"Stay Close,Don't Go"

Rated : M

Diclaimer : Masashi Kishimoto

Sequel" I'm Not The Only One"

Warning: Typo,OOC(Maybe?),Pasaran,AU!

.

.

.

Stay Close, Don't Go- Secondhand Serenade


"Arrrrghhhh!"

Aku tak tau sudah berapa banyak barang yang berpecahan kubuat, entah sudah seperti apa kacaunya rumah ini. Aku tidak peduli.

Meluapkan emosiku dengan membanting barang-barang yang sama sekali tak bersalah. Aku kacau, aku tak tau harus seperti apa.

"Bodoh!Kau memang Brengsek Naruto!" bisakah kubilang diriku sudah gila?, Aku benci diriku sendiri,memaki dirikupun tak juga mempan menghilangkan rasa muak dihati ini.

Sedari tadi dua tanganku kupakai untuk menampar diriku sendiri, ya menampar! Agar aku tersadar, agar aku terbangun karena aku harap ini mimpi dan tak menjadi kenyataan.

"Hinata!" berteriak memanggil namanya pun tak ada gunanya lagi, karena dia sudah meninggalkanku. Meninggalkan ku sendiri dengan sejuta penyesalan dan kekecewaan.

I'm staring at the glass in front of me

Is it half empty or I've ruined all you've given me?

Menatap serpihan kaca vas bunga yang kupecahkan, aku tau itu vas kesayangan Hinata, dan sekarang vas itu telah hancur setengah. Sama seperti hatiku dan hatinya.

I know I've been selfish,

Aku sadar aku terlalu egois selama ini, egois karena selalu mengikuti egoku dari pada mendengarkan hatiku.

Memutar memori dimana terakhir kali aku bertemu dengan dia- Sakura yang merupakan sahabatku dari kecil.

Saat itu sudah waktunya jam pulang kantor, kebetulan jadwal rapat ditunda semua dokumen menumpuk yang selalu menyita waktuku sehingga selalu pulang malam dan berakhir lembur, juga telah selesai kutanda tangani.

Aku ingin pulang cepat, agar bisa makan malam bersama dengan Hinata dirumah. Sekali-kali aku ingin memberi kejutan padanya kalau aku pulang cepat, karena tadi pagi aku memberitahunya bahwa hari ini seharusnya aku tak pulang.

Aku merasa bersalah pada Hinata karena beberapa hari ini, karena selalu pulang larut malam dan membiarkannya terus-terusan sendirian dirumah.

Namun, keinginanku untuk pulang cepat sepertinya harus tertunda karena-…

"Naruto."

"Sakura-chan?ada apa?"

Dia Sakura tiba-tiba muncul diruangan kerjaku, menunjukan isi plastik yang dibawanya "aku membawa wine kesukaanmu"

"Arigatou,aku akan membawanya pulang." Jelas sekali terpancar ekspresi kekesalan diwajah wanita bersurai merah jambu itu karena ucapanku.

"Kau kenapa?"

"Kenapa apanya tebbayo?"

"Kau berubah Naruto!"

"Aku masih Naruto, Sakura-chan."

"Bukan itu maksudku, Kau jelas sekali menghindariku."

"Aku tidak menghindarimu."

"Kau menghindariku, kau tak pernah lagi ada disisiku Naruto. Kau bahkan tak mengangkat atau membalas pesanku lagi."

"Gomen"hanya kata ini yang bisa terlontar dari mulutku untuk wanita ini. Jujur saat ini aku sedang bimbang, disatu sisi aku tak ingin mengecewakan Sakura-chan, tapi disisi lain aku sadar aku memiliki seseorang yang lebih berharga.

"Aku merindukanmu Naruto"aku hanya tersenyum canggung, mendengar pernyataan Sahabatku ini, terkadang aku bingung dia menganggapku apa? Dia sangat pandai memainkan perasaanku.

Aku sadar dengan jelas netra hijaunya mengamati gerak-gerikku yang tampak tak nyaman dengan situasi kami. "Kau terlihat buru-buru Naruto."

