All characters' name of Naruto belong to Masashi Kishimoto

"TERIKAT"

By Kohan44

PERINGATAN

"Mengandung OOC, AU, dan Pair sesuka author. No BL."

PROLOG


Sakura melepas sarung tangan dan menjejalkannya ke tas kecil dari bahan kulit berwarna putih, lalu bertingkah seolah-olah dia baru saja membuka permen dan membuang sampahnya diam-diam.

Sakura menghadiri acara musik yang diselenggarakan salah satu jurusan di kampus. Sakura tidak pernah ada minat menghadiri acara musik kecil-kecilan, apalagi jika dia tak mengenali siapa pengisi acaranya, pasti akan sangat membosankan karena tak tahu lagu-lagu yang akan dibawakan,tapi Sakura berada di acara itu yang ternyata dipenuhi banyak orang menari meliuk-liuk. Lampu-lampu kuning nampak menyilaukan di antara kegelapan, tapi anehnya tak cukup untuk menerangi kemana langkah Sakura seharusnya berpijak. Auditorium itu terasa amat sesak dengan jumlah orang yang terus bertambah dan tak berhenti bergerak-gerak mengikuti alunan musik. Jika saja bukan karena seorang teman, Sakura pasti sedang di kamar dalam buntalan selimut membaca buku sebelum tidur.

Sakura ingin merutuk teman yang memaksanya menghadiri acara ini. Setelah mereka datang bersama-sama, temannya itu malah sibuk menyapa yang lain dan tenggelam bersama mereka. Sakura terdorong di antara desakan lalu terpisah dari teman yang baru dikenalnya itu di semester ini. Di sinilah Sakura, berdiri di salah satu pojok ruangan, tak tahu mau berbuat apa atau mau bicara apa dengan orang-orang yang tak pernah sekalipun Sakura tahu bahwa mereka berkuliah di sini. Anehnya, orang-orang lain nampak seolah-olah mereka saling mengenal satu sama lain, antara tiap pengunjung yang datang. Bahkan banyak di antara mereka, bukan Cuma tak mengenakan sarung tangan, tak segan-segan mengenakan pakaian lengan pendek dan tak nampak khawatir saling bersentuhan kulit dengan yang lainnya. Sembrono. Mungkin itu karena mereka adalah bagian dari lingkaran orang-orang macam begini, pikir Sakura, dan posisi Sakura tentunya bukan berada di lingkaran ini. Sakura di lingkaran lain, yang lebih tenang, terang, teratur, dan tentunya hati-hati. Terburu-buru Sakura merogoh tasnya dan mencabut sarung tangan yang tadi dia jejalkan asal-asalan.

"Oh…" desah lolos dari sela bibirnya. Baru saja terpikirkan niatan untuk pulang, dan Sakura merasa bodoh karena tak cepat-cepat melakukan itu di detik dia terpisah dari temannya. Kenapa masih memaksakan berada di tempat yang tidak nyaman dan hanya menyakiti? Sakura mendorong para manusia yang meliuk-liuk di antara temaram lampu. Sejujurnya, sekalipun dengan sekuat tenaga Sakura memaksa membuat jalan, Sakura tak yakin arah mana yang ditujunya. Satu ruangan besar tanpa sekat ini terlalu luas untuk dijelajahi dan tak cukup lenggang untuk dilihat dimana pintu keluarnya. Untunglah ketika Sakura tiba di ujung lain, ujung itu adalah sebuah pintu dengan dua telinga. Pintu apapun itu, yang penting bisa membawa Sakura ke tempat lain selain dari orang-orang yak tak menghiraukan dirinya mungkin bisa terikat gara-gara kecerobohan berpakaian tak lengkap.

Sambil terburu-buru menuju pintu tersebut, Sakura membentulkan sebelah sarung tangannya yang susah dikenakan karena tangannya berkeringat. Ketika tangannya mendorong pintu, listrik menyengat sekejur tubuh dan dalam sekejap melenyapkan kesadaran, membuat pandangannya menjadi putih. Ada aroma yang menenangkan, tercium amat dekat, membuat Sakura ingin berlama-lama menyimpan kepalanya di leher pemuda ini. Aroma yang membuat Sakura mampu mengabaikan teriakan, aroma yang membuatnya pasrah saat sebuah tangan terulur menarik pinggulnya, kemudian Sakura tak mendengar apapun lagi. Ketika mata terbuka, Sakura berada di atas tubuh seorang pemuda.

"O-oh, maaf…." Kata itu keluar dengan cepat. Dengan bantuan beberapa orang di sekelilingnya, Sakura bangkit berdiri, tapi cepat-cepat melepas diri dari sentuhan mereka. Sakura memperhatikan benar tangan-tangan tak bersarung itu.

"Kalian oke?" kata salah satu di antara mereka.

"Ya," jawab Sakura, dan kedua tangannya berhasil mengenakan sarung tangan kali ini. "Maaf, salahku yang buru-buru." Sakura mengulurkan tangan, menawarkan bantuan kepada pemuda di bawah kakinya.

"Tidak." Pemuda itu meraih uluran Sakura dan tidak benar-benar mengandalkan Sakura untuk bangkit. Dia menepuk-nepuk celana jins hitamnya lalu mengeluarkan kacamata di saku depan. "Wow, untunglah…" gumamnya sembari menyeringai lega mengenakan kacamata yang tak retak setelah tertindih Sakura. "Pandanganku buruk tanpa kacamata. Anggap saja kita imbang."

"Oh," Sakura menjawab sekenanya. Orang-orang yang tadi sempat memperhatikan mereka, kini mengalihkan pandangan dan lanjut menikmati detak musik. "Kalau begitu, permisi," Sakura melewatinya dan tak ada hal lain dalam kepalanya selain rumah, mandi, mencuci bersih semua jejak sentuhan dan bau dari auditorium itu, lalu tidur untuk melupakan semuanya. Ini malam yang buruk.