakhir kali melihat ponselnya saat menjejalkan masuk di saku celana. Taehyung bersyukur sekali karena ponselnya masih disana. Pemuda itu menarikan jemarinya di layar ponsel, mencari kontak Jungkook di salah satu aplikasi chatting kemudian menelfonnya.
Beberapa detik dia menunggu tapi panggilannya tidak diangkat. Bahkan tampilan chatnya dengan Jungkook menunjukkan lambang telefon dengan tulisan 'No Answer'. Berulang kali Taehyung mencoba, tapi hasilnya sama. Taehyung mendesah frustasi, mencari nomor ponsel Jungkook di kontaknya dan mengumpat lagi karena tidak mendapati nomor ponselnya. (Yah, Taehyung terbiasa menggunakan aplikasi chatting jadi dia tidak merasa harus mempunyai nomor ponsel teman-temannya) Kalang kabut dan panik, Taehyung melirik jam di nakas. Masih jam 9 pagi.
Pemuda itu melempar ponselnya asal ke kasur dan bergegas mandi dan bersiap. Pokoknya dia harus mencari Jungkook―untuk minta maaf soal kemarin.
.
.
Impian hidup Jungkook itu sederhana.
Dia ingin hidup bahagia, menikahi wanita yang dicintainya dan membangun rumah tangga bersama. Selama ini Jungkook menganggap pernikahan adalah hal yang sakral. Karena itu, Jungkook menjaga dirinya agar pantas bersanding dengan calon wanita-nya. Meski mendapat julukan International Playboy, Jungkook tidak pernah bermain-main dengan wanita.
Tapi, apa yang selama ini Jungkook jaga ternyata telah direnggut oleh Taehyung. Dan bodohnya Jungkook tidak berusaha keras untuk menolak. Kesadaran itulah yang membuatnya kecewa dengan dirinya sendiri, dan sejak pergi dari rumah Taehyung anak itu menangis. Tidur tengkurap―bergelung dalam selimutnya.
Jungkook menangis bukan hanya karena kecewa pada dirinya sendiri karena status perjakanya hilang, tapi juga karena bokongnya sakit sekali. Untuk berjalan pelan saja sakitnya luar biasa. Jungkook sedih sekali, perutnya kelaparan dari tadi tapi dia tidak bisa beranjak bangun. Dia hanya bisa tidur tengkurap.
Semua karena Taehyung.
Tidak, tidak―Jungkook tidak menyalahkan bagian perjakanya yang hilang―yah, sedikit. Sedikit saja soalnya Jungkook juga menikmatinya jadi Jungkook pikir kejadian semalam bukan pemerkosaan karena Jungkook juga merasakan enak. Tapi yang Jungkook salahkan dari Taehyung karena ulahnya membuat bokongnya nyut-nyutan! Bokongnya terasa panas sekali dan sakit.
Yah, sudah lapar. Sakit pula. Lengkap sekali hidupmu, Jeon Jungkook.
Anak itu cemberut di dalam selimut, mau delivery tapi nanti dia juga harus berjalan lagi ke depan untuk mengambil. Sudah cukup Jungkook berjalan hari ini. Sakit!
Tadi pagi saja saat matahari baru saja terbit dan Taehyung masih tidur pulas, Jungkook kabur dari apartemen sahabatnya itu. Mengambil bajunya yang masih basah dari dalam mesin cuci (Jungkook ingin menangis mengingat perbuatan laknat apa yang telah Taehyung dan dia lakukan di atas mesin cuci itu) dan bergegas kabur dari sana dengan langkah pelan. Untung taxi sudah beroperasi pagi-pagi, jadi Jungkook tidak kerepotan pergi ke stasiun bawah tanah dan berdesakan kereta.
Pulang ke apartemennya pun Jungkook kesusahan. Berulang kali Jungkook mengumpat dan mendecih kesal karena tiap berjalan membuatnya merasakan sakit. Taehyung memang sialan.
Oh ya, bukan hanya itu sialan-nya Taehyung. Saat Jungkook mandi, dia baru tahu kalau badannya penuh bercak-bercak merah. Bahkan sampai kaki! Dobel sialan untuk Kim Taehyung.
Pokoknya kalau bertemu dengan anak itu, Jungkook akan memukulnya! Menghajarnya kalau perlu karena ulah sialan bocah itu semalam!