"Tidak juga" Sakura tersenyum, wanita itu menghampiriku menarik lenganku untuk ikut duduk di sofa yang ada diruanganku ini. Sakura berdiri mengambil beberapa gelas yang kebetulan selalu tersedia diruanganku ini, mengisi dua gelas tersebut dengan wine yang dibelinya.

"Minumlah" aku menerima gelas yang diberikannya padaku, meminum sedikit cairan bewarna merah keunguan tersebut. Bicara tentang ungu, ah aku jadi ingat Dia, Ungu merupakan salah satu warna favorit dia.

"Ada hal penting yang ingin kau bicarakan?" nadaku terdengar sangat datar, aku benar-benar ingin segera cepat pulang.

Entah kenapa sekarang Sakura menunduk, mengepalkan tangannya. Ia seperti sedang menahan emosi.

"Kau kena-…"

"Kau Tanya aku kenapa?kau jahat Naruto"

"Hah?"

"Setelah Sasuke-kun, sekarang kau berniat meninggalkanku?" aku bisa mendegar getaran suara Sakura menyaratkan emosi, matanya berkaca-kaca menahan butiran air mata yang akan tumpah.

"Sakura-chan."

"Jawab Naruto,hiks…kau lebih memilih Hinata ketimbang diriku, Hiks…" tetes air mata itu berhasil tumpah, aku benci ini, aku paling tak suka melihat Sakura-chan menangis, tapi aku bisa apa?aku tak bisa begini terus.

"Sakura-chan, aku sudah menikah."

"Sejak seminggu ini kau berubah Naruto,kau tidak memperdulikanku lagi."

"Aku peduli padamu."

"Bohong!semua bohong, kau bilang kau akan selalu ada untukku."

"Maaf."

"Hanya kata Maaf yang terus kudengar terlontar dari mulutmu"

"Maafkan aku Sakura-chan, tapi aku tak bisa."

"Tak bisa apa Naruto!"

"Aku tak bisa menerima permintaanmu Sakura-chan,aku tak ingin menyakiti Hinata."

"Tapi selama ini kau sudah menyakitinya, tidak ada salahnya menyakitinya untuk yang terakhir kali."

"Aku tidak bisa."

"Bisa!kau mencintaiku dan aku telah jatuh cinta padamu" ini semua membuatku kepalaku pusing, jujur saat itu aku tak tau perasaanku yang sesungguhnya bagaimana. Aku tak ingin menyakiti siapapun Hinata ataupun Sakura.

Kepalaku tertunduk menatap lantai keramik ruanganku, pikiranku melayang memikirkan dua wanita yang mendominasi Hidup ataupun hatiku. Aku bingung siapa sebenarnya yang kucintai.

Sakura adalah sahabatku dari kecil sekaligus cinta pertamaku, ya jujur aku sangat mencintai atau menyayanginya aku tak tau membedakannya. Namun semua itu selalu kupendam karena aku tau, terang-terangan Sakura menunjukan bahwa dia hanya menaruh hati pada Sahabat kami Sasuke.

Sedari kecil kami selalu satu sekolah, sampai pada saat hendak memasuki bangku sekolah menengah atas dengan terpaksa aku harus pindah dari Osaka ke Tokyo,mengikuti orangtuaku yang membuatku harus berpisah dengan Sakura dan Sasuke.

Malam sebelum hari keberangkatan kami ke Tokyo, aku menyatakan perasaanku kepada Sakura-chan. Aku mengatakan padanya bahwa aku akan mencintainya sampai kapanpun, dia hanya menangis dan meminta maaf.

Dibangku Sekolah menengah atas inilah aku bertemu dengan Hinata, saat itu sekolah sudah berlangsung dua hari dan aku masuk pada hari kedua. Di saat itulah tidak ada bangku yang bisa kutempati selain bangku kosong disamping Hinata.

Hinata merupapakan gadis yang pendiam dan pintar dikelas, pada awalnya ia hanya berbicara seperlunya saja denganku, itupun aku yang mengajaknya untuk mengobrol terlebih dahulu.

Banyak teman-teman dikelas yang mengatakan padaku bahwa Hinata itu gadis pemalu, maka sejak itu aku tertarik mendekatinya untuk membantunya menjadi gadis yang lebih terbuka.

Selama masa SMA aku memiliki banyak teman, hanya saja aku tidak terlalu dekat dengan mereka semua. Aku hanya dekat dengan satu orang yaitu Hinata, kami sangat dekat sampai tak jarang teman-teman kami menganggap kami sepasang kekasih.

Kami bahkan sepakat untuk melanjutkan jenjang pendidikan kami di Universitas yang sama, namun beda jurusan.

Aku selalu merasa nyaman didekat Hinata, aku sangat menyayanginya entah sebagai apa aku tak mengerti.

Tak jarang aku sering menyama-nyamakan perasaan yang kurasa saat dekat dengan Hinata dan dengan Sakura-chan dulu. Maka dari itu aku memutuskan untuk menjalin hubungan Asmara dengan Hinata.

Tiga tahun berlalu hubungan kami baik-baik saja sampai, suatu hari aku mendapat kiriman undangan pertunangan Sasuke dan Sakura.

Jujur hatiku terasa sakit saat mengetahui hal tersebut, berulang kali aku mensugesti pikiranku bahwa Sakura hanya masa lalu dan Hinata adalah masa depanku.

Yah, masa depanku….

Hampir setahun pernikahan ku dengan Hinata, disaat itu pulalah Sakura kembali hadir didalam kehidupanku. Saat itu dia tampak sangat rapuh dan membutuhkan seseorang untuk dijadikan sandaran.

Aku tidak tau apa yang terjadi antara Sakura dan Sasuke, yang kutau Sakura hanya mengatakan Sasuke pergi meninggalkannya. Jujur saat itu aku sangat marah pada Sasuke, kenapa dengan teganya ia pergi meninggalkan Sakura. Sejak saat itulah aku mulai membagi waktuku untuk selalu ada buat Sakura, sampai aku melupakan fakta masih ada Hinata yang membutuhkanku.

I know I've been foolish

"Tatap mataku Naruto, dan katakan kau mencintaiku"aku memejamkan mata merasakan tangan mungil Sakura yang membelai pipi tirusku dengan pelan.

"Kau masih tidak bisa menjawab bahkan dengan ini?" dan seketika aku merasakan benda kenyal yang menempel tepat dibibirku, Sakura melumat pelan bibirku dan kesalahan terbesarku membalas ciuman tersebut hingga terbuai dalam permainan yang telah diciptakan wanita ini.

"Ah Naruto" mataku menggelap penuh nafsu, berkali-kali batinku berteriak bahwa ini salah,tak sepantasnya aku melakukan hal ini.

"Shttt kecilkan Suaramu Sakura-chan" tunggu dulu Sakura? Sakura-chan.

"Ah Naruto" dengan seketika mataku terbelalak kaget, menyumpahi apa yang kulakukan. Jika aku tak segera tersadar, hampir saja aku melakukan hubungan intim dengan wanita yang bukan istriku.

"Ma-maaf" dengan segera aku bangkit berdiri, namun lenganku dicegah oleh Sakura.

"Katakan perasaanmu yang sebenarnya Naruto."

"Sesungguhnya dari awal kau kembali mendekatiku, kau sudah tau jawabannya Sakura-chan"

"Ya, kau peduli padaku hanya sebatas Sahabat." Aku tersenyum sambil mengusap surai merah jambu Sakura dengan pelan.

"Maafkan aku."

"Tapi aku mencintaimu."

"Kau hanya menjadikanku pelarian, Sakura-chan." Sakura menunduk tangannya terkepal, beberapa tetes airmata terus berjatuhan dari Mata hijaunya.

"Tapi kau bilang akan tetap mencintaiku sampai kapanpun" Cinta? Ya cinta itu banyak bentuknya. Mungkin dulu aku masih bingung dengan perasaanku, tapi sekarang aku sudah mengerti tentang apa arti perasaanku yang sebenarnya.

"Ya, sebagai saudara mungkin hehe…" Sakura menatapku dalam,ekspresinya tampak bingung dengan ucapanku, ia hendak berbicara sesuatu namun diurungkan kembali.