.
.
Salju itu ternyata dingin.
Pemikiran bodoh Kim Taehyung yang menunggu di depan pintu ruang klub dance sejak jam 10, terpekur sendirian menatapi jalan setapak yang tertimbun salju putih. Sesekali merapatkan kerah mantel coklatnya, pemuda itu berharap ada seseorang yang dia tunggu datang. Karena dia masih ingat, perkataan orang itu kalau hari ini dia ada latihan dance jam 10 pagi.
Dua jam dia menunggu dan harapannya separuh menguap saat Park Jimin―mahasiswa seni suara tahun kedua yang datang.
"Loh? Taehyung? Sedang apa disini?"
"Jimin―Park Jimin. Nomor Jungkook. Cepat." Mengabaikan tatapan kebingungan Jimin, Taehyung terburu memegang erat kedua bahu Jimin.
"Hah?" Respon lambat Park Jimin dibalas decakan sebal oleh Taehyung.
"Nomor Jungkook. Aku butuh sekarang, cepat Park Jimin." Menjilati bibirnya frustasi, Taehyung menahan diri untuk tidak merampas ponsel Jimin sekarang juga.
"Oh? Nomor? Um―oke." Jimin linglung dengan keadaan, Memberikan nomor ponsel Jungkook ke sahabatnya―tunggu, mereka sahabat kan? Kenapa Taehyung tidak mempunyai nomor ponsel Jungkook?
"Terima kasih, Jimin!" Sedetik setelah mendapat nomor, Taehyung membungkuk sekali dan buru-buru berlari menjauh―
"Eh? Taehyung-a? Hei! Ada apa?"
―menghiraukan Jimin yang berteriak-teriak di belakangnya dengan raut wajah luar biasa bingung.
.
.
Kim Taehyung benar-benar panik.
Ujung kuku jempolnya dia gigiti, dengan ponsel tertempel di telinganya. Pemuda tampan itu berjalan mondar-mandir di depan mobilnya, meski lapangan parkir sudah penuh oleh salju setebal mata kaki.
"Ayo angkat, Angkat Jung. Ang―
"Halo?"
"Oh! Jungkook-a!" Taehyung tidak berusaha menyembunyikan senyum leganya saat suara Jungkook terdengar di seberang line. "Ini aku, Taehyung."
"Um-aku tahu."
Suara ragu Jungkook membuat beban perasaan Taehyung semakin berat. "Jungkook-a, dimana?"
"Uh―kenapa?"
"Bisa kita bertemu?" kata Taehyung berharap. Tidak ada sahutan, selain hembusan nafas teratur Jungkook dan Taehyung hapal betul, keterdiamannya tanda bahwa sahabatnya enggan memberitahu Taehyung. Well―Taehyung maklum.
"Kita harus membicarakannya. Soal kemarin maksudku―." Kata Taehyung lagi, berkali-kali menjilat bibirnya sendiri merasakan gugup luar biasa menderanya hingga jantungnya berdentum tak karuan. "Apa kau sedang di luar sekarang? Tadi aku ke apartemenmu tapi kau tidak ada." Tambah Taehyung.
Tidak ada jawaban dan Taehyung mulai menghitung dalam hati. Hingga detik ke-sepuluh dan Taehyung berusaha keras menahan tubuhnya sendiri yang ingin bergerak otomatis membenturkan kepalanya ke kap mobilnya.
"Aku di apartemen. Kau tahu kode kuncinya." Suara lirih Jungkook akhirnya terdengar dan Taehyung langsung gesit membuka pintu mobilnya.
"Oke. Baik. Tunggu aku, jangan kemana-mana!"
.
.
Taehyung celingukan.
Setelah memberanikan diri membuka pintu dengan nomor 309 dan harap-harap cemas bertemu Jungkook, dia dihadapkan dengan apartemen yang kosong. Taehyung meletakkan kantung plastik di meja makan―sudah jam makan siang, jadi Taehyung berinisiatif membawa makanan dan beberapa kudapan―dan melangkahkan kaki pelan-pelan mencari Jungkook.
Taehyung memastikan ruangan di apartemen itu kosong sebelum berjalan ke depan pintu kamar Jungkook. Pemuda itu menarik nafas dan menghembuskannya gugup sebelum mengetuk pintunya dua kali.