"Cinta itu banyak bentuknya, Aku mencintai Orangtuaku karena mereka yang berjasa dalam hidupku sehingga aku lahir didunia ini, Aku mencintai teman-temanku karena mereka selalu ada untukku, Aku mencintaimu karena kau sudah bagaikan Saudara bagiku" menarik nafasku sejenak "Tetapi Aku mencintai Hinata sebagai Istri,wanitaku dan pemilik Hatiku." Setelah mengatakan itu aku segera berlalu dari hadapan Sakura, meninggalkan wanita itu tenggelam dalam pikirannya.

"Tapi dia membutuhkanmu Naruto!" Aku berusaha tetap berjalan mengabaikan Sakura walaupun aku masih bisa mendengar suara teriakan Sakura. Tersenyum kecut, jika Sakura mulai menyinggung tentang dia.

'Maaf.'

And you will see

I'll do better, I know

Baby, I can do better


"Tadaima" dengan cepat kulangkahkan kaki ini untuk segera naik keatas menuju kamar kami, entah kenapa aku merasakan perasaan tak enak. Apalagi aku takut feeling ku benar, saat melihat sebuat bungkus ramen yang jatuh tepat didepan pintu ruanganku.

Tangan ini hendak tergerak untuk membuka knop pintu sebelum, Aku mendengar suara isakkan kecil dari dalam kamar.

'Hinata menangis?' hatiku mulai kalut, apa yang terjadi padanya. Kududukan tubuhku bersandar didepan pintu sambil tetap setia mendengarkan suara tangisan pilu Hinata. Air mataku ikut menetes keluar, seakan aku bisa merasakan apa yang Hinata rasakan.

Memukul dadaku pelan, rasanya sakit dan sesak secara bersamaan. Aku tak tau apa yang terjadi disini, namun aku merasa ini menyangkut diriku.

Aku frustasi, bagaimana jika feeling-Kubenar kalau Hinata melihat diriku dan Sakura-chan.

Kuberanikan diri membuka pintu kamar perlahan, bisa Kulihat Hinata sudah tertidur.

Benar saja, jejak-jejak air mata sangat jelas terlihat dipipinya, belum lagi matanya yang sedikit membengkak.

'Sudah berapa lama kau menangis Hinata?' aku hanya bisa membantin sambil terus membelai lembut surai indigo miliknya.

If you leave me tonight, I'll wake up alone

Don't tell me I will make it on my own

'Ku mohon jangan pernah tinggalkan aku, apapun yang terjadi.'

Memutus jarak diantara kami, dengan perlahan kukecup singkat keningnya.

"Oyasuminasai,.."


Sejujurnya dari sikap yang ditunjukkan Hinata padaku, membuatku semakin yakin bahwa Hinata memang telah mengetahui semuanya. Namun aku hanya bisa menutup mata dan berusaha semaksimal mungkin bersikap seakan tidak terjadi apa-apa diantara kami.

Saat itu aku sengaja tidak berangkat ke kantor, sebenarnya tujuan utamaku, Aku ingin berbicara jujur pada Hinata dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, Hinata memilih pergi satu harian dan pulang saat malam menjelang.

Satu harian aku menunggunya dirumah, memasakkan makanan berharap dengan perlakuan kecil ini ia bisa senang. Menunggu Hinata seperti ini membuatku tersadar betapa sepi dan membosankannya jika harus diam diri menunggu dirumah.

'Apakah Hinata seperti ini jika menungguku pulang?'

Tiba-tiba terlintas dipikiranku mengenai anak-anak, Bukannya jika dirumah ini ada seorang anak, Hinata tidak akan kesepian lagi. Aku tersenyum sendiri dengan khayalan yang mulai muncul akibat pikiranku tadi.

Hm benar juga, sepasang suami-istri akan lebih lengkap dengan kehadiran anak dalam hubungan rumah tangga mereka. Hah~, entah kenapa sekarang aku jadi kepikiran bagaimana rasanya menjadi seorang ayah yang sesungguhnya? Menurutku pernikahan kami yang hampir berjalan 3 tahun ini sudah layak diisi dengan seorang anak.

Tertawa sendiri, saat aku mulai berhayal memiliki dua orang anak sepasang dengan anak laki-laki yang mewarisi surai pirangku dan anak perempuan yang mewarisi surai Indigo miliki Hinata.