Tidak ada respon.
Taehyung mengerjap, memutuskan untuk membuka pintu itu pelan. Kepalanya melongok ke dalam dan matanya menangkap gundukan selimut―Jungkook.
Taehyung memutuskan menyelinap masuk, berjalan dengan langkah perlahan sekali sampai di samping tempat tidur. Jungkook masih belum menyadarinya.
"Jungkook?" Taehyung berkata pelan.
Gundukan di dalam selimut itu bergerak dan beberapa detik kemudian menyembulkan kepala Jungkook yang tidur tengkurap.
"Oh―kau."
Bertatapan dengan Jungkook setelah semalam membuat Taehyung kikuk, pemuda itu menjilat bibir gugup. Jantungnya juga jadi berdetak lebih kencang. Selain karena malu bertatap muka, respon Jungkook yang ini tidak diharapkan Taehyung. Sejujurnya saat dia di mobil, Taehyung sudah membayangkan banyak scenario. Mulai dari Jungkook yang menghajarnya sampai mati atau Jungkook yang menangis dan menamparnya (biasanya di drama seperti itu kan?) atau Taehyung yang bersujud meminta maaf di depan Jungkook. Bukan apa, bukan rahasia di antara mereka berdua tentang Jungkook yang sangat menjaga diri itu, dan semalam keduanya melakukan hubungan badan. Otomatis, Jungkooklah pihak yang dirugikan disini.
Jadi Taehyung merasa sudah sepantasnya dia disalahkan dan tanggung jawab atas ulahnya yang setengah mabuk itu. Iya, setengah mabuk. Karena Taehyung sangsi semalam dia benar-benar sadar atau masih mabuk, karena kegiatan semalam itu terasa sangat nyata tapi juga seperti mimpi di benaknya.
"Um. Hai." Kata Taehyung. Kemudian pemuda itu meringis, mengatai diri sendiri bodoh berulang kali dalam hati. Orang macam apa yang berkata hai di saat seperti ini?
"Hm." Jungkook berdeham pelan, memandang Taehyung dengan wajah datar.
Taehyung menelan ludah gugup, sepertinya Jungkook marah?
"Eh―aku membawakanmu makanan. Kau mau?" Katanya.
Jungkook berkedip, "Boleh." Katanya dengan wajah datar, tapi Taehyung bisa melihat matanya yang berbinar. Lantas Taehyung mengangguk, segera keluar kamar dan kembali lagi dengan kantung plastic tadi. Jungkook yang masih diam di posisi yang sama sedikit melongo.
Makanan semua itu? Banyak sekali!
Taehyung menarik kursi di meja belajar Jungkook mendekat, dia meletakkan plastic disana dan membuka beberapa kotak makanan. Jungkook bergerak, sangat hati-hati dan sesekali dia akan meringis berusaha duduk. Gerakan itu tidak lepas dari mata Taehyung karena pemuda itu sesekali melirik Jungkook. Taehyung mengerutkan alis, merasa dobel bersalah kepada Jungkook.
"Mau ayam atau mie?" tanya Taehyung, di tangannya ada dua kotak berisi ayam dan mie.
"Dua-duanya, boleh." Jawab Jungkook dengan mata fokus menatap kotak-kotak itu. Taehyung ingin tertawa, tapi dia masih sadar diri sehingga menahan diri.
"Lepas selimutmu, nanti kotor." Kata Taehyung, melirik Jungkook yang masih menggulung selimut rapat-rapat di sekitarnya.
Jungkook menggeleng.
Taehyung mengerutkan kening.
"Kenapa? Nanti kotor." Kata Taehyung lagi, Taehyung hapal betul kalau Jungkook itu anak yang bersih, dia tidak suka noda kotor.
Jungkook lagi-lagi menggeleng, merapatkan selimutnya lebih erat. "Tidak ah, biar begini."
"Kenapa sih? Aku nggak mau nanti kau marah-marah karena sprei kotor." Taehyung berkata lagi, Jungkook mengedikkan bahu tak peduli dan menjulurkan tangan meminta kotak makan.
Taehyung menaikan sebelah alis, tidak berkata apa-apa kemudian menarik selimut Jungkook cepat.
"Yaa!" Jungkook berteriak terkejut. Tangannya refleks menarik selimutnya kembali tapi Taehyung lebih cepat.
Taehyung yang berdiri usai merampas selimut Jungkook itu membatu, matanya melotot lebar melihat kaki Jungkook. Bukan, bukan. Fokusnya bukan ke kaki Jungkook yang memakai celana pendek itu, tapi bercak-bercak merah pekat yang kontras sekali di pahanya yang putih.
Itu―bekas ciumannya semalam kan?
Taehyung yang mematung membuat Jungkook langsung menarik selimutnya lagi dengan wajah galak. Gerakan tiba-tibanya itu membuatnya meringis kesakitan. Kemudian anak itu membenarkan selimutnya hingga menutupi keseluruhan tubuh bawahnya.
Taehyung mengerjap, duduk di pinggir ranjang Jungkook dengan wajah merona. Tangannya memberikan kotak makanan ke Jungkook dan menyiapkan beberapa side dish dengan gerakan kaku. Pikiannya berkelana, itu benar bekas ciumannya semalam kan? Matanya jeli melihat ada bekas gigitan disana. Tidak mungkin Jungkook kurang kerjaan menggigit pahanya sendiri kan? Jadi itu karena mulutnya kan?
Sementara Jungkook sendiri menyuap mienya dengan wajah menunduk karena sama-sama merona, dia tak kuasa melihat Taehyung karena kejadian semalam kembali berputar-putar di benaknya.
Sejujurnya Jungkook gugup sekali dari tadi, dia malu sekali. Jadi Jungkook merespon singkat untuk menutupi rasa gugupnya, begitu.
Taehyung berdeham, "Um―soal semalam…" mulai Taehyung. Jungkook mengerling, tanda dia mendengarkan sambil mengaduk mienya. "Soal tadi malam, aku… Aku minta maaf. Tidak seharusnya aku melakukan itu." Kata Taehyung setelah hening beberapa saat. Taehyung berkata sambil menatap Jungkook, jantungnya sudah berdentum-dentum tidak karuan saat Jungkook balik memandangnya agak lama, keduanya terdiam dengan Taehyung harap-harap cemas dan Jungkook yang mematung.
Kemudian Jungkook mengedikkan bahu, memalingkan muka dari Taehyung dan mengaduk mienya tak beraturan. "Oke."
"Kau… oke?" ulang Taehyung.
Jungkook mengangguk, tidak menatap Taehyung sama sekali. "Iya, tidak apa-apa. Aku tahu, kau pasti menyesal karena semalam. Jadi kau minta maaf dan kita sama-sama akan melupakan ini. Anggap saja tidak terjadi apa-apa. Iya, oke, tidak apa-apa. Memang sudah seharusnya kan?" kata Jungkook. Anak itu mengaduk-aduk mienya dengan alis mengkerut dalam.
Jungkook tahu akhirnya akan begini, memang apalagi? Mereka pasti akan berakhir sama-sama melupakan dan menganggap semua kejadian semalam tidak pernah terjadi. Itu memang kenyataan tapi… Sial―tetap saja semua itu terasa sangat menyakitkan.
Taehyung terdiam beberapa saat, mengolah maksud perkataan Jungkook. Kemudian pemuda itu kelabakan menyadari maksudnya, "Woah―wah, kau salah paham! Salah paham! Bukan itu maksudku―" Taehyung menggeleng-gelengkan kepala. "Dengar―maksudku minta maaf karena semalam memaksamu, tapi tidak―aku tidak menyesal sama sekali. Maksudku, tidak sampai melupakan begitu karena―astaga, itu seks pertamaku dan luar biasa. Maksudku kau hebat―seks denganmu hebat. Maksudku, kau baik dan oke dan aku tidak menyesal. Kau paham maksudku? Astaga bicara apa aku ini―" Taehyung berhenti dan tersadar betapa kacau racauannya barusan, lalu dia mengusap wajah frustasi. Hal itu membuat Jungkook mengerjap dan tertawa. Lantas Taehyung mendongak, memandang Jungkook yang tertawa dengan mata menyipit dan senyum lebar.
Aneh, detak jantungnya kembali tidak beraturan.
"Oke. Aku paham maksudmu. Tapi serius, aku oke."
"Ka―kau paham?" ulang Taehyung.