'Cepatlah pulang Hinata'


Entah bagaimana jadinya malam ini aku dan Hinata berakhir melakukan hubungan intim, aku pun tidak tau semua mengalir begitu saja.

Aku merasa kegiatan tadi tidak membawa rasa kepuasan atau apa pada diriku, yang kurasakkan tetap rasa sesak yang seakan memenuhi hatiku.

Aku bisa melihat sorot kepasrahan dari mata Hinata, tidak ada pancaran cinta yang biasanya berasal dari matanya. Yang ada hanya kehampaan, kekosong dan raut wajah yang datar. Bahkan ia memiih membungkam mulutnya sendiri agar tak meneriakkan namaku.

Don't leave me tonight

This heart of stone will sing till it dies, If you leave me tonight

Malam semalin larut, tapi aku tak bisa tertidur. Setiap aku memejamkan mata, aku merasa seakan Hinata hilang pergi dariku.

Kutatap wajah polos Hinata saat tertidur, Ia sangat cantik dan manis dalam waktu bersamaan. Aku sangat beruntung memilikinya sebagai istriku.

Ku tarik selimut kami lebih keatas untuk menutupi tubuh polos kami, dan aku mulai mengikuti Hinata ke alam mimpi.

Sometimes I stare at you while you are sleeping

I listen to your breathing

Amazed how I somehow managed to


Semua hal yang ku takutkan kini terjadi. Aku tak menyangka hanya butuh waktu satu malam sampai semua mimpi buruk itu menjadi kenyataan. Semua terjadi begitu cepat, hari masih sangat pagi tapi aku sudah berhadapan dengan kejadian ini, kejadian dimana hubungan rumah tanggaku sudah diambang perceraian.

"Jangan pergi" lidahku keluh hanya ini yang bisa terus kuucapkan, untuk mencegahnya pergi dariku. Dia tetap berjalan menyeret kopernya, bahkan dia sama sekali tak mau menatap wajahku.

"Ku mohon lepas Naruto-kun."

"Tidak! Ku mohon,jangan tinggalkan aku" Menggengam tangannya erat, aku tak mau melepaskannya sampai kapanpun. Persetan dengan surat cerai, sampai matipun aku tak akan pernah menandatanganinyai.

Sweep you off to your feet girl

Your perfect little feet girl

I took for granted what you do

Rasanya aku sudah benar-benar tak pantaskah dimatamu? Bersimpuh didepan kakimu pun, kau tetap tak peduli dan memilih meninggalkanku.

Tak taukah kau Hinata, semua bukan seperti yang kau kira. Kau bahkan belum mendengar penjelasanku sama sekali.

"Jangan pergi!"

"Aku perlu waktu Naruto-kun."

"Ku mohon!" entah sudah keberapa kali aku mengucapkan kata ini.

"Aku akan kembali, suatu saat nanti-..." dia menatap mataku dengan tatapan sendu.

"Jangan pergi,ku mohon!"

"Jika aku sudah menjadi satu-satunya di hatimu" tak taukah kau Hinata, bahwa hanya kau satu-satunya yang ada dihatiku.

Dia pergi, pergi bahkan tanpa melihat kebelakang bagaimana hancurnya diriku. Kau satu-satunya dihatiku. Seminggu aku menjauhi Sakura-chan, karena aku ingin meluangkan waktu yang lebih untukmu. Aku juga sadar bukan Sakura prioritasku melainkan dirimu.

But I'll do better, I know

Baby, I can do better

Jika saja Aku bisa memutar waktu, aku berjanji akan melakukan apapun yang terbaik untukmu. Aku menyesal, kumohon kembalilah padaku. Semua ini hanya salah paham, aku berharap kita masih bisa memperbaikinya.

"Brengsek!" aku benci begini, kenapa kakiku tak sanggup berdiri bahkan untuk mengejarnya. Meluapkan kemarahanku pada benda-benda ini pun tak ada gunannya.

Aku benar-benar kacau, semua terasa gelap hitam dan hampa. Aku telah gagal, gagal mempertahankan hubungan ini. Bertanya-tanya dalam hati, benarkah semua sudah berakhir? bolehkah aku berharap setitik cahaya terang dari semua ini?.

Berjalan dengan langkah tertatih menuju kamar kami, mengambil sebuah photo pernikahan dimana aku dan Hinata tampak tersenyum bahagia.

Tak kusadari hanya dengan memandang foto pernikahan ini, setetes air mata berhasil lolos dari mataku. Menutup mataku erat, aku lelah aku benci dengan air mata yang tak kuinginkan terus keluar.

Mengambil handphoneku dari nakas tempat tidur,berniat menghubungi nomor Hinata. Panggilan terus tersambung, namun dia sepertinya tak akan mau mengangkat panggilanku.

'Bodoh'merutuk diri sendiri, seharusnya aku sadar diri mana mungkin Hinata mau mengangkat teleponku mengingat kejadian hari ini. Mengiriminya beribu pesanpun, sepertinya tak akan ada gunanya.

Apa yang harus kulakukan disaat seperti ini?

Pikiranku sangat kacau, aku tak tau apa yang harus kulakukan. Aku butuh sandaran saat ini, aku butuh seseorang yang bisa menguatkanku. Seseorang yang bisa memberiku saran untuk menebus kesalahanku pada Hinata.

Pandangan kualihkan ke Handphoneku, menekan sebuah nomor yang sangat kuhapal bahkan sedari kecil.

"Hm, Naruto?"

"Touchan, tolong aku" suaraku bergetar, saat ini semua perasaanku bercampur kesal,marah,sedih dan takut. Ya walaupun aku menghubungi Ayahku, jujur aku sangat takut mengatakan ini semua kepadanya.


"Hanya ini yang bisa kulakukan, maafkan aku kaasan" suaraku bergetar lantaran air mata yang terus-terusan keluar dari dua bola Amethystku. Aku terus berusaha kuat agar suaraku kedengaran normal, tapi semua tampak sia-sia hanya karena air mata sialan ini.

Semua yang terjadi telah kuceritakan padanya, semuanya dari awal bahkan sampai keputusanku untuk bercerai.

"Hinata" dia memelukku dengan penuh kelembutan, walaupun dia bukan Ibu kandungku tapi aku selalu merasa nyaman bersamanya.

Ibuku telah meninggal sejak aku kecil, jadi bisa dibilang aku tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ibu. Tapi sejak mengenal wanita ini, aku mulai merasakan kasih sayang seorang Ibu yang selama ini kudambakan, karena dia selalu memperlakukanku seperti anak kandungnya sendiri.

Mengusap punggungku dengan lembut, seakan memberiku sedikit kekuatan atas semua yang terjadi hari ini. Aku terus menangis di dalam pelukannya, memukul pelan dadaku berharap bisa menghilangkan rasa sesak yang terus menggerogoti hatiku.

"Tenanglah Hinata, aku akan memberi pelajaran untuk anak bodoh itu"

Suara ringtone telepon masuk memecahkan keheningan diruangan keluarga ini, melirik sebentar kearahku lalu mengangkat panggilan tersebut.

"Naruto."

Deg,

Jantungku berpacu cepat saat mendengar nama seseorang yang paling tak mau kutemui saat ini.

"Aku akan kesana" ucap pria bersurai pirang itu,mengakhiri sambungan telpon tersebut, dia menatapku sekilas, menghela nafasnya kasar lalu berjalan mengambil kunci mobilnya. Aku bisa menebak, siapa yang mengubunginya barusan.

"Kushina, aku akan kerumah Naruto."

"Hm, jangan beri tau padanya Hinata disini" aku hanya mengangguk, memberi tatapan memohon pada Minato-tousan.

Aneh bukan?aku sedang bermasalah dengan suamiku yang merupakan anak mereka, tapi aku malah kabur kerumah mertuaku. Jujur aku tidak tau harus kemana lagi untuk saat ini, hanya merekalah yang dapat kujadikan penopangku sementara waktu, sampai aku mendapat tiket pesawat pulang kerumah Ayahku di Amerika.

And don't you know myheartis pumpin
It's putting up the fight
And I've got this feeling
That everything's alright
And don't you see

I'm not the only one for you
But you're the only one for me

.

.

.

.

TBC~