Jungkook mengangguk, pemuda itu tersenyum lagi dan kembali memakan mienya. Taehyung terdiam, menatap Jungkook lama.
"Kau… tidak marah? Kau tahu―kita melakukan seks. Hubungan badan. Lalu mimpimu―" Kata Taehyung, mata pemuda itu membola kebingungan.
"Yah, sudah. Mau bagaimana lagi? Marah kepadamu tidak membuatnya kembali ke awal, kan?" Jungkook mengedikkan bahu, dia tersenyum tapi senyumnya pahit dan Taehyung merasa sangat sedih tiba-tiba melihatnya.
Keduanya kembali terdiam. Jungkook sibuk dengan mie-nya dan Taehyung sibuk melamun.
"Kau tidak makan?" tanya Jungkook, menatap kotak ayam di dekat mereka kemudian menatap Taehyung yang ternyata melamun ke arahnya. "Tae? Kenapa?"
"Jeon―" ucap Taehyung.
"Ya?" Jungkook menelengkan kepala bingung.
"Ayo kita pacaran!"
Jungkook melotot. Kaget setengah mati mendengar pernyataan tiba-tiba Taehyung.
"A-apa? Tae, kau saki―"
"Aku serius." Ucapan Jungkook terpotong karena tiba-tiba saja Taehyung mencekal kedua bahunya sehingga mereka saling berhadapan. "Itu satu-satunya jawaban yang bisa kudapatkan. Aku tidak tahu cara lain. Jadi, ayo kita pacaran!" kata Taehyung. Jungkook mengerjap, menelan ludah gugup bingung memberikan reaksi apa.
"Jika kita tidak bisa kembali lagi, maka kita setidaknya mencobanya tanpa penyesalan." Lanjut Taehyung.
"Jangan konyol, Tae. Kau melakukan semua ini hanya karena rasa bersalah." Kata Jungkook, wajahnya berubah tanpa ekspresi.
"Bukan seperti itu―Aku juga tidak tahu, mungkin itu benar tapi aku merasa rasa bersalah tidak membuatku berpikir sejauh ini." Taehyung berujar mantap, tatapannya lurus ke Jungkook, berusaha membuat pemuda itu percaya kepadanya. "Aku tidak akan nakal, aku akan jadi pacar yang baik. Aku janji." Tambah Taehyung.
Jungkook terdiam kaku. Dia benar-benar bingung harus memberikan respon apa.
"Aku mungkin tidak bisa menjadi wanita-mu. Tapi aku bisa menjadi pria-mu. Dan kupastikan kau tidak akan menyesal mempunyai pacar sepertiku." Kata Taehyung lagi kali ini dengan senyum lebar.
"Tapi… kau tidak mencintaiku." Alis Jungkook berkerut dalam, pemuda itu jelas tampak berpikir keras.
"Bukan masalah. Aku akan belajar mencintaimu, nanti setelah itu aku akan membuatmu mencintaiku." Ujar Taehyung mantap.
Jungkook menjilat bibir gugup. "Kau akan menyesal nanti."
"Tidak. Kau yang akan menyesal kalau menolakku." Taehyung mengedipkan sebelah mata menggoda Jungkook. Jungkook mendengus, memukul bahu Taehyung main-main.
"Jadi….?" Taehyung berkedip, matanya berbinar cemas.
Hening beberapa saat, hingga Jungkook menghela nafas panjang. "Baiklah, oke."
"Oke?"
"Oke."
Taehyung menaikkan kedua alisnya. "Kau pacarku sekarang?"
"Iya, Tae. Iya." Balas Jungkook sambil memutar bola matanya malas.
"Deal?"
"Astaga―iya, deal!"
.
.
.
Celestaeal's Note :
Um―halo? Apa kabar~
Ngomong-ngomong, fanfic ini aku publish dua hari yang lalu juga di wattpad hehe, jika tertarik kalian bisa mlipir kesana karena sepertinya aku akan update di sana dulu sebelum disini. Soalnya di wattpad memudahkanku bisa ketik pakai hp :") maafkan aku
Ya sudah begitu saja semoga fanfic ini bisa menghibur kalian semua yang membacanya
Ditunggu selalu tanggapannya~
.
.
.
[Wattpad : Celestaeall || Instagram : celestaeal]